16. Zakat Fitrah
بسم الله الرحمن الرحيم
🌿🌿🌿
Fadhilah Sholat Tarawih malam ke-27
melewati shirath di hari kiyamat nanti secepat kilat.
Fadhilah Sholat Tarawih malam ke-28
Allah swt angkatkan baginya seribu derajat di dalam surga.
🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼
Kelopak bunga mawar yang jumlahnya lebih banyak dari pada bunga Anggrek tak pernah diantara mereka memilih dan merebutkan yang lebih banyak.
Mereka tumbuh sesuai dengan kehendak-Nya tanpa kuasa meminta warnakulah yang harus lebih indah. Kelopakku lebih banyak. Batangku berduri dan batang yang halus. Harumku lebih wangi dari yang lain.
Begitu pun manusia. Diciptakan oleh Allah dengan kekuasaan-Nya tanpa juga memilih bahwa dirinya harus terlahir kaya, miskin, cantik, tampan atau pun buruk rupa.
Kaya dan miskin bukan ukuran penilaian mulia di sisi Allah. Hanya tingkat ketaqwaan merekalah yang membedakan dan akan diangkat derajatnya di sisi oleh Allah SWT.
Hamba-hamba kaum muslim saat ini tampak mulai sibuk mengumpulkan zakatnya di unit pengumpul Zakat yang berada di Masjid. Panitia telah terbentuk secara resmi, sehingga berwenang dalam menyalurkan zakatnya orang-orang yang mengumpulkan bahan makanan pokok tersebut kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
"Gus ... misalnya besok ane mau izin pulang kampung dulu kira-kira boleh apa nggak ya sama Kiyai? Ibu ane sakit, Gus," ucap Badrun yang kini tengah duduk-duduk santai berdua dengan Gus Rahman.
Keduanya beristirahat. Bergantian dengan Halim, Ilham dan Gufron yang saat ini sedang bertugas mengumpulkan zakat masyarakat sekitar. Rencananya, malam takbiran nantilah mereka akan keliling membagikan zakat tersebut kepada yang berhak menerimanya.
"Ya dicoba dulu toh kang. Sapa tau diizinkan kan," celetuk Rahman agar Badrun berusaha dulu.
"Terus gimana bagiin zakatnya, Gus. Kalau ane pulang duluan?."
"Kan masih ada yang lain? Toh yang ngumpulin ke sini nggak banyak lagi, Jang. Sudah banyak orang ngerti sekarang. Mereka nyerahin zakatnya kepada orang yang nggak mampu secara langsung," jawab Rahman.
"Tapi ane segan, Gus. Suer deh," ujar Badrun sembari menunjuk dua jarinya ke atas.
"Yaudah. Biar ane aja nanti yang bilang ke Kakek."
"Beneran, Gus?" tanya Badrun antusias
"Iya."
"Ya Allah ... jazakallah, Gus. Jazakallah Khoir."
Rahman hanya tersenyum setelah mengamini ucapan Badrun.
Dia bisa mengerti bagaimana rasa khawatirnya seorang anak jika mendengar kabar bahwa wanita yang melahirkannya ke dunia ini sedang sakit.
Ia jadi kangen mamanya di kota. Segera ia beranjak dan menuju kamarnya, berniat menelpon mamanya.
-----***----
"Kapan Mama, Papa kamu kemari Le? Nenek udah kangeeen banget sama mereka. Sudah lama sekali nggak pernah nengokin Nenek. Udah lupa kali ya Si Hamid tu sama Umminya," Omelan Nenek tiba-tiba menyita perhatian Rahman saat ini. Tampak Rahman meletakkan ponselnya yang sedari tadi Rahman mainkan.
"In syaa Allah nanti malam Mama sama Papa ke sini, Nek." ucap Rahman yang sontak menerbitkan senyuman di bibir sang Nenek.
"Beneran, Man?" tanya Ibu Nyai antusias. Rahman tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.
"Ya udah kalau gitu. Nenek ke belakang dulu ya." Ibu Nyai pun langsung beranjak dengan wajah yang tampak berbinar bahagia.
Rahman kembali memainkan polsennya. Entah mengapa ia tiba-tiba ingin membuka galeri. Foto-foto kenangan masa lalu mulai tampak. Mulai dari hal lucu yang membuatnya kini tersenyum sendiri.
Melihat fotonya bersama Dira di saat mereka masih kecil yang sedang mengenakan baju mama dan papa-nya yang pasti kebesaran.
Tangannya terus menggeser layar. Tapi langsung berhenti saat melihat dua foto gadis yang saling merangkul begitu akrab.
Ia langsung mengingat momen dimana mereka berada saat itu. Dira dan Nisa meminta dia mengabadikannya saat ketiganya jalan-jalan ke Taman Kota yang baru saja di bangun lebih indah.
Hatinya tersentil, nyeri itu masih terasa. Tapi tak senyeri dulu lagi. Hampir satu tahun enam bulan semuanya telah berlalu. Ia harus bisa Ikhlas. Bukankah jodoh itu telah Allah tentukan. Manusia tak bisa memaksakan kehendaknya sendiri.
"Mmmm maammm amammam." Tiba-tiba suara celotehan Rifa terdengar. Sontak Rahman langsung menoleh ke sumber suara dan segera menekan tombol tengah pada ponselnya.
Tampak Ifah datang sembari menggendong putri pertamanya itu dan Khalwa mengikuti di belakangnya.
"Habis ngapain, Man? Kok mukanya ditekuk gitu?" tanya Ifah yang langsung duduk di samping Rahman.
"Eh ... Khalwa mau kemana? Duduk sini aja," ujar Ifah menghentikkan langkah Khalwa yang akan masuk. Khalwa pun hanya menurut dan duduk di samping Hanifah, di kursi lain
Obrolan mulai terdengar antara ketiganya. Tapi lebih dominan obrolan Hanifah dan Rahman karena Khalwa hanya ikut bicara saat ditanya Hanifah. Khalwa terlihat canggung jika berhadapan dengan Rahman. Mungkin karena memang ia tak pernah berinteraksi dengan laki-laki lain selain keluarganya.
"Al ... nitip Rifa bentar ya. Mbak mau ke kamar mandi dulu." Tangan Hanifah menyodorkan Rifa ke arah Khalwa dan langsung bangkit meninggalkan Rahman dan Khalwa.
Keheningan melingkupi keduanya. Hanya terdengar celoteh Rifa di dalam ruangan. Keduanya tampak canggung. Rahman memilih untuk sibuk dengan ponselnya, meski hanya menggeser-geser layar HP tanpa tujuan yang jelas.
Saat pikiran Rahman mengingat sesuatu yang terjadi tempo hari, ia langsung menghentikan gerak tangannya kemudian berdehem.
"Ehm ... boleh saya tanya sesuatu?" ucap Rahman berhati-hati dengan degupan jantung yang mulai memompa lebih kencang.
Khalwa yang sejak tadi asyik bermain dengan Rifa seketika mendongak sebentar lalu menundukkan kepala.
"Emm ... perihal perjodohan, gimana menurut kamu?" tanya Rahman tampak begitu gugup.
Khalwa langsung mengerutkan keningnya, agak bingung dengan pertanyaan Rahman. Perjodohan? Perjodohannya siapa? batinnya.
"Kamu tau kan kalau ... kalau Sa-saya dan Kamu akan dijodohin?" Rahman tampak semakin gugup, terbukti dari cara bicara dan gerak tangannya yang menunjuk dirinya sendiri berkali-kali.
Khalwa menundukkan kepala.
"Gu-gus Rahman sendiri bagaimana?" tanya Khalwa ikutan gugup.
"Saya sudah istikhoroh beberapa hari ini. In syaa Allah saya setuju. Bagaimana dengan kamu?" Rahman terlihat lebih rileks sekarang dalam bicaranya.
"Emmm ...." Hening beberapa saat, Khalwa masih tampak bingung untuk melanjutkan katanya.
"Ma-af Gus. Sepertinya saya masih bimbang, karena saya merasa harus menjaga diri agar tak ada hati yang tersakiti," ucap Khalwa sembari tangannya memainkan tangan Rifa.
"Ustadzah Haura maksud kamu?" tanya Rahman langsung dengan mantap.
Khalwa langsung mendongak, ia terkejut dengan pertanyaan Rahman yang sama sekali tak meleset.
"Dari mana Gus ini tau?" batinnya.
Khalwa menundukkan kepalanya lagi tanpa sepatah kata pun.
"Maaf ... beberapa hari yang lalu saat kalian bicara, saya nggak sengaja mendengar obrolan kalian di belakang.
Khalwa ... perlu kamu ketahui.
Dari awal memang saya akan di jodohkan dengan Haura. Tapi saya langsung menolaknya, karena selain hati saya memang tak berefek apa pun saat bertemu dengannya. Juga karena salah satu ustadz di pondok ini menyukainya dan berencana akan mengkhitbahnya bulan depan."
Khalwa mendengarkan penjelasan Rahman dengan seksama. Hatinya mulai berdesir saat mendengar pernyataan Rahman yang tak ada rasa ke Ustadzah Haura. Apakah ini berarti dia menyetujui perjodohan denganku karena ia punya rasa denganku? Astaghfirulloh ... aku mikir apaan sih! gerutu Khalwa dalam batinnya sendiri.
"Jadi kamu masih menolak perjodohan ini?" tanya Rahman saat mendapati Khalwa yang menggeleng-gelengkan kepala.
Khalwa langsung terdiam saat mendengar pertanyaan Rahman. Ia tak sadar apa yang ia lakukan barusan, saking asyiknya pikirannya berkelana sendiri.
"Bukan Gus. Nggak begitu maksdunya?"
Bibir Rahman langsung tertarik menyamping membentuk lekungan senyum. Lucu saja menurutnya tingkah perempuan dihadapannya ini jika gugup seperti ini.
"Jadi ... kamu terima ya?" tanya Rahman sembari senyumnya merekah.
"Eh-"
"Assalamu'alaikum." Tiba-tiba terdengar suara salam dari luar pintu. Keduanya langsung menoleh sembari menjawab salam dan otomatis Khalwa tak bisa melanjutkan ucapannya barusan.
"Papa, Mama."
" Pak Hamid, Bu Wulan," ucap Khalwa lirih. Hatinya makin berdebar kencang. Teka teki pertanyaannya yang selama ini berkelebat diotaknya terjawab sudah.
26 Romadhon 1440 H
19 Mei 2020
Alhamdulillah bisa double Up nih.
Ramein komennya ya yang minat Double Up. 😃
Oia tambahan catatan nih Bab Niat Zakat.
LAFADZ NIAT, WAKIL DAN DOA ZAKAT FITRAH (LENGKAP)
1. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri (Tanpa Diwakilkan)
نَوَيْتُ اَنْ اُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ نَفْسِىْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI 'AN NAFSI FARDHOLLILLAAHI TA'ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk diri saya sendiri, fardhu karena Allah Ta'ala.
2. Niat Zakat Fitrah untuk Diri Sendiri Beserta Keluarga yang Wajib Dinafkahi
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنِّىْ وَعَنْ جَمِيْعِ مَا يَلْزَمُنِىْ نَفَقَاتُهُمْ شَرْعًا فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI 'ANNI WA 'AN JAMI'I MA YALZAMUNI NAFAQOTUHUM SYAR'AN FARDHOLLILLAAHI TA'ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk diriku dan seluruh orang yang nafkahnya menjadi tanggunganku, fardu karena Allah Ta'ala.
3. Niat Zakat Fitrah untuk Istri
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ زَوْجَتِيْ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI 'AN ZAUJATI FARDHOLLILLAAHI TA'ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk istri saya, fardhu karena Allah Ta'ala.
4. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Laki-laki (yang Belum Baligh)
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ وَلَدِيْ... فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI 'AN WALADI (sebutkan namanya) FARDHOLLILLAAHI TA'ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk anak laki-laki saya bernama..., fardhu karena Allah Ta'ala.
5. Niat Zakat Fitrah untuk Anak Perempuan (yang Belum Baligh)
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ بِنْتِيْ... فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI 'AN BINTI (sebutkan namanya) FARDHOLLILLAAHI TA'ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk anak perempuan saya bernama..., fardhu karena Allah Ta'ala.
6. Niat Zakat Fitrah untuk Orang yang Diwakilkan
نَوَيْتُ أَنْ أُخْرِجَ زَكَاةَ الْفِطْرِ عَنْ (.......) فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى
NAWAITU AN UKHRIJA ZAKATAL FITHRI 'AN (sebutkan namanya) FARDHOLLILLAHI TA'ALA
Artinya: Saya niat mengeluarkan Zakat Fitrah untuk... (sebut namanya), fardhu karena Allah Ta'ala.
7. Lafadz Mewakilkan/Izin
وَكَّلتُكَ فِي إِخْرَاجِ زَكَاةِ الفِطْرِ وَنِيَّتِهَا عَنْ نَفْسِي
WAKKALTUKA FI IKHROJI ZAKATIL FITHRI WANIYYATIHA 'AN NAFSI
Artinya: Aku wakilkan kepadamu untuk menunaikan Zakat Fitrah dan meniatkannya untukku.
8. Doa Saat Mengeluarkan Zakat Fitrah
رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
ROBBANA TAQOBBAL MINNA INNAKA ANTASSAMI'UL 'ALIM
Artinya: Ya Allah terimalah dari (zakat) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
9. Doa Saat Menerima Zakat Fitrah
آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ
AJAROKALLOHU FIMA A'THOITA WAJA'ALAHU LAKA THOHURO WABAROKA LAKA FIMA ABQOITA
Artinya: Semoga Allah memberikan pahala atas apa yang engkau berikan, menjadikannya pembersih bagimu serta memberkahi atas harta yang kau simpan.
Referensi: Al-Adzkar Imam an-Nawawi halaman 188, Al-Muhadzdzab Imam asy-Syairazi 1/169, Fath al-'Aziz Syarh al-Wajiz Imam ar-Rafi'i 5/529.
klik link http://bit.ly/BerkahAlaNU
Semoga bermanfaat 😉
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro