Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jurnal 5: The Wise

Jurnal 5

Aku menghabiskan waktu cukup lama untuk menyantap Dead Fish Curry itu, rasanya enak namun perutku sedang tidak bersahabat, ketika yang lain sudah bergegas untuk menyebar keseluruh pulau, aku baru saja selesai dengan sarapan ku, aku tidak membayangkan jika aku mengambil mie pedas itu, sudah pasti aku akan tersiksa sepanjang perjalanan.

Aku beranjak dari meja makan, tampak ada berberapa awak kapal yang menetap namun Sebagian besar telah pergi, aku penasaran kemana si gadis navigator itu, kurasa mengikutinya adalah hal yang bagus, aku Bersiap di tendaku, mengambil kemeja dan boot, menyarungkan pedang dan buku ini sebagai ganti dari jurnalku (Jurnalku merupakan buku besar dan sangat tidak ringkas jika dibawa kemana -  mana, sebagai ganti itu aku telah menyiapkan buku kecil ini).

Ketika aku keluar tenda, para awak kapal tidak terlihat lagi batang hidungnya, kemana mereka? Tak ada yang dapat ku tanyai, aku melangkah mengecek sekali lagi, namun nihil, mereka hilang, aku Kembali ke meja makan, duduk sejenak menulis catatan ini, sebagai tanda bahwa setelah tulisan ini selesai aku akan pergi, kedalam hutan, doakan aku selamat.

Catatan kedua hari ini, aku mengambil jalan menuju Green Mist Forest, aku tau itu karena sebelumnya si gadis navigator meninggalkan peta terbuka di meja nya, aku bermaksud untuk melihatnya tadi, tapi nampaknya ia sudah membawanya.

Aku mencoba peruntungan ku dengan membaca arah matahari, kurasa aku bergerak menuju Selatan pulau ini, berjalan tanpa arah dan penuh hati hati (menurutku), pepohonan disekitar mulai  lenggang, lambat laun jumlah nya berkurang berkurang dan pada satu titik pohon berhenti tumbuh, aku tiba di sebuah padang rumput.

Kalau tidak salah dari yang kubaca di peta si navigator kami tiba di Gloomy Meadow, sebuah padang rumput luas yang mendominasi bagian Selatan dari pulau, ketika aku mendongak, awan mendung bergumul diatas sana, semilir angin basah berhembus membuat perasaan merinding, merinding takut sekaligus takjub akan kemegahan alam.

Awan hitam bergantung di atas sana, suara gemuruh membuat hati ku berdebar, semoga ia tidak turun dulu sbeelum aku menemukan tempat untuk berteduh, karena sejauh mata memandang aku tak dapat menemukan tempat untuk berteduh.

Mau berjalan dengan cepat pun kurasa tidak berpengaruh, maka sudah kuputuskan dalam hati bahwa aku akan menerima dengan lapang dada jika hujan memutuskan untuk turun, tapi semoga saja tidak.

Aku melangkah memasuki padang rumput itu, tampak suram dengan ujung rumput berwarna abu – abu, mereka bergoyang kesana kemari mengikuti angin berhembus, tampak tak bernyawa dan mati, namun aku yakin mereka memperhatikan ku, menatap dalam diam menungguku lengah untuk menyergapku, disaat itulah aku tau bahwa tempat ini berbahaya.

Tidak ada yang dapat dipercaya di tempat ini, padang rumput sejauh mata memandang ini tidak lain adalah perangkap hidup, perangkap yang alam tentukan untuk menjaga kelestariannya, aku salah memutuskan untuk maju, namun aku tak memiliki pilihan untuk mundur.

Kupikir aku selama ini mengikuti jalan setapak, namun aku sadari itu bukanlah jalan setapak, itu garis bekas hewan liar yang entah bagaimana ia berjalan dengan diseret, hewan macam ap aitu? Omong omong soal hewan, aku tidak dapat menemukan hewan seperti rusa atau kijang di tempat ini, bukankah itu aneh?

Setelah aku berjalan cukup lama, aku tiba di sebuah hamparan bunga berwarna ungu yang indah, aku dapat mendengar air Sungai bergemericik di ujung hamparan bunga, bunga – bunga itu mengingatkanku akan mimpi itu.

Namun aku teringat pesan tuan Creaz, sesuatu yang indah di tengah sebuah kengerian, itu bukanlah keindahan, itu adalah bagian dari kengerian, aku yakin itu bukan kata katanya sendiri, itu kata kata dari novel yang ia baca, namun kini itu ada benarnya, aku tidak melihat bekas seretan hewan melewati hamparan bung aitu, aneh.

Aku memutuskan untuk berputar, tidak menyentuh bunga bung aitu dan menjauh sejauh mungkin, aku merinding memikirkan bunga bunga itu.

Aku kehilangan orientasi waktu karena matahari tertutupi oleh awan, aku yakin jika aku telah melangkah cukup lama hingga matahari bergeser cukup jauh dari terakhir aku melihatnya.

Setelah berjalan cukup lama, aku melihat pohon baobab raksasa, satu satunya pohon yang hidup dan tumbuh di padang rumput ini, entah mengapa hati ku tergerak untuk segera bergerak menuju pohon itu, aku yakin akan menemukan sesuatu disana.

Aku teringat jika aku belum bertemu dengan siapapun semenjak sarapan itu apa yang tengah terjadi? Kemana mereka semua, perutku sudah tidak lagi mulas, tergantikan oleh ketakutan dan kengerian, bukan takut yang membuat orang jantungan, bukan bukan itu, melainkan rasa takut seperti… ah bagaimana menjelaskannya, seperti jika hewan mendengar suara desitan anak panah… tunggu itu sama saja, apa ya? Memang rasa takut ada berapa sih? Ada jenis apa saja? Entahlah, yang penting itu, rasa takut yang kurasakan ini memacuku untuk selalu mencari dan mencari, penasaran? Mungkin.

Aku tiba di bawah pohon baobab raksasa itu, aku menghela nafas karena kurasa aku dapat beristirahat dan menulis sejenak, aku tidak tau harus kemana, aku bingung, dan dalam kebingungan jangan membuat keputusan, hal yang pertama ku sadari adalah pohon ini memiliki ukiran di batangnya,

Wise men speak because they have something to say, Fools because they have to say something” Pria bijak berkata karena ada yang harus dikatakan, dan orang bodoh berkata karena terpaksa? Karena… mereka tidak memiliki kalimat tapi mereka mencoba untuk berbicara? Seperti itukah maksudnya? Aku agak merinding, siapa yang menulis pepatah di antah berantah seperti ini?

Tak jauh dari pohon baobab ada sebuah prasasti, tampak seperti nisan, aku mendekati prasasti itu, itu bertuliskan “Sleep Tight My Little Pony”, pony? Siapa itu pony? Apakah itu nama orang dan mengapa itu mengatakan pony kecil ku? Apakah pony anak anak? Aku merinding sekali lagi, kurasa aku banyak merinding hari ini.

Tidak jauh dari pohon baobab itu terdapat reruntuhan, melihat reruntuhan itu memberi rasa tidak nyaman di dada, insting ku berkata jangan mendekati reruntuhan mencurigakan, lagi lagi aku merinding, reruntuhan apa itu? Apakah pernah ada sebuah peradaban yang berdiri di tempat ini? Bagaimana mereka dapat hidup di dalam perangkap alam ini, dan yang paling mengganggu pikiran ku adalah, bagaimana mereka binasa?

Aku Kembali ke bawah pohon baobab itu, menghela nafas selagi mencoba memejamkan mata, lalu teringat badai yang mengintai aku tidak jadi untuk tidur, disaat seperti ini aku harus terjaga, bisa hilang nyawaku jika aku tertidur.

Lama waktu berselang tiba tiba hawa disekitar ku terasa tidak enak, seperti sesuatu akan datang dan mengambil otak mu, sontak aku berdiri, berjalan menjauh sembari menatap pohon baobab itu.

Disaat itulah aku mendengar suara Langkah kaki, seseorang muncul dari belakang pohon, ia berpenampilan sosok seorang kakek yang tampak sangat tua, punggung nya bungkuk, ia pendek, janggutnya menggelayut menyatu Bersama kumis, alisnya menutupi mata, aku tak dapat memastikan kemana ia menatap, tangannya bersedekap di belakang, dan ia hanya memakai celana pendek, bertelanjang dada, padahal aku menggigil di bawah awan badai yang siap menerjang.

Entah mengapa aku merasa lega, aku tidak sendirian di tempat ini, ada seseorang yang menemaniku, mungkin bernasib sama dengan ku, hilang dalam sendiri, tengah berada dalam pencarian akan makna hidup yang tidak sepadan, akhirnya dengan segala pengetahuannya hidup sendiri di jebakan alam ini.

Waktu itu akal sehat ku tidak berfungsi dengan baik, jadi ku anggap kakek kakek itu adalah manusia, namun setelah aku meninggalkan tempat itu akal sehat ku Kembali, ia bukan manusia, dan hari itu adalah hari dimana aku percaya dengan yang Namanya hantu.

Aku waktu itu tidak tau harus berkata apa? Apakah bertanya bagiaman kabar? Basa basi yang bodoh, apakah aku harus menanyakan arah? Terlalu mencurigakan, aku terdiam cukup lama Bersama kakek kakek itu, apa yang harus kulakukan, aku takut jika kakek tua itu akan membuatku celaka jika aku membuatnya kesal, akhirnya kuputuskan untuk diam sedikit lebih lama.

Kami saling bersitatap (kurasa, aku tidak yakin jika dia balas menatapku, aku tidak dapat memastikan dia menatapku apa tidak) cukup lama hingga kaki ku pegal, kurasa ia menyadari itu namun tidak melakukan apapun, aku berfikir keras untuk mengatakan sesuatu, setidaknya aku telah bertemu orang, lantas apa yang harus kulakukan.

Aku tidak berfikir ini sebelumnya, aku berfikir bahwa aku akan bertemu setidaknya awak kapal the holy serpent, aku dapat menanyakan apa saja kepada mereka, namun ini tidak sama, ini berbeda, ini lebih mengerikan dari yang ku duga.

Apa? Apa yang harus kulakukan, aku setidaknya harus mendapatkan petunjuk dari kakek ini, tapi bagaimana aku memulai percakapan? Apakah seperti “Hey, aku oasism, aku tersesat, maukah kau membantuku?” atau “Hey pria tua, cepat tolong aku?” tidak – tidak seperti itu cara kerjanya, aku harus bertanya dengan baik.

Baiklah, aku akan bertanya, semoga tidak terjadi apa apa dengan ku, semoga.

Ketika aku akan mengeluakan kalimat, pria tua itu mengangkat tanganya, menyuruhku, diam, kurasa ia tau bahwa aku mencoba untuk berkomunikasi dengan nya, aku membatalkan niatku.

Setelah kakek kakek itu mengangkat tangannya, ia menunjuk sebuah arah, aku tidak dapat melihat kemana ia menunjuk, namun aku yakin itu sebuah petunjuk, sebelum aku berterimakasih ia melambaikan tangan, lalu berjalan kebelakang pohon.

Ketika aku mencoba mengejarnya ia sudah tak Nampak, saat itulah aku yakin ia adalah sebuah hantu, aku bergegas merapikan barang ku, bergegas pergi menjauhi pohon baobab itu menuju arah yang ditunjuk pria tua itu.

Itu hantu, berarti selama ini mungkin saja patung dua malaikat yang ada di rumah ku, mereka hantu, atau mempunyai roh atau sejenisnya? Yang jelas aku merinding, dan bergegas dengan kecepatan penuh segera meninggalkan pohon baobab itu, sungguh hari yang di luar dugaan bukan?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro