Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 26 - When I'm with you

Hai-Hai semuaa.

Okey, pengakuan. Kayaknya gue jatuh cinta sama Tiyas dan Wisnu. Jadi gue suka banget nulis soal mereka berdua. Jadi mohon maaf kalau buat kalian bagian Tiyas-Wisnu suka lebih panjang dan pake perasaan banget. Soalnya penulisnya emang pake perasaan banget. Hahahaha...malah gue yang baper deh. Anyway, bab ini sebenernya mau di skip juga ga apa-apa. Cuma mau iseng menjabarkan soal pengalaman Tiyas sehari di rumah Wisnu. Kan jarang-jarang lihat Wisnu berantakan dan manja-manja sama Tiyas dirumahnya. Enjoy !

_____________________________________________________________________________

Tiyas menarik Wisnu ke lantai bawah, tapi Wisnu tidak mau beranjak dari tempatnya.

"Aku tunggu dibawah ya, kamu mandi dulu deh. Bau tau." Tiyas berbalik badan ingin menuju tangga tapi dihentikan oleh Wisnu.

"Eh jangan sini aja. Kamu tunggu di kamar aku, aku mandi di luar."

"Ga mau ah, nanti dikunciin lagi. Bahaya tegangan tinggi."

"Kok tahu?" Wisnu tersenyum jenaka yang disambut wajah sebal Tiyas.

"Nggak Ti, janji deh aku ga ngapa-ngapain. Kapan lagi kamu kesini." Wisnu mendorong bahu Tiyas dari belakang untuk masuk ke kamarnya. Setelah itu Wisnu mengambil handuk dan pakaian ganti di dalam lemari.

"Bakalan susah nih Ti mandinya. Tangan kanan diperban gini." Wisnu mengernyit. "Mandiin dong Ti." Wisnu sudah berniat akan bermanja-manja seharian dengan Tiyas.

"Mandi sendiri, udah gede juga. Siapa suruh berantem." Tiyas sudah duduk di kursi belajar Wisnu. "Kamu mandi aku makan ya sarapan kamu. Laper nih." Tiyas tergoda dengan nampan sarapan yang sebelumnya diletakkan si Mbok di meja belajar.

"Boleh, tapi nanti kamu yang suapin aku ya dibawah. Tanganku sakit nih Ti...pipiku jugaa." Wisnu merengek dan disambut tawa Tiyas.

"Udah mandi dulu sana. Eh kalau nggak ga usah mandi deh. Kamu lucu banget kalo baru bangun. Gitu aja seharian."

Wisnu tertawa sambil membuka kausnya.

"Nu, kamu mau ngapain? Tiyas hampir melompat dari kursinya, kaget melihat Wisnu ingin membuka baju.

"Mau mandi Sayang. Tadi disuruh mandi." Wisnu santai saja diperhatikan seperti itu oleh Tiyas.

"Ya buka bajunya di luar kamar aja sana." Wajah Tiyas memerah karena memang tidak pernah melihat laki-laki manapun telanjang dada dan untuk Tiyas tubuh Wisnu terlihat sempurna. Tidak kurus, tidak gemuk, liat dan berotot. 'Wisnu kacau'. Tiyas bersungut dalam hati.

"Biasanya juga aku begini Ti." Wisnu yang telanjang dada malah mendekati Tiyas yang sudah berdiri bersiap kabur.

"Wisnu ih. Bau, sana cepetan mandi." Tiyas beralasan menutupi detak jantungnya sendiri. Refleks Tiyas mendorong punggung Wisnu dari belakang untuk keluar dari kamarnya. Wisnu terkekeh jahil. Setelah berhasil mendorong Wisnu keluar Tiyas langsung masuk ke kamar Wisnu dan mengunci pintunya.

"Lho Tii...kok aku dikunciin ga bisa masuk. Itu kan kamar aku." Satu tangan Wisnu menutup mulutnya yang sangat ingin tertawa melihat reaksi Tiyas.

"Aku bukain kalau kamu udah selesai mandi."

"Handuk aku di dalam Ti." Tak berapa lama Tiyas membuka pintu melemparkan handuk mandi Wisnu keluar kamar. Tawa Wisnu berderai-derai. Senang sekali bisa membalas usilnya Tiyas.

Didalam kamar Tiyas menggelengkan kepalanya mengusir bayangan Wisnu barusan. Melihat tempat tidur Wisnu dan mengingat Wisnu yang bertelanjang dada sangat tidak membantu. Rasa penasaran Tiyas atas apa yang ada di dalam kamar pacarnya itu yang membuatnya bertahan. 

Wangi khas Wisnu jelas sekali kentara. Buku-buku pelajaran, piala, beberapa komik tersusun rapih di rak. Hanya meja belajar Wisnu yang terlihat berantakan. Tiyas membuka laci mejanya. Menemukan tetek bengek Wisnu dari mulai roll on, perfume, gel rambut dan beberapa peralatan khas laki-laki lain. Ada kotak hitam yang terlihat mahal membuat Tiyas penasaran. Tiyas mengambil dan membukanya. Jam tangan laki-laki dengan bahan stainless hitam dari salah satu brand ternama yang tidak mungkin Tiyas sanggup membelinya. Ada kartu kecil terselip didalamnya. Ternyata jam itu kado dari Nia. Tiyas coba mengingat-ingat. Sepertinya Wisnu tidak pernah memakai jam itu. Ada satu jam tangan lain lagi dengan rantai silver tergeletak di atas meja belajar Wisnu. Jam silver itu yang biasanya Wisnu gunakan.

Ada satu hal lagi yang menarik perhatian Tiyas. Kartu kecil lain berwarna biru masih di laci yang sama. 'Dompetnya dipakai ya.' Begitu bunyinya. Lalu dalam amplop kartu itu ada foto Wisnu dan Nia. Perasaan yang sedari tadi Tiyas berusaha abaikan mulai naik ke tenggorokan. Tiyas terbatuk dan segera minum segelas teh dihadapannya. Tiyas penasaran, seperti apa dompet yang Nia berikan untuk Wisnu dan 'tadaaa' dompet itu juga ada diatas meja belajar. Dompet kulit coklat lagi-lagi dari merk kenamaan. Bedanya, dompet ini terpakai. Tiyas membuka isi dalamnya berharap Wisnu menyimpan fotonya. Namun, tidak ada foto apapun. Ketukan pintu membuyarkan lamunan Tiyas.

"Tii...aku udah selesai. Mau masuk boleh?"

Dada Tiyas tiba-tiba berat rasanya. Tiyas berusaha keras tidak berasumsi apapun atas apa yang barusan ia lihat. Cemburu adalah hal yang akan membuat Tiyas terlihat sangat kekanakan. Jadi Tiyas menghela nafas dan berdiri membuka pintu.

"Wisnu kenapa masih ga pake baju sih." Tiyas cepat-cepat menutup pintunya lagi namun kaki Wisnu menahan agar terbuka.

"Ti, Ti...kamu cuma kasih handuk tadi. Itu bajuku di tempat tidur."

"Kamu masuk aku keluar, aku udah selesai juga." Ada banyak emosi di suara Tiyas. '

Tiyaasss jangan konyol. Ga perlu cemburu Tiii...gengsiii.' Tiyas berujar dalam hati, namun Tiyas tidak bisa menutupi wajahnya yang sangat kesal.

Wisnu bingung dengan perubahan emosi Tiyas. Tiyas melewatinya begitu saja lalu berdiri di luar kamar membelakangi Wisnu. "Lho Ti. Ada apa?" Satu tangan Wisnu memegang handuk putih menutupi bagian bawah tubuhnya.

Tiyas berbalik dan langsung menutup matanya. "Ya Tuhan Wisnu, pake baju dulu deh." Satu tangan Tiyas menutupi kedua matanya. "Aku tunggu di bawah." Tiyas berjalan cepat-cepat ke lantai bawah. 'Wisnu keterlaluan. Kenapa dia ga bawa baju sik' Tiyas bersungut-sungut.

Wisnu masuk ke kamar dan terburu-buru memakai bajunya. Ia takut Tiyas pergi. Sebelum keluar Wisnu menyadari kotak jam tangan dan fotonya dengan Nia yang sudah tergeletak di atas meja. 'Jadi ini penyebabnya.' Batin Wisnu.

Di lantai bawah Tiyas duduk di sofa kulit panjang ruang keluarga. Tiyas suka dengan penataan ruangan di rumah Wisnu. Banyak jendela besar yang berarti banyak udara dan cahaya. Ada suara si Mbok yang sedang masak di dapur. Karena penasaran Tiyas berjalan ingin melihat dapur kotor rumah Wisnu.

"Lagi masak apa Mbok?"

"Menu makan siang Mba. Sarapannya sudah ada tuh di meja." Si Mbok mematikan kompor. "Mbok pamit keluar sebentar. Mau ke warung beli minyak goreng kehabisan. Ga apa-apa ya Mba."

"Lho, jadi di rumah ga ada orang lagi Mbok?"

"Mba Ifa nanti pulang jam 3an karena ada les biasanya. Mamanya Mas Wisnu biasanya pulang jam 7. Papanya masih di laut, belum bisa pulang. Ya jadi memang cuma ada Mba Tiyas sama Mas Wisnu sementara. Ga takut kan? Cuma sebentar paling 15 menit."

"Jangan lama-lama ya Mbok. Ga enak saya." Tiyas meringis. Tiyas kembali ke ruang keluarga melihat jam dinding besar di atas sofa. Jam 10.30.

"Tiii..Tiyaas." Wisnu turun dari tangga. Tiyas tertegun melihat Wisnu siang itu. Wajahnya segar baru selesai mandi. Wisnu mengenakan kaus putih dan celana pendek krem santai. Rambutnya basah dan wangi khasnya menguar membuat Tiyas terpana. Tiyas berdehem tiba-tiba merasa gugup dan seperti orang bodoh.

Wisnu duduk di sofa kulit itu sambil meletakkan jam tangan, kartu dan foto yang tadi Tiyas lihat di meja granit depan sofa. Wajah Tiyas berubah seketika. Tiyas memang paling tidak bisa menyembunyikan apa yang ia rasakan. 

"Gara-gara ini kamu BT?" Wisnu memandang Tiyas yang duduk di sampingnya.

"Nggak. Siapa yang bilang?" Tiyas mendengus kesal. Berusaha menatap Wisnu netral. Penampilan Wisnu sekarang sungguh tidak membantu. 

"Bener ga kenapa-napa?"

"Nggak." Tiyas keras kepala.

"Oke kalau gitu. Yuk makan." Wisnu berdiri menuju meja makan. Meninggalkan Tiyas di sofa.

Tiyas makin dongkol. Kenapa Wisnu tidak langsung meminta maaf seperti biasanya. Atau menjelaskan kenapa dia masih menyimpan semua barang dari Nia, bahkan memakainya. 'Wisnu kejam'.

"Ti, sini dong. Katanya mau suapin aku?" Wisnu sudah duduk di meja makan 6 kursi tak jauh dari Tiyas. Menepuk-nepuk kursi di sebelahnya dan memasang wajah memelas yang langsung membuat jantung Tiyas melorot kebawah.

"Makan sendiri, udah gede kan." Tiyas duduk santai pura-pura tidak perduli sambil mengambil majalah di bagian bawah meja dan mulai membaca

Wisnu menghampiri Tiyas dan mengambil barang-barang dari Nia di atas meja.

"Mau kemana?"

"Mau aku buang ke tong sampah."

"Eh Nuu. jangaan. Kok dibuang." Tiyas berdiri menyusul Wisnu yang sudah mengarah ke tong sampah terdekat.

"Terus mau gimana nih? Kamu ga seneng aku masih simpen barang Nia. Tapi aku mau buang ga boleh." Wisnu berhenti menghadap Tiyas. "Jadi aku mesti gimana Sayang?"

"Kalau aku masih simpen barang dari Raka gimana?"

"Tuh kaan banding-bandingin. Emang Raka kasih kamu apa?"

"Banyak, waktu aku sakit dulu. Pas kamu ga ada itu." Terdorong rasa kesal Tiyas memancing emosi Wisnu.

"Banyak apa?"

"Wisnu, intinya aku ga akan bisa beliin kamu semua yang Nia kasih."

"Ya Tuhan Ti aku ga minta kamu beliin apa-apa. Ini semua pun bukan aku yang minta sama Nia." Wisnu diam menatap Tiyas, ia mulai kesal tahu Raka memberikan barang-barang entah apa ke gadisnya. "Sekarang aku tanya, Raka kasih apa?"

"Makan yuk." Tiyas sekarang gantian melengos ke meja makan membuat Wisnu gregetan setengah mati. Urusan dengan Tiyas selalu membuat jantungnya turun naik ga karuan.

Wisnu melanjutkan langkahnya ke tong sampah dan membuang semua pemberian Nia.

"Wisnu, aku bilang jangan dibuang." Tiyas terkejut dengan reaksi Wisnu. Refleks ia mengambil kotak jam tangan yang Wisnu buang di tempat sampah dan meletakkan di meja makan tempat mereka berdua berada sekarang.

"Aku mau cek besok ke kamar kamu, ada barang Raka apa aja. Aku mau kamu buang juga barang Raka."

"Wisnu kok jadi kamu si yang marah?"

"Raka kasih apa?" Wisnu memperhatikan Tiyas yang mulai menyendok nasi goreng dihadapannya. 

"Sayang, sini makan dulu biar ga marah-marah mulu." Tiyas menyuapi Wisnu sesendok yang langsung ditolak oleh Wisnu.

"Jawab dulu, Raka kasih apa?"

"Mmmm...Bunga." Tiyas mulai salah tingkah. Tanpa dia duga kondisi jadi berbalik padanya.

"Terus?"

"Balon."

"Terus?"

"Boneka...." Tiyas memberi jeda dan berdehem. "dua kali." 

"Terus?"

"Udah ah Nu, kamu kayak tukang parkir deh terus terus."

"Nanti pulang aku anter. Aku mau kamu packing barang Raka terus kasih ke orang lain."

"Ga mau. Kamu boleh kok simpen jam dari Nia."

"Kenapa ga mau?"

Tiyas tersenyum jahil dan mulai mengada-ada hanya untuk membuat Wisnu lebih kesal. "Boneka nya lucu banget, biasanya aku suka peluk-peluk kalo malem." 

Wisnu beranjak dari meja makan.

"Nu mau kemana?" Panik melihat Wisnu beneran ngambek Tiyas mengikuti Wisnu lalu kaget karena Wisnu menarik tangannya dan menggiring Tiyas ke salah satu kamar besar di lantai bawah. Wisnu mengunci kamar dan memasukkan kuncinya ke saku celana nya.

"Wisnu, apaan si ini?"

"Jadi masih mau simpen barang Raka?" Wisnu memojokkan Tiyas dipintu kamar. Tiyas terpaku sambil berdoa semoga jantungnya masih ada ditempatnya.

"Wisnu aku teriak nih."

"Teriak aja. Si Mbok lagi pergi kan?" Wajah Wisnu makin mendekat. Tiyas hampir kehabisan nafas.

"Wisnu, aku minta kunci kamarnya." Nafas Wisnu sudah terasa di leher Tiyas.

"Ambil aja, ada di saku celana."

Ide memasukkan tangannya ke saku celana Wisnu adalah ide gila lain yang tak mungkin Tiyas lakukan. Jadi Tiyas berusaha mendorong Wisnu menjauh tapi tidak ada pengaruhnya. Wisnu sudah berhasil mendaratkan satu ciuman ringan di leher Tiyas.

"Aku cowok normal yang lagi kesel banget sekarang. Rumah sepi ga ada siapa-siapa." Wisnu memberi jeda masih berbisik ditelinga Tiyas perlahan. "Jadi kamu masih mau simpen barang Raka?"

"Tapi bonekanya lucu Nuu.." Tiyas juga keras kepala, ia membalas berbisik di telinga Wisnu.

Wisnu sudah bersiap melepaskan kaus putihnya.

"Ya Tuhan Wisnu. Iya-iya aku buang barang Raka. Kasih orang lain. Janji, janji." Refleks Tiyas menutup matanya dengan kedua tangan dan tidak bisa menutupi rasa paniknya. Tiyas sudah menghadap ke pintu membelakangi Wisnu.

Wajah Wisnu puas. Wisnu membuka pintu, mendorong Tiyas keluar lalu merangkulnya. Tiyas yang masih dongkol tidak mau dirangkul Wisnu.

"Wisnu, kalau kamu berani-berani kayak gitu lagi. Kunci-kunci pintu atau ancem-ancem aku lagi. Aku pulang beneran."

"Kamu sendiri sering usilin aku." Mereka sudah di meja makan. "Suapin ya, laper nih." Suara Wisnu kembali manja.

"Ya tapi aku ga ancem-ancem buka baju segala kan?" Tiyas menyuapi Wisnu sambil masih mengomel kesal.

"Kamu mau ancem buka baju juga ga apa-apa. Seneng aku." Wisnu tersenyum jahil.

"Kamu tuh selalu porno gini ya, waktu sama Nia udah buka-buka baju segala?" Tiyas masih menyuapi Wisnu.

"Ya Tuhan Tiyas ngomongnya. Ti, nyuapinnya pelan-pelan dong." Mulut Wisnu masih penuh makanan tapi Tiyas terus menyendokkan makanan ke mulut Wisnu.

"Ya lagian. Udah ah makan sendiri. Aku bad mood nih." Tiyas yang dongkol meninggalkan piring di meja makan dan beranjak ke sofa

Wisnu membawa piring nasi gorengnya yang baru setengah habis menyusul Tiyas duduk disebelahnya. "Ti, tanganku beneran sakit. Susah pake sendok Ti. Nanti kalau aku mati kelaperan gimana?"

Tiyas yang masih merengut kembali menyuapi Wisnu. Sementara Wisnu makan sambil menatap wajah gadisnya yang masih kesal. Nasi goreng dipiring sudah mau habis tapi kesal Tiyas belum hilang. Si Mbok sudah kembali berada di dapur.

"Ti, damai ya. Bisa ga kita berhenti bahas Raka atau Nia?"

"Bisa. Tapi kamu udah dong Nu. Jangan kerjain aku mulu. Otak kamu tuh konslet deh kalau di rumah. Jadi manja, porno lagi."

Wisnu tertawa, lalu ia merangkul Tiyas mendekat. "Iya, Maaf." Wisnu menyalakan TV besar dihadapannya lalu ia meletakkan kepalanya di pangkuan Tiyas. Tiyas memainkan rambut Wisnu yang mulai kering. "Aku mau begini aja seharian." Wisnu berujar.

Tiyas menatap Wisnu. Jantungnya kembali berdesir. Posisi tidur Wisnu miring menghadap TV. Beberapa saat kemudian Wisnu berbalik menghadap Tiyas sambil masih tidur dipangkuannya. Mata Tiyas sudah lurus menatap TV, berusaha mengacuhkan Wisnu. Tiyas tidak mau Wisnu tahu betapa groginya dia saat ini.

"Ti, nanti mau ya jadi istri aku?" Wisnu memilin rambut panjang Tiyas.

"Iiih ngaco. Masih SMA tau."

"Ti, aku serius."

"Nu, kita fokus lulus dulu deh. Kuliah, kerja, baru mikirin yang lain. Kamu kumat konslet lagi ya?"

"Aku berasa dikutuk sama kamu."

"Dikutuk?"

"Iya, dikutuk. Jadi aku begini banget rasanya nih. Padahal kita udah lumayan lama bareng, tapi jantungku tetep aja naik turun kalau bareng kamu."

"Gampang, nanti aku beliin obat jantung." Tiyas tersenyum usil dan Wisnu tertawa. Tiyas masih berada di rumah Wisnu hingga pukul 4 sore. Sekalipun berat, Wisnu melepas Tiyas pulang dengan taksi. 

















Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro