Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 12 - One Fine Day

Alarm di kamar Tiyas berbunyi. Pukul 7 pagi. Masih ada cukup waktu untuk bersiap-siap dan bergegas ke tempat pertandingan. Tiyas tidak mau melewatkan pertandingan pertama Wisnu tahun ini.

Tiyas dan Rani sampai di tempat pertandingan 30 menit sebelum dimulai. Ponselnya berbunyi.

"Kamu dimana?" Suara Wisnu diseberang sana.

"Baru sampe bareng Rani. Mau aku samperin ke ruang ganti sebelum tanding?"

"Nggak, nggak perlu." Wisnu menghela nafas berat. Sebenarnya ia sangat ingin bertemu Tiyas sebelum bertanding. Tapi niat itu diurungkan demi menjaga perdamaiannya dengan Raka. "Kamu pastiin duduk paling depan biar aku bisa lihat kamu ya."

"Oke Bos. Ada yang lain?"

"Kalau aku menang, aku dapet apa?"

"Dapet ucapan selamat yang paling tulus dari dalam hati." Tiyas terkekeh, ia mengerti apa yang Wisnu mau.

"Iya. Nanti pulang bareng aku ya. Tunggu aku keluar dari ruang ganti, nanti aku telpon." Wisnu diam sebelum melanjutkan. "Ti..."

"Ya?"

"I love you." Wisnu berdehem menutupi rasa malu. Diujung telpon wajah Tiyas memerah tersipu. Mendengar Wisnu mengatakan itu rasanya bahkan lebih membuat dada Tiyas bergemuruh daripada kejadian kemarin.

"Okey." Tiyas tidak sanggup berkata-kata dan memutuskan sambungan telponnya.

"Ciyeee...yang lagi jatuh cinta." Rani meledek Tiyas yang bersemu merah. Mereka berdua sudah berada di tempat duduk baris ketiga dari depan.

"Iiiii....deg-degan gueee." Tiyas menutup wajahnya yang warnanya menyerupai udang rebus, kaget dengan reaksi dirinya sendiri atas pernyataan Wisnu barusan.

Sorakan penonton yang mulai ramai menandakan pertandingan segera dimulai. Tim basket SMA 01 sudah berada di lapangan sedang bersiap-siap. Mata Wisnu mencari-cari Tiyas dalam keramaian, ketika ia menemukan gadis pujaannya wajahnya tersenyum lebar. Ia berbalik untuk bergabung bersama timnya di lapangan. Wasit membunyikan peluit tanda permainan 4 babak itu dimulai. 

Awal permainan tim SMA 3 banyak menguasai bola. Jika bukan karena Dimas di posisi defense tim SMA 1 yang bagus, mungkin mereka sudah tertinggal jauh. Beberapa kali duo Raka dan Wisnu mencetak poin dan akhirnya berhasil memutar kedudukan pada babak ke 3. Ketika babak terakhir selesai, skor menunjukkan 90-72 untuk SMA 1. Mereka menang. Sontak penonton yang sebagian besar siswa SMA 1 itu tenggelam dalam riuh kemenangan. 

"Ti...Ti. Liat itu ada Dony Laksono." Suara Rani hampir tenggelam dengan riuh penonton, ia menunjuk ke seorang laki-laki paruh baya yang tampak bugar dan berwibawa. Mereka berdiri di tempat duduknya.

"Siapaa Ran? Ga kedengeran." 

"Itu ada Dony Laksono, pelatih klub basket Nusantara Satu Ti." Rani setengah berteriak.

"Emang kenapa kalau ada dia?"

"Denger-denger dia mau cari bakat-bakat muda gitu."

"Oh...ya bagus deh." Hanya menyahut pendek, Tiyas tidak begitu paham apa maksud sahabatnya itu. Ia sibuk mencari-cari Wisnu dengan matanya, tidak sadar Rani menariknya menuju ke lapangan yang sudah dipenuhi siswa SMA 1 yang ingin memberikan selamat.

Wisnu muncul dari kerumunan orang. Tubuhnya yang tegap atletis dan rambutnya yang masih basah karena keringat membuat Tiyas terpana. Sekalipun tidak menggunakan parfum yang berlebihan, wangi maskulin Wisnu masih dapat Tiyas baui.

"Aku cariin kamu. Selamet yaa." Tangan Tiyas terjulur, ia terlihat bangga karena Wisnu.

Bukannya kembali menjabat tangan, Wisnu menarik Tiyas mendekat dan berbisik ditelinganya sambil tersenyum usil. "Aku minta kado yang lain. Tungguin aku di pintu keluar ya." Setelah melihat Tiyas mengangguk, Ia berlalu menuju ruang ganti.

Tiyas membalikkan tubuhnya dan tanpa sengaja menabrak Raka. Wajah Raka datar tanpa ekspresi. Tanpa Tiyas tahu Raka sudah memperhatikan mereka sejak beberapa menit yang lalu. Untuk menghindari suasana yang canggung, Tiyas mengulurkan tangannya.

"Selamat ya Ka. Bagus banget tadi mainnya."

"Ya, makasih." Raka menjabat tangan Tiyas berusaha menahan gemuruh di dadanya. Gemuruh karena ia tidak mau melepaskan tangan kecil itu dan karena amarah yang ia tahan setelah menyaksikan mereka berdua.

"Rakaaa...kamu kereeen bangeeeet. Juara akuuu pokoknya." Dara dan gengnya sudah ada disebelah Raka sambil menggelayut manja. Ia dengan segan melepaskan genggaman tangannya dengan Tiyas dan segera pergi meninggalkan fans-fans nya yang kecewa.

"Ti, Raka kenapa si? Kayak sewot gitu." Rani muncul disebelahnya.

"Nggak tahu Ran."

Sesungguhnya Tiyas bisa menebak kenapa Raka bersikap demikian, namun itu hanya tebakannya yang belum tentu benar. Rasa sedih mulai merambati dadanya, mengalahkan gemuruh kecil di hati yang diam-diam Tiyas tidak mau rasakan. 

***

Sudah pukul 1 siang Sabtu itu. Lima belas menit Tiyas duduk menunggu di depan pintu keluar Gelanggang Olahraga tempat pertandingan berlangsung. Rani sudah pergi dijemput pacarnya Raymond. Tiyas mulai tidak sabar dan menghubungi Wisnu.

"Nu, dimana? Laper nih."

"Disini sayang." Wisnu muncul dibelakangnya, disusul Dimas dan Raka yang terlihat canggung. Ini untuk pertama kalinya mereka bertiga ada di tempat dan waktu yang sama. Wisnu, Raka dan Tiyas. Raka berusaha tidak melihat pada pasangan yang ada dihadapannya.

"Gue cabut duluan yah." Dimas berlalu bersama Raka yang tidak berkata apa-apa.

Setelah melihat kedua sahabatnya berlalu, Wisnu menggandeng tangan Tiyas erat sambil berjalan menuju mobilnya.

"Raka, marah sama aku ya Nu?" Dengan bodohnya Tiyas bertanya dan langsung menyesali pertanyaannya sendiri.

"Nggak. Dia marah sama aku. Nggak usah khawatir, nanti dingin sendiri kepalanya kok." Wisnu tersenyum kecil dan merangkul Tiyas mendekat.

"Kamu keren deh tadi." Duduk santai disebelah Wisnu di dalam mobil, Tiyas tersenyum sambil memperhatikan betapa tampan laki-laki disebelahnya ini.

Wisnu mengacak rambut Tiyas. "Jangan ngerayu, masih lebih keren Raka yang jadi playmaker."

"Kamu itu lebih keren karena kamu tidak merasa kamu keren." Melihat Wisnu menggelengkan kepalanya sambil tersenyum Tiyas melanjutkan. "Aku serius Nu. Aku baru sadar punya pacar keren."

Dipuji seperti itu Wisnu salah tingkah dan berdehem menutupi rasa malu karena merasakan wajahnya yang memerah. Tiyas disebelahnya masih memperhatikan dengan seksama sambil tersenyum geli melihat pacarnya itu salah tingkah.

"Mau makan apa jadinya Nona?"

"Nu, kamu tahu ga kalau muka kamu merah begitu kamu itu gemesin banget." Posisi duduknya sudah mengarah ke samping, masih memandangi laki-laki disebelahnya yang mengemudikan mobil perlahan.

"Sayang kita mau makan apa? Aku beneran ga konsen nih kalau kamu ngeledekin aku terus." 

"Aku ga ngeledek, aku serius ini." Lalu Tiyas tidak bisa menahan tawanya lagi. Ini pertama kalinya Tiyas melihat Wisnu begitu salah tingkah. Wisnu yang kesal ditertawakan meminggirkan kendaraannya. Memasang wajah serius, ia berbalik kesamping menghadap Tiyas.

"Kok berhenti?" Tiyas menghentikan tawanya.

"Iya, ada serangga tu di rambut kamu."

Reflek Tiyas meraba rambutnya. "Beneran Nu, dimana?" Tiyas panik dan mendekatan diri ke Wisnu.

"Disini." Wisnu mengangkat dagu Tiyas dengan tangannya dan mencium bibirnya.  Melihat reaksi Tiyas yang terkejut Wisnu menghentikan aksinya. Khawatir aksi spontan nya itu salah ditanggapi oleh Tiyas.

Suara Tiyas berbisik karena masih terkejut. "Serangganya, masih ada?"

Wisnu tersenyum dan mengecup kepala Tiyas sayang. "Udah ga ada, udah aku usir."

"Jahil...dasar jahil." Seperti baru sadar Tiyas mencubit pinggang Wisnu. Mereka tertawa sejenak sebelum Wisnu kembali mengemudikan mobilnya. Sisa perjalanan menuju tempat makan dihabiskan Tiyas dengan duduk bersandar sambil memperhatikan laki-laki disebelahnya. Tiyas begitu bahagia.

Malamnya di rumah Tiyas.

"Terimakasih ya Nu. Makanan nya enak banget terus Film nya juga bagus." Mereka sedang duduk di teras rumah Tiyas.

"Ga perlu bilang terimakasih Ti. Aku kan bukan temen kamu."

"Ini, buat kamu."Tiyas menyodorkan kotak coklat yang sedari tadi ia bawa di tas nya. "Menang terus ya, buat aku."

"Sebenernya, ga perlu kado udah cukup kok." Wisnu tetap membuka bungkusan dari Tiyas. Handuk olahraga Nike berwarna putih. "Terimakasih ya. Aku pasti pakai terus." Ia tidak bisa menyembunyikan bahagianya. Bukan karena hadiah kecil ini, tapi lebih karena harapan bahwa Tiyas mulai membalas perasaannya. 

"Ini karena pertandingan pertama kamu dan minggu lalu waktu aku jalan bareng Rani lihat itu lucu." 

Wisnu menggangguk tanda mengerti. "Aku pamit ya."

Mereka sudah beranjak dari duduknya dan berdiri berhadapan.

"Nu, ada serangga nggak di rambut aku?"

Wisnu menatap mata Tiyas, lalu ia mengerti. "Sini coba, mana aku lihat." Wisnu mendekat dan mencium bibir Tiyas lembut. Ketika selesai, Wisnu yakin ia bisa gila jika harus kehilangan Tiyas.








Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro