Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 1 - Tiyas

Hai-Hai semua.

Ini tulisan kedua gue. Setelah sadar bahwa tulisan pertama kayaknya kok terlalu terburu-buru, jadi tulisan kali ini nyoba lebih santai. Setting ceritanya di awal-awal tahun 2000. Perlu diingatkan cerita ini fiktif belaka ya. Tapi kalau mau baper ya dipersilahkan...hehehe.

So, tidak mau berpanjang-panjang. Hope you enjoy it! Kritik dan saran dipersilahkan.

_____________________________________________________________________________

SMA Negri 01 berada di pinggiran kota Jakarta. Sekolah Negri itu tidak jauh beda dengan sekolah yang lain pada umumnya. Satu lapangan besar di tengah bagunan dikelilingi kelas-kelas yang di depannya terdapat koridor panjang dan satu lapangan basket yang ukurannya lebih kecil di bagian samping bangunan. Bangunan satu lantai itu asri dengan pohonan di kebun-kebun kecil yang bersebaran di pinggir lapangan.

Ini tahun ke2 untuk Tiyas bersekolah di SMA Negri 1 Jakarta. Sudah jam 3 sore hari itu. Tiyas masih sibuk mencetak undangan acara debat OSIS minggu depan di ruang guru. Setelah selesai mencetak, Tiyas membawa tumpukan undangan ke ruangan OSIS karena Tiyas harus membagikannya besok pagi.

'Gubrak'. Laki-laki bertubuh tinggi dan besar itu tidak sengaja menabrak Tiyas, Wisnu namanya. Undangan pun tersebar di lantai.

"Sorry-sorry Ti".  Wisnu dengan panik membantu Tiyas membereskan undangan yang berserakan di lantai.

"Udah ga apa-apa kok. Abis basket ya?" Tiyas memulai pembicaraan sambil masih membereskan undangan.

"Iya, sama anak2 barusan. Kok tahu?"

"Ya itu, kaos basah dan bau kayak gitu." Tiyas tersenyum meledek.

"Hehehe... iya nih mau ganti. Sini gue bantu, ruang OSIS kan?" Wisnu melangkah menuju ruang OSIS yang sudah kosong.

"Thanks yah." Tiyas tersenyum manis dan langsung kembali sibuk dengan undangannya.

Wisnu ingin segera pergi dari ruangan namun langkahnya terhenti.

"Ti, pulang bareng siapa? Ini udah sore lho." Wisnu menatap Tiyas dari seberang ruangan.

"Sendiri, naik angkot. Udah biasa kok gue." 

"Selesai jam berapa?"

"Wisnu, gue bisa naik angkot. Ga apa-apa kok."

"Gue tungguin yah sampe jam 4. Bareng sama gue."

"Wisnu, kan gue bilang..." Wisnu sudah pergi sebelum Tiyas menyelesaikan kalimatnya. Tiyas hanya menggelengkan kepala sementara Wisnu sudah berada di luar ruangan OSIS berjalan cepat-cepat sebelum ada yang melihat mukanya yang memerah malu.

Jam 4.30 sore. Tiyas baru saja selesai dengan urusan OSISnya. Setelah mengunci ruangan, ia mulai berjalan keluar sekolah. Tiyas baru sadar, masih ada Wisnu di lapangan basket bermain sendirian. Ketika Wisnu melihat Tiyas keluar ruangan OSIS, ia pun berlari menghampiri.

"Ayo pulang." Wisnu berujar.

"Wisnu, ini sudah 2 kali lho lo nungguin gue OSIS. Gue ga enak ah." Tiyas berhenti melangkah.

"Gue ga nungguin lo, gue kebetulan ada basket sama anak-anak." Wisnu mulai merasa canggung.

"Sekarang coba jelasin, kenapa ekskul basket jadi latihan hari Selasa-Kamis, sebelumnya kan Rabu-Jumat. Kenapa bisa barengan sama jadwal piket OSIS gue tiba-tiba?"

"Kenapa nanya sama gue?"

"Ya kan elo ketua ekskul nya Nu."

"Paskibra juga jadwalnya berubah. Lo nanya juga alasannya sama Danar ga si ketua Paskibra itu?"

"Wisnu, jangan becanda ah."

"Tiyas, jangan GR deh. Udah ayo gue anterin pulang." Wisnu menarik lengan Tiyas yang masih saja diam ditempat.

"Wisnu, gue ga enak sama Nia."

"Ga enak apaa Ti? Kalo ga enak kasih kucing aja."

"Ya kan Nia pacar lo Nu. Lo harus jaga perasaan dia juga."

"Tiyas, gue ga perlu minta ijin sama siapa-siapa untuk anterin lo pulang. Jadi ayo pulang, kalo nggak gue gendong nih."

"Wisnu tapi kan..." Wisnu tidak melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Tiyas dan menarik Tiyas ke arah parkiran motor. Wisnu memberikan helm pada Tiyas yang masih saja bingung menanggapi sikap temannya yang tiba-tiba berubah ini.

"Janji ini yang terakhir ya kita pulang bareng?" Tiyas berujar.

"Iya janji."

Tiyas tersenyum dan naik dibelakang Wisnu.

"Janji ini yang terakhir untuk minggu ini." Wisnu tersenyum jail yang disambut jitakan di helm Wisnu yang sudah terpasang.

***

Jam 5 sore hari Sabtu seminggu kemudian. Tiyas baru saja selesai mandi setelah pulang dari pekerjaan sambilannya. Tiyas bekerja di salah satu museum di Jakarta sebagai Museum Guide. Hari ini ada acara lomba mewarnai tingkat TK di tempatnya bekerja. Tiyas berangkat pagi-pagi dan baru tiba di rumah pukul 4 sore. 

Tiyas adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Ia tinggal dengan Ibu dan adiknya. Ayah Tiyas sudah lama tidak ada. Sabtu ini ia tidak ada rencana kemana-mana. Jadi setelah mandi Tiyas mengenakan kaus putih longgar dan celana jins pendek yang dipotong sembarangan, duduk di sofa depan TV sambil menyeruput teh manis hangat buatan si bibik. Ibunya sedang pergi keluar dan adiknya masih belum pulang dari les tambahan pelajaran. 

Rumah sepi, pikiran Tiyas menerawang pada kejadian hari Rabu yang lalu saat Debat Calon OSIS.

--Rabu, Seminggu yang lalu--

"Ti, konsumsi kok belum dateng?" Asti si ketua OSIS bertanya di sela-sela acara debat yang sudah mulai berlangsung.

"Kak, aku udah telponin Rian bolak balik. Tapi belum diangkat." Tiyas pun jadi cemas. Rian si seksi konsumsi belum kelihatan batang hidungnya sedari tadi. Asti langsung bermuka masam.

"Gimana ya Ti, setengah jam lagi break dan kita udah harus bagiin ke guru-guru yang jadi juri."

"Aku jalan deh Kak. Aku beli di resto terdekat dulu buat juri dulu paling ngga."

"Ya udah Ti. Cepetan yah. Beli 10 paket aja."

Tiyas berlari ke luar sekolah. 'Bego, gue naik apaan.' Tiyas baru sadar dia harus mencari tumpangan. Ia melihat Wisnu yang sedang duduk bersama geng 4 sekawannya di warung depan sekolah.

"Wisnu!!" Tiyas menghampiri Wisnu tergesa-gesa.

"Nu, tolongin gue dong. Gue butuh ke Sederhana yang ada di ujung Pangkalan. Mau beli konsumsi buat juri. Rian ga bisa ditelpon." Tiyas panik.

"Aduh Ti, gue bukannya ga mau bantu. Motor gue di bengkel." Wisnu pasang tampang menyesal.

"Aduh...gimana dong nih."

"Sini gue anterin." Raka yang sedari tadi senyam senyum menyahut.

"Ayo cepetan, nanti keburu break." Tiyas menarik lengan Raka.

"Ada syaratnya tapi." Raka tersenyum usil.

"Iya-iya apa aja, ayok cepetan nanti ga keburu."

"Syaratnya..." Raka menunjuk pipi kanannya sambil tersenyum manis dan mengedipkan mata meledek Tiyas.

Tiyas pasang tampang tidak percaya. "Oh Ok." Tiyas mendekati Raka dan mencubit pipi kanannya keras-keras.

"Adduuuuhhh Tiiii...sakiit."

"Dasar buaya darat. Ayo cepetan bantuin gue kalo nggak say good bye sama makalah Inggris lo minggu depan."

Dimas dan Ferdi tertawa terbahak-bahak. Raka, Wisnu, Dimas dan Ferdi sudah bersahabat sejak kelas 1 SMA, atau mungkin dari sebelumnya. Mereka 4 sekawan yang lumayan terpandang di SMA 1. Wisnu si jago basket, Dimas si tukang kelahi, Ferdi si pemalu dan Raka si perlente.

Tiyas berlalu bersama Raka meninggalkan Wisnu yang tiba-tiba bermuka masam. 20 menit kemudian Tiyas dan Raka sudah tiba kembali ke sekolah membawa 10 paket nasi padang Sederhana.

"Ti..." Raka memegang lengan Tiyas.

"Eh iya, thank you ya Ka." Tiyas sudah ingin berlari karena diburu waktu.

"Ti...masih ada syaratnya. Kali ini ga becanda gue."

"Ka itung-itungannya nanti aja deh. Gue buru-buru nih."

"Ga susah kok. Pulang bareng gue aja tiap hari."

"Ga mau, nanti gue dicakar sama fans garis keras lo. Udah ya, gue buru-buru. Beneran makasih banyak." Tiyas segera berlalu tidak memperhatikan wajah Raka yang kecewa. Dari kejauhan Wisnu memperhatikan. Sampai Nia pacarnya menyapa dari belakang.

---

"Mba Tiyas, Mba..." Bibik memanggil Tiyas yang sedang melamun.

"Eh iya kenapa Bik?"

"Ada temennya, Mas Wisnu di luar."

"Hah Bik, Bibik bilang apa?"

"Saya bilang Bibik panggil Mba Tiyas dulu kedalam."

"Yaaah Bibiiik." Entah kenapa perasaan Tiyas tidak enak. Seperti akan ada berita yang kurang menyenangkan. Tiyas benar-benar enggan bertemu Wisnu. Wisnu berubah, bukan Wisnu teman baiknya seperti yang ia kenal dulu. Tiyas sudah mengenal geng 4 sekawan itu sedari kelas 1 SMA. Kebetulan mereka berada di kelas yang sama. Pembawaan Tiyas memang tomboy dan cuek, itu yang membuat Tiyas dengan mudah dekat dengan mereka. 

Kata mereka, 'Tiyas ga pernah sensitif atau terbawa perasaan, Tiyas itu logis ga bertele-tele, Tiyas itu geng kita (itu kalau dia lagi ga sibuk sama OSISNya).' Diberi predikat cewek jadi-jadian pun Tiyas tidak keberatan. Jadi Tiyas sangat kenal dengan Wisnu, Raka dan Dimas, mungkin Ferdi pengecualian. Karena menurut Tiyas Ferdi sangat introvert dan Tiyas bukan seseorang yang suka ikut campur. Tiyas sangat sadar perubahan sikap Wisnu kepadanya dan ia merasa tidak nyaman. 

Sore itu Wisnu mengenakan kaus merah dan celana jins biru gelap. Badannya tinggi dan tegap, postur anak basket pada umumnya. Wisnu termasuk cowok yang tampan, wajahnya khas Indonesia, kulitnya sawo matang. Sudah 1 tahun Wisnu pacaran dengan Nia, teman sekelas Tiyas.

"Hi Nu." Tiyas keluar dari rumah dan duduk di teras sambil mempersilahkan Wisnu duduk. "Tumben kesini malam minggu gini."

"Ti, sorry ya."

"Kok sorry?"

"Soal Rabu lalu, yang gue ga bisa anter lo beli makanan itu."

Tiyas tertawa terbahak. "Wisnu, pertama ya gue bukan cewek yang sensi-an. Kedua, kan kita temenan udah lama Nu. Gue ga bakal lah marah gara-gara hal sepele gitu."

"Ti, mau cerita nih gue soal Nia."

"Kenapa? Berantem lagi?" Tiyas sangat berhati-hati untuk tidak terjebak dalam cerita Wisnu.

"Gue kayak ilang feeling sama dia Ti."

"Maksudnya?"

"Ti, gue suka orang lain." Wisnu diam setelah mengucapkan kalimat itu. Ia tidak berani menatap Tiyas.

"Wisnu gini ya, kalau lo berantem sepele, gue masih bisa mengira-ngira dan bantuin kasih saran biar Nia ga ngambek lagi. Tapi, kalau soal perasaan lo, gue ga mau ikut campur. Gue juga ga punya pengalaman pacaran Nu. Ga ngerti gue harus kasih saran ke elo gimana."

"Ti sebenernya..."

Suara klakson motor menghentikan Wisnu. Motor Raka dan Dimas meluncur masuk ke garasi Tiyas. 

"Tiyaaaasss....PR Inggris gue mana?" Raka tanpa basa basi berujar sambil tersenyum jail.

Tiyas tertawa bahagia. Bahagia karena mereka menyelematkan situasi yang sudah mulai canggung.

"Les LIA bukannya hari Senin Ka? Kenapa lo minta PR hari Sabtu gini?" Wisnu berujar kesal.

"Mas bro, suka-suka gue dong. Gue ngapelin Tiyas. Biar Tiyas ga kesepian malam minggu gini. Sambil kerja kelompok bareng Dimas." Raka melirik Dimas disebelahnya.

"Kerja kelompok dari Hongkong. Mana ada seorang Caraka Nugra kerja kelompok, belajar aja kagak."

"Hei Pak, jangan sewot. Kayak bapak-bapak tua lo. Lagian lo juga kenapa ada disini? Situ kan punya pacar. Sayang amat Nia dianggurin malam minggu gini."

"Ati-ati Ti, tadi Raka bilangnya kangen tu sama lo. Mangkanya minta temenin gue ke rumah lo." Dimas berujar sambil nyengir penuh arti melirik Raka.

"Boong Ti, gue cuma pingin nanyain PR. Beneran ini." Wajah sok serius Raka membuat Dimas dan Tiyas terbahak.

"Udah ah ribut banget. Masuk aja yuk, rumah kosong nih. Gue kesepian." Tiyas tersenyum jahil menanggapi gurauan Raka.

Malam minggu itu pun berlalu dengan ramainya.

******

Boleh silahkan dibayangin kalau Tiyas serupa dengan yang ini. Maaf ya Mba artis, saya pinjem fotonya.

Tiyas si anak OSIS














Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro