20. Kisah Keluarga Alioski
Dua pasang langkah kaki berlari. Kakak laki-laki menggenggam erat tangan adik perempuannya. Di punggung kakak terdapat tas ransel berukuran besar. Memperlihatkan mereka layaknya dua saudara yang kabur dari rumah. Langkah mereka terhenti, karena adik perempuan menarik tangannya dan membungkuk dengan napas yang terengah-engah.
“Ayo, Ratna. Jangan berhenti. Kita masih belum jauh. Setelah sadar kita tidak ada, dia bisa dengan mudah mengejar kita dengan mobil.”
“Tunggu, Kak. Aku lelah. Aku sudah tidak kuat lagi untuk berlari.”
Inisiatif langsung dilakukan. Memindahkan tas ransel ke bagian depan, kemudian menggendong adiknya di punggung. Langkah kaki bergerak cepat, meski lututnya terasa sangat berat untuk digerakkan.
“Bagaimana kehidupan kita setelah ini, Kak? Apa kabur darinya adalah keputusan yang tepat?”
“Aku bisa tahan kalau dia hanya menyiksaku. Aku tidak tahan saat melihat dia menyiksamu juga. Aku sudah memohon padanya berulang kali, tetapi dia tidak pernah satu kali pun mendengarkannya. Aku sangat muak.”
Merasakan pegangan adiknya semakin erat. Helai rambut yang halus menempel di bagian samping leher. Tidak bisa melihat langsung, namun mengetahui kalau adiknya saat ini tengah meluapkan kesedihan.
“Jangan menangis, Ratna. Aku berjanji untuk membuat hidup kita menjadi lebih baik. Aku akan menjagamu dan kau tidak perlu merasakan sakit lagi.”
“Apa pun yang terjadi jangan pernah tinggalkan aku, Kak. Aku juga tidak akan pernah pergi meninggalkanmu.”
“Aku berjanji. Kita akan selalu bersama selamanya.”
“Aku sangat menyayangimu, Kak.”
“Aku juga sangat menyayangimu.”
***
Mambuka mata. Kesadaran kembali. Terbangun tengah malam sudah menjadi hal yang wajar. Namun bukan mimpi yang membangunkan Joseph kali ini, melainkan aura berbahaya tiba-tiba saja terasa begitu dekat dengannya.
“Apa aku mengganggu waktu tidurmu, Joseph?”
Joseph bangkit dari baringan dan duduk menatap ke arah asal suara. Clarine tengah berdiri di dekat jendela kamar. Menatap keluar dan tidak memasang ekspresi apa pun. Mungkin senyuman yang biasa terlukis di wajah sedang bersembunyi.
“Apa tujuanmu datang ke sini? Jika hanya ingin melihatku, seharusnya kau tutupi aura magismu yang terlalu pekat itu. Jika kau tidak menutupinya, itu berarti kau sengaja datang dan membangunkanku.”
“Aku hanya perlu teman bicara. Tidak lebih.”
Bangkit dari tempat tidur dan melangkah keluar kamar. Jika memang hanya ingin bicara, kamar bukanlah tempat yang tepat. Kepala Joseph juga terasa sedikit pusing. Butuh asupan air mineral.
“Keluarlah. Kita bicara di meja makan.”
Membuka pintu dan menunggu. Clarine masih menatap arah yang sama. Tidak merespon perkataan Joseph sama sekali.
Pada akhirnya, Clarine berjalan juga keluar kamar. Dia duduk di meja makan, sementara Joseph mengambil dua botol air mineral dari dalam kulkas terlebih dahulu. Meletakkan botol di depannya dan meneguk botol minumannya sendiri.
“Bagaimana pendapatmu setelah melihat aura pekat yang keluar dari tubuhku saat ini, Joseph? Aku sudah mengeluarkan semuanya.”
Melirik sejenak. Menutup kembali botol dan meletakkannya di atas meja. Jujur, Joseph tidak tahu harus menjawabnya dengan jujur atau tidak.
“Katakan saja dengan jujur. Sejak pertama kali bertemu, perempuan itu semakin melemah dari hari ke hari. Kalau terus dibiarkan, dia bisa kehilangan kewarasan dan kendali atas dirinya. Itu lebih buruk dari kematian.”
Jujur memang lebih baik, tetapi cara menyampaikannya juga harus benar. Terlalu berterus terang bisa menyakiti hati Clarine. Sebuah cara bagus terbersit di kepala. Joseph langsung mempraktekannya. Kedua tangan turun ke bawah, sehingga yang bisa dilihat Clarine hanya bagian di atas siku.
“Aku akan melepaskan gelangku, kemudian mengeluarkan seluruh aura magis yang bisa aku gunakan. Kau akan menebak berapa gelang yang aku lepaskan.”
Ekspresi akhirnya terlihat. Senyuman tipis yang muncul tanpa adanya paksaan. Wajah seperti itulah yang Joseph kenal dari sosok Clarine.
“Kau ingin mengajakku bermain tebak-tebakan? Boleh saja.”
Gelang sudah dilepaskan. Bersemayam dalam genggaman tangan kanan Joseph. Aura magis perlahan keluar dari tubuh. Semakin tebal setiap detiknya. Berhenti saat diameternya sekitar lima belas sentimeter.
“Kau sudah melihatnya, bukan? Berapa gelang yang aku lepaskan?”
“Aku boleh salah berapa kali?”
“Kau hanya boleh menebak sekali. Jadi, pikirkan baik-baik sebelum menebak.”
“Hmm … coba biar aku pikirkan sejenak.”
Clarine menopang dagu dengan telunjuk dan ibu jari tangan kanan. Menganalisa aura yang menyelimuti Joseph sambil mengingat kembali informasi mengenai kekuatan yang dimiliki olehnya. Sejak awal, daya magis yang dimiliki Joseph sangat tidak masuk akal. Belum ada manusia yang bisa menyamainya.
"Aku tidak tahu harus merasa senang atau tidak jika tebakanku benar. Tetapi, karena kita sedang memainkan permainan kecil, aku akan merasa senang jika memang benar. Tebakanku adalah tiga. Kau melepaskan tiga gelangmu.”
“Ulurkan tanganmu dengan posisi telapak tangan terbuka.”
Clarine melakukan apa yang Joseph minta. Terlihat tidak sabar ingin segera mengetahui apa jawabannya. Kepalan tangan kanan Joseph mendekat. Terbuka tepat di atas muka telapak tangannya.
“Itulah jumlah gelang yang aku buka.”
Satu dari tujuh gelang. Ada ratusan ribu kosakata di dalam kamus, tetapi tidak ada satu pun kata yang bisa Clarine ucapkan. Terlalu terkejut dan terpukul. Senyuman tipis yang sempat muncul juga telah hilang.
“Aku tidak bermaksud lancang atau menyinggung. Kenapa tidak lepaskan saja dua kontrak makhluk astral yang kau miliki? Yebel sangat menguras jiwa dan akal sehatmu. Oculus bagus, tetapi Inunaki lebih berguna. Kau juga bisa meminjamkan kemampuannya kepada tiga petugas keamanan lain. Jika terus seperti ini, tidak ada lagi aura magis yang tersisa dan kau pasti tahu apa yang terjadi setelahnya.”
Menarik tangan agar bisa melihat gelang lebih dekat. Tawa kecil muncul dan perlahan kian membesar. Clarine meletakkan gelang di sisi Joseph, bermaksud untuk mengembalikannya. Perlahan tawanya menghilang. Menyisakan senyuman.
“Tidak perlu mengkhawatirkanku, Joseph. Aku baik-baik saja. Aku hanya bergurau soal mengeluarkan seluruh aura magis yang aku punya. Yebel dan Inunaki baru saja makan malam, jadi aura magis yang bisa aku keluarkan berkurang tujuh puluh persen. Setidaknya, aku setara denganmu saat melepaskan empat gelang.”
“Apa dia pikir kita berdua akan percaya dengan kata-katanya itu? Yebel adalah iblis yang terhormat. Tidak serakah dan memakan jiwa sesuai perjanjian.”
Bukan hanya Moz, Joseph juga menyadari kebohongan yang Clarine ucapkan. Seperti yang sudah Moz ucapkan sebelumnya, aura magis Clarine terkikis hari demi hari. Saat pertama kali bertemu di ruangan serba hitam itu, aura magis yang bisa Joseph rasakan setara dengan dirinya saat melepaskan tiga gelang. Karena kesehatan jiwa Clarine terus menurun, sulit bagi aura magisnya untuk bertambah. Aura magis tidak hanya tercipta dari nutrisi yang diterima tubuh, tetapi juga kesehatan mental para pemiliknya.
Memilih untuk percaya. Jika menyanggah, Joseph khawatir akan terlibat dalam sebuah perdebatan yang semakin mengikiskan kesehatan mental Clarine. Sesuatu yang sepatutnya dihindari. Memakai kembali gelang dan mengganti topik pembicaraan. Berkutat dalam pembahasan aura magis seperti berjalan di tepi jurang.
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan? Aku siap mendengarkanmu baik-baik.”
“Jangan hanya didengar. Bicaralah juga jika kau mempunyai pendapat.”
“Aku mengerti.”
Clarine meneguk botol air di hadapannya. Menyisakan setengah volume air. Dia perlu meminum cukup banyak air, karena pembicaraan mungkin berlangsung panjang dan menguras tenaga tenggorokan.
Botol air mendarat kembali di atas meja. Clarine mengangkat kedua kakinya dan duduk bersila. Kedua tangan menyilang di dada dan mata menatap lawan bicara.
“Setiap petugas keamanan sepertimu punya alasan sendiri untuk bekerja dengan OPMA. Ada yang melakukannya demi uang, ada yang melakukannya karena tidak punya keterampilan lain, dan ada yang melakukannya karena ingin balas dendam. Menurutmu, aku ada di alasan yang mana?”
Terlihat tidak peduli dengan uang. Wajah cantik dan tubuh proporsional. Joseph langsung membuang dua pilihan pertama.
“Melakukannya karena dendam?”
“Apa aku tidak terlihat butuh uang? Apa aku juga terlihat memiliki banyak keterampilan, sehingga tidak perlu khawatir dengan masa depan?”
Ingin menjawab terus terang, tetapi tidak bisa. Joseph bisa dianggap menilai seseorang dari sampulnya saja. Tetapi jika sampulnya saja sudah sejelas itu, seharusnya tidak perlu mengorek isinya lagi.
“Jika kau memang berpikir seperti itu, maka jawabanmu tepat. Aku terlahir dari kedua orang tua yang kaya raya dan punya otak yang sangat cerdas. Aku punya segalanya dan bisa melakukan apa pun yang aku mau.”
Menyesal tidak terus terang. Harusnya Joseph katakan saja apa yang ada di kepalanya, karena prediksinya benar. Rasa penasaran kini menghantui. Ingin mengetahui apa yang terjadi dalam kehidupan Clarine sampai membuatnya berakhir di kursi tempatnya duduk saat ini.
“Namun, yang tidak orang tuaku ketahui adalan kondisiku yang seperti ini. Makhluk astral yang pertama kali aku lihat adalah Djinn berbentuk lidah. Di bagian tempat makan yang ingin aku dan keluargaku datangi. Aku tidak memberitahu ayah dan ibuku. Aku hanya menarik mereka agar makan di tempat lain. Mereka menuruti kemauanku dan kita pergi ke tempat lain.
“Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun aku habiskan dengan mengabaikan mereka. Menyimpannya sendiri, karena tidak mau dianggap aneh. Menjalani hidupku seperti gadis pada umumnya. Bermain bersama teman-temanku, membicarakan idola masing-masing, jatuh cinta pada kakak kelas, dan berbagai hal menyenangkan lainnya. Namun, aku terlalu menikmati kehidupanku. Sampai tidak menyadari keberadaan Djinn yang menempel pada tubuh ayah dan ibuku.”
Terkejut dengan tatapan datar. Joseph bilang telinganya siap mendengarkan. Tidak mengatakan kalau pikiran dan hatinya siap mengonsumsi hal-hal yang berat. Cerita Clarine membuatnya mengingat kembali setiap mimpi yang terus menghantuinya selama ini. Merasakan kesedihan yang kurang lebih sama.
“Aku hanyalah seorang gadis muda. Tidak punya kekuatan untuk menghilangkan Djinn yang bersemayam di tubuh kedua orang tuaku. Aku mencoba mencari jalan keluar dengan menelusuri terlebih dahulu penyebab makhluk itu bisa menempel pada mereka.
“Pertama ayahku, dia berbuat curang dalam pekerjaannya. Aku melihat kertas-kertas bon di dalam laci meja kerjanya di rumah. Di bagian bawahnya ada berkas yang berisi laporan keuangan. Setelah mencocokkan laporan keuangan di berkas itu dengan yang ada di komputernya, jumlahnya tidak sama. Tetapi ketika menambahkan jumlah bon yang ada dengan laporan keuangan di berkas itu, hasil akhirnya sama seperti yang ada di komputer. Aku sudah bilang padamu, aku sangat cerdas. Mengetahui hal itu perkara mudah.”
Clarine mengedipkan satu mata. Merasa sangat bangga dengan apa yang dilakukannya. Tanpa menyadari kalau yang dilakukannya itu sama dengan menyadap ayahnya sendiri. Joseph sadar, tetapi tidak mau memberi komentar.
“Setelah mengetahui ayahku menggelapkan dana perusahaan, aku mencari tahu tempat-tempat yang tertulis di bon. Klub malam, hotel, bandar judi, bandar narkoba, dan berbagai hal buruk lainnya. Mengubah pandanganku terhadapnya seratus delapan puluh derajat. Aku sangat kesal saat melihatnya bersama dengan perempuan muda masuk ke dalam hotel. Menyakitu hatiku dan ibuku. Mengkhianati kepercayaan kami berdua.
“Aku tidak langsung menceritakan kebenaran itu kepada ibuku. Kenapa? Karena ibuku juga disusupi Djinn. Kemungkinan besar dia juga sama buruknya atau bahkan lebih buruk lagi. Aku pun mulai mencari tahu apa yang dia lakukan. Cukup sulit, karena permainan yang dilakukannya sangat rapi. Berbeda dengan ayahku yang mudah ditebak. Aku diam-diam mengikutinya saat keluar rumah dan memasang kamera saat hanya ada dirinya saja di rumah. Dan, kau tahu apa yang aku temukan?”
Menggelengkan kepala. Joseph bukan tidak mau menebak atau sedang melakukan kesalahan yang sama, tetapi terlalu banyak pilihan jawaban di kepala. Tidak mungkin menyebutkannya satu-persatu. Menyeleksinya juga memakan waktu.
“Ibuku rutin menyewa laki-laki panggilan untuk memuaskan hasratnya. Semua laki-laki itu selalu lebih muda darinya. Bahkan, ada yang umurnya terlihat sama denganku. Aku tidak marah saat melihatnya. Aku tertawa. Keluarga yang selama ini aku kenal, ternyata hanya drama palsu. Kedua orang tuaku sama busuknya. Aku yang masih lugu saat itu, merasa kalau Djinn di tubuh mereka lah yang menjadi penyebabnya.
“Aku mencari tahu cara untuk membasmi mereka. Sampai akhirnya, aku menemukan sebuah buku yang berisi kontrak untuk menjalin kerja sama dengan Yebel. Aku mengumpulkan semua peryaratan yang dibutuhkan, membuat simbol yang tertera di buku, dan mengorbankan sekantong darahku untuk memanggilnya. Aku berhasil. Tidak hanya memanggilnya, aku juga mendapatkan kesetiaannya. Dia merasuki tubuhku dan aku pun kehilangan kendali.”
Clarine bangkit dari kursi. Menghampiri Joseph dan berdiri di sebelahnya. Tangan kanannya mengulur ke depan dalam keadaan telapak tangan terbuka.
“Ikutlah denganku. Aku ingin menunjukkan sesuatu.”
Tanpa banyak bertanya, Joseph menggenggam tangan Clarine.
“Inunaki.”
Mereka berdua tiba di sebuah tempat yang cukup gelap dan menghadirkan suasana yang menyeramkan. Setelah melihat ke sekeliling, Joseph akhirnya mengetahui kalau mereka saat ini tengah berada di sebuah pemakaman.
“Lihatlah dua makam di hadapannmu.”
Hampir tidak terlihat, namun Joseph masih bisa membacanya. Nisan di sebelah kanan bertuliskan, ‘Martin Alioski, 1969 - 2013.’ Nisan sebelah kiri bertuliskan, ‘Siti Rahayu, 1975 - 2013.’
“Mereka berdua adalah orang tuaku. Sekarang, lihat makam yang ada di sebelah ibuku.”
Kedua mata Joseph otomatis menatap ke arah yang dimaksud. Huruf demi huruf dilihat dan terus mengulanginya beberapa kali. Dapat dipastikan dia tidak salah lihat. Di nisan itu memang tertulis, ‘Clarine Sri Alioski, 1996 - 2013’
“Aku sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu.”
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro