Part 24 - Luka
"Tiii...Tiyaas." Raka berlari menyusul Tiyas pulang sekolah.
"Minggu lalu lo jadi test ya? Kok ga bilang gue Ti?" Raka sudah mensejajari Tiyas. Mereka berada di koridor sekolah.
Wajah Tiyas dingin, tanpa ekspresi. Tiyas tetap berjalan tidak memperdulikan Raka.
"Ti, lo kenapa sih?" Raka sadar dengan raut wajah Tiyas. Raka pernah melihat raut ini sebelumnya, ketika Tiyas bertengkar pertama dengan Wisnu dulu.
"Tiyas." Raka menyentuh pundak Tiyas.
"Jangan sentuh-sentuh gue." Tiyas hampir berlari namun dihentikan oleh tangan Raka
"Tiyas, gue ga ngerti. Ada apa sebenernya?"
"Jam 6 pagi ini, apa benar lo telpon Della Ka?" Tiyas sudah berbalik menghadap Raka. Matanya sudah berkobar dengan kemarahan.
"Gimana maksudnya?"
"Adella Bimantoro. Apa dia tunangan lo Ka?" Tiyas mengontrol volume suaranya, menyadari banyaknya siswa yang lalu lalang.
"Tiyas itu..." Raka mulai panik, jantungnya berdebar kencang.
"Della yang sama seperti dulu..." Tiyas tidak bisa melanjutkan. Air mata karena murkanya sudah keluar. "Jadi lepasin gue Ka." Suara Tiyas bergetar. "Lo bahkan lebih buruk dari Danar."
Wisnu, Dimas dan Ferdi melihat gelagat aneh Raka dan Tiyas. Mereka menghampiri keduanya. Tiyas menarik tangannya keras dari Raka dan berlari menjauh. Wisnu menyusul Tiyas sementara Dimas dan Ferdi mendekati Raka yang masih terkejut.
Raka ingin berlari menyusul Tiyas namun Dimas dan Ferdi menahannya.
"Broo..mau kemana? Tiyas udah ada Wisnu." Dimas menahan Raka.
"Ga usah ikut campur urusan gue!"
"Ini urusan kita Ka. Kita udah tahu soal Nusantara Satu, kantor bokap lo dan undangan itu. Kayaknya lo harus jelasin juga ke kita apa maksud lo." Dimas menatap Raka dalam. Sungguh jika bukan kawan baiknya atau karena Wisnu yang melarang, sudah ia pukul Raka.
"Kali ini, lo kelewat batas Ka." Ferdi menimpali.
Raka tidak bisa berkata apa-apa.
***
Tiyas masih menangis tersedu dirangkulan Wisnu. Emosi yang dia tahan sedari pagi keluar. Tiyas belum mau bercerita kenapa ia menangis seperti itu. Tapi Wisnu berfikir ini pasti karena Raka. Wisnu sendiri masih sangat emosi karena kenyataan yang ia temukan minggu lalu tentang Nusantara Satu.
Setelah tahu bahwa Nusantara Satu adalah klub yang di sponsori perusahaan ayah Raka, Wisnu menjadi tidak percaya diri karena ia menyangka hanya karena Raka yang memberikan undangan maka Wisnu dan Dimas bisa masuk ke salah satu klub basket kenamaan itu. Akhirnya kemarin Wisnu memutuskan untuk menunggu Dony Laksono selesai dengan urusannya dan kembali menemuinya. Berusaha memperjelas keadaan. Jika bukan karena Bang Dony sendiri yang meyakinkan Wisnu, mungkin dia sudah hengkang dari klub.
Wisnu sudah melarang Dimas melampiaskan kecewanya pada Raka. Mungkin ada penjelasan yang lebih masuk akal dari semua prasangka buruk Wisnu dan itu ia harus tanyakan pada Raka langsung. Tapi belum sempat memperjelas situasi dengan Raka, Wisnu menemukan Tiyas seperti ini. Seperti sangat terluka. Tapi entah karena apa.
"Ti...udah tenang dulu. Coba cerita deh sama aku ada apa." Air putih yang ada di meja ruang tamu tidak disentuh Tiyas. Tante Lena belum kembali dan adik Tiyas ada di kamarnya diatas.
"Aku ga kenapa-napa Nu. Cuma kesel aja sama Raka." Tiyas tidak berani bercerita tentang kejadian sebenarnya. Tiyas takut dengan reaksi Wisnu mengetahui sahabatnya Raka benar-benar ingin memisahkan hubungan Tiyas dan Wisnu dengan cara yang paling kotor.
"Ya ga mungkin kamu sampe sedih banget begini Ti. Pasti ada hal yang lain?"
"Ngga ada. Cuma kesel." Tiyas mengusap air mata di pipinya. Tangisnya sudah mulai berhenti. Ia pandangi Wisnu yang sudah berpindah posisi duduk di lantai menghadapnya.
"Tiyas kok tumben kamu ga mau cerita? Aku janji ga akan marah deh. Janji beneran." Wisnu masih membujuk karena rasa penasarannya.
"Aku cuma mau sekolah, jadi murid yang biasa aja, ga niat punya pacar, ga pingin ada yang suka sama aku, pokoknya cuma sekolah, les, OSIS, pulang. Tapi kenapa jadi rumit begini sih Nu. Kenapa kamu suka aku? Kenapa Danar begitu? Kenapa Raka jahat banget? Aku jadi sering nangis, karena semua sakitin aku. Anak-anak ngomongin aku, aku sakitin Nia. Kenapa SMA begini banget sih Nuuu." Air mata Tiyas mulai turun lagi. "Masa aku nangis mulu begini, dulu aku SMP ga begini Nu. Aku baik-baik aja. Hidupku normal-normal aja."
"Ya Tuhan sayang, jangan mikir yang aneh-aneh." Wisnu memeluk Tiyas. "Aku ga punya jawabannya dan aku minta maaf karena dulu aku juga bikin salah ke kamu. Maafin aku."
"Wisnu, aku juga minta maaf aku ga bisa cerita kali ini." Tiyas tidak mau Wisnu lebih sakit hati lagi. Sudah cukup Wisnu kecewa dengan Raka karena Nusantara Satu. Soal Della dan beasiswa, biar hanya Tiyas yang tahu. Tiyas memeluk Wisnu erat
"Satu lagi, aku ga mau ambil beasiswa nya. Ga perduli aku lolos test atau nggak. Jangan paksa aku ya Nu. Aku ga mau pergi, aku mau sama kamu aja disini."
Ada perasaan lega di hati Wisnu. "Iya, ya udah ga apa-apa kalau kamu belum mau cerita. Aku ga maksa. Ga apa-apa juga kalau kamu ga mau pergi, aku dukung keputusan kamu. Minum dulu deh Ti. Biar kamu tenang."
Ponsel Wisnu berbunyi. Wisnu mengangkatnya di teras. Dimas minta bertemu, jam 5 sore ini. Wisnu menemani Tiyas makan siang sekalipun yang ditemani kehilangan selera makan. Setelah itu Wisnu meminta Tiyas istirahat dan segera pamit untuk bertemu dengan Dimas.
"Wisnu." Tiyas memegang lengan kanan Wisnu dengan kedua tangannya. "Janji sama aku Nu. Apapun yang kamu denger hari ini, apapun itu, sekalipun kamu marah banget tapi jangan berantem ya. Jangan pukul siapapun. Ya Nu?"
"Kita lihat aja nanti Ti."
"Wisnu...aku ga mau kamu kenapa-kenapa." Mata Tiyas sangat khawatir.
Wisnu jadi semakin penasaran, apa rahasia antara Tiyas dan Raka. "Ada Dimas dan Ferdi disana, harusnya baik-baik aja. Udah kamu istirahat dulu. Nanti malam aku telpon." Wisnu pamit dan berlalu.
***
Wisnu tiba di tempat mereka biasa berkumpul untuk bermain bilyard. Sudah ada Dimas, Ferdi dan Raka masih mengenakan seragam sekolah. Wisnu duduk di sebelah Dimas.
"Ka, baiknya lo ngomong deh apa yang lo omong sama gue tadi. Soal Nusantara Satu, biar semua jelas." Dimas membuka pembicaraan.
Raka mulai menjelaskan apa maksudnya meminta ayah mengundang dua sahabatnya itu. Itu terjadi jauh sebelum Raka tahu soal Tiyas dan Wisnu. Jadi itu tidak ada kaitannya dengan Tiyas. Raka hanya ingin dua sahabatnya yang memang sangat suka dengan basket mendapatkan apa yang layak. Toh jika memang keduanya tidak bagus mereka tidak akan lolos testnya. Dony Laksono bukan tipe orang yang mau ber-nepotisme.
"Gue ga akan minta maaf soal Nusantara Satu, karena beneran gue cuma mau kalian dapetin apa yang kalian impi-impiin."
"Menurut gue cara lo tetep salah Ka. Harusnya lo jujur aja sama kita. Lo pikir kalau kita tau, kita bakalan nolak? Ya nggak Dim?" Wisnu menoleh ke Dimas.
"Yoi...bener tu Ka. Harusnya lo bilang aja."
Raka diam tidak menyahut. Mulai bertanya-tanya, apa Tiyas sudah cerita soal Della ke Wisnu.
"Ya udahlah, gue ga masalah Ka. Udah kejadian juga, dan gue udah ngobrol sama Bang Dony." Wisnu berdiri ingin mengambil gelas soda dihadapan Ferdi.
"Mumpung kita disini nih." Wisnu meneguk sodanya sebelum melanjutkan."Ka, gue paham lo suka Tiyas, gue ngerti banget. Tapi beneran Ka, lo berhenti deh Ka. Gue dan Tiyas udah baik-baik aja sekarang. Lo bikin kita jadi ga enak banget Ka. Maaf kalau akhirnya gue harus jujur."
Raka merasa ego nya diganggu. Raka merasa Wisnu akan mempermalukan dirinya didepan sahabatnya. Raka belum kalah atau setidaknya dia belum menyerah. Lalu emosinya mulai naik.
"Gue kayak gitu karena lo ga bisa jagain Tiyas. Karena lo sering bikin Tiyas nangis, diomongin orang yang nggak-nggak, dan lo ga pernah ada buat Tiyas Nu. Jadi sekalipun Della ga berhasil, gue tetep bakalan usaha." Karena emosi jugalah Raka kelepasan bicara.
"Della? Adella? Apa hubungannya Della sama lo?" Wisnu mulai merasa ada yang tidak beres.
"Gue ga ngerti kenapa lo ga mau sama Della, padahal dia jauh lebih cantik dari Tiyas Nu. Dan gue ga tahu kenapa Tiyas masih mau sama lo. Tapi Tiyas pasti ambil beasiswa itu dan bisa lupain lo." Raka sudah benar-benar larut dalam emosinya sehingga mengungkapkan apa-apa yang harusnya ia simpan.
"Raka, jadi maksudnya semua itu cuma buat misahin gue sama Tiyas?" Wisnu mulai emosi. "Jadi lo suruh Della deketin gue dan lo nawarin beasiswa buat Tiyas cuma biar gue putus sama Tiyas?" Wisnu sudah hampir gila karena marah. "Gue pikir lo tulus suka sama Tiyas Ka? Jadi, Tiyas cuma untuk memuaskan ego keparat lo doang? Sinting lo Ka!"
"Adella tunangan lo kan Ka?" Ferdi menyahut spontan baru menyadari sesuatu.
"Gimana? Della adik kelas kita itu tunangan lo Ka? Bener Ka?" Dimas juga terheran-heran.
"Lo korbanin tunangan lo buat gue Ka? Biar gue pisah sama Tiyas? Manusia ga punya hati. Bajingan lo Ka!!" Tanpa sadar Wisnu memecahkan gelas di tangannya. Jadi ini maksud Tiyas tadi. Jadi ini kenapa Tiyas kelihatan begitu frustasi. Wisnu merangsek maju, sudah tidak perduli dengan keadaan disekelilingnya. Raka pun melakukan hal yang sama.
Dimas dan Ferdi sibuk memisahkan keduanya. Tangan Wisnu berdarah banyak sekali karena pecahan kaca dari gelas sodanya. Belum lagi bekas baku hantam di pipinya dengan Raka. Raka pun kondisinya tidak lebih baik dari Wisnu. Orang-orang disekitar mereka membantu. Akhirnya setelah 6 orang turun tangan mereka bisa dipisahkan.
Ferdi menarik Raka duduk jauh dari Wisnu dan segera menghubungi kantor ayah Raka. Kakak Ferdi baru sebulan diterima bekerja di perusahaan itu, jadi ia tahu soal Adella tunangan Raka. Tapi ia tidak menyangka Raka berani berbuat segila itu. Setelah selesai menghubungi sekertaris ayah Raka, Ferdi bicara pada Bang Novri si pemilik tempat billyard. Berjanji bahwa semua kerusakan akan diganti oleh ayah Raka. Sementara Dimas menarik Wisnu dan segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Satu yang pasti, tangan Wisnu harus dijahit untuk menghentikan lukanya.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro