Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 29 - Maaf

Setelah malam itu Raka tidak terlihat lagi disekolah. Kabar dari Dimas, Raka sudah mulai sibuk persiapan keberangkatannya ke luar negri, jadi ia meneruskan sekolah dengan cara home schooling dan hanya akan datang ke sekolah ketika ujian akhir nanti. Tapi bukan itu yang ada dipikiran Tiyas. 

Sudah hampir satu minggu dan Wisnu masih menghindarinya. Tiyas sebenarnya tidak membutuhkan gangguan saat ini karena ia benar-benar ingin fokus belajar. Tapi itu semua mustahil karena Wisnu yang sulit sekali diajak berbicara, tidak seperti biasanya. Telpon, sms bahkan beberapa kali Tiyas datang ke kelasnya, namun Wisnu selalu berhasil menghindar. Tiyas belum mencoba kerumah Wisnu, karena menurut Tiyas butuh banyak alasan untuk seorang perempuan datang ke rumah laki-laki tanpa diundang. Tapi mungkin beberapa hari lagi Tiyas akan menjajaki kemungkinan bertandang lagi ke rumah Wisnu jika memang usahanya saat ini sia-sia.

Siang itu sepulang sekolah Tiyas berada di ruangan OSIS karena diminta memberikan saran tentang tema prom night tahun ini untuk angkatannya. Lalu Rani masuk menyampaikan kabar buruk. Wisnu jatuh di lapangan.

"Jatuh gimana maksudnya?" Tiyas panik.

"Ya jatuh Ti, lagi basket terus jatuh. Dia tadi dia dibopong sama Ferdi dan Dimas pulang."

"Seperah itu Ran?"

"Kalo ga parah gue ga kesini kali nyusulin lo. Udah cepetan sana kerumahnya."

Tiyas segera pamit meninggalkan ruangan OSIS. Entah kenapa Tiyas tidak menemukan satu ojek pun untuk dia bisa tumpangi sampai depan jalan raya. Lalu Danar yang memang secara tidak sengaja ingin bersiap pulang melihat gelagat Tiyas yang bingung.

"Ti, mau kemana?"

"Kerumah Wisnu Nar. Tadi katanya dia jatuh. Ini mau kedepan jalan cari ojek ga ada. Jalan kejauhan." Tiyas mengeluh.

"Gue anter deh, sampe depan. Yuk."

Tanpa ragu-ragu Tiyas naik di belakang motor Danar.

"Ti, kita kan udah mau lulus. Masa marahan terus Ti? Gue beneran minta maaf soal yang lalu itu."

"Apa Nar? Ga kedengeran?" Tiyas setengah berteriak.

"Gue minta maaf soal kemarin itu Tiyaas. Gue nyesel. Maafin gue ya Ti." Danar berteriak lebih kencang.

Tiyas tertawa. Danar baru sadar jika Tiyas sedang mengerjainya. 

"Gue udah maafin lo Nar."

"Beneran?"

"Iya beneran. Biar nanti pas ujian akhir lo kasih gue contekan Fisika kayak biasanya."

Danar tertawa lega. "Gue kasih deh contekan apa aja asal lo maafin gue."

Tiyas sudah sampai di jalan raya. Sebenarnya Danar menawarkan mengantarkan Tiyas sampai rumah Wisnu. Tapi Tiyas menolak secara halus. Tiyas tidak ingin menambahkan kesalahpahaman yang ada. Tiyas melanjutkan dengan taksi setelah itu.

***

"Assalamualaikum." Tiyas sudah tiba di teras rumah Wisnu.

"Wa'alaikum salam." Adiknya Ifa yang keluar menyambut Tiyas.

"Wisnu ada Ifa?" Tiyas berujar sedikit canggung.

"Oh ada Kak Tiyas diatas sama Kak Dimas dan Kak Ferdi."

"Boleh dipanggilin ga Ifa? Bilang aku disini."

"Kakak naik aja, aku mau pergi les soalnya. Takut telat."

"Oh oke." Tiyas melihat Ifa yang pergi berlalu.

Tiyas masuk dan mulai melangkah ke lantai atas. Kamar Wisnu terutup. Sayup sayup terdengar tiga sahabat itu sedang bercanda tertawa. Tiyas mengetuk kamarnya.

"Siapa?" Wisnu membuka pintu sambil masih tertawa. Lalu terkejut karena ada Tiyas dihadapannya. Wajahnya langsung berubah.

"Nu katanya kamu jatuh tadi?"

"Nggak aku ga jatuh. Kata siapa?"

"Rani." Tiyas mulai mengutuki Rani dalam hati. Sahabatnya yang konyol itu sudah mengerjainya dan membuatnya terlihat bodoh bukan hanya didepan Wisnu, tapi juga didepan teman-temannya.

"Aku baik-baik aja." Pintu kamar Wisnu terbuka. Dimas dan Ferdi ada di dalam kamar berdiri.

"Oh Ya udah kalau gitu. Aku pulang dulu."

"Udah tahu kan pintu keluarnya." Wisnu acuh tak acuh melihat ekspresi Tiyas yang terkejut mendengar jawabannya.

"Eh bentar-bentar gue lupa Ti." Ferdi keluar dari kamar, disusul Dimas. Sementara Wisnu sudah kembali ke kamarnya.

"Ada apa?" Tiyas sudah hampir berbalik badan diapit Dimas dan Ferdi.

"Wisnu emang luka kok."

"Nggak gue ga apa-apa. Ngaco lo bedua." Wisnu berteriak dari dalam kamar sambil memegang bola basketnya.

"Wisnu terluka karena cinta." Ferdi dan Dimas mendorong Tiyas masuk kedalam kamar Wisnu lalu menguncinya dari luar.

"Dimas ga lucu Dim." Tiyas panik sambil menggerakkan pegangan pintu kamar Wisnu. "Ferdi!!"

Wisnu pun ikutan panik. "Woi gila lo bedua. Buka nggak?"

Dimas dan Ferdi malah tertawa terbahak-bahak. "Lo bedua tu bener-bener kepala batu deh. Tinggal baikan aja susah banget." Ferdi berkata.

"Lagian Nu, kepala lo tuh udah ga sehat. Kacau kita kalau minggu depan lo belum baikan sama Tiyas. BIsa disetrap lagi sama Bang Dony." Dimas menyahut. "Jadi lo bedua baik-baik disitu, ademin kepala sampe baikan beneran. Abis itu baru kita bukain."

"Inget, cuma sampe baikan doang ya. Jangan yang lain-lain." Ferdi terkikik geli.

"Rese lo bedua emang." Wisnu tahu kawan-kawannya itu tidak akan membukakan pintu. Jadi Wisnu mulai duduk di kursi meja belajar. Sementara Tiyas masih berdiri membelakangi pintu.

"Wisnu."

"Iya udah aku maafin kamu. Udah kan?" Wisnu kembali berteriak pada kawannya di luar. "Woi udah nih udah baikan. Cepetan bukain."

"Ga percaya kita." Sahut mereka berbarengan disambut dengan wajah Wisnu yang sangat kesal.

"Segitunya ya ga pingin ketemu aku?" Tiyas tersinggung melihat sikap Wisnu. Sabar Tiyas pun ada batasnya.

"Iya." Wisnu menatap Tiyas masih marah.

"Oke, ada jendela? Aku keluar lewat situ aja." Tiyas mulai berjalan ke arah jendela dan berusaha membukanya.

"Ti, apa-apaan sih." Wisnu menghampiri Tiyas.

"Ga usah pegang-pegang." Tiyas menampik tangan Wisnu dari bahunya juga mulai marah.

"Percuma, badan kamu ga akan muat di jendela itu."

"Jadi gimana? Mau stuck terus disini ga ngomong atau ngomong?"

"Aku ga mau denger apapun dari kamu. Aku ga butuh detail gimana kamu mesra-mesraan sama Raka. Aku ga perduli."

"Otak kamu tuh yang selalu aja sangkain aku yang nggak-nggak. Sepanjang perjalanan Raka sopan kok sama aku. Aku juga ga minta Raka peluk aku atau apa gitu. Itu semua kejadian gitu aja. Aku pun ga ngebales karena kaget."

"Apa gitu apa?"

"Kenapa fokusnya disitu sih. Kamu mau aku bilang? Iya, emang Raka peluk dan cium aku."

"Tiyass!!" Wisnu berteriak.

Mereka diam beberapa saat. Posisi mereka berdiri berhadapan sambil keduanya memasang wajah murka.

"Sekali lagi, kamu teriakin aku, kita udahan." Suara Tiyas mulai bergetar karena emosi.

"Terus kamu mau aku apa? Minta maaf? Kamu Ti yang salah, pergi berduaan sama cowok lain, dandan, pake baju bagus, belanja. Kamu bawa kantung belanjaan kan pulang? Terus aku marah, terus kamu marah karena aku marah. Terus aku yang minta maaf?"

"Aku ga minta apa-apa. Aku minta kamu dengerin apa yang aku bilang. Aku udah bolak balik minta maaf ke kamu Nu. Tapi kamu cuekin aku."

Tiyas melanjutkan. "Bahkan aku ga selama itu ngambek waktu kamu dicium sama Della."

"Terus aja kamu ungkit Della. Dan kamu pikir aku ngambek Ti? Aku bukan ngambek, aku murka. Marah, kecewa, cemburu luar biasa. Karena aku ga akan bisa kasih semua yang Raka bisa kasih ke kamu. Baju bagus, mobil bagus, belanja non stop seharian. Luar biasa."

"Karena itu aku minta maaf Nu. Aku sadar udah bikin kamu sakit hati. Maafin aku Nu. Dari awal maksud aku bukan untuk mesra-mesraan atau apalah sama Raka. Aku cuma pingin tahu kenapa dia jadi jahat begitu. Dan aku ga pernah minta apa yang Raka kasih ke aku." Tiyas memberi jeda. 

"Apa kamu bener-bener ga bisa maafin aku Nu?" Nada Tiyas mulai tenang.

"Kamu curang Ti. Kamu tahu aku pasti akan selalu bisa maafin kamu pada akhirnya. Dan aku merasa dimanfaatkan."

"Ya udah, kamu mau aku gimana Nu?" Wajah Tiyas pasrah melihat pacarnya tersayang marah seperti ini. "Bilang deh sama aku, kamu mau aku gimana?"

Wisnu duduk di pinggir tempat tidur mengusap wajahnya dengan kedua tangan mencoba meredakan amarahnya. "Aku takut Ti. Aku takut kamu suka lagi sama Raka."

"Ya sudah, kalau kamu udah siap ngomong lagi dengan kepala yang lebih dingin, kamu tahu aku dimana." Tiyas berjalan ke pintu. "Dim, Fer. Bukain dong." Tiyas merasa seperti menginjak sesuatu. Ternyata Dimas dan Ferdi menyelipkan kunci kamar melalui celah bawah pintu.

Sebelum Tiyas beranjak keluar Wisnu memeluk Tiyas dari belakang. "Mau kemana?"

"Pulang. Ini sebenernya cara terakhir aku minta maaf ke kamu. Tapi kayaknya kamu belum bisa berdamai sama diri kamu sendiri." Tiyas berusaha melepaskan diri dari Wisnu.

"Jangan kemana-mana...Aku kangen sama kamu Ti." Wisnu menyurukkan hidungnya ke rambut Tiyas dan Tiyas menghela nafas lega.

"Kamu beneran ga lucu deh Nu marahnya."

"Kamu keterlaluan Ti kali ini. Malah aneh kalau aku ga marah. Kamu terang-terangan jalan sama cowok yang suka sama kamu...dandan cantik begitu lagi." Wisnu makin menyurukkan kepalanya.

"Awalnya aku cuma pake sendal jepit Nu. Tapi ternyata Raka ajak aku nonton orkestra."

Wisnu menghela nafas. "Aku ga mau denger detailnya Ti, aku serius."

"Iya, maafin aku."

"Sahuuuurrr...sahuuuurrr..." Dimas dan Ferdi menerabas masuk. 'Brak'

"Aduuuh...Dimaass sakiit jidat gue nih." Tiyas yang memang berada di balik pintu berteriak sambil mengusap dahinya yang terantuk pintu kamar karena dibuka tiba-tiba. Dimas dan Ferdi malah tertawa.

"Manusia gila emang anak dua nih." Refleks Wisnu ikutan memegang dahi pacarnya sambil tertawa.

"Jadi udah baikan?" Dimas dan Ferdi menggoda.

"Jidat gue nih yang sekarang jadi ga baik." Tiyas berseru kesal.

"Uuuh maaf maaf. Sini-sini coba mana gue lihat." Refleks Dimas mendekati Tiyas ingin menggoda Wisnu.

"Eh...eh ga ada pake pegang-pegang cewek gue." Wisnu berujar disambut tawa dan ledekan Dimas dan Ferdi.




Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro