Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

11. Dinamika Kehidupan Pecundang

Perut sudah terisi penuh. Makan siang di rumah makan sejuta umat. Warung Tegal. Tugas pertama bisa terselesaikan dengan baik. Anton saat ini ditangani oleh OPMA. Saat Divisi Pembersihan tiba, Joseph memilih untuk pergi dan menyerahkan sisanya kepada mereka. Jika terus berada di sana selama pembersihan berlangsung, dia takut hubungannya dengan Anton semakin dekat. Sesuatu yang harus dihindari.

Apa sekarang kita akan pergi ke lokasi berikutnya?

“Aku ingin berjalan-jalan sebentar untuk menurunkan makanan yang baru masuk. Masih ada cukup banyak waktu sebelum target pulang.”

Ajeng Saputri Praniska. Pelajar SMA kelas dua. Target berikutnya yang perlu ditangani oleh Joseph. Sejak naik kelas, beberapa teman sekolahnya sesama perempuan dan satu ekskul pemandu sorak mengalami penyakit yang unik. Demam yang dattang secara tiba-tiba di saat tubuh mereka sedang sehat dan bugar.

OPMA mengawasinya selama beberapa bulan terakhir. Memastikan segala sesuatu yang terjadi di sekitarnya masih bisa dianggap wajar atau tidak. Sampai pada akhirnya, keadaan berubah menjadi darurat dan harus segera ditangani. Salah satu teman dekatnya ditemukan meninggal di kamarnya sendiri setelah tertidur malam dan tidak pernah bangun lagi.

Cara apa yang akan kau gunakan kali ini, Joseph? Temannya baru meninggal seminggu yang lalu dan kau tidak punya pengalaman berkomunikasi dengan remaja seusianya. Kau tidak bisa langsung menemuinya dan menyelesaikan tugasmu begitu saja.

Tanpa perlu diperjelas, Joseph sudah mengetahui permasalahan itu. Ucapan Moz hanya membuatnya semakin kesulitan menemukan jalan keluar. Kalau saat ini ada Safira bersamanya, mungkin tugas bisa dengan mudah diselesaikan. Pembicaraan antara sesama perempuan bisa jadi sesuatu yang dibutuhkan oleh Ajeng Saputri Praniska saat ini.

Jika perempuan itu ikut, mungkin pekerjaan ini akan menjadi lebih mudah.

“Iya, kau benar. Tetapi, kau pun tahu seberapa lelahnya dia. Aku hampir tidak bisa melihat pancaran jiwa di tubuhnya. Kalau terus dipaksakan, bukan tidak mungkin dia meninggal karena kelelahan.”

Dia tidak terlihat kelelahan di mataku. Buktinya, dia bisa menghunus pedang sekuat tenaga ke arahmu.

“Selemah itu kau bilang sekuat tenaga?”

Hahahahaha!

Jalan yang tersisa hanyalah menyelesaikan tugas sendirian. Meski masih belum ada cara yang bisa digunakan, Joseph tidak bisa menghabiskan waktu hanya dengan berpikir. Melihat langsung bisa menjadi solusi terbaik untuk menemukan pendekatan yang pas.

“Hilangkan hawa keberadaanku sampai tidak ada siapa pun yang bisa melihatnya. Ada sesuatu yang ingin aku lakukan.”

Baiklah.

Perlahan tubuh Joseph menghilang. Kini, hanya mereka yang memiliki mata spesial dan kekuatan magis besar saja yang bisa melihatnya. Kedua mata terpejam. Pikirannya mulai terfokus dengan alamat serta rupa fisik sekolah yang akan dituju.

“Inunaki.”

Portal terbuka dan menarik tubuh Joseph masuk. Sepersekian detik setiap sudut sekolah muncul di kepalanya. Seperti rekaman film yang diputar sangat cepat. Begitu gambar gerbang sekolah muncul, kedua matanya terbuka. Portal mendaratkannya tepat di depan gerbang.

“Aku mulai mengerti cara kerjanya. Masih butuh waktu untuk terbiasa berpikir cepat memilih tempat pendaratan.”

Setuju. Sekarang, bagaimana caramu masuk? Memanjat pagar?

“Apa kau punya pilihan lain?”

Asap hitam keluar dari tubuh Joseph. Moz menggunakan sebagian tubuhnya untuk menciptakan tangga, sehingga dia bisa dengan mudah memanjat masuk.

Hanya ada satpam yang menunggu di pos. Lapangan sepi tidak ada penghuni. Semua murid masih menjalani jam pelajaran terakhir sebelum pulang. Waktu yang sebenarnya tidak ideal. Terlalu sebentar bagi Joseph untuk menyelediki seperti apa kegiatan sekolah yang dijalani target kedua.

Lorong lantai dua telah dipijak. Yang perlu Joseph lakukan sekarang hanyalah mencari kelas target kedua berada. Kelas 11 IPS 2. Kedua kakinya terus berjalan, sementara matanya menatap ke kanan atas. Membaca setiap papan yang tertulis di atas pintu kelas.

Berhasil ditemukan. Segera berdiri mendekati jendela persegi yang terpasang di sebelah pintu. Pandangan Joseph langsung tertuju pada baris ketiga. Seorang gadis yang duduk di meja kedua dari kiri. Rambut panjang sebahu yang disisir belah kiri. Kulit sawo matang dan wajah manis ala perempuan Jawa.

Joseph tidak berlama-lama menatap wajah gadis itu. Pandangannya segera teralihkan pada makhluk astral menyerupai seekor tawon yang hinggap di pundaknya. Hitam pekat dan ukurannya tiga kali lebih besar dari tawon biasa. Masuk dalam kategori Djinn yang memiliki kekuatan magis kecil dan sangat mudah dibasmi.

Spegasa. Djinn yang berbentuk seperti serangga. Mereka menyerap jiwa manusia lewat gigitan. Kemungkinan besar, itu adalah peliharaannya. Spegasa menyerap jiwa temannya, kemudian membagi energi tersebut kepadanya.

Alasan yang masuk akal. Menerima energi dari jiwa manusia yang diserap oleh Djinn adalah obat yang mujarab. Bisa segar kembali setelah kelelahan dan sehat kembali setelah mengalami luka atau diserang penyakit. Namun, hanya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek. Setelah efeknya hilang, rasa lelah dan penyakit yang dirasakan akan menjadi dua kali lipat lebih besar. Sangat berbahaya jika dilakukan secara terus-menerus.

Bisa jadi temannya meninggal karena jiwanya terlalu seing diserap.

“Mungkin saja. Aku masih belum bisa menyimpulkan hanya dengan melihat Djinn serangga hinggap di pundaknya.”

Menatap dengan saksama setiap sudut ruangan yang bisa dijangkau pandangan mata. Tidak ada yang mencurigakan. Rutinitas belajar-mengajar yang umum terjadi di setiap sekolah. Guru mengajar dan murid memperhatikan.

Bel berbunyi dengan nyaring. Rona bahagia seketika terpancar di seluruh wajah murid. Melakukan ritual berpamitan untuk menutup kegiatan belajar-mengajar. Setelah guru keluar dari kelas, berbagai macam kegiatan terjadi. Ada yang langsung keluar dari kelas, ada yang bercengkerama, dan ada yang menjalankan tugas piket. Ajeng termasuk ke dalam kelompok bercengkerama.

Joseph masuk ke dalam kelas. Mendekati ketiga perempuan yang sedang berbincang. Ajeng pemilik meja duduk di kursi, sementara salah satu temannya berdiri dan lainnya duduk di atas meja. Mereka membuat perjanjian untuk pergi bersama ke suatu tempat dua hari dari sekarang. Tidak ada pembahasan mengenai salah satu teman mereka yang meninggal seminggu lalu.

Kedua murid perempuan mengucap salam perpisahan dan pergi meninggalkan kelas. Menyisakan Ajeng sendirian. Sesuatu yang mencurigakan dilakukannya. Menatap ke sekeliling dengan saksama, memastikan tidak ada siapa pun di sekitar. Dari dalam tasnya dia mengeluarkan sebuah inhaler. Menggunakannya sambil mengatur napas.

Dia tergabung dengan ekskul pemandu sorak. Bukankah kegiatan itu sangat melelahkan? Pemandu sorak itu sekumpulan perempuan yang menari berirama membuat menara, kemudian melompat dan mendarat dengan tersenyum, ‘kan?

Djinn saja memahami ada yang salah dari apa yang Ajeng lakukan. Inhaler biasanya digunakan untuk penderita asma atau yang memiliki riwayat penyakit paru-paru. Dan, mereka yang mengidapnya biasanya dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas yang melelahkan.

Ajeng berjalan ke luar kelas. Joseph mengikuti dari belakang mengikuti ritme berjalannya yang lambat. Saling tegur sapa terjadi antara dirinya dan beberapa teman yang lewat. Menandakan Ajeng adalah sosok yang ramah dan mudah bergaul.

Dia terlihat tidak merasakan sedikit pun keberadaanmu. Apa itu berarti Spegasa hanya kebetulan hinggap di pundaknya?

“Tidak merasakan atau pura-pura tidak merasakan?”

Kalau dia berpura-pura, itu berarti dia punya keahlian poker face yang luar biasa. Mengabaikan keberadaanku yang sangat mengganggu dan menjalani hidup seperti tidak merasakan apa-apa. Anak itu menarik, Joseph.

Akhir dari membuntuti. Ajeng berhenti di depan tangga bagian barat. Sosok laki-laki turun dan menghampirinya. Mereka bertegur sapa dengan tersenyum dan mengeluarkan tatapan yang berbunga-bunga. Siapa pun yang melihatnya akan menyadari keduanya menjalin hubungan.

“Gunakan kemampuan, Moz. Cari tahu siapa dia.”

Serangkaian kalimat tertulis dengan tinta hitam muncul di atas kepala laki-laki yang tengah berbincang dengan Ajeng. Menunjukkan biodata lengkap tentang dirinya. Kemampuan ini lah yang membuat Joseph bisa mengenal seseorang tanpa harus berkenalan terlebih dahulu.

Anggara Ryan Azika. SMA kelas tiga jurusan IPA. Anggota ekskul basket sekaligus kapten tim. Punya daya tarik yang memikat dan idola adik-adik kelasnya. Menjalin hubungan dengan Ajeng Saputri Praniska selama empat bulan terakhir.

“Djinn serangga hinggap di pundaknya. Mengidap asma. Menggunakan inhaler saat tidak ada orang di dekatnya. Menjadi bagian dari ekskul pemandu sorak. Memiliki kekasih yang sempurna. Semua bukti itu mengarah ke satu kesimpulan. Ajeng menggunakan Spegasa untuk menyerap jiwa temannya, kemudian mengirimkan energi itu pada dirinya sendiri. Tubuhnya jadi lebih kuat, asma tidak menyerang, jadi pemandu sorak yang paling menarik, dan mendapatkan perhatian serta kasih sayang laki-laki yang disukainya.”

Ah, setuju! Aku juga berpikir seperti itu.

“Namun, ada hal yang masih menggangguku.”

Langkah kaki bergerak cepat. Berhenti tepat di samping dua sejoli yang sedang berbincang mesra. Joseph mengarahkan kepalanya tepat ke hadapan Ajeng. Bermaksud untuk menghalangi pandangan.

Tidak ada yang terjadi. Ajeng tetap berbincang dengan santai tanpa menunjukkan ekspresi terkejut sedikit pun. Jika bisa melihatnya, Ajeng seharusnya merasa sangat terganggu dan sulit mempertahankan poker face.

“Moz, tunjukkan wajahmu yang paling menyeramkan.”

Rupa wajah Joseph berganti dengan wajah Moz. Mata putih sempurna dan susunan gigi-gigi tajam. Moz juga menciptakan ilusi darah yang mengalir dari mulutnya, namun masih tidak terjadi apa-apa. Kecewa, Joseph menjauhkan kepala. Berpangku tangan memasuki mode berpikir keras.

Bagaimana kalau kita bunuh saja Djinn di pundaknya?

Ide yang liar, namun patut dicoba. Djinn di pundak Ajeng juga tidak memberikan respon apa pun. Biasanya, Djinn akan merasa sangat terganggu saat ada manusia yang bisa melihat keberadaan mereka. Jika hanya diam, artinya Djinn itu adalah peliharaan yang sudah dijinakkan.

“Daripada membunuhnya, kenapa tidak kau makan saja?”

Rasa Djinn yang sudah dijinakkan tidak seenak yang masih liar. Aku sama sekali tidak selera memakannya.

“Dasar pemilih.”

Mata tertuju pada tawon hitam besar. Menatap dengan tajam. Tidak teralihkan ke arah lain sama sekali.

“Fuego.”

Asap muncul di kaki-kaki tawon. Percikan api muncul dan membakar seluruh tubuhnya dengan sekejap. Hanya perlu waktu dua detik sampai menjadi abu. Seketika, muncul benang berwarna merah yang sebelumnya mengikat tubuh Djinn Spegasa. Terbakar cepat memendekkan benang.

Bagaimana? Ikuti jalur benangnya atau tetap memata-matai gadis itu?

Sadar dengan keberadaan benang, namun tatapan Joseph justru tertuju pada sosok Ajeng. Terlihat tetap sehat. Tidak kehilangan kesadaran seperti Jauhari.

“Kontrak tidak langsung.”

Joseph berjalan cepat mendekati tembok ruang kelas di sebelah kiri. Bersembunyi di baliknya agar tidak terlihat Ajeng dan kekasihnya.

“Same. Ikuti benang merahnya.”

Melesat keluar. Same berenang di lantai lorong mengikuti benang yang terus terbakar menuju sumbernya.

“Kembalikan keberadaanku, Moz.”

Kau yakin? Aku tahu apa yang ingin kau lakukan, tetapi itu tidak akan membuatmu mendapatkan ucapan terima kasih.

“Lakukan saja.”

Sosok Joseph telah menjadi kasat mata seutuhnya. Kedua kaki langsung berjalan cepat. Tangan kanan memegang pundak Ajeng tanpa meminta izin terlebih dahulu dan tangan kiri mengepal kuat terangkat setinggi dada.

“Oron.”

Krak! Jari kelingking tangan kiri Joseph tertarik ke belakang sampai patah dan hampir terlepas dari sendi. Api biru berkobar membakar seluruh tubuh Ajeng. Membuat cairan hitam mengalir keluar dari tubuhnya. Membanjiri lantai dan tidak ada yang bisa melihat.

“Ahh!”

Ajeng berteriak dan menutup mata. Anggara menarik tubuh pujaan hati ke sisi belakangnya dan menatap Joseph dengan tajam.

“Apa yang kau lakukan, hah!? Mengerjai kekasihku dengan membuat kelingkingmu seolah-olah patah. Kau pikir itu lucu!?”

Sengaja mendekatkan tangan kiri ke wajah laki-laki muda yang tidak tahu terima kasih. Menggenggam jari kelingking yang patah dan menariknya kembali ke posisi semula secara paksa. Suara tulang yang terdengar lebih keras dari sebelumnya.

“Sama-sama.”

Mengucapkan dengan tatapan tajam tanpa ekspresi. Joseph berjalan menuruni tangga tanpa mengatakan apa pun lagi.

“Hei! Kau mau ke mana!? Minta maaflah, Pecundang!”

Kegaduhan mulai mengundang rasa penasaran manusia di sekitar. Murid di lantai dua mendekati tangga ingin melihat apa yang terjadi. Murid di lantai pertama hampir semuanya menatap Joseph dengan heran dan bingung.

Hahahaha! Manusia memang luar biasa. Dari zaman ke zaman ada saja kelucuan yang mereka lakukan.

Apa yang Joseph lakukan adalah memperbaiki kesalahan. Setelah membunuh Spegasa, kontrak tidak langsung yang dibuat Ajeng dengan Iblis selaku pemilik Djinn tersebut otomatis terputus. Jika kotrak terputus karena ulah Ajeng, maka dia harus membayar dengan nyawanya sebagai ganti Djinn yang terbunuh.

Satpam tertidur pulas. Gerbang masih terkunci oleh gembok. Tidak ada pilihan lain selain menghancurkannya. Joseph mencengkeram badan gembok sampai lepas dari besinya. Gerbang dibuka dan badan gembok berenang di selokan.

Sirip punggung Same terlihat semakin medekat. Menerjang masuk ke dalam tubuhnya. Joseph melihat apa yang dilihat oleh Same layaknya menonton video.

“Di luar jangkauan. Benangnya ternyata panjang juga.”

Mau kau telusuri?

“Tidak perlu. Sudah sulit dikejar.”

Joseph lengah karena pikirannya dipenuhi hal-hal yang sulit dicerna. Spegasa berukuran lebih kecil hinggap di pundaknya tanpa disadari.

“Move.”

Dalam keadaan mata terbuka, Joseph berpindah tempat. Bisikan pelan yang terdengar, membawanya ke hadapan sebuah bangunan rumah sakit yang terbengkalai. Sesosok laki-laki berpakaian serba hitam seperti seorang rockstar duduk di tangga. Tersenyum menatapnya.

“Jadi, kau yang telah membunuh salah satu Spegasa peliharaanku?”

Laki-laki itu mendekat. Berdiri di hadapan Joseph dan mengulurkan tangan kanannya ke depan. Senyumannya tidak hilang.

“Perkenalkan, aku adalah salah satu dari tiga Iblis yang terbuang. Manusia biasa memanggilku, Be Sick.”

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro