Part 10 - First Date
Sudah 3 minggu Wisnu menjaga jarak. Hanya 1-2 kali Wisnu menghubungi Tiyas, hanya untuk memastikan Tiyas tidak sakit dan merasa nyaman. Berita tentang Wisnu dan Tiyas tidak terlalu terdengar. Mungkin karena sikap mereka tak ada ubahnya seperti teman biasa. Terkadang ketika Wisnu rindu ia akan menunggu Tiyas menyelesaikan piket OSIS-nya dan mengikuti Tiyas pulang dari belakang, berusaha agar Tiyas tidak curiga.
Jumat malam. Ponsel Wisnu berbunyi.
"Halo."
"Nu."
"Tiyas?" Jantung Wisnu mulai berdebar-debar.
"Ihhhh nomer gue ga disimpen. Ga niat ya?" Tiyas meledek diujung sana.
"Nomer rumah kamu aku simpen. Nomor HP, emang kamu punya HP ya?" Wisnu berkelakar.
"Besok, kemana?"
"Pagi latihan basket. Siang sampe sore berharap-harap Anindi Tiyas mau diajak keluar."
"Keluar kemana?"
"Makan, nonton, toko buku?"
"Urutannya dibalik. Toko buku, makan, nonton. Mau?"
"Ya mau lah. Aku kang..." Wisnu berdehem membatalkan lanjutan kalimatnya.
"Iya tau."
"Tau apa?"
"Yang tadi kamu mau ngomong."
"Emang apa?"
"Ga tau." Tiyas tersipu diledek Wisnu.
"Tadi katanya tau."
"Wisnu, aku tutup nih."
"Eh eh jangan-jangan." Wisnu tertawa kecil sambil membayangkan wajah merah Tiyas diseberang sana.
"Besok jemput aku jam 2 ya. Biar pulangnya ga malem-malem."
"Sip, Oke." Wisnu menyahut pendek. Dadanya hampir meledak karena gembira.
Tiyas menyudahi pembicaraan. Diseberang sana, Tiyas pun tersenyum. Ia belum tahu kenapa ia merasa bahagia.
***
Wisnu menepati janjinya untuk tiba di rumah Tiyas pukul 2 siang. Tiyas hari itu luar biasa di mata Wisnu, rambut hitamnya dibiarkan tergerai dan dijepit pada bagian dekat telinga. Ia mengenakan cardigans pink lembut dan celana jins biru gelap. Wajahnya polos tanpa make up, hanya menggunakan lip gloss berwarna bibir yang membuat penampilan Tiyas makin sempurna.Sedangkan Wisnu sendiri mengenakan kemeja lengan pendek santai bermotif kota-kotak biru muda dan celana jins.
"Kenapa? Ada yang salah ya?" Tiyas salah tingkah ditatap seperti itu.
Wisnu tersenyum. "Nope. You are just perfect."
Tiyas memalingkan wajahnya yang bersemu merah. Semua ini masih terasa baru untuknya. Ia bersyukur Wisnu benar-benar berusaha memahaminya dan memberinya ruang. Bisa dibilang satu bulan ini Tiyas tidak merasa terbebani dengan hubungan barunya. Malahan tanpa diduga Tiyas mulai merasa penasaran dengan Wisnu. Ia terkadang berlama-lama melihat Wisnu berlatih basket di lapangan sekolah dari kejauhan, atau mencuri-curi pandang bagaimana Wisnu berinteraksi dengan kawan-kawannya di kantin. Semua kegiatan barunya itu membuat Tiyas lebih penasaran dan entah bagaimana berada bersama Wisnu membuatnya nyaman, merasa dilindungi.
"Jadiii.."
"Jadi apa?" Wisnu dan Tiyas sudah berada di salah satu restoran di mall Jakarta setelah sebelumnya pergi ke toko buku yang berada di lantai bawah.
"Jadi coba bilang, kenapa kamu ngintilin aku dari belakang kalau pulang sekolah." Wajah Tiyas datar.
"Hmmpfh?" Wisnu hampir tersedak. Ia tidak mengantisipasi pertanyaan Tiyas barusan. Wajah Wisnu langsung berubah serius.
"Ti, kamu ga marah kan?" Wisnu merasa sangat bodoh dan menyesali perbuatannya. Ia tidak mau Tiyas menjauh lagi.
"Tergantung jawabannya. Kalo bagus aku ga marah."
"Aku..." Wisnu menghela nafas berat. "Aku khawatir. Aku tahu kamu pintar jaga diri, tapi aku tetep khawatir. Salahkah?"
"Salah. Jawabannya salah. Ada alasan lain?"
Wisnu diam, ragu-ragu. Ia khawatir jika ia jujur itu akan membuat Tiyas mundur lagi. Setelah berpikir dan menimbang sejenak, ia menyerah. "Aku kangen Ti, aku kangen sama kamu. Sekarang posisi aku bahkan udah ga bisa bebas lagi buat ke rumah kamu. Aku ga mau bikin kamu sedih atau ga nyaman."
Wajah Tiyas masih datar menatap Wisnu. Ia benar-benar ingin membuat laki-laki dihadapannya ini salah tingkah. Wisnu pun mulai resah.
"Bener, jawabannya bener. Dapet 100." Tiyas mengembangkan senyum jahilnya.
Sadar diusili, Wisnu mengacak rambut Tiyas. "Awas ya kamu. Aku bales nanti." Tiyas mulai tergelak.
"Kamu beneran ga marah?"
Tiyas menggeleng."Nggak. Lain kali kalau mau pulang bareng bilang aja. Jangan jadi stalker."
"Bener nih udah boleh pulang bareng?"
"Boleh, tapi ga mau sering-sering. Nanti bosen."
"Bosen?"
"Iya bosen. Gini ya, menurut buku yang aku baca fase-fase awal itu emang biasanya semua pasangan pingin bareng dan deket terus. Akhirnya mayoritas pasangan banyak melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak penting bersama. Misal, pulang pergi sekolah. Itu ga penting tuh. Kan biasanya bisa sendiri, kenapa jadi barengan. Iya kalau rumahnya deketan, kalo jauh kan repot. Akhirnya, mayoritas pasangan jadi cepat merasa bosan. Karena pagi, siang sore bareng-bareng terus. Nah menghindari itu, mari kita pacaran dengan lebih efisien."
Wisnu tidak bisa menahan tawanya lagi. Ia tergelak sambil memegang perutnya. "Ya ampun Tiyas, kamu beneran belajar pake buku?" Wisnu mencoba menghentikan tawanya.
Wajah Tiyas masam melihat ia ditertawakan. "Wisnu, kan aku bilang aku mau belajar."
"Iya, iya." Wisnu masih belum bisa menghentikan tawanya. "Bener kata Raka, kamu itu punya sisi naif juga." Perlahan Wisnu sudah bisa mengendalikan tawanya dan berhenti.
"Kata Raka?" Tiyas memicingkan mata. Ada perasaan aneh menyelinap didadanya mendengar nama Raka disebut.
"Udah ah ga usah dibahas, nanti aku ketawa lagi." Wisnu tiba-tiba menyesal menyebut nama sobatnya itu. Makanan yang mereka pesan tiba.
Mereka keluar dari restoran untuk menuju ke bioskop di lantai atas. Berjalan beriringan, Wisnu memberanikan diri menggenggam tangan Tiyas perlahan.
"Kamu ga malu jalan sama aku Nu?"
"Kayaknya ga perlu dijawab deh."
"Jawab dong, kan aku nanya."
"Tiyas, kamu itu istimewa. Sederhana, apa adanya, enak diajak ngobrol, sekalipun terlalu mandiri terkadang." Wisnu memberi jeda. "Kamu cantik dengan cara kamu sendiri."
"Gombal dan tidak menjawab pertanyaan."
Wisnu sedikit membungkukkan badannya untuk berbisik ditelinga Tiyas. "Jangankan cuma jalan dan pacaran sama kamu, nikah sama kamu nanti juga aku mau."
"Yeee...ngaco. Nikah-nikah segala, masih SMA tahu. Aku kabur lho kalo kamu ngajakin nikah." Tiyas tersenyum kecil sambil membalas genggaman tangannya.
Hari itu, Wisnu merasa menjadi laki-laki paling bahagia di dunia sampai tidak menyadari mereka berdua diawasi dari jauh oleh seseorang.
***
Ia melihat mereka dari kejauhan. Wisnu terlihat sangat bahagia, mungkin ini untuk pertama kalinya ia melihat Wisnu begitu bahagia. Sedangkan Tiyas, Tiyas banyak tersenyum. Ia mencoba menerka bagaimana perasaan Tiyas. Hasil pengamatannya berminggu-minggu tidak membuahkan hasil. Mungkin karena ia tidak bisa berpikir jernih, mungkin karena ia selalu menghindar dan tidak bisa menatap mereka berdua.
Lalu apa yang membuatnya datang kesini. Apakah hanya karena penasaran seperti apa kencan pertama mereka? Atau berharap Tiyas tiba-tiba meninggalkan Wisnu di kencan pertamanya? Ia tidak bisa menjawab, namun tahu bahwa ia harus segera pergi sebelum menjadi lebih gila.
********
Gimana ga happy ya...lha wong Tiyasnya kayak begini.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro