Part 7 - Green Envelope -
Author POV
Pagi ini, Diara bangun lebih awal. Jam dinding di kamar Diara menunjukkan pukul 03.30 wib. Dia mengusap-usap matanya. Didudukkannya badannya. Kemudian dia berdzikir kepada Allah. Diangkatlah kedua tangannya. Dia melafadzkan do'a bangun tidur.
« الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُورُ ».
"Segala puji hanya bagi Allah yang telah menghidupkan kami setelah mematikan (menidurkan, red) kami, dan hanya kepada-Nya (kami) berkumpul."
(HR. Al-Bukhari dari shahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu 'anhuma dan Muslim dari shahabat Al-Bara' bin Azib radhiyallahu 'anhu)
Kemudian, dia menuju ke kamar mandi. Dibasuh mukanya dengan air kran. Air yang dingin dan segar membuat kesadarannya penuh. Tak lupa, dia mengambil wudhu.
Setelah selesai menunaikan sholat tahajud. Diara tidak serta merta menyudahinya. Malam ini, ia ingin mengadu kepada Allah. Menangis dan menumpahkan semua duka laranya. Diara tahu meskipun dia tidak bercerita, Allah pasti sudah tahu karena Allah Maha Pengetahui atas semua makhluk ciptaanNya. Namun, mengadu langsung dari bibirnya membuat hatinya senang.
Sholat sunnahnya dia panjangkan do'anya. Air mata tak berhenti mengir hingga ingusnya pun ikut keluar juga. Semakin dia terisak, bebannya semakin berkurang.
Kenapa sholat sunnahnya kali ini berbeda rasanya? Apa karena Diara sudah pasrah terhadap takdir Allah? Apa karena Diara sudah ikhlas menerima setiap takdirnya? Entahlah... Tapi semenjak William mengatakan bahwa dia juga sakit dan dia juga ingin sembuh, mengapa kata-kata itu selalu terngiang dikepalanya??? Mengapa begitu membekas dimemorinya??? Uluran tangannya saat itu tergambar jelas di depannya.
"Astaghfirullah... Astaghfirullah... " ucap Diara seraya mengusap-usap dadanya yang sesak karena mengingat kata-kata William.
Malam ini, untuk pertama kalinya dia tidak bermimpi buruk. Mimpi yang selalu mengganggunya tak lagi muncul. Ada apa gerangan??? Diara merasa bingung, dia menggelengkan kepalanya dengan gelengan kecil.
"Apa karena aku tahu kalah sebenarnya William juga sakit? Seperti aku? Yang selalu tersiksa???".
"Aaahh....tidak mungkin, pasti itu hanya akal-akalannha saja. Supaya aku mau memaafkannya". Sisi lain dari dalam diri Diara mengatakan itu. Seperti ada pertarungan antara nurani baik dan nurani busuk. Begitulah manusia, selalu ada sisi lain darinya. Sisi yang selalu digoda oleh syetan untuk mengingkari hati yang jujur. Karena syetan tidak akan rela manusia menjadi baik. Syetan mencari teman untuk menemaninya menerima adzab Allah.
"Astaghfirullah hal adzim.... Astaghfirullah hal adzim.... " lafadz istighfar dia dengungkan selalu. Semakin keras dan keras. Diara berusaha untuk melawan pikiran su'udzon yang memenuhi hatinya.
***
Seusai mandi dan sholat subuh. Diara membantu ibunya mengiapkan sarapan di dapur. Karena hari ini hari Ahad, mereka menyiapkan masakan yang beragam.
Diara menghabiskan liburnya di green house yang ia bangun disamping rumahnya. Dia menyirami aneka tanaman hias. Ibunya sedang pergi, ada acara arisan RT. Sedangkan abangnya sedang duduk asyik di teras rumah sambil memainkan game yang ada di ponselnya.
Diara duduk disebelah abangnya. Dia menyeka keringat yang jatuh dari dahinya. Meskipun dia memakai kerudung berbahan kaos tapi sinar matahari lagi membuat dia berkeringat. Diara mengibas-kibaskan kedua tangannya tepat didepan mukanya. Berharap akan ada kesejukan yang hadir dengan kibasan tangannya.
Dia mengambil botol air mineral yang sejak tadi ia taruh di atas meja. Hilang sudah dahaganya. Dia mengamati abangnya yang sedang asyik bermain game.
"Abang gak keluar? Kan ini libir bang?"
"Enggak dek, ini abang lagi nunggu telpon dari kantor. Katanya suruh standby kalau tetiba ada job dadakan" mata abangnya masih tidak beralih dari layar ponselnya.
"Job apa bang? Pakai acara harus standby segala bang. Ara kira, dandanan abang yang klimis kayak gini mau main ke rumah kak Mei".
"Itu... Kantor abang lagi mau kerjasama dengan pihak properti dari Inggris. Job gede ini dek kalau bisa goal", kini mata abangnya menatap Diara. Tak lama. Kemudian beralih ke layar ponselnya lagi.
"Masyaa Allah... Mantab itu bang. Semoga sukses ya bang".
"Aamiin.... Kamu sendiri kok gak keluar dek? Biasanya kamu ikut taklim, dek?" tanya abangnya sembari mengakhiri permainan game di ponselnya. Kemudia ditaruh ponsel itu di atas meja.
"Taklim lagi libur bang makanya adek diem aja di rumah. Toh nanti agak siangan Martha sama suaminya mau kesini bang", tangan Diara sembari nyomot singkong rebus dipiring.
"Ooohh... Waahh... Enaakk tuh dek singkongnya. Ibu yang ngrebus ya?" tangan bang Ajun dengan gesitnya langsung nyomot dua singkong rebus.
Ku jawab pertanyaan abang dengan anggukan. Perlahan ku kunyah singkong rebus. Menikmati indahnya pagi dengan memandang bunga-bunga yang indah.
Terdengar suara abang yang menerima telpon. Tak lama setelah telpon ditutup, abang melonjak-lonjak girang. Persis kayak anak kecil yang dapat hadiah buku tulis 1 lusin di acara lomba 17an.
"Girang bener bang??? Dapat undian bang?" tanyaku datar.
"Alhamdulillah dek... Proyek yang tadi abang ceritakan tembus dek. Sekarang abang mau siap-siap. Mau ke kantor pengembangnya. Mau taken kontrak. Ini barusan atasan abang yang telpon". Ucapnya penuh dengan semangat 45.
"Di hari Ahad gini bang? Apa gak salah tuh? Jangan ngibul napa bang..." tanyaku sekenanya.
"Masa tampang abangmu ini kelihatan ada tampang ngibul nya sih dek??? Lihat dengan seksama dong. Polos dan ganteng gini kok", abang mendekatkan wajahnya.
"Ganteng kan dek. Gak ada benih tampang penipu dek. Heheheeee.... ", kekehnya sambil menarik kembali wajahnya menjauhiku.
Kemudian abang duduk lagi disampingku. "Bos pengembang properti itu, nanti sore sudah kembali ke Inggris dek. Makanya meskipun hari ini libur tapi tetap kerja. Udah aahh... Abang mau siap2 dulu".
Bang Ajun masuk ke rumah, melewatiku sambil mengacak-acak bagian atas jilbabku. Aahhh... Kebiasaannya. Duluuu... Abang selalu mengacak-acak rambut ku. Aku tau, itu adalah wujud kasih sayangnya padaku.
Tak lama, abang berpamitan dan menghidupkan sepeda motornya kemudian pergi. Tinggal aku yang sendirian di rumah. Kutengok jam di layar ponselku. Sudah pukul 10.45 wib. Lalu ku buka aplikasi WA. Kucari percakapan WA ku dengan Martha. Kemudian, ku hubungi dia melalui sambungan video call.
"Assalamuallaikum... Say, jadi kesini gak?" sapaku padanya. Kulihat latar belakangnya adalah Gardenia. Kutebak dia sedang disana untuk mengambil dokumen yang akan diserahkannya padaku.
"Wa'alaykumussallam, jadi dongggg.... Sebentar lagi kita kesana kok. Tungguin ya..." ucapnya sembari mengangkat gelas tehnya. Kemudian dia menyeruput teh itu hingga tandas.
"Wooow, haus buk? Heheheee.... " dia hanya membalasnya dengan senyuman." Kok ada tiga gelas? Ada tamu kah?" tanya ku sambil ngunyah singkong rebus.
"Oohh.. Itu... Iya, ada tamu tadi. Sekarang diantar suamiku ke depan".
"Iya beib,... Jangan lama-lama ya, aku sendirian nih di rumah. Iseng sendirian di rumah. Hehehee...".
"Oke Ara sayang, tungguin kita yaa... Makanya petuah ibumu segera dikabulkan mpookk, biar di rumah ada temannya. Hehehee... ", asli Martha menggodaku lagi.
" Udah ah mpok pidatonya. Aku tunggu di rumah ya. Assalamuallaikum". Pungkasku.
"Wa'alaykumussallam".
Sambungan video call kami terputus.
***
Diara POV
Selesai mandi, aku keluar kamar. Kutunggu kedatangan Martha dibalkon. Mempunyai kamar yang ada di lantai dua membuatku beruntung. Selain isak tangisku yang tak didengar oleh ibu dan abang, pemandangan dari atas begitu indah. Membuatku betah jika harus duduk berlama-lama sambil membaca buku disini.
Tak lama, kulihat mobil Martha memasuki halaman depan. Aku langsung bergegas turun. Kulihat Martha merentangkan kedua tangannya. Aku langsung berhambur ke dalam pelukannya. Pelukan hangat seorang sahabat.
Kulepaskan pelukan erat kami. Lalu kupersilahkan Martha untuk masuk ke ruang tamu. Kupersilahkan dia duduk, lalu aku pamit ke dapur sebentar.
Dari arah dapur, aku membawa nampan teh dan camilan. Kulihat suami Martha baru memasuki rumah. Dia memberi salam padaku.
Kuletakkan teh hangat dan camilan diatas meja. Kupersilahkan mereka untuk meminumnya.
Kami ngobrol dengan asyik. Obrolan khas wanita. Suami Martha, abang Fathan hanya diam karena mata dan konsentrasinya tertuju pada layar laptop.
Jangan salah yaa... Meskipun Martha sudah menikah tapi dia masih sangat asyik diajak haha hihi haha hihi. Aku bersyukur Martha diperistri oleh bang Fathan. Karena semenjak menikah, Martha semakin solehah. Ilmu agamanya juga semakin bagus. Bahkan aku kalah darinya. Imam yang baik lagi lurus agamanya mampu membawa kebaikan dan keberkahan bagi makmumnya. Itulah yang dialami oleh Martha.
Empat tahun yang lalu, Martha dijodohkan oleh keluarga nenek dan kakeknya. Awalnya dia menolak perjodohan itu. Tapi setelah banyak berdo'a. Akhirnya Martha menerima pinangan keluarga besar bang Fathan. Perkenalan mereka cukup singkat. Tanpa ada pacaran. Kurang dari sebulan setelah perjodohan itu, Martha resmi dinikahi oleh bang Fathan.
Perubahan pada diri Martha sedikit banyak mempengaruhiku. Pertama kali aku memutuskan berhijab saat melihat Martha berhijab setelah dia menikah.
Astaghfirullah... Malu rasanya aku mengakuinya. Aku yang sejak lahir muslim tapi dengan entengnya menyepelekan perintah berhijab. Yang jelas nyata-nyatanya itu adalah perintah Allah, dalam firmanNya pada QS. al-Ahzab: 59
يا أيها النبي قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهن من جلابيبهن ذلك أدنى أن يعرفن فلا يؤذين وكان الله غفورا رحيما
*"Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."*
Masyaa Allah, hidayah itu bisa datang kepada siapa saja, dimana saja dan dengan cara yang tidak pernah kita sangka-sangka.
Kitapun juga tidak boleh merasa aman. Karena hidayah adalah mutlak milik Allah. Kita harus selalu berdo'a dan meminta supaya nikmat hidayah yang telah kita rengkuh tidak tercabut.
***
Selesai ngobrol, kita langsung membahas masalah pekerjaan. Masalah klasik seputar suplay tanaman hias. Setelah selesai berdiskusi, Martha mengajakku untuk berbica berdua. Kamipun pamit pada bang Fathan untuk naik ke lantai atas.
Saat tiba di kamar, Martha menyuruhku untuk duduk sebebelahnya. Dia memegang tanganku erat. Matanya lekat menatapku.
"Ada apa Mar? Kenapa pandangan matamu begitu? Ada yang salah? " pertanyaanku tak dijawabnya. Dia langsung memelukku dengan erat. Ditepuk-tepuk perlahan punggungku. Aku membalas pelukannya. Meskipun masih banyak tanya dibenakku.
Saat pelukan kami sudah terlepas. Tangan kanan Martha mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
Dia mengeluarkan amplop hijau. Memberikannya padaku. Tatapan mataku yang penuh tanya pasti sudah bisa dibaca olehnya.
"Ini dari William", seketika tanganku bergetar. Martha mendekap kedua tanganku dengan tangannya. Ekspresiku saat itu sangat terkejut, takut dan juga bingung. Semua campur aduk menjadi satu. Tapi... Ada getaran lain, getaran dari degup jantungku yang tidak bisa dikendalikan.
"Kemarin malam, William mengirimiku pesan lewat WA. Dia ingin menemuiku. Pagi tadi, dia menemuiku di Gardenia", penjelasannya terhenti.
"Maafkan aku jika semalam tidak bercerita masalah ini. Semalam saat kita telpon, aku tak kuasa menceritakannya padamu. Aku tak mau menambah kesedihanmu. Maafkan aku", genggaman tangannya semakin erat.
Ingin rasanya aku menerima maafnya dengan kata-kata, tapi lidah ini kaku. Hanya anggukan yang mewakilinya.
"Bacalah surat ini, mungkin dengan membacanya bisa menjawab semua pertanyaanmu".
"Aku takut membacanya, Martha... " ucapku padanya dengan jujur.
" Tunggulah saat hatimu siap. Jika memang kau membutuhkanku menemanimu, bilang saja ya... In syaa Allah aku selalu ada untukmu. Melewati semua cobaan mu", tangannya sembari mengelus pundakku.
"Baiklah Mar, tapi saat ini aku belum siap. Syukron karena kamu selalu ada untukku".
***
Setelah Martha dan bang Fathan berpamitan, kini tinggal aku sendiri di rumah. Aku belum siap membaca surat itu.
Terdengar suara adzan dzuhur. Segera ku ambil wudhu dan menyibukkan diri untuk beribadah kepadanya.
Alhamdulillah part 7 tayang juga...
Masih setiakah membaca karyaku???
Ditunggu like star dan komennya yaa....
Biar author semangat ngetik part 8...
Pasti penasaran kan apa isi dari surat William kepada Diara???
Sama... Saya juga penasaran.
Yuukk ramaikan cerita author biar banyak teman yang lain membaca juga.
#salamhangat
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro