Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

4. Kegelapan Mematikan

Ruangan serba hitam yang sungguh unik. Seluruh anggota wajah, kedua lengan dari siku sampai ujung kuku, dan telapak kaki. Hanya hal itu saja yang bisa dilihat Joseph. Yang lainnya berkamuflase. Bisa dilihat, namun melebur dalam satu warna. Sedikit tidak nyaman dan mengganggu.

"Bagaimana? Kau suka dengan kamarku ini?"

Tidak bisa jujur. Jika mengikuti logika, Joseph kemungkinan besar melukai hati Clarine. Karena berkat tampilan kamar itu, Clarine seperti berkepala pelontos di matanya. Cokelat dikunyah kembali. Memasukkan nutrisi agar otak bisa berpikir cepat memberikan jawaban paling aman yang bisa dikeluarkan.

"Kamar ini unik. Aku tidak tahu apa alasan kau mendesainnya seperti ini, yang jelas aku menghargai seleramu."

"Kau ingin tahu alasannya?"

Bertepuk tangan dua kali. Semua lampu mati seketika sesuai keinginan Clarine. Menciptakan kegelapan sempurna. Tidak ada satu pun yang bisa terlihat.

"Yebel."

Tekanan mematikan. Seribu kali lipat lebih kuat dari aura milik Mayatri. Badan Joseph bergetar hebat. Tangan kanannya sama sekali tidak bisa meraih lengan kiri. Sisa cokelat di genggamannya juga sudah tidak terasa. Seperti lenyap menjadi abu. Hanya bisa bertahan. Jika seluruh gelangnya dilepas, mungkin aura ini bukan apa-apa baginya.

Suara tepuk tangan yang sama terdengar kembali. Lampu telah menyala. Sosok Clarine sudah berada tepat di hadapan Joseph. Tersenyum lebar. Merasa sangat puas dengan tindakan yang baru saja dilakukannya.

Seratus delapan puluh derajat berbeda. Napas Joseph terengah-engah. Keringat mengucur deras dari segala bagian kulit. Kedua tangannya masih gemetar. Pertama kali seumur hidupnya merasakan tekanan sekuat ini. Sekarang, dia memahami kenapa Clarine bisa dengan mudah melihat sosoknya tiga tahun lalu.

"Air putih?"

Botol air mineral menghalangi lantai hitam yang sejak tadi jadi pemandangan Joseph. Obat mujarab yang mengganggu pemandangan. Tidak etis untuk ditolak. Meminum air dan mengatur napas. Melakukannya secara berulang. Niat hati ingin menemukan ketenangan, yang ditemuinya justru amarah. Botol diremuk dan terbakar hangus tak tersisa.

"Apa maksudmu melakukan hal tadi?"

"Aku ingin menunjukkanmu apa alasan kamarku dibuat serba hitam seperti ini."

Telunjuk dan ibu jari mencengkeram kuat bagian bawah tulang rahang. Meski apa yang dilakukan Joseph menyakitkan, Clarine masih tetap tersenyum. Tidak bergeming ataupun takut. Mata biru yang indah dihunus mata hitam yang tajam.

"Aku tidak bilang ingin mengetahui apa alasannya. Kau memutuskannya sendiri. Apa yang kau lakukan itu sangat berbahaya. Jika melakukannya ke sembarang orang, kau bisa membunuh mereka dalam hitungan sepersekian detik."

Jari-jemari mengelus dengan lembut area pipi kiri. Cara Clarine membalas tindakannya benar-benar membuat Joseph terkejut. Kedua jarinya secara otomatis melepaskan diri. Amarahnya perlahan mereda begitu saja tanpa berdiskusi terlebih dahulu.

"Aku ingin tahu seberapa kuat dirimu setelah menghabiskan tiga tahun di sana. Jika kau bisa bertahan tanpa melepaskan satu pun gelangmu, itu berarti daya tahanmu sudah meningkat pesat. Terlalu bergantung dengan melepaskan gelang-gelang itu adalah sesuatu yang berbahaya. Kau sendiri pasti mengetahuinya, bukan?"

Alasan yang bisa diterima, namun cara yang digunakan masih belum bisa masuk di akal. Melakukan sesuatu yang dapat menghilangkan nyawa, bukanlah sesuatu yang pantas dilakukan antara sesama manusia. Begitu pikir Joseph.

Mundur beberapa langkah dengan mempertahankan pandangannya kepada Joseph. Craline sengaja memberikan ruang agar Joseph bisa kembali menemukan ketenangan seutuhnya. Dari cara bicara dan tatapan matanya, dia merasa sangat panas. Seakan semburan api terus membakar seluruh tubuhnya.

"Seperti yang sudah kau dengar tadi. Aku adalah Clarine. Lengkapnya, Clarine Sri Alioski. Aku lah yang berbicara dan memberikan secarik kertas kepadamu tiga tahun lalu. Aku tidak bisa bertemu denganmu secara langsung saat itu, karena aku harus mengurus sesuatu."

Tangan sudah tidak gemetar. Tidak ada lagi keringat yang keluar. Napas juga sudah mulai teratur. Joseph berhasil menemukan kembali ketenangan. Meski masih dendam, dia sadar tidak bisa membalasnya. Bisa terjadi pertarungan besar yang tidak diperlukan. Dan karena sudah bertemu langsung, inilah saat yang tepat untuk menanyakan hal penting.

"Aku sudah melalui tes yang kau berikan tanpa ada kendala. Sekarang, apa yang harus aku lakukan untuk membuat hidupku lebih berarti? Kau berhutang jawaban padaku. Berikanlah apa yang harus kau bayar."

Clarine mendekat. Berjalan memutar mengitari Joseph. Kedua tangannya bersemayam di belakang pinggang. Tangan kiri menggenggam tangan kanan.

"Aku tahu persis apa yang kau alami sampai kehilangan makna dan tujuan hidup. Kau mengurung diri selama satu tahun hanya untuk berlari tak tentu arah. Tidak mencari kembali makna dan tujuan yang hilang. Jadi, jawaban dari pertanyaanmu itu sangat mudah. Kau hanya perlu diberikan makna dan tujuan baru."

Jika memang sesederhana itu, Joseph tidak perlu susah payah mencari selama satu tahun. Meski hanya mengurung diri, beberapa kali dia membantu mereka yang mengalami gangguan dari makhluk-makhluk astral.

"Membantu secara acak bukanlah jawabannya."

Lirikan sinis sejenak menusuk. Clarine menahan tawa melihat respon yang diberikan Joseph dari kalimat sederhana yang sengaja ditujukan untuk mengusiknya.

"Aku ingin kau menjadi penjaga keamanan. Seperti seorang satpam yang menjaga suatu wilayah atau bangunan. Jika ada yang mengganggu ketentraman, aku ingin kau segera menuntaskannya."

"Apa bedanya dengan yang aku lakukan sebelumnya?"

Berdiri saling berhadapan. Tangan menggenggam erat kedua pundak. Saling menatap dengan serius. Clarine mencoba membuat Joseph merasakan kesungguhan dari ucapan yang akan keluar dari mulutnya.

"Kali ini, tidak ada lagi orang yang mengusirmu atau menganggapmu aneh. Akan aku pastikan yang kau terima hanyalah ucapan terima kasih dan senyuman yang tulus. Aku berjanji perasaanmu tidak akan terluka lagi saat menolong seseorang. Batin dan logikamu tidak perlu bertengkar setiap hari. Dengan begitu, kekuatan yang kau miliki mempunyai makna dan menolong orang yang membutuhkan akan membuat kehidupanmu jadi berarti."

Menepuk pundak dua kali. Seakan memberi isyarat kepada Joseph untuk benar-benar menyerap apa yang baru saja diucapkannya. Clarine berjalan menjauh. Duduk bersila di lantai setelah jarak di antara mereka sekitar tiga meter. Matanya menatap serius. Lambaian tangan kanan ke depan-belakang bermaksud untuk mengajak Joseph mendekat.

Lima kalimat yang baru saja memasuki telinga, sudah bisa dicerna dengan baik oleh Joseph. Namun, keraguan belumlah hilang. Ingin percaya, tetapi rasa menyakitkan yang pernah manusia lain berikan masih teringat jelas.

"Ke mari lah, Joseph. Duduk di depanku."

Seperti magnet yang sangat kuat. Kaki Joseph melangkah begitu saja tanpa berpikir panjang. Mungkin, kakinya adalah salah satu bagian tubuh yang mulai percaya dengan janji yang diucapkan oleh Clarine.

"Tidak perlu sungkan. Duduk saja sepertiku."

Dihipnotis dengan kalimat tidak perlu sungkan, Joseph juga duduk bersila seperti Clarine. Jarak mereka begitu dekat, sampai ujung kedua pasang lutut hampir saling bertemu. Saat tas didaratkan Joseph di lantai, mata Clarine segera tertuju ke sana.

"Apa yang ada di dalam tas itu membuktikan masih ada manusia yang tahu bagaimana caranya berterimakasih. Itu bisa jadi contoh yang baik jika kau menggunakan kekuatanmu untuk membantu orang yang tepat."

Lirikan mata tertuju pada tas di sampingnya. Joseph mengingat kembali rasa dari kehangatan yang sipir itu berikan.

"Boleh aku minta satu batang?"

Tangan kiri Joseph bergerak cepat. Menggeser tas ke bagian belakangnya. Segera menusuk Clarine dengan tatapan sinisnya.

"Bukan aku tidak mau berbagi, aku ingin menghargai orang yang memberikannya."

"Hmm ... pelit. Apa salahnya memberikan satu dari tiga puluh lima cokelat yang kau miliki? Sipir yang memberikannya juga pasti tidak masalah jika kau berbagi."

Merajuk. Melekungkan bibir dan memasang raut wajah kesal. Memalingkan wajah dan menutup mata. Sungguh sangat dewasa apa yang Clarine lakukan. Joseph yang jauh lebih muda merasa sangat tersanjung.

Mengesampingkan sifat Clarine yang manja dan sedikit menyebalkan, Joseph baru menyadari hal yang janggal. Yakni, cara Clarine mengetahui kejadian yang baru dialaminya. Dia belum menceritakan apa pun soal kehidupan di penjara. Ada satu kemungkinan yang punya tingkat kebenaran paling tinggi.

"Mata kanan salah satu sipir yang mengawalku keluar penjara berubah menjadi lebih cokelat dibanding mata yang lain. Apa itu ulahmu?"

Suara tawa yang semula kecil, perlahan kian membesar. Tidak bisa menahan kelucuan yang dirasakan, Clarine sampai menepuk pahanya beberapa kali. Saat kepuasan sudah di dapat, tatapannya kembali tertuju pada Joseph. Mengangkat kedua ibu jari ditemani senyuman.

"Seratus buatmu, Joseph. Kecermatanmu patut diacungi jempol."

Tidak tersenyum. Sama sekali tidak merasa senang setelah menebak dengan benar. Karena setelah tebakanannya benar, muncul pertanyaan. Bagaimana cara Clarine mengintip pandangan sipir yang jaraknya sangat jauh dari tempatnya berada.

Mulut Joseph belum sempat terbuka untuk melontarkan pertanyaan, Clarine melakukan sesuatu yang aneh. Meletakkan telapak tangan kiri di sisi kiri wajahnya, sehingga hanya sisi wajah kanan saja yang terlihat.

"Oculus."

Tidak terjadi apa-apa. Joseph menoleh ke belakang untuk memastikan, namun tidak terjadi apa-apa juga di sana. Segala arah sudah dicari. Jawabannya tetap sama.

"Kau jelas tidak mengetahui apa yang terjadi, karena tidak bisa melihat matamu sendiri. Saat ini aku sedang meminjam mata kirimu untuk melihat."

Tawa Clarine seketika mengudara. Joseph menutup mata kirinya, sehingga dia tidak bisa melihat apa pun. Benar-benar tindakan yang sungguh dewasa. Otomatis dia melepaskan kemampuannya dan berusaha menahan tawanya.

"Joseph, Joseph, Joseph. Tolong! Aku tidak bisa menahan tawa. Ternyata kau orang yang lucu juga, ya."

Pada kenyataannya, Joseph sama sekali tidak bermaksud untuk membuat guyonan. Dia hanya tidak suka salah satu anggota tubuhnya dipinjam tanpa izin. Cara untuk mengemukakan rasa tidak sukanya adalah seperti itu. Menjadi lucu adalah bonus.

"Oculus?"

Yang ditunggu akhirnya datang. Joseph sudah menunggu tanggapan Moz sejak dirinya terlempar kemari melalui lingkaran hitam. Sangat terlambat, namun lebih baik daripada tidak sama sekali.

"Apa kau tahu sesuatu tentang hal itu?"

"Jika Yebel dan Oculus ada bersamanya, maka dia adalah lawan yang menarik. Jika kau berniat melawannya sekarang, aku akan seratus persen membantumu."

"Jawab pertanyaanku terlebih dahulu, aku akan memberikan kopi hitam sebagai balasannya."

"Sepakat."

Untuk saat ini, seluruh arah lain diabaikan. Yang mata Joseph lihat hanyalah Clarine. Memastikan dirinya tetap tertawa dan tidak terfokus padanya.

"Oculus adalah Djinn bermata satu. Bentuknya seperti kelelawar dengan bola mata besar yang hampir memenuhi seluruh badannya, yang hanya seukuran buah semangka. Dia bisa menanamkan penglihatannya pada makhluk lain. Ada satu jawaban pasti kenapa perempuan itu bisa meminjam penglihatan sipir. Dia sudah menanamkan Oculus pada Kepala Penjara di sana. Kemudian, memindahkan mata Oculus ke para sipir sampai akhirnya menemukan sipir yang ditugaskan untuk mengawalmu."

Masuk akal. Jika memiliki kemampuan seperti itu, Clarine bisa mengetahui apa pun yang diinginkannya. Meskipun butuh usaha yang cukup keras untuk bisa meraihnya, bukan masalah jika hasil yang diterima sepadan.

"Bagaimana dengan Yebel?"

"Yebel adalah satu dari tiga iblis yang terbuang. Kemampuannya hanya berguna di kegelapan. Tidak ada satu pun yang bisa mengalahkannya. Jika terjebak lagi di dalam kegelapan saat bersamanya, segera panggil Aloz sebelum terlambat. Melepaskan semua gelang mungkin akan berguna, tetapi kau tahu sendiri bagaimana dampaknya. Bukan berarti dia tidak kuat jika tidak berada di kegelapan. Namun, kau tidak perlu khawatir soal itu. Karena aku bisa dengan mudah mengalahkannya."

"Lalu, apa yang membuat perpaduan antara Yebel dan Oculus menarik bagimu?"

"Hahahahahaha!"

Pusing kepala. Di dalam pikiran Joseph mendengar tawa Moz yang begitu jahat, sementara di depan mata dia mendengar Clarine yang masih belum berhenti tertawa. Akan benar-benar pecah jika tidak menghentikan salah satunya.

"Apa yang membuatmu tertawa, Moz? Apa karena aku tidak memahami sesuatu?"

"Tepat sekali."

"Apa yang tidak aku pahami?"

"Coba pikirkan sejenak. Punya penglihatan di mana-mana berkat Oculus dan sangat mematikan di kegelapan karena memiliki Yebel. Ditambah lagi, dia bisa membuat portal yang dapat menyerap siapa saja. Bukankah, mudah baginya untuk membawa target yang diincar ke tempat ini, kemudian membunuhnya? Dia lawan yang menarik, bukan?"

Adrenalin menghentak. Sudah sangat lama Joseph tidak merasakan sensasinya. Dengan kekuatan seluarbiasa itu, Clarine bisa dengan mudah membunuh siapa pun seperti yang Moz katakan. Namun, bukan itu yang menjadi alasan utama adrenalin menampar kesadarannya.

Tanpa sadar, tangan Joseph menggenggam kedua telapak tangan Clarine. Tawa seketika tidak lagi terdengar. Terkejut dan bingung bertemu dengan wajah datar.

"Pasti berat bagimu. Harus hidup dengan makhluk-makhluk astral yang daya magisnya di luar nalar. Apa lagi kau itu perempuan. Punya perasaan dan ketahanan mental yang lebih lemah. Jika perlu teman bicara, panggil saja aku ke sini. Tidak perlu sungkan."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro