Ukai's Customer
Prefektur Miyagi, 2006.
Klining~ Lonceng pintu utama berdenting ketika ada pelanggan masuk, penanda Ukai untuk terlihat berada di meja kasir.
Iris madu itu melirik ke arah pintu depan, di mana seorang pria dewasa bertubuh besar dengan sorot mata tajam dan codet di bibir yang masih segar.
Diiringi seorang anak kecil berusia 3 tahun mengekori pria itu dengan berlari kecil.
"......" Sejenak Ukai berpikir apakah mereka pencuri atau hanya sekedar pelanggan biasa, dan karena rasa ragu ia memperhatikan kamera cctv.
Pria itu terlihat berada di lemari pendingin bagian susu bersama si anak, mereka terlihat berbicara lalu beranjak pergi menuju meja kasir.
"Ummm... apa ini untuk anakmu?"
Pria itu mengangguk, "Yah... apakah salah?"
Bagaimana Ukai menjelaskan jika susu protein tidak cocok untuk anak kecil? Memikirkan kemungkinan dirinya akan dihajar si pria gahar, paling tidak ia bersikap ramah terhadap pelanggannya.
"Aku rasa lebih baik merk YYY atau XXX."
"Begitu? Baiklah, Megumi bisakah kamu mengambilnya sendiri?"
Si Anak mengangguk dan berlari kecil pergi menuju lemari pendingin, membuat Ukai lagi-lagi terdiam.
Tak berapa lama anak itu kembali dengan membawa susu yang dimaksud.
"Kamu memilih rasa yang kamu inginkan, bukan? Ingat, kita tidak punya kulkas."
"Iyaa..." Sahut anak itu dan menyodorkan susu yang dimaksud.
Pip... Pip... Mesin kasir berbunyi dan tiada percakapan lagi.
Klining~ 'Ayah-Anak' itupun pergi dari toko Ukai.
"......."
CKLIK! CKLIK! CKLIK! Ukai segera meraih komputer, melihat tampilan kamera dari depan tokonya.
Di mana dua pelanggannya tadi tengah duduk di depan tokonya.
Si Anak duduk di atas trotoar dengan si Ayah yang berjongkok di depannya, melindungi anaknya dari panas matahari yang menyengat.
"Kamu bisa membukanya?"
Si Anak mencoba menusuk sedotan plastik pada kotak susu, tapi tidak berhasil.
"Ayo Megumi, aku tahu kamu pasti bisa."
Si Anak terus mencoba dan... CLEP! Sedotan susu berhasil ditusuk.
"A-aku berhasil!" Seru Megumi kecil dan menyodorkan kotak susu dalam genggamannya.
"Yosh, yosh kerja bagus Megumi."
Pria itu mengangkat anaknya di antara ketiak, dan menggendong Megumi di atas pundaknya.
"Apa rasanya enak?"
"Iya, rasanya enak."
Pria itu tersenyum, meski codet dibibir terlihat melebar dan menyakitkan. Memerah dengan cairan amis yang merembes keluar.
Dan mereka pergi menembus panasnya jalanan aspal pegunungan Miyagi.
"......" Kenshin tidak berkomentar, mungkin begitulah cara orang tua di era ini mendidik anaknya.
Agar dapat bersikap mandiri dan tidak terlalu bergantung dengan orang lain.
Sebagai remaja yang baru saja lulus SMA dan masih berusia 18 tahun, Kenshin tidak ingin terlalu memikirkan persoalan hidup orang lain.
Lebih tepatnya bagaimana mengurus seorang anak kecil.
.
.
.
Selama beberapa hari ke depan, Kenshin menyadari ia terus kedatangan pelanggan yang sama.
Siapa lagi kalau bukan seorang pria gahar dan anak kecil.
Toji nama pria itu, si ayah bertubuh besar yang selalu datang ke tokonya dengan luka baru di tempat yang berbeda.
Lalu, tak jarang hanya Megumi kecil yang datang untuk membeli susu dan sepotong roti.
"Megumi-chan, kamu sendirian lagi?"
Hidup di kota kecil tentu membuat Ukai muda cepat akrab dengan setiap pelanggannya, terutama yang selalu datang berkunjung.
"Iyaa... dia sedang bekerja sekarang."
Kenshin baru menyadari Megumi tidak pernah memanggil pria itu sebagai ayahnya, ia sadar itu.
"Dan dia akan pulang dalam 3 hari ke depan?"
Megumi mengangguk sambil menyantap onigirinya, masih hangat dan terasa nikmat dalam rongga mulutnya yang kecil.
Sebenarnya Kenshin tidak begitu bagus dengan anak kecil, mengingat ia merupakan berandal yang terlihat mengerikan.
Tapi, Megumi sepertinya tidak mempermasalahkan hal itu.
"Orang itu bilang... dia akan membawaku ke Kyoto setelah dia pulang."
"Tempat keluargamu?"
Sejenak Megumi terdiam, "Tempat keluarga dia... ayahku."
Percakapan ini memancing Kenshin untuk mengorek keluarga si Megumi kecil.
"Sebenarnya aku penasaran, bagaimana ibumu?"
"Dia meninggal setelah melahirkanku."
Kenshin benar-benar merasa bersalah sekarang, seharusnya ia lebih peka saat hanya meliat si pria dan anak kecil bersama-sama.
"Ayah bilang, aku mirip dengan ibu... padahal aku laki-laki."
Kenshin hampir tersedak soda yang ia teguk, terkejut dengan apa yang ia dengar. Sebenarnya Kenshin juga berpikiran bahwa Megumi adalah anak perempuan, mengingat nama feminin dan wajah manis serta bulu mata lentik yang cantik.
Bagaimana orang-orang tidak berpikir anak ini seorang perempuan?
"Yah, terkadang genetik ibu cukup kuat kau tahu?"
"Genetik??"
"Nanti kamu akan mempelajarinya di sekolah."
Megumi hanya memiringkan kepalanya tidak mengerti, lanjut memakan onigirinya yang tinggal setengah.
"Ah, ayahmu..." Kenshin menyadari pria gahar itu datang ke tokonya, tidak menduga ia akan pulang cepat.
Kali ini seperti biasa, tubuhnya babak belur. Matanya lebam dan bengkak, membuat salah satu matanya saja yang dapat melihat.
"Megumi, ayo kita pergi."
Anak itu menurut, ia beranjak dari tempat duduknya. Meraih tangan besar yang terulur padanya.
"Maaf merepotkanmu bocah." Toji menggaruk lehernya yang tidak gatal, tentu ia tahu Megumi selalu datang kemari.
Karena ia yang menyuruh anak itu.
"Tidak apa, rasanya aku seperti memiliki adik."
"Begitu..." Toji mendengus, dan ia beranjak pergi sambil membawa anaknya.
Sebelum keluar, Megumi menoleh pada Kenshin. Tersenyum dan melambaikan tangannya.
Kenshin tentu balas tersenyum, ia membalas lambaian tangan Megumi.
Siapa yang menduga, hari itu adalah hari terakhir Kenshin melihat Megumi.
.
.
.
"Uhh--" Megumi tersentak, tangan yang menggenggamnya menguat. Mendongak ke arah Toji yang terus berjalan tanpa menoleh.
"Jika kamu membenciku, itu wajar."
"......" Megumi hanya diam, terus berjalan dengan tertatih.
Sebagai anak kecil, ia hanya bisa pasrah. Mengikuti apa yang ayahnya katakan.
Bahkan jika itu menyangkut kebebasannya sendiri, Megumi tidak bisa melawan.
"Ingat Megumi, Zen'in itu Klan busuk."
Ya, busuk. Bahkan dirinya juga bertingkah brengsek dengan menjual anaknya sendiri demi membayar hutang.
"Dan satu hal lagi, ingat apa yang selalu ku katakan padamu?"
Megumi tersengal, namun ia bisa apa? Patuh dan takut lebih menguasai dirinya saat ini.
"Namaku... Megumi Fushiguro."
Tanpa Megumi ketahui, Toji tersenyum lebar. Perasaannya senang.
"Benar, kamu adalah Fushiguro."
Sejenak, terlintas wajah cantik istrinya. Wanita berambut pendek yang tidak takut padanya, dan tidak masalah membiarkan nama belakangnya tidak diganti.
"Jika kamu marah, aku tidak apa..."
Toji menghela nafas, "Aku memang brengsek."
.
.
.
Tokyo, 2013.
"Ahhh... cuacanya cukup dingin, kalian harus menghangatkan diri dengan benar."
Tegur Kenshin pada anak didiknya.
"Siap, pak!!!" Seru anak-anak Voli Karasuno dan berhambur ke dalam penginapan.
Mereka baru saja datang dari perjalanan Miyagi-Tokyo, demi pertandingan musim dingin.
"Ukai-kun, kamu tidak ke dalam?" Tanya Takeda Sensei.
"Sebentar lagi, aku ingin merokok dulu."
"Baiklah, jangan terlalu lama. Ku dengar malam ini akan ada badai salju."
Kenshin hanya mengangguk dan lanjut menyalakan rokoknya.
Cuaca cukup dingin dan Kenshin bersantai dengan rokoknya di depan penginapan.
Hingga iris madunya tidak sengaja melihat siluet seorang anak lelaki bersurai hitam yang terlihat familiar.
"Hmm?" Putung rokoknya sampai terjatuh dari bibirnya, ia terus menatap anak itu.
Tengah berjalan bersama seorang pria tinggi dengan surai putih jabrik dan kacamata hitam.
"Megu...mi?"
Tentu Kenshin ingat nama anak itu, wajahnya yang cantik dengan mulu mata lentik.
Tentu ia ingat, karena anak itu merupakan pelanggan setianya dulu.
Sebelum langkahnya bergerak, Kenshin kembali termenung. Walau pun ia ingat, bisa saja Megumi sudah lupa dengannya.
Mengingat ingatan anak kecil cukup lemah di usia belia, hanya memori tertentu yang akan terus teringat sebagai media belajar sensori-motoriknya.
Kenshin hanya diam, hingga kedua orang itu menghilang di ujung jalan.
Cklek. Kenshin kembali menyalakan seputung rokok, menyesap tembakau itu hingga paru-parunya terasa penuh.
Hahhhhh... Asap tipis mengepul dari hidungnya, menguap di atas langit yang perlahan dituruni salju.
"Yah, paling tidak dia sehat-sehat saja."
Hanya saja ada satu hal yang mengganggunya pikirannya.
"Pria albino tadi... bukan orang jahat kan?"
*****
Author Note :
Yah, cocoklogi timeline memang cukup berat.
Pertama, mengapa di tahun 2006 Kenshin baru lulus sekolah dan Megumi baru berusia 3 tahun?
- Karena setting waktu Haikyuu ketika Kenshin menjadi pelatih adalah tahun 2012-2013, di mana ia berusia 26 tahun. Sementara setting Jujutsu Kaisen berada di tahun 2018, di mana Megumi berusia 15 tahun (itu berarti dia lahir di tahun 2003).
- Faktanya di komik Jujutsu Kaisen dalam Gojo's Past Arc , pada tahun 2006 di mana Gojo yang masih berstatus murid bertemu dengan Toji dan membunuhnya.
- Fyi menjelang kematian Toji, ia mengatakan soal dirinya yang menjual Megumi ke Klan Zen'in, dan mengatakan pada Gojo "terserah berbuat apa" pada anaknya.
Kedua, lalu kenapa tidak membahas tahun yang sama? Kenapa harus loncat ke tahun 2013?
- Hanya perkiraanku... karena ketika Megumi bertemu Gojo, penampilan Gojo terlihat cukup berbeda dari yang dulu. Dia tidak terlihat seperti anak SMA lagi, terlihat lebih dewasa--meski tetap slengean.
- Megumi sudah masuk SD, itu berarti ada perbedaan tahun dari waktu Toji bertemu Gojo.
- Kenshin di tahun 2013, di mana ia bertemu Hinata dkk. Ia mengurus tokonya, jadi ku pikir setelah lulus SMA ia memilih untuk bekerja saja dibandingkan mengejar dunia Voli.
Ketiga, kenapa di sini Toji digambarkan terlihat kalem dan tidak sarkastik?
- Toji memang tipikal pria kasar dan tidak segan menjual anaknya demi uang, tapi di sisi lain jika kalian mencoba memahami Toji kalian akan menyetujui apa yang ia lakukan.
- Ia dibuang oleh Klannya, lingkungan keluarga yang buruk tentu membangun kepribadian yang buruk pula.
- Menikah dengan perempuan biasa saja, namun perempuan inilah yang membuat Toji menikah bukan? Jika ia tidak mencintainya, Toji bisa saja membunuh dan merampok lalu meninggalkan wanita yang menjadi ibu Megumi.
- Mungkin terdengar seperti lelucon, tapi ada alasan tersendiri Toji memberi nama Megumi yang artinya diberkati.
- Toji bersikap layaknya seorang ayah yang tidak bisa memberikan kasih sayang, mengingat ia sendiri tidak punya pengalaman yang bagus dengan keluarganya sendiri.
- Toji rela menjual Megumi ku rasa juga bukan hanya dikarenakan uang, selain karena ia terlihat hutang. Ku pikir Toji juga ingin Megumi hidup lebih layak, tidak seperti sampah sepertinya yang mendapatkan uang dengan pekerjaan kotor seperti pembunuh bayaran.
- Toji memang digambarkan suka bersenang-senang, dan ku rasa ini adalah kebiasaan yang ia dapatkan dari terbebas akan stres dari tekanan keluarganya.
- Lalu kenapa aku mengatakan Toji brengsek demi Megumi? Karena di salah satu chapter di mana Toji hidup kembali dan bertemu dengan Megumi, ia membunuh dirinya sendiri setelah tahu Megumi memakai nama Fushiguro dibandingkan Zen'in.
Jadi penyusun cerita ini berdasarkan perkiraan usia Kenshin dan Gojo tidak jauh, Megumi tidak terlalu kecil saat bertemu Gojo, dan Toji mati setelah bertemu Gojo.
Koreksi jika ada yang dirasa kurang, oke?
Selamat berteori ಡ ͜ ʖ ಡ
30 Januari 2022
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro