Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 2 - The Camp

Wisnu berada di dalam kamarnya malam itu. Ia gelisah tidak bisa memejamkan mata. Betapapun ia berusaha menghilangkan wajah Tiyas dari kepalanya, namun tidak berhasil. Anindi Tiyas, teman perempuan yang ia kenal sejak kelas 1 SMA. Saat itu tidak ada apa-apa di dalam kepala dan hatinya soal Tiyas. Wisnu mulai terpesona pada Tiyas saat Tiyas mulai berorganisasi. Mereka berdua berada dalam camp yang sama ketika proses pelantikan OSIS dan klub ekskul di sekolah akhir kelas 1.

"Yang tadi namanya gue sebutin, maju ke depan. Cepeeet, ga pake lama ga pake lemot!!" Kinan sekertaris OSIS yang cantik dan judes itu berteriak. Dihadapannya ada 2 kelompok yang siap dia siksa.

Tiyas, Asti, Rian dan kelompok OSIS baru lainnya memisahkan diri dari kelompok ekskul. Sementara Wisnu, Danar dan calon ketua ekskul lainnya dalam barisan yang berbeda. Penataran calon ketua ekskul dan calon anggota OSIS memang ditangani oleh 2 tim yang berbeda. Tim senior OSIS yang paling menyeramkan tampangnya. Kinan si sekertaris OSIS yang seolah punya suara 7 oktaf, tidak pernah berhenti berteriak dan pasang tampang muka judes 10 kali lipat dari kesehariannya. Ada Dika si bendahara yang jahil luar biasa. Tapi yang paling menakutkan sesungguhnya adalah Brama, si ketua OSIS. Brama seperti dilahirkan untuk jadi seorang pemimpin. Tubuhnya tinggi tegap, rahang wajahnya jelas, tidak ada yang berani macam-macam dengan Brama. Wisnu sangat bersyukur tidak berada dalam kelompok OSIS.

Kegiatan penataran selalu bertempat di Cibubur. Menginap 3 hari 2 malam. Panitia menyiapkan tenda tentara besar. Satu untuk laki-laki dan satu untuk perempuan. Jika malam cerah, kami dipaksa tidur di luar tenda. Senior bilang mereka gerah kalau terlalu banyak orang di dalam tenda. Kami tahu itu alasan. Setelah melewati 1 hari penuh horor, Wisnu masuk ke dalam tenda karena ingin bersiap mandi. Team OSIS baru belum kelihatan, padahal sudah jam 5 sore. Lalu Wisnu mendengar suara mereka di luar. Team OSIS baru berbaris di depan tenda dengan kondisi baju penuh lumpur dari ujung kaki sampai ujung rambut.

"Sebelum mandi, baca keras-keras peraturan penataran." Kinan berteriak lagi.

"Peraturan Penataran. Satu, Senior selalu benar. Dua, Jika Senior salah lihat peraturan satu. Tiga, Kami tidur di luar. Empat, Mandi 10 hitungan. Lima..."

Wisnu mengernyit. 'Apa perlu keterlaluan begini.' 

Wisnu mengarah ke MCK umum terdekat. Sebenarnya, Wisnu sangat tidak ingin mandi. Karena kondisi MCK yang ada sepertinya habis mandi malah badan jadi lebih kotor. Tapi peraturan harus ditaati. Sekalipun untuk Wisnu, paling tidak ia mandi tanpa dihitung. Setelah Wisnu mandi, kelompok OSIS baru mulai masuk ke dalam MCK berkelompok, laki-laki dan perempuan. Senior gemblong nya pun ikut.

"Cepeeet, cepeeet udah mau malam. Sudah masuk semua?" Kinan berteriak sambil memukul-mukul pintu MCK.

"Satu, Dua, Tiga, Empat..." Kinan mulai mengitung dan kelompok OSIS baru segera cepat-cepat mandi. Bukan mandi, hanya mencoba membersihkan badan dengan sangat terburu-buru.

Wisnu menggeleng dan masuk ke dalam tenda, sangat berharap penataran ini cepat berakhir.

Hari ke dua esok sorenya. Wisnu melihat pemandangan yang sangat mengganggu. Kawan-kawannya mulai berkelompok melihat apa yang terjadi dari kejauhan. Tidak ada yang berani mendekat, tidak ada yang berani membela. Tiyas dan Rian kelas 1 dan Asti kakak kelas 2 berdiri didepan tenda. Konon mereka sudah berdiri selama 2 jam lamanya. Brama berdiri dihadapan mereka melemparkan pertanyaan-pertanyaan sulit yang tidak mungkin mereka bisa jawab. Ketika jawaban salah, mereka harus skot jam 10 kali. Tiyas tampak bisa menjawab beberapa pertanyaan pengetahuan umum. Itu yang membuat kawan-kawan yang lain mulai menyemangati Tiyas. Sedangkan Brama terlihat tidak suka dengan keadaan itu.

"Tiyas, sok pinter kamu ya. Turun 20 kali." Tiyas tidak membantah dan mulai skot jam 20 kali.

Wisnu mengakui paras Tiyas luar biasa. Tegas, tidak ada takut dalam matanya, namun tetap patuh mengikuti perintah.

"Asti, pertanyaan gampang. Kalau Asti bisa jawab, Tiyas dan Rian tidak dihukum. Kalau Asti salah, mereka dihukum." Kata Brama. Wajah Asti langsung pucat. 

"Berapa, 233 dikali dengan 495. Jawab dalam 5 hitungan...1,2,3,4,5."

"Tiyas, tahu jawabannya?" Brama tersenyum menantang.

"Tidak Kak."

"Mangkanya jangan sok pinter."

Tiyas dan Rian sudah bersiap skot jam. 

"Hukuman skot jam terlalu gampang. Dika, bawa kesini."

Dika tersenyum jahil dan mengeluarkan box karton tertutup agak besar dari dalam tenda. Box itu diletakkan didepan Tiyas dan Rian.

"Karena Asti kalian dihukum."

Asti maju kedepan. "Saya juga Kak."

"Mundur, atau kamu saya keluarkan dan saya coret dari keanggotaan."

"Ada 2 pilihan. Pilihan satu, kalian memohon pada saya jadi kalian mungkin saya ampuni. Pilihan dua, kalian keluarkan dan pakai apa yang ada di dalam box ini."

"Tiyas, kamu duluan. Memohon pada saya, atau buka boxnya, keluarkan dan kalungkan di leher. Pilih yang mana?"

Tiyas membuka box didepannya. Ular sanca albino kuning peliharaan Dika bergelung manja didalam box. Wisnu tidak akan lupa ekspresi Tiyas kali itu. Wisnu tahu persis Tiyas phobia ular. Tanpa sadar Wisnu mulai melangkah maju, dia tidak akan membiarkan kawannya celaka.

Tiyas kembali berdiri.

"Bagaimana Tiyas?" Sepertinya Brama tahu ketakutan Tiyas itu.

"Saya hanya memohon kepada Tuhan Saya." Suara Tiyas bergetar.

"Lalu ambil ularnya. Hati-hati dia belum makan." Dika meledek.

Tiyas menarik napas panjang, paras Tiyas pucat, badannya gemetar, dia mulai menitikkan air mata tanpa suara. Dibelakangnya Kinan masih berteriak-teriak tanpa ampun, Brama penasaran, dan Dika bersiul-siul jahil. Wisnu makin melangkah maju, kawannya Bimo berusaha menahan.

"Nu, jangan cari masalah Nu."

"Ga masalah gue ga jadi ketua eskul. Tapi gue ga bakalan diem liat temen gue diperlakukan kayak gitu."

"Nu, serius gue."

"Kalo lo mau jadi pengecut, silahkan."

Tiyas berjongkok dihadapan kotak itu, memejamkan matanya yang basah dan mulai mengulurkan tangan untuk menggapai ular didalam kotak. Tiyas berhasil berdiri perlahan, mengangkat ular itu keluar dari kotak. Kawan-kawan yang menonton semakin riuh.

"Sekarang, gantungkan di leher." Kinan berbisik sadis.

Tiyas berhenti masih dengan ular di genggaman kedua tangannya, ia menggeleng.

"Kalau kamu tidak bisa, saya yang pakaikan." Dika mengambil peliharaannya itu ingin menggantungkan ular di leher Tiyas yang semakin pucat pasi. Sebelum binatang itu mendarat di leher Tiyas, Wisnu mengambilnya dari DIka dan mengalungkannya di lehernya sendiri.

"Maaf Kak. Tapi ini...namanya...solidaritas." Wisnu berhadapan dengan Dika. "Silahkan keluarkan saya." 

Sebelum Dika dan Kinan mengamuk...

"Saya juga siap dikeluarkan." Asti maju ke depan.

"Saya juga." Rian maju ke depan. 

Kelompok OSIS baru dan kelompok ekskul berdiri. "Kami juga."

"Semuaaaa tidur di hutan malam ini!!!" Brama berteriak geram.

Tiyas mulai muntah-muntah luar biasa. Reaksi ketakutan yang dipendamnya sedari tadi keluar semua. Wisnu ingin mendekatinya.

"Nu, jangan Nu. Taruh dulu itu ularnya. Gimana sih lo." Asti menghardik sambil memapah Tiyas.

Alhasil malam itu kedua kelompok tidur di hutan kecil yang masih berada dalam kompleks perkemahan Cibubur. Hutan kecil yang dekat dengan MCK no. 04 yang terkenal angker.

"Kenapa siy Ti, ngotot banget jadi OSIS?" Wisnu bertanya ketika mereka sedang menebar garam bersiap untuk tidur dengan hanya beralaskan tikar dan selimut di Hutan Kecil.

"Maksudnya?"

"Ti, gue tau lo tu phobia sama ular. Kenapa mesti maksain coba."

"Nu, buat gue berorganisasi itu penting." Tiyas masih sibuk menebar lebih banyak garam lagi. Wisnu disebelahnya mengikuti. "Gini ya, gue harus nabung untuk biaya kuliah gue. Uang peninggalan bokap cuma cukup buat adik gue."

"Apa hubungannya sama OSIS?" Wisnu masih tidak paham.

"Kalau gue mau ambil kerja sambilan nanti pas lulus sekolah, gue butuh pengalaman berorganisasi buat dicantumin tu di surat lamaran kerja."

"Ya elah Ti, kan lulus SMA masih lama. Enjoy aja dulu. Pikiran lo kejauhan Ti."

"Hahahahaha...pikiran lo tuh yang kependekan." Tiyas tertawa lebar. Tiyas terdiam sejenak. "Nu, ga semuanya seberuntung kalian yang orangtua masih lengkap, sehat, ga mesti mikirin biaya hidup atau biaya kuliah nanti. Ya hidup gue siy ga susah-susah banget juga. Tapi kalo gue  ga prepare bisa ga kuliah gue." 

  Wisnu termenung mendengar ucapan Tiyas. Wisnu tidak terlalu tahu kondisi keluarga Tiyas, yang ia tahu ibu Tiyas single mother. Wisnu tidak pernah tahu sisi diri Tiyas yang ini.Wajah Tiyas melembut membuat parasnya sangat cantik malam itu. Wisnu melihat Tiyas sebagai wanita dewasa, bukan temannya yang tomboy. Lalu ia memalingkan wajahnya, tidak mau Tiyas tahu bahwa ia merasakan sesuatu di dadanya.  

"Nu...Thank you yah soal yang tadi." Tiyas tersenyum tulus.

"Eh iya-iya, ga apa-apa kok. Kan jarang gue bisa belain lo. Secara biasanya lo yang jadi wonder woman." Wisnu salah tingkah.

"Woi, nabur garem ape nabur kembang dikuburan? Lama bener. Baca doa apa aja siy lo bedua?" Bimo kawannya yang konyol berteriak.

Wisnu dan Tiyas kembali ke kelompok tidur masing-masing. Tiyas langsung terlelap karena lelahnya hari itu. Namun Wisnu masih gelisah, mencoba menerka apa yang ada didadanya.

**********

HI Guys...ini lhoo ceritanya kalau ada yang mau mengira-ngira Wisnu kayak apa.

Bang Nunu si kapten basket sekolah



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro