Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 23 - The Truth

Wisnu dan Tiyas mulai melanjutkan kebiasaan mereka ketika bersama dulu. Salah satunya, biasanya setiap Jumat sore mereka akan menghabiskan waktu di teras belakang rumah Tiyas. Entah membaca buku atau hanya mengobrol tentang minggu mereka di sekolah. Suasana di rumah Tiyas begitu tenang karena biasanya Ibu Tiyas masih berada di luar rumah dan adiknya mengikuti les tambahan mata pelajaran.

"Ti, test nya itu besok ya? Test soal beasiswa." Wisnu duduk disebelah Tiyas yang sedang membaca.

"Iya, kenapa emang?" Tiyas hanya menyahut acuh tak acuh. Mata Tiyas masih fokus pada bacaannya.

"Setelah aku pikir-pikir lagi, kok kayaknya ga adil ya kalau kamu aku larang-larang." Wisnu memperhatikan Tiyas disebelahnya lalu merangkulnya.

"Nu, aku ga keberatan kok soal itu mah. Pertama karena Ibu dan adek ga akan bisa ditinggal juga, dan kedua karena masih banyak kok universitas negeri di Indonesia Raya ini yang bagus. Ga kalah sama yang di luar. Tenang aja Nu soal itu, ga usah terlalu dipikirin."

"Tapi kamu selalu support aku Ti. Selalu. Nusantara Satu deh contohnya. Sekalipun awalnya berat, kamu tetep support aku. Jadi aku mau kamu coba test nya Ti."

Tiyas menghentikan kegiatannya. Sebenarnya Tiyas sudah benar-benar tidak perduli dengan beasiswa itu. Tapi Wisnu sepertinya ada benarnya.

"Kalau aku lulus, gimana? Lulus semuanya dan bisa pergi kesana." Tiyas menatap Wisnu.

Wisnu menghela nafas sebelum menjawab. "Aku ga tahu jawabannya sekarang. Yang aku tahu ini hal yang bagus buat kamu, masa depan kamu. Jadi sekalipun aku ga suka dengan ide kamu pergi jauh dari aku, aku tetep harus support."

"Kalau aku lulus dan pergi, kemungkinan besar aku pergi bareng Raka. Kamu yakin Nu soal ini?" Tiyas harus membeberkan fakta yang ada.

Wisnu diam. Dia tahu dan sadar soal Raka. Saat ini jawabannya adalah Wisnu tidak rela jika Tiyas pergi jauh darinya bersama Raka. Tapi Wisnu akan merasa sangat bersalah jika Tiyas tidak mencoba. "Aku ga yakin dengan semuanya Tiyas. Tapi sekarang, kenapa ga coba dulu aja testnya. Kalau lolos, kita akan pikir lagi bagaimana."

"Jadi besok aku anter ya. Jam 8 aku jemput kamu." Wisnu menutup pembicaraan.

Tiyas memeluk Wisnu dari samping. "Kamu itu pacar yang penuh perhatian dan pengertian. Aku setuju buat coba, karena kamu yang minta." Tiyas tersenyum manis dan mendaratkan ciuman ringan di pipi Wisnu.

***

Gedung kantor PT Graha Cipta Nusantara berada di salah satu kawasan di pusat Jakarta. Tiyas dan Wisnu tiba 20 menit sebelum test dimulai. Wisnu berjanji akan menunggu Tiyas di coffee shop bawah. Lalu Tiyas segera menuju lantai 19. Sesampainya diatas, sudah ada sekitar 30 orang yang akan mengikuti testnya. Salah satunya gadis periang yang secara tidak sengaja duduk di sebelah Tiyas. Namanya Lisa. Dia adalah salah satu anak dari pegawai di perusahaan ini. Jadi ia tahu banyak soal keluarga Nugraha.

"Tiyas, tahu ga kalo Pak Nugraha punya anak seumuran kita yang masih SMA juga? Caraka namanya." Lisa berceloteh lagi. "Katanya dia ganteng lho. Tapi sayang udah tunangan."

"Hah? Tunangan? Tunangan sama siapa?" Tiyas sangat penasaran, kenapa ia tidak tahu soal ini.

"Sama Adella Bimantoro. Della. Kalau ga salah mereka satu sekolah deh. Tapi Della emang lebih muda 1 tahun sih. Seru ya, kayak di drama-drama. Anak-anak orang kaya, terus dijodoh-jodohin. Penasaran gue mereka disekolah kayak gimana. Mereka ga mungkin sih di sekolah negri, pasti sekolah di swasta, manusia-manusia banyak duit gitu...."

Tiyas berusaha mengingat-ngingat. Ada berapa banyak Della disekolahnya. Tiyas memutuskan untuk tidak terlalu memperdulikan hal ini. Mungkin hanya kebetulan.

Sementara dibawah.

"Lho Bang Don. Ga sangka bisa ketemu disini." Wisnu yang sedang antri di coffee shop heran melihat lelaki didepannya.

"Hai Wisnu. Iya, saya lagi ada perlu. Ada yang harus dibicarakan sama tim disini. Kita sudah mau mulai musim kompetisi lagi soalnya. Biasalah seleksi pemain dan sebagainya."

"Wah keren, minggu depan sudah keluar dong listnya."

"Iya, nanti kamu juga tahu. Wisnu, kamu fokus dulu lulus sekolah. Saya belum bisa masukkan kamu ke tim inti kalau kamu belum lulus. Tapi kamu bagus Wisnu. Asal semangat dan fokus." Dony Laksono tersenyum lebar yang juga disambut Wisnu dengan senyum lebar. 

"Ngomong-ngomong kamu disini pagi-pagi ngapain?"

"Nungguin temen Bang. Lagi test beasiswa di atas. Lantai 19."

"Lho sama  dong, saya juga pingin ke Lt.19. Ketemu si bos dulu terus meeting di Lt.20." Dony Laksono memberi jeda. "Oke, saya duluan Wisnu. Sudah terlambat 15 menit. Sampai ketemu minggu depan ya."

Wisnu duduk di salah satu meja yang tersedia. Ia punya banyak waktu untuk berfikir dan pikirannya mulai bertanya-tanya. Kenapa pelatih klubnya ada disini dan akan bertemu di kantor ayah Raka. PT Graha Cipta Nusantara dan Nusantara Satu. Apa mungkin sponsor utama klub basketnya adalah kantor ayah Raka? Jadi, apa undangannya itu suatu kebetulan? Wisnu segera menelpon Dimas sahabatnya.

***

Test selesai pukul 12 siang. Perut Tiyas yang sudah keroncongan tidak bisa diajak kompromi. Tiyas bergegas turun ke lantai bawah untuk menemui Wisnu. Ia mendapati pacarnya sedang duduk bersama Dony Laksono, pelatih basketnya. Sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang sangat serius hingga Tiyas enggan mendekati mereka dan memutuskan untuk duduk menjauh. Wisnu tampaknya kecewa, Tiyas tidak tahu karena apa. Sementara Dony Laksono menepuk punggung Wisnu. Raut muka kebapak-an nya begitu kentara. Seperti Dony Laksono sedang menjelaskan sesuatu yang sangat penting.

Tidak berapa lama pembicaraan mereka selesai. Tiyas berdiri dan berjalan mendekat.

"Bang, kenalin ini Tiyas." Wisnu dan Dony sudah berdiri.

"Oh, ini dia yang suka bikin Wisnu uring-uringan ternyata." Bang Dony berkelakar dan menjabat tangan Tiyas. "Anak muda memang luar biasa." Bang Dony tertawa. Dia kemudian kembali menepuk punggung Wisnu.

"Wisnu, saya harap kamu tidak terpengaruh dengan semuanya. Saya orang yang menjunjung tinggi profesionalitas dalam bekerja. Bagaimanapun cara masuk kamu, setelah semua training dan test yang kamu lewati penilaian saya tetap sama. Kamu bagus dan berbakat. Jadi saya harap kita masih bisa ketemu minggu depan di Jakarta. Oke?"

Wisnu mengangguk dan tersenyum. "Makasih Bang. Buat semuanya."

"Bilang sama Dimas jangan telat minggu depan. Dia ngaret mulu tuh." Bang Dony pamit dan berlalu.

"Wisnu, ada apa?" Tiyas ingin duduk namun Wisnu menarik tangannya.

"Aku jelasin di mobil. Kita cari makan ya. Semua baik-baik aja kok." Wisnu tersenyum.

Malam itu di kamarnya. Tiyas berusaha mencerna semua informasi yang dia dapat hari ini.

Jadi Raka yang meminta ayahnya untuk mengundang Wisnu dan Dimas masuk ke Nusantara Satu. Untuk apa? Apakah ada maksud yang berbeda? Lalu Della. Apakah ini Della yang sama yang sebelumnya memberi Wisnu bingkisan? Raka sudah tunangan, lalu kenapa dia berperilaku seperti itu dengan Tiyas? dengan Dara terkadang. Tiyas segera menghentikan semua prasangka-prasangka buruknya pada Raka. Ia berusaha mengingat semua kebaikan Raka padanya. Raka tidak mungkin bertindak sejauh itu. Semuanya seperti puzzle yang belum selesai.

***

Di sekolah pagi itu.

Tiyas datang pagi-pagi sekali karena kebagian giliran menyiapkan lab biologi untuk jam pertama praktikum. Masih jam 05.45 pagi. Perut Tiyas yang melilit memutar langkah kakinya ke toilet setelah dari kelas menaruh semua tasnya. Rutinitas pagi yang biasanya ia lakukan dirumah, namun ia harus lakukan di sekolah hari ini. Sekolah masih kosong. Hanya beberapa gelintir murid yang sudah tiba.

Tiyas memilih bilik yang berada diujung. Karena menurutnya itu yang paling bersih dan letaknya yang dipojok membuat Tiyas leluasa karena tidak akan merasa diburu-buru dengan pengguna toilet lain. Tiyas sudah selesai dan sebelum ia sepat membuka pintu seseorang masuk dengan kasar. Tiyas mendengar suara tas yang dibanting ke wastafel.

"Raka, aku udah ga mau ya main-main begini lagi." Della masuk sambil menelepon dan marah.

Entah kenapa jantung Tiyas berdegup kencang dan ia menahan nafasnya ketika ada nama Raka disebut oleh perempuan dibalik biliknya.

"Kamu suruh-suruh aku deketin Wisnu temen kamu itu. Buat apa sih Ka? Aku itu suka nya sama kamu, tunangan kamu sah. Kenapa aku mesti deketin temen kamu coba. Mau ganteng kek, enggak kek. Aku suka sama kamu Raka, bukan sama Wisnu."

Della berhenti seperti mendengarkan Raka diujung telpon.

"Ya tapi Raka, aku udah bantuin kamu sekali kan. Aku ga mau bantuin kamu lagi. Ini mulai ga lucu. Kenapa kamu kayak anak kecil sih. Kalau kamu emang suka Tiyas ya bilang aja. Ga usah gini dong."

Della diam lagi mendengarkan Raka.

"Aku? Cemburu sama Tiyas? Ya nggak lah. Inget kita udah tunangan, jadi kamu suka atau ga suka nantinya kita tetep bakalan nikah. Lagian sebentar lagi kamu kuliah, nanti kamu juga lupa sama siapapun pacar kamu di SMA." Della menyahut sinis.

"Sorry ya Ka, pokoknya aku ga mau bantu lagi." Della menutup ponselnya berkaca dan segera keluar dari toilet sekolah tanpa tahu Tiyas mendengar semua pembicaraannya.

'Raka, ya Tuhan.' Tiyas membatin dalam hati sambil duduk diatas toilet yang sudah tertutup. PIkiran Tiyas kacau. Dia tidak mau percaya apa yang dia dengar. Raka yang ia kenal tidak mungkin berbuat jahat seperti ini, sekalipun ia usil dan memang suka emosi tapi Raka bukan orang jahat. Kenapa Tiyas harus mendengar semuanya? Kenapa rasanya sakit sekali. Lebih sakit daripada kejadian Danar yang lalu.

Pertama Nusantara Satu. Raka berusaha membuat Wisnu sibuk dan menjauh dari Tiyas. Lalu Della, Raka sengaja memintanya untuk mendekati Wisnu. Beasiswa kemarin, bukan tidak mungkin itu adalah ide jahat lain untuk membuat Tiyas jauh. Bukan karena Raka perduli, bukan karena Raka tulus menyukai Tiyas. Kenyataan itu yang membuat Tiyas mengurut dadanya seolah ingin meredakan sakitnya. 










Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro