Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Kegiatan Pondok

*** بسم الله الحمن الرحيم ****

🍎🍎🍎

Fadhilah Sholat tarawih malam Ke-2

Diampunkan dosa kedua ibu-bapak, jika keduanya beriman.

📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖📖

Baru saja kakiku menapaki teras Masjid, hendak mengambil sandal. "Astaghfirullahal'adhim."

"Kenapa Gus?" tanya Badrun yang kini bersamaku.

"Sandal saya nggak ada, Drun." Kupamerkan gigi, nyegir dihadapannya.

"Astaghfirullah ... kebiasaan yah tuh anak-anak santri. Susah amat dibilangin kalau ghosob itu dosa. Ini Gus pakai punya saya aja." Badrun dengan cepat mempersembahkan sepasang sandalnya tepat di hadapan kakiku.

*(Ghosob adalah memakai barang orang lain tanpa minta izin terlebih dahulu. Hukumnya sama dengan Mencuri yaitu Haram)


"Lah kamu gimana, Drun?"

"Kalau saya mah. Sudah biasa nyeker, Gus," ucap Badrun seraya terkekeh. Aku pun terkekeh seraya menggeleng-gelengkan kepala.

Di Pesantren ini, kegiatan ba'da sholat Shubuh yaitu baca surat Yasin, wirid-wirid dan do'a.
Setelahnya, santri kembali ke kamar hanya sebentar, mengambil kitab dan kembali berkumpul di Masjid, guna mengikuti kajian Kitab Irsyadul Ibad. Karangan Asy Syaikh Zainuddin bin Abdul Aziz ini membahas masalah Fikih.

Para santri selama kegiatan pondok romadhon diwajibkan mengikuti pengajian sebanyak 3 kali sehari, yaitu pagi ba'da Shubuh, ba'da Dhuhur dan malam hari ba'da tarawih.

"Padahal nih ya Gus. Para Santri itu sudah sering dita'zir kalau ghosob. Tapi tetap saja ada saja yang melakukan hal haram itu."

"Namanya juga anak manusia Drun. Pasti ada saja yang bandel. Mereka tau ilmunya bahwa itu diharamkan tapi tetap saja dilakukan."
Aku duduk bersila di teras Masjid. Urung untuk langsung ke dhalem.

Badrun pun ikut bersila di sampingku tampak manggut-manggut.
"Kira-kira mereka begitu karena apa ya Gus. Sudah di ta'zir ini itu. Tapi tetap saja kelakuannya."

"Poin terbesarnya tuh. Karena tak ada rasa takut Drun." Tampak Badrun mengerutkan keningnya, tampak bingung mencerna kata-kataku.

"Mereka tak punya rasa takut pada Allah. Jadi mereka tak menghiraukan hukum yang telah disyari'atkan. Padahal ilmunya, mereka tau kan?.
Makanya kunci orang beriman yang ingin selamat itu hanya takut kepada Allah. Karena kalau kita sudah merasa takut kepada Allah, maka kita akan merasa terus diawasi oleh Allah. Kalau sudah merasa diawasi. Maka kita takut untuk melakukan segala maksiat yang sudah pasti berakibat dosa," jelasku lumayan panjang, membuat si Badrun mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Iya-iya Gus. Benar sampeyan Gus."

"Hei ... Mas, Mas sini." Aku melambaikan tangan, menyuruh salah santri untuk duduk di sebelahku."Duduk sini!" perintahku sembari tanganku menepuk-nepuk lantai yang masih terasa dingin.

"In-injih Gus."

"Nama kamu siapa?"

"Jalaludin Gus," ucapnya menunduk.

"Sudah berapa lama kamu mondok?"

"Ba-baru satu tahun ini, Gus."

"Iya Gus. Dia Santri baru, ada apa to?" timpal Badrun menengahi obrolan kami. Mungkin dia kasihan ngeliat santri yang terlihat gugup berbicara denganku.

"Sandalnya bagus ya. Beli di mana?" Aku terus menatapnya sembari tersenyum. Tampak ia semakin gugup dan kelimpungan.

"I-itu Gus-"

"Kamu puasa kan?" Dia mengangguk cepat.

"Jangan sampai bohong, kalau nggak mau pahala puasamu kandas. Sandal saya sangat mirip dengan sandal yang kamu pakai," ucapku sengaja berbisik di bagian akhir kalimatku.

🍏🍏🍏🍏

Ada lima perkara yang dapat menggugurkan pahala puasa kita. Yakni
pertama, berdusta/bohong,
Kedua, ghibah,
Ketiga, adu domba atau fitnah. Keempat, memandang dengan syahwat.
Kelima, Sumpah Palsu
🍏🍏🍏🍏

"Ma-maaf Gus."

"Maaf banget Gus." Sontak ia meraih telapak tanganku. Kurasakan tanganku terkena cairan basah, sepertinya ia menangis.

"Jangan takut kepada Saya. Takutlah kepada Allah, jangan kamu ulangi lagi ya," ucapku dengan tegas. Dia menunduk kemudian menganggukkan kepalanya lemah.

"Ya sudah sana. Kamu boleh pergi," ucapku yang diikuti langkahnya menjauh dengan kaki tanpa alas lagi.

"Maa syaa Allah Gus. Saya kagum kepada jenengan ini Gus. Bisa tegas gitu meski pada awalnya diambil santai, sepertinya caranya jenengan ampuh bikin santri itu kapok Gus." Badrun tak hentinya berdecak kagum, begitu santri itu berlalu dari hadapan kami.

Aku tersenyum setelah mengamini ucapannya, kemudian beranjak.
"Oh iya Gus. Tadi Bu Nyai Bilang 'nanti mau ke Pasar minta anterin Gus Rahman'."

"Emang yang ke pasar bukan Mbak-mbak Khodam Drun?"

*(Khodam adalah istilah santri yang ikut bantu-bantu di rumah seorang Kiyai)

"Kalau keperluan sehari-hari biasanya sih iya Gus. Tapi mungkin Bu Nyai ada keperluan penting yang mau di beli di pasar Gus."

"Em gitu ya." Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala kemudian memakai sandal Badrun.

"Loh Gus. Sanda Saya?" tanyanya menunjuk-nunjuk sandalnya dengan muka bingung.

"Hehehe, tadi kamu nyuruh aku pakai kan? Jadi sekarang kamu pakai sandalku yo," ucapku sembari menepuk punggungnya.

"Loh ... loh ... jangan gitu dong Gus, Saya takutnya malah nggak sopan."

"Kan saya yang nyuruh, pakai saja ya. Saya rindu pakai sandal jepit," ucapku lalu mengambil langkah lebih dulu setelah tawaku tuntas di hadapannya.

Badrun tampak menggeleng-gelengkan kepala dan akhirnya mau memakai sandalku. Kemudian mengejar langkahku.

"Jenengan nih Gus. Ada-ada saja. Sandal empuk gini, kok kangennya sama sandal jepit. Hahaha."

----***----

"Sekarang umur kamu berapa, Le?" tanya Nenek Aminah yang duduk di sampingku. Aku sedang mengemudi, hendak mengantarnya ke Pasar.

" Hampir 25, Nek." ucapku masih fokus ke depan, memperhatikan jalanan yang cukup ramai.

" 25? Udah waktunya itu."

"Waktunya apa Nek?" Aku balik nanya. Padahal sebenarnya aku tau arah pembicaraan Nenek Kali ini.

Bukankah semenjak lulus kuliah aku ditodong untuk segera menikah. Padahal usia segitu masih tergolong muda kan?
Apa salahnya kita menikmati masa muda lebih lama kan? 😉😊
Padahal ini hanya alibiku karena tak laku-laku. 😆

"Ya Nikah to, Le. Mau apa lagi coba. Ali, Fauzan dan Naufal kan mereka sepupu kamu udah pada nikah lo. Kamunya kapan coba?"

"Santai Dulu lah Nek. Rahman juga masih muda kan. Nikmatin masa muda dulu aja. Hehe." Aku terkekeh dengan jawabanku sendiri.

"Tapi kan kalau sudah mampu untuk menikah, itu sunnah untuk dilaksanakan Le. Apa kamu nggak mau segera menyempurnakan agama kamu?"

" Iya maulah Nek. Do'anya saja ya. Kalau sudah waktunya nggak akan meleset kok. Kan Allah sudah pasti  tentukan kapan Rahman ketemu jodoh." Kuputar setir ke arah kiri, karena sudah sampai di Pinggir Pasar.

Alhamdulillah....
Perihal jodoh ada alasan ditunda untuk dibahas.
Kuhela Napas lega, begitu Nenek turun dari mobil dan aku berjalan ikut mengekorinya.

.
.
.
.
Bersambung.
2 Romadhon 1440 H.

Alhamdulillah bisa Up.
Semoga bermanfaat 😉
Jangan lupa Voment nya ya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro