Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

15. Gudang

Mereka menatap gue tajam. Seolah santapan yang ingin diterkam. Gue hanya bisa memandang sepuluh orang cowok di depan. Gue bersandar diantara pintu depan yang sudah tertutup dan pintu kamar.

“Kenapa lo—“ ucapan Rion terpotong saat pintu kamar terbuka.

“Rion! Nina makin parah. Tadi juga mimisan. Kita harus ke rumah sakit. Siapapun cepet gotong Nina!” Ternyata Anara keluar dengan wajah panik—gue tau pasti dia orangnya gampang cemas.

Rion langsung masuk kamar itu. Lalu, menggotong Nina dengan selimut yang membungkus tubuhnya. Revi juga ikut keluar dari sana. Saat sampai depan rumah Revi teringat sesuatu.

“Anjir, gue lupa. Ngapain di gotong dulu, Rion. Kita gak ada mobil woy!” Revi mengumpat frustasi dan masuk lagi ke dalam rumah.

Rion masuk lagi ke dalam dan membaringkan Nina di karpet. Revi membuka ponselnya ingin menghubungi seseorang. Sambil menelepon dia memandang ke arah gue. Revi menghentikan pandangannya saat melihat ke arah tangan gue yang dari tadi masih pegang kunci mobil. Tanpa menunggu lama dia langsung mengambil kunci mobil gue.

“Mobil lo di mana?”

“Depan warung,” jawab gue polos.

“Kalian bawa Nina ke depan warung. Yang ikut gue cukup Nara sama Rion. Yang lain urus dia.” Revi menunjuk ke arah gue. Seketika gue inget bang Napi yang selalu bilang ‘Waspadalah! Waspadalah!”.

Revi, Nara, dan Rion langsung pergi. Gue baru sadar kalau mereka pakai mobil gue. Okay, gak masalah gue senang kalau kehadiran gue di sini cukup membantu. Namun, masalahnya gue gak aman di sini. Lihatlah mereka lagi iket gue pakai tali tambang putih. Udah coba berontak, tapi kalah tenaga. Satu lawan tujuh kalah jumlah. Kalaupun hanya satu orang juga gue pasti kalah. Bela diri aja gue gak bisa. Dari peristiwa berantem kemaren, gue yakin semuanya pada jago bela diri.

Mereka membawa gue ke belakang. Ternyata mereka masukin gue ke gudang. Gue didudukin di satu kursi kayu yang udah ada di tengah gudang. Anehnya ada satu orang yang lepasin tali yang udah mengikat di badan gue. Sekiranya emang mau dilepas lagi, ngapain coba tadi iket gue. Kan buang-buang waktu. Namun, gue nggak banyak tanya. Nggak ada juga niatan buat kabur. Gue hanya bisa pasrah duduk di sini.

“Ngapain lo lepasin, An?” tanya cowok yang udah ciduk gue tadi.

“Woles, Syam. Gue yakin dia gak bakal kabur. Kita tanya aja baik-baik. Gue pikir dia bukan orang jahat. Ngapain juga taliin dia seolah korban penculikan?” tanyanya sarkas. Yang lain udah keluar gudang. Di sini tinggal ada Syam—yang baru masuk gudang—dan seseorang yang dipanggil ‘An’.

“Dean lo selalu seenaknya. Dia emang gak ada tampang buat kabur, tapi hati-hati itu perlu.” jadi cowok dengan wajah agak bule dan berkulit putih ini bernama Dean.

“Gue gak mau debat lagi sama lo. Udahlah, katanya lo mau nanyain beberapa hal sama dia. Cepet mulai!”

“Ngapain lo datang ke sini? Lo suruhan bang Codet kan?” mendongkak melihat Syam yang ada tepat di depan gue. “Jawab!”

“Gue dateng ke sini buat ketemu Revi. Gue ada urusan penting sama dia. Pas pulang sekolah gue langsung aja ngikutin dan sampe di sini. Gue gak kenal sama sekali dengan bang Codet," jelas gue dengan nada suara sesantai mungkin. Walaupun gue agak gentar juga dibentak segitunya. Andaikan ada meja di sini pasti langsung hancur digebrak dia.

"Jangan coba bohongin gue, ya. Gak ada Revi di sini," tegas Syam masih membentak.

"Gue gak bohong. Gue emang ada urusan sama Revi. Dia juga yang tadi ngambil kunci mobil gue. Lo masih gak percaya? Tanya aja sama dianya," tukas gue ketus. Lama-lama ngeselin ya dibentak terus.

Melihat Syam yang akan membentak lagi, Dean memberhentikannya dengan kode mengangkat tangan mengarah kepada Syam. "Santai dulu, Syam. Yang ngambil kunci mobil lo tadi itu Audy. Apa mungkin di sekolah dia ngenalin diri sebagai Revi?"

"Mana gue tau. Yang jelas gue kenalnya dia itu Revi. Terserahlah, yang jelas gue gak ada hubungannya sama bang Codet itu. Seriusan ini gue gak bohong. Gue udah bisa keluar kan sekarang?" tanya gue memohon. Di sini gue gak nyaman ada makhluk itu tadi lewat.

"Gue akan tetep tahan lo di sini. Sampai Revi pulang. Kalau ternyata lo bohong siap-siap aja gue keluarin lusa."

"Syam, udahlah keluarin aja. Biarin dia berbaur sama anak-anak yang lain sambil nungguin Audy."

"Gak bisa. Ayo An keluar." Syam langsung mendorong Dean agar keluar dari gudang ini.

Brak!

Pintu gudang terkunci dari luar. "Woy, buka elah. Gue gak bohong. Keluarin gue dari sini."

Gue terus berusaha menggedor pintu ini agar bisa terbuka. Namun, sepertinya sia-sia. Sampai kapan gue harus di sini. Revi gak tahu pulangnya kapan. Intinya gue mau segera keluar dari gudang ini.

Setelah tangan gue yang udah memerah gue berhenti dan langsung terduduk bersenderkan pintu ini. Gue melihat ke sekitar gudang berukuran sekitar 6x3 meter. Cukup pengap dengan tumpukan kardus dan benda tak terpakai lainnya yang ada di sini. Gudang ini sangat kotor dan penuh debu. Gue langsung berdiri saat makhluk itu datang lagi. Bahkan mengarah ke gue. Gue gedor pintu ini lagi. Sambil menatap was-was ke makhluk itu. Ternyata semakin mendekat. Gue harus segera keluar dari sini!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro