Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 5 - Mimpi Masa Lalu-


William POV

Suara denting lembut jarum detik jam dinding di kamar menemaniku malam ini. Esok selepas maghrib, aku harus kembali ke Inggris. Pekerjaanku disini sudah bisa dicover oleh orang kepercayaanku. Beberapa pekerjaanku di Inggris sudah menungguku. Selain pekerjaan, Shabia pasti sudah menungguku.

Aahh... Istriku yang super sabar itu... Dua tahun yang lalu, Allah mengujinya dengan sakit. Sakit kanker darah putih atau leukimia.

Leukemia berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Leukemia adalah  jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening.

Sepulang dari Turki, Shabia sering mimisan. Mungkin karena dia kecapekan selama di Turki kemudian dilanjut dengan kegiatannya di RS yang begitu padat. Apalagi, Shabia adalah dokter yang ditempatkan di UGD. Pasti membutuhkan tenaga yang prima.

Awalnya, aku dan Shabia tidak curiga. Tapi lama kelamaan muncul tanda-tanda lain. Munculnya memar-memar di beberapa bagian tubuhnya. Merupakan tanda kesekian yang telah kita abaikan.

Sore itu, Shabia mengutarakan kecurigaannya kepadaku. Terlihat jelas begitu takutnya dia akan kecurigaannya. Sorot matanya begitu jujur. Aku memandangnya dalam, ku pilin-pilin rambutnya yang panjang dan harum bunga mawar dari shampoonya. Kusesapi harum rambutnya.

Dia menutup matanya. Kuletakkan gelas yang ku genggam di meja sebelahku. Kuarahkan tanganku memeluknya.

Dia menangis sesenggukan. Ku usap punggungnya perlahan. Berusaha meredakan kekhawatirab dan ketakutannya.

"Aku takut, aku takut kecurigaanku menjadi nyata", dalam pelukanku dia masih menangis.

Lama kita saling berpelukan di sofa ruang keluarga. Ruang keluarga yang didominasi warna monochrome. Warna kesukaan kita.

Pelukan kami mulai renggang. Kuusap air matanya yang masih tertinggal dipipinya yang halus dan putih. Ku angkat dagunya. Ku kecup lembut bibirnya. Akhirnya, dia melihatku. Matanya memerah karena tangisannya yang lama.

"Jangan mendahului takdir Allah, sayang. Hilangkanlah kecemasanmu. Besok, akan ku temani periksa". Ucapku penuh ketenangan, walaupun dalam hatiku sungguh kacau. Ku kecup puncak kepalanya.

***
Tuuuttt.... Tuuuttt... Tuuuttt...

Ponselku berdering. Memecahkan lamunanku. Ada panggilan video call dari Shabia.

"Assalamuallaikum Warohmatullahi Wabarokatuh . Iya sayang... Aku masih belum tidur kok. Iya sayang, besok penerbangan jam 7 malam. Iya sayang... Tidurlah. Jangan lupa minum obatnya yaa... Aku merindukanmu. Wa'alaykumussallam Warohmatullahi Wabarokatuh".

Percakapan sangat singkat karena Shabia terlihat mengantuk dan kelelahan. Ada mata panda tercetak jelas dikantung matanya. Senyumnya tak sesegar biasanya. Tapi... Masih terlihat cantik.

Kuletakkan ponsel di nakas sebelah kasur. Kurebahkan tubuhku di kasur yang empuk. Kutarik selimut hingga menutupi kepalaku.

Rasanya, malam ini ingin sekali bercerita pada Shabia. Menumpahkan keluh kesahku padanya. Rasa frustasiku pada Diara tapi kuurungkan. Shabia sudah amat lelah dengan segala sakitnya.

Kututup mata ini. Sebenarnya tidak mengantuk. Sama sekali. Padahal jam dinding sudah berdentang 12 kali. Hanya berusaha semampunya saja supaya bisa terlelap. Siapa tahu bisa terlelap.

***
"Ha... Hahaaaa... Haaaaaaaa.... " tawaku sangat kencang. Gemuruh emosi dibalut kesenangan syetan terpancar dari mataku. Mataku yang memerah akibat terlalu banyak minuman alkohol yang ku minum.

" Jangggaaaannnn.... Janggaaannnn.... Pergi...!!! Menjauh dariku!!!" pekik gadis yang ada dihadapanku.

Dia berlari kencang. Terjatuh. Air matanya berderai. Pelipisnya berdarah. Keringatnya bercucuran. Dia menatapku memohon ampun. Meminta belas kasihanku. Tapi bisikan syetan semakin menjadi jadi.

Kutarik pergelangan tangannya dengan kencang. Dia mengerang kesakitan.

"Pergi kau Bajingan...!!! Apa salahku padamu??? Lepaskan aku!!!" dia meludahiku. Membuatku emosiku semakin menggelora.

Tangannya berhasil lolos dalam genggamanku. Dia lari lagi, menangis. Derai air matanya sama sekali tak ku hiraukan. Ku kejar dia.

Dia tersungkur, tubuhnya yang kecil dan tak beradaya itu jatuh, limbung. Tenaganya pasti sudah habis. Dia menangis. Tubuhnya bergetar takut melihatku datang.

Kutampar wajahnya. Keras. Jejak merah membekas dipipinya. Dia semakin ketakutan. Mungkin wajahku lebih menakutkan dari monster Hollywood atau syetan khas Indonesia.

Kucengkram pergelangan tangannya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya. Kunikmati ketakutannya. Peluh keringatnya kuusap lembut. Dia masih meronta. Menimbulkan sensasi gila dalam tubuhku.

"Tolooongggg....!!! Pergi dariku. Bajingan kau...!!!"

***
Astaghfirullah....
Aku terbangun....
Keringatku bercucuran. Padahal AC di kamar menyala, suhunya 18°C.

Aku terduduk lemas di atas kasur. Mimpi buruk itu datang lagi. Membayangi kehidupanku. Sepertinya tiada ampun bagiku. Tiada celah maaf bagiku.

Ku hapus keringatku. Ku angkat kedua tanganku. Berdo'a kepada Allah. Memohon maaf atas setiap kesalahanku.

Kulihat sudah pukul 02.45 wib. Ku beranjak dari atas pembaringan. Menuju ke kamar mandi. Mengambil air wudhu dan menjalankan sholat tahajud. Supaya hati ini semakin tenang.

Mungkin dengan hadirnya mimpi itu di tiap malamku, memberikanku kesempatan untuk lebih dekat kepada Sang Pencipta.

Kutunggu waktu subuh dengan memperbanyak sujud, dzikir berdova dan membaca Al Qur'an. Semuanya mampu menenangkan hatiku.

***

Pukul 10.00 wib aku sudah sampai di Gardenia. Awalnya, kami akan bertemu di cafe dekat rumah Martha. Namun, Martha mengajak bertemu di tempat kerjanya, Gardenia.

"Assalamuallaikum... " kuucapkan salam dari balik pintu.

" Wa'alaykumussallam".

Seorang laki-laki berbadan tegap dan berjambang halus membukakan pintu untukku.

"Silahkan masuk. Perkenalkan saya suami Martha, Fathan". Dia melemparkan senyum sembari mengulurkan tangan. Kubalas uluran tangan itu. Kami berjabat tangan.

"Aku William".

Fathir membimbingku kedalam ruangan. Ruangan itu memiliki beberapa meja dan ada 4 kursi di tiap bmmejanya.

Ruangan itu sangat bersih, luas dan juga harum. Banyak bunga di ruangan itu. Aku duduk berhadapan dengan Fathan.

Tak lama, Martha keluar dari dalam ruangan lain sambil membawa baki berisi teh dan beberapa camilan.

"Maaf kalau aku harus mengubah tempat bertemu kita. Ada beberapa berkas yang harus aku ambil dan aku selesaikan". Dia meletakkan teh hitam di meja depan kami. "Silahkan di minum dan dicicipi kuenya. Maaf sajiannya hanya seperti ini".

"Terima Kasih. Ini sudah lebih dari cukup. Maaf aku merepotkan kalian". Kulemparkan senyum kepada mereka.

Teh yang disajikan Martha tinggal separuh, tak terasa ngobrol dengan Fathan membuatku lupa tujuanku kesini. Dia adalah laki-laki yang pintar, berwawasan luas tentang agama. Aku jadi merasa dia adalah orang yang tepat jika kujadikan teman. Dia selalu membicarakan akhirat. Itu yang kusuka.

"Matha, aku yakin kamu tahu siapa aku dan bagaimana kisah kelamku". Martha mengangguk. Dia sedang meminum tehnya.

"Sebenarnya sudah dua tahun aku mencari Diara tapi Allah baru mempertemukanku sekarang. Aku ingin meminta maaf padanya".

Kami semua terdiam. Cukup lama.

"Sepertinya Diara masih belum bisa menerima permintaan maafku. Aku sudah menghancurkannya. Menghancurkannya sejak lama". Kepalaku tertunduk.

"Aku hanya ingin, kau menyampaikan ini pad Diara". Kuulurkan amplop hijau kepada Martha.

"In syaa Allah akan ku sampaikan amanahmu ini. Semoga Allah memudahkan urusanmu. Dan Allah melembutkan hati Diara untuk memaafkanmu. Aku sangat tahu bagaimana kesakitannya. Mungkin butuh sedikit waktu lagi bagi Ara untuk menerima kehadiran dan maafmu. Jadi, bersabarlah sedikit lagi".

"Jazaakumullahu khoyr", ucapku pada mereka.

Kemudian kuucapkan salam pada mereka. Kuputuskan untuk segera pergi karena mendadak ada dokumen yang hadus aku tandatangani.

Fathan mengantarkanku sampai pintu depan.

Dia menepuk pundakku. "Bersabarlah kawan. Semua ujian pasti akan berlalu. Ini merupakan ujianmu. Allah ingin melihat seberapa besar kesungguhanmu untuk memperbaiki kesalahanmu di masa lalu. Selalu berdo'a kepadaNya. Jangan pernah putus harapan".

"Syukron" kupeluk dia. Dia membalas pelukanku dengan menepuk pundakku beberapa kali. Pelukan antara pria. Pelukan antar kawan.

"Tolong hubungi aku, Fathan". Kuberikan kartu namaku. Dan kuucapkan salam padanya.

Dia tersenyum dan mengangguk padaku.

Kutinggalkan Gardenia secepat kilat. Ponsel dikantong celanaku bergetar sedari tadi. Mereka pasti sudah menungguku, investor penting yang mendadak membuat janji denganku. Kupacu mobilku membelah jalanan ibu kota.

***

Alhamdulillah akhirnya selesai juga part 5....

Masih pengen tahu cerita selanjutnya gak yaaa????

Like dan komen yaaa....

Biar author happy nulis part selanjutnya...

#salam hangat...

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro