Jurnal 4: Mysterious Island
Aku tidak begitu ingat bagaimana kami tiba di pulau ini, yang jelas ketika aku sadar aku telah berada dalam barisan turun dari kapal, kurasa semua orang orang undangan juga mengalami hal yang sama, mereka tampak bingung, ingin rasanya aku bertanya pada awak kapal, namun kurasa mereka tidak bisa ditanyai.
Kami berjalan cukup lama, aku tidak terlalu ingat karena ketika ketika perjalanan aku merasa melayang, seperti sebuah mimpi antara kenyataan dan alam mimpi menjadi satu, aku tidak yakin dan bagaimana aku tiba di tempat ini, yang pasti aku yakin bahwa perjalanan itu ada karena kaki ku pegal dan kemaja yang lusuh terkena daun kering.
Percuma untuk dibahas karena aku benar benar tidak sadar dan tidak ingat, yah mungkin ada alasan tersendiri, entah ulah siapa namun aku pernah dengar desas desus bahwa ada berberapa awak the holy serpent yang memiliki kekuatan gaib, terdengar tidak masuk akal bagiku dan akan selalu seperti itu hingga seseorang benar benar datang untuk membuktikan dihadapan ku seperti “aku bisa terbang” dan secara Ajaib ia terbang, jika itu terjadi aku baru benar benar percaya, namun jika bersasarkan desas desus, kurasa tidak dulu.
Pikiran ku juga agak melantur, jadi kurasa tulisan ku akan berantakan dan sedikit tidak masuk akal, mungkin itu akibat dari aku pingsan atau bagaimana, yang jelas pikiran ku masih kalut, antara shock, senang, sedih, entah bercampur menjadi satu, sialan, di saat hidupku dipertaruhkan aku malah bertingkah seperti orang mabuk (dan ya aku memang mabuk kurasa), kuharap aku dapat menengguk satu dua botol rum itu lagi.
Kami tiba di tempat antah berantah, mirip seperti lapangan kecil, area terbuka di tengah hutan , kurasa jantung dari pulau itu, Kapten Quest (atau mungkin harus kupanggil Kapten Bas, karena sejauh ini para awak selalu memanggilnya begitu) berada di barisan terdepan berhenti, tampak ia berdiskusi dengan si wakil kapten dan navigator, berberapa awak kapal mendekat menunjuk sesuatu seperti mengukur tempat dan sebuah pertimbangan, tak lama berselang sang wakil berteriak memberi komando agar kami berbaris, ia memberi perintah untuk mendirikan tenda yang tersedia.
Seingat ku ada sekitar sepuluh tenda yang harus didirikan, satu tenda milik kapten bas, dua untuk awak kapal dan sisanya untuk orang orang undangan, kurasa seharusnya tidak sulit untuk mendirikan tenda, namun dengan pikiran yang kalut perlu usaha ekstra untuk membangun tenda yang lumayan besar ini, lagi lagi aku bertindak seperti orang bodoh, aku akhirnya ingat mengapa aku tidak suka rum, namun kurasa sekali dua kali meneguk tak masalah.
Kupikir kami menyelesaikan nya agak lama, namun ternyata matahari masih diatas sana, bersinar terik, berkas Cahaya melalui sela – sela dedaunan, tampak begitu menenangkan, karena tak ada perintah tambahan dan Kapten Bas tidak Nampak batang hidungnya, aku hanya berdiam diri didalam tenda, Lelah fikiran dan fisiki, aku mencoba untuk tidur namun itu sia sia, akhirnya kuputuskan untuk menulis jurnal ini, setidaknya sampai aku menulis di titik ini sudah mulai terasa kantuk ku, kurasa akan ku tutup buku ini dan mencoba untuk tidur, mumpung tidak ada perintah lagi, aku tak tau kapan aku dapat beristirahat jadi ya, akan kucoba untuk tidur, selamat siang.
..
Tidur siang itu sebenarnya penuh dengan mimpi namun aku tidak ingat mimpi apa yang kualami, mimpi hanya sekedar lewat yang biasa ku alami, aku harap aku dapat mimpi itu lagi karena jujur, aku masih ragu dengan tujuan ku untuk mencari jimat itu.
Aku yakin aku telah menghabiskan begitu banyak waktu untuk tidur, namun ketika aku terbangun matahari masih nampak bersinar terik, (tidak terlalu terik, seperti terik menjelang sore hari),karena tak ada yang dapat aku lakukan, kuputuskan untuk berkeliling perkemahan, lagi lagi tak ada yang menarik, aku Kembali ke tenda ku.
Jenuh tentu saja, aku mencoba menulis sebisa ku namun pikiran ku buntu, apalagi yang harus ku tulis sembari menunggu waktu malam?.
Tak ada yang menarik sungguh, ketika aku kehabisan ide terbesit di fikiranku untuk menulis tentang tumbuh - tumbuhan, sontak aku melompat dari ranjang ku dan keluar tenda, melihat sekeliling dengan mata berbinar, namun lagi lagi kecewa karena tumbuhan itu tak ada bedanya dengan tumbuhan di kota Rhea.
Aku menghempaskan badan, lagi lagi menulis omong kosong, apa ya? apa yang bisa ku lakukan? Ketika aku mencoba untuk tidur, aroma harum masakan menggugah hidungku, akhirnya sesuatu yang menarik.
Tampak di dekat tenda para awak kapal, terdapat asap yang membubung tinggi, dilihat dari asap yang lumayan besar untuk sekedar menghangatkan diri, kurasa itu ulah si koki kapal, tampaknya akan ada hidangan besar lainnya, dan benar saja, ketika aku tiba di sumber asap, si koki tampak berjongkok memeriksa apakah kayu sudah terbakar dengan benar.
Si koki meliriku sepersekian detik lalu Kembali fokus pada masakannya, ia berkata bahwa hidangan utama untuk mala mini, tidak ada makan siang tambahan, aku meringis, aku tidak bermaksud untuk mengganggu mu Nyonya, aku hanya penasaran dengan apa yang ia masak, andaikan aku dapat mengatakan itu, namun mulutku terkunci ketika lirikan kedua menusukku, ia tidak ingin diganggu, perlahan aku mundur sembari meminta maaf dan kembali ke tenda ku.
Hari menjelang sore ketika tampak Kaptain Bas dan wakilnya serta si navigator cilik keluar dari hutan, entah apa yang mereka lakukan diskusi diantara mereka tampak penting, si navigator kecil berkali – kali menunjuk peta yang ia gambar. Tampak sedikit berdebat dengan wakil kapten, namun Kapten Bas tampak menengahi, aku tidak dapat mendengar apa yang mereka bicarakan, dan mereka menghilang Kembali ke tenda masing masing.
Setelah sekian lama akhirnya matahri tenggelam, api unggun dinyalakan di depan setiap tenda dan satu api unggun besar tepat ditengah perkemahan, wakil kapten berteriak lantang agar seluruh personil berkumpul di depan api unggun utama.
Begitu semua berkumpul wakil kapten menyerahkan tempat untuk Kapten Bas berbicara, tidak banyak yang ia sampaikan, inti dari apa yang ia sampaikan adalah selamat kepada kami, menjelaskan kami dimana, dan mala mini akan ada perayaan kecil karena kami tiba dengan selamat.
Setelah pidato singkat itu, si koki dibantu dengan awak kapal lainnya mengangkat hidangan untuk malam ini, wakil kapten menyampaikaan bahwa tidak ada rum untuk malam ini, karena kita di daerah antah berantah dan mabuk akan membawa pada kesalahan fatal.
Sebenarnya aku kecewa, namun apa kata wakil kapten benar, saat ini bukanlah waktu untuk mabuk, keselamatan kami menjadi taruhan malam ini, namun tetap saja ku ingin rum, tak banyak yang terjadi setelah itu, kami makan hidangan malam itu, aku agak lupa denga napa yang kami makan, kalau tidak salah itu bubur seperti makan siang pertama kali di kapal, enak dan menghangatkan perut, aku berbincang denga personil dari orang orang undangan, mengobrol sejenak hingga si wakil kapten berteriak lantang memberi pengumunan.
Seingatku, karena aku tidak menulis setelah Kembali ke tenda, isi dari pengumuman itu adalah mala mini maksimalkan istirahat kami karena kita tidak tau kapan akan beristirahat Kembali, setelah menghabiskan makanan, berbincang sejenak rasa kantuk mendatangi ku, aku Kembali ke tenda terlebih dahulu, tanpa melakukan ritual malam yang biasa kulakukan yaitu menulis, aku tertidur, tidur yang sangat pulas.
…
Keesokan harinya entah dimana matahari berada kami terkejut karena awak kapal membangunkan kami serentak, tidak hanya itu, mereka dengan sigap menyuruh kami untuk segera pergi ke tengah perkemahan tempat api unggun besar berada untuk sarapan.
Sarapan? Pikirku, tak biasa sarapan sedini ini, aku juga terkejut di tengah perkemahan terdapat meja panjang yang terbuat dari kayu, terlebih hidangan yang tersedia tampak asing bagiku, sejak kapan ada meja disitu? Dan bagaimana bisa ada hidangan sebanyak itu dalam satu malam, aku tidak ingat jika koki mempersiapkan hidangan ini sebelumnya.
Kapten Bas berteriak lantang, memberi kami instruksi untuk memilih hidangan yang ada di meja, aku ingat pesan dari tuan Creaz, dalam memilih makanan yang baru, lihatlah kondisimu, apakah memungkinkan untuk sakit perut sebagai imbas dari mencoba – coba makanan baru, dan lihatlah apakah impas untuk memilih makanan yang paling ekstrem, melihat di meja ada tiga hidangan.
Yang pertama ada dead fish black curry, mendengar Namanya membuat siapa saja berfikir itu beracun, namun itu hanyalah kari berbahan dasar ikan. Setelah itu ada grilled legs of kraken, terdengar keren untuk tentakel gurita raksasa panggang, baunya harum, dan yang terakhir Hydra noodle soup, mie kuah dengan daging ular laut, namun aku tak akan menyentuhnya karena kuahnya berwarna merah yang menandakan itu pedas, hapus dari daftar pilihan.
Pilihan yang sulit antara tentakel panggang dan kari ikan, keduanya tampak lezat dan enak, dan yang paling penting keduanya tampak aman untuk sarapan, aku melirik orang orang undangan yang lain, tanpa ragu mereka mengambil hidangan yang paling mereka suka, dan aku tergiur oleh tentakel panggang, tampak sangat lezat dan berair, yummy, namun aku berfikir Kembali.
Aku melihat sekeliling, sinar Mentari condong ke timur, tampak begitu pagi, dan baru ketika kurasakan dingin datang menusuk, pulau ini seperti membeku ketika malam hari, dan perutku terasa tidak enak, apakah bumbu seperti itu akan membuat perut ku semakin tidak enak, aku melihat orang orang undangan yang lain, mereka tampak tidak kedinginan dan tidak peduli, kurasa rasa lapar mengalahkan semuanya, tapi jika aku menuruti rasa lapar, perutku akan berkhianat dan aku harus menahan rasa sakit yang mengganggu.
Setelah terdiam cukup lama, kupastikan bahwa aku yakin, aku memilihi dead fish black curry, kari ikan untuk menghangatkan perut pada pagi yang dingin ini, semoga cocok dengan perut ku, aku mengambil duduk di depan hidangan itu, menatap mangkuk yang dipenuhi dengan daging ikan dan kuah kental berwarna hitam
Dead fish black curry, tolong hangatkan perut ku.
…
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro