38 - Biang Kerok
Di kantor Satria.
"Semua sudah diatur. Tinggal besok pelaksanaanya." jelas Satria sambil tersenyum puas kepada Leo dan Mark yang sedang berada di ruang kerja Satria.
Besok adalah hari ulangtahun ke dua puluh tiga istrinya, Rachel Arga Rahadi. Atas bantuan Leo, Satria sudah menyiapkan kejutan untuk sang istri.
Rumah baru yang akan dihadiahi untuk Rachel dari sang papa sudah disulap sedemikian indahnya untuk mereka berdua.
"Have fun brader.." Leo ikut berbahagia jika menyangkut kebahagiaan adik tercintanya.
"Have fun juga brader..." Leo melirik Mark dengan cengiran super manis membuat Mark tahu cengiran itu bermaksud meledek.
"Kuatkan hatiku..." desah Mark selirih mungkin. Tetapi dua pria di hadapannya hanya terkikik geli.
"Lo kan ahlinya Mark mengurus para oma..." goda Leo sekali lagi.
"Ambil nih..." Satria tiba-tiba melempar sebuah amplop kepada Mark.
"Apaan?" tanya Mark bingung sambil membuka amplop tersebut.
"Udah buka aja dulu..." kata Leo dengan senyuman yang tak lepas dari wajahnya. Sungguh penebar pesona batin Mark sebal.
"Itu dari kita..." Satria menjawab tanda tanya yang terlihat di wajah Mark.
"Tiket?" tanya Mark bingung.
"Honeymoon lagi Mark.." Leo menepuk pundak Mark yang memang duduk bersebelahan sementara Satria duduk di depan mereka.
"Tapi Dalilah belum tentu mau.." jelas Mark jujur.
"Gue akan paksa adik gue untuk mau. Mark lo harus tegas dong sama Lilah!!! Jangan terlalu turutin Lilah yang sibuk mengurusi Kim hingga lupa akan dirinya." Satria tahu beberapa bulan ini adiknya begitu dekat dengan Kimberly tanpa sepengetahuan yang lain. Hanya Mark yang tahu setiap harinya Dalilah selalu bertemu Kimberly walaupun tak jarang Kimberly menolak.
"Adik lo terlalu simpati dengan Kim. Gue merasa jahat jika berusaha melarang." Satria menggelengkan kepala. Adiknya memang sedikit keras kepala sama seperti dirinya.
"Biar gue bicara pelan-pelan nanti sama Lilah. Pokoknya itu tiket berlibur harus dinikmati." tegas Satria. Leo pun mengangguk.
"Iya Mark selama ini mungkin karena kesibukan kalian menjadi kendala proses gagalnya hasil toge dan kawan-kawan terhalang hehehe."
"Lele sialan..." cibir Mark.
"Mark pikiran mempengaruhi jadi tidaknya proses itu. Hindari stress Mark." jelas Leo membuat Mark diam berpikir.
"Kim biar gue yang pantau. Mark dia juga saudara gue, tanpa sepengetahuan orang pun gue selalu memantau. Terlebih dia meminta bantuan mengurus perusahaan milik mendiang papanya lewat gue, walaupun si pembeli sudah mengambil alih memulihkan keadaan." Mark hanya diam selama ini ia tahu jika sang istri selalu memikirkan nasib saudara barunya.
"Kim kita yang jaga, Lilah tenang saja." lagi-lagi Leo menepuk pundak Mark.
"Coba lo berdua bilang itu sekali lagi di hadapan istri-istri lo???" ejek Mark yang langsung dihadiahi pukulan di lengannya dan lemparan pulpen di dadanya.
"Oke, thanks brader. Gue juga mau honeymoon lagi. Semoga kali ini akan menghasilkan..." semangat Mark berapi.
"Mark apa Lilah tahu jika Kim dan si pembeli pernah menjalin asmara?" Mark mengangguk.
Ia lalu memicingkan matanya ke arah Satria "Dari mana lo tahu Sat?"
"Mudah saja melihat cara dia berbicara tentang Kim. Jelas tersirat rasa di hati. Gue juga tanya sama Mbak Zara sih." Satria memang diam jika menyangkut urusan Kimberly, tetapi memang diam-diam ia selalu memantau kehidupan Kimberly karena Ibra sang papa yang meminta.
"Hari ini Lilah akan mengajak Kim ke rumah Mbak Zara.." saat Leo ingin bertanya lebih lanjut dengan pemberitahuan Mark tiba-tiba pintu terbuka dan terlihatlah dua wanita cantik dengan tonjolan perut jelas terlihat membesar di tubuhnya.
"Abaaaaaang..." Rachel berteriak girang melihat Leo sang kakak. Sementara Marsha berjalan pelan ke arah Mark. Sudah beberapa bulan ini mereka memang sudah jarang satu atap. Mereka seperti bergilir jika menginap di rumah orang tua mereka.
"Acheel kamu semakin bulat saja." tanpa malu Rachel duduk di pangkuan Leo dan langsung memeluk lehernya erat. Sementara Marsha berdiri di hadapannya. Ia tidak akan pernah merasa cemburu dengan Rachel karena jelas Leo sangat menyayangi adiknya yang manja.
"Abang juga membuat Marsha bulat.." Rachel dan Leo melirik Marsha.
"Sha tidakkah kamu rindu dengan kembaranmu?" Mark ikut menarik Marsha duduk di pangkuannya.
"Kangen Markona. Tapi kamu sibuk terus. Lagipula kita seperti piala bergilir menjaga bergantian para orangtua." Mark mencubit pipi tembam Marsha. Ia pun mengusap lembut perut buncit Marsha dengan sayang.
"Hai ponakanku? Apa kamu baik-baik saja di dalam? Semoga kamu tidak ruwet yah seperti papamu." goda Mark sedikit menunduk di perut Marsha sambil terus mengusap perut bulat Marsha.
Hatinya kecil mengeluh sendiri kapan giliran Dalilah yang akan membuncit seperti mereka. Tapi Mark percaya semua ada waktunya.
"Kalian besok mau pergi kemana? Jalan yuk sudah lama kita tidak kumpul bersama?" Rachel bertanya menatap Marsha, Mark dan juga Leo yang hanya diam mematung mendengarkan. Mereka sudah tahu kejutan yang akan diberikan oleh Satria kepada Rachel.
"Besok jadwal Marsha ke dokter sayang.." Leo mengelus perut Rachel.
"Iya Chel maaf yah aku harus ke dokter kandungan." Marsha menimpali. Rachel hanya menekuk wajahnya.
"Mark?" tanya Rachel parau.
"Aku juga sibuk. Sangat sibuk." Mark melirik Satria yang sedang memasang wajah santai agar Rachel tidak curiga.
"Yaaaah..." Rachel menunduk kecewa.
"Kita bisa makan malam di hari libur Achel. Jangan besok, aku juga sibuk di kantor." Satria setengah tertawa karena membohongi istrinya yang sedang menekuk wajahnya lucu. Sudah beberapa hari Satria tahu Rachel sedang uring-uringan.
"Besok kamu sibuk juga Satriaa?" Satria mengangguk membuat wajah Rachel semakin lesu dan kecewa.
"Banyak yang harus aku selesaikan besok. Rapat kali ini sangat penting." jelas Satria sekali lagi.
"Apa sangat penting?" tanya Rachel pelan.
"Sangat Chel. Maaf yah..." ingin rasanya Satria mencubit pipi istrinya. Tetapi ia ingin memberikan kejutan untuk si ibu hamil yang paling ia cintai. Leo dan yang lainnya terkikik geli menahan tawa. Mereka tahu raut wajah Rachel sangat kecewa.
"Apa pergi bersama istrimu besok tidaklah penting kakak ipar?" pertanyaan Mark semakin membuat Rachel menatap suaminya dengan ratapan memohon.
"Iya Satria besok aku mau makan di luar.." mohon Rachel pelan.
"Tidak bisa!!! Besok aku sangat sibuk. Tolonglah Achel masih banyak hari yang bisa kita luangkan berdua." tegas Satria.
"Iya tapi kan besok...." Rachel hanya bisa menunduk kaku. Leo mengusap tangan Rachel.
"Iya sayang kamu harus nurut apa kata Satria. Kasihan suami kamu itu kerjaannya banyak. Tanggung jawabnya sangat berat. Abang mohon kamu bisa mengerti." Rachel mengangguk sambil menunduk, ia bahkan tidak mau menatap kembali wajah Satria.
"Hai semua..." Dalilah datang dengan wajah mengernyit bingung. Jelas ia bingung karena Marsha dan Rachel sedang duduk dipangkuan saudara kandungnya manja.
"Wah sepertinya ada acara tali kasih..." Dalilah menutup pintu dan menghampiri mereka. Marsha dan Rachel bahkan tidak berniat beranjak dari pangkuan saudara mereka. Terlebih Rachel yang masih betah duduk dengan wajah sedikit muram.
"Kamu kurusan Lilah.." Marsha mendesah kecewa. Satria membenarkan pernyataan Marsha, perawakan tubuh adiknya sedikit mengecil.
"Sini kamu.." Satria terus memperhatikan adiknya yang berjalan ke arah dirinya. Ia menatap wajah Dalilah yang sedikit tirus. Jelas raut wajah kelelahan dan pikiran terpancar tanpa bisa disembunyikan.
"Lil kamu kurusan!!!" Satria menarik sang adik duduk dipangkuannya.
"Kakak kan sudah bilang Kim itu sudah dewasa. Jika dia mempunyai masalah biar dia sendiri yang mengurusnya." jelas Satria sedikit tegas kepada sang adik.
"Iya kak tapi aku merasa kasihan dan berhak membantu...." lirih Dalilah frustasi.
"Semampu kamu membantu Lilah. Bukan kapasitas kamu sampai menyiksa diri kamu sendiri. Bahkan kamu sedikit melupakan Mark..." Satria melirik Mark yang sedang tersenyum manis.
Mark memang akan selalu dibantu oleh Satria jika Dalilah bertindak semaunya. Tanpa diminta Satria selalu faham jika Mark sedikit terganggu atau ada keanehan dari istrinya. Mark bukan tidak tegas, ia hanya tidak suka menjadi suami yang selalu memarahi istrinya. Prinsipnya seorang istri harus berubah sendiri. Menjadi dewasa itu kita sendiri yang merubahnya.
"Lil kita membantu Kim boleh saja bahkan wajib. Tetapi juga kamu harus pikirkan kehidupan kamu. Lihat karena kamu terlalu memikirkan Kim..." Satria memegang perut rata Dalilah.
"Iyaa..." lirih Dalilah pelan. Sementara ke empat bersaudara yang lain hanya tersenyum melihat tingkah adik kakak di depannya. Satria memang dikenal galak bahkan judes kepada adiknya ataupun istrinya, tetapi di hati yang terdalam mereka semua tahu itu bentuk perhatian dari Satria.
"Maafin aku yah Mark.." Dalilah berani menatap wajah Mark. Ia memang menyadari selama beberapa bulan ini kehidupannya terfokus membantu Kimberly.
"Aku tidak pernah menyangka jika wanita yang pernah aku jambak bahkan aku dorong tubuhnya ke kolam ikan di bengkel mempunyai kehidupan yang berbeda dengan kita. Sungguh aku sangat bersyukur kak dengan kehidupanku." Satria mengangguk dan mengelus punggung adiknya.
"Lil yang penting kamu jangan terlalu stress menanggapinya. Sudah saatnya kamu memikirkan kebahagiaan kamu dan juga dia ini." Marsha juga memeluk Mark. Ia tahu saudara kembarnya ini sangat mencintai Dalilah dan apapun yang Dalilah kerjakan ia akan selalu mendukung meskipun dirinya sedikit terlupakan. Rasa percayalah yang membuat Mark selalu menerima keadaan.
"Kakak memberikan kalian tiket berlibur ke Eropa dan yang pasti tidak ada penolakan dari kamu. Kakak akan seret kamu ke bandara jika masih menolak." tegas Satria menatap adiknya yang tersenyum bahagia. Dalilah tahu tidak akan berhasil menolak perintah ibu tiri hatinya.
"Di sana kamu tenang saja Lil aku sudah menyiapkan segala sesuatunya yang kalian butuhkan. Kalian hanya perlu bersenang-senang dan pulang membawa hasil." Leo mengedipkan matanya menatap Dalilah.
"Tapi hari ini aku ada janji dengan Mbak Zara. Nggak apa-apa kan Mark?" Mark mengangguk.
"Aku akan antarkan. Sudah lama aku tidak bertemu Mba Zara." Dalilah menatap sang suami dengan ucapan syukur di hatinya. Selama ini Mark sangat sabar dengan sikap dirinya.
"Chel kenapa diam saja?" Dalilah melirik Rachel yang sepertinya lebih sibuk melamun sendiri.
"Hah, nggak Lil aku hanya sedang lelah saja..." jawab Rachel pelan setengah menunduk. Sebenarnya ia malas menatap wajah Satria.
"Hmm mentang-mentang besok kammmpp...." Satria membekap kuat mulut Dalilah. Rachel menatap heran atas kelakuan suaminya. Sementara yang lain hanya tertawa.
"Satriaa.. Kasihan Lilah.." ketus Rachel tak tahan melihat tingkah suaminya membekap sang adik.
"Nggak apa-apa Chel aku rindu ibu tiriku ini...." Dalilah membalas memeluk Satria.
"Achel tidak tahu rencana kakak.." bisik Satria pelan. Dalilah mengangguk tidak tahu.
"Selamat siaang cucu-cucuku..."
Mereka berenam menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat penampakan tiga wanita yang masih sangat aktif di usianya yang sudah beranjak menua. Tiara, Nadira dan Hani.
"Wah sepertinya kalian sedang ada acara temu kasih sesama saudara yah." Hani berjalan terlebih dahulu di susul Tiara dan Nadira.
"Omaaaa...." Rachel memeluk Hani. Leo dan Mark berdiri menyalami satu persatu ketiga golden girls versi Mark. Satria dan Dalilah pun berdiri.
"Mantuu...." Tiara menghampiri Satria dan tanpa sungkan memeluk erat.
"Semoga acara besok berhasil." bisik Tiara membuat Satria diam memberikan kode kepada Mark agar rencana sesuai yang ia harapkan. Mark mengangguk faham.
"Dalilah kenapa kamu kurus sekali sekarang. Mark kamu apakan cucu oma?" Nadira memeriksa tubuh kurus Dalilah.
"Itu karena oma yang memberikan jamu-jamuan kepada Mark." goda Satria.
"Mark kamu membuat istrimu lelah. Apa dosisnya perlu oma kurangi?" Mark melirik bosan dengan perkataan yang selalu ia dengar dari Tiara.
"Oma Tiara ku tersayang. Dosis yang oma berikan kepada aku sudah lebih dari cukup." Mark memeluk Tiara.
"Karena itu besok aku dan Dalilah akan mengajak oma-oma semua jalan-jalan." Mark berbicara dengan sangat antusias. Sementara Dalilah menaikkan alisnya bingung.
"Apa? Jalan-jalan kemana Mark?" tanya Dalilah bingung.
"Hmmm sepertinya kami tidak bisa Mark sayang." jawab Tiara yang diangguki oleh Nadira dan Hani. Mereka bertiga tersenyum melirik Rachel.
"Iya Mark oma-oma sepertinya sibuk kan?" tanya Dalilah penuh harap. Dalilah memang tidak tahu menahu jika besok mereka yang akan menemani para oma.
"Oma besok sibuk juga yah?" tanya Rachel menyela pembicaraan.
"Eh iya sayang oma bertiga ada urusan penting." Hani mengusap kepala Rachel yang terlihat muram. Satria hanya terkikik geli melihat Rachel yang sedari tadi terlihat muram. Ia benar-benar tahu istrinya sedang resah karena merasa tidak ada yang ingat hari ulangtahunnya.
"Achel jangan ganggu oma yah." Satria merangkul bahu Rachel. Tetapi Rachel hanya diam tidak bereaksi. Ia malas menatap wajah Satria.
"Pokoknya oma-oma besok harus ikut aku.." paksa Mark manja. Dalilah semakin heran dengan Mark yang bertingkah aneh seperti itu.
"Tapi oma ada perlu dengan mantu..." Tiara berbicara pelan kepada Mark. Ia tidak mau Rachel tahu.
"Memangnya ada keperluan apa sih sampai kamu butuh kita?" tanya Nadira bingung. Dalilah pun ikut mengangguk.
"Iya Mark ada perlu apa?" tantang Dalilah. Mark pun berusaha mencari alasan yang masuk akal agar para wanita lansia ini mau ikut dengannya. Sial alasan apa gue? Kakak ipar kurang ajar. Gue mulu kena batunya. Masa iya ngajak nonton konser Bonjovi.
"Hmm.. Aku mau ajak Dalilah ke..." perkataan Mark yang terbata-bata sangat ditunggu jawabannya oleh semua orang di ruangan itu.
"Mark...." tanya Tiara tepat di samping dirinya.
"Aku mau mengajak Dalilah ke dokter kandungan oma. Kebetulan kami akan melakukan honeymoon kedua. Jadi kali ini kami mau benar-benar serius mengikuti program kehamilan, aku berharap oma-oma tahu rujukan Dokter tokcer." jawab Mark panjang lebar sambil mengedipkan mata kepada Tiara.
"Apa? Aku belum perlu kesappp.." lagi-lagi Satria membekap mulut Dalilah.
"Kamu itu turuti apa kata suami." bisik Satria pelan.
"Iya tapi tidak perlu diantar para oma. Ini memalukan kakak..." gerutu Dalilah setengah berbisik.
"Turuti kali ini saja. Mark sebenarnya sedikit kecewa dengan kamu." bisikan Satria membuat Dalilah intens menatap Mark.
Apa benar Mark kecewa dengan dirinya. Sungguh bodoh kamu Dalilah, jelas Mark kecewa karena kamu sedikit melupakannya. Kamu terlarut dengan kesibukannmu. Batin Dalilah menyesali keadaan.
"Oh kami punya rujukan Profesor ahli di bagian program kehamilan. Baiklah aku rasa Mark dan Dalilah lebih utama kita bantu." Tiara menepuk lengan Hani dan Nadira.
"Baiklah besok kita ke dokter. Sebelumnya kalian berdua harus periksa darah dulu. Dan kamu Mark sperma kamu harus di analisa dulu." Mark melotot kaget dengan permintaan Tiara.
"Madamku sayang apa yang harus dianalisa..." Leo yang mendengar tertarik mengetahui kelanjutannya.
"Biar dokternya saja yang memutuskan periksa apa saja. Mereka belum satu tahun menikah." Hani menyela pertanyaan Leo.
"Iya aku yakin untuk kasus mereka baru sampai pada tahap menghilangkan stres atau honeymoon kembali." Nadira pun ikut menimpali.
"Eh siapa tahu kualitas sperma Mark sedikit tidak sampai berjuta-juta." Mark menutup mulutnya melihat Tiara yang dengan lantangnya membahas jumlah sperma miliknya.
"Iya oma biar besok kita cari tahu yah. Aku yakin spermaku banyak oma. Mereka kuat-kuat hanya tidak tahu jalan masuk." Mark memeluk Tiara. Sementara Dalilah terus melihat Mark dengan rasa bersalah.
"Kamu itu kalau sehabis berhubungan biasakan naikkan kedua kaki kamu. Terus taruh bantal di bawah pinggul. Jangan langsung tidur atau ke kamar mandi." Nadira menarik Dalilah mendekat dengan Mark.
Sungguh pembicaraan yang memalukan. Dalilah meringis mendengar nasihat-nasihat dari para oma.
"Oke oke sebaiknya kita jangan membahas urusan ranjang di sini. Kita makan siang bersama bagaimana?" Satria merasa sangat tidak penting mengurusi urusan kamar di dalam kantornya.
"Ayo.. oma memang ke sini mau mengajak kalian makan siang bersama." Hani berjalan mendekati Leo dan Marsha. Mengusap perut bulat Marsha dengan sayang.
"Ayo Chel kita makan siang." Rachel menepis tangan Satria yang hendak menggandengnya. Satria terkikik geli karena kelakuan istrinya.
***
Di kamar Mark Andhika.
"Kenapa lagi?" Mark duduk di samping Dalilah yang sedang merebahkan dirinya menatap langit-langit kamar. Mereka baru saja sampai dari rumah setelah setengah hari melakukan misi dengan Zahara.
"Aku berharap Kim mau menerima." Mark tersenyum. Ia menarik Dalilah dalam pelukannya.
"Semua butuh proses. Mungkin sekarang ini balasan bagi Kim karena selama ini dia selalu mengganggu hubungan orang." Mark mengecup dahi Dalilah.
"Dia terpaksa." bela Dalilah.
"Sudahlah. Lebih baik kita pikirkan besok harus menemani oma-oma seharian." Mark memeluk erat tubuh Dalilah membayangkan hari esok.
"Mark maafkan aku yah jika akhir-akhir ini aku sedikit tidak perhatian sama kamu." Mark mengangguk.
"Iya sugar aku nggak masalah sebenarnya tapi jika kamu jadi uring-uringan seperti ini aku khawatir." Dalilah merangkak naik ke atas tubuh Mark.
"Iya maaf sekali lagi. Kakak dari tadi sms aku untuk cepat-cepat kita pergi honeymoon." Dalilah mengecup kedua pipi Mark.
Betapa hati Mark bahagia, mereka memang sudah jarang bermesraan. Dalilah yang sibuk akan pulang kelelahan begitu juga dengan Mark yang setiap pulang mendapati sang istri sudah tertidur pulas. Hanya tidur berpelukan lah yang selalu terjadi diantara mereka akhir-akhir ini.
"Mau bermain ala markona?" bisik Mark menggoda. Dalilah mengangguk malu.
Drt.. Drt.. Drt.. Oma Tiara
"Omaa, Mark.."
"Loudspeaker..." Dalilah menekan tombol sesuai perintah Mark.
"Hallo oma.." sapa Dalilah pelan.
"Dalilah Mark kenapa tidak menjawab ponselnya?"
"Di silent oma ada apa?" Mark menjawab langsung.
"Mark sayang malam ini sperma kamu tidak boleh dikeluarkan sukarela yah. Tahan sampai besok di klinik. Untuk kualitas yang bagus dan prima sayang. Oma sudah mendaftarkan kalian besok." Dalilah menahan tawanya karena wajah Mark berubah tak percaya. Malam ini mereka dilarang berhubungan, jelas-jelas Dalilah dapat merasakan pusat tubuh Mark sudah mulai terpancing mengeras.
"Omaaaa..." desah Mark.
"Ini demi hasil yang bagus, besok saja di klinik kamu bisa menonton atau membaca majalah. Dibantu Dalilah bisa sih tapi jangan dikeluarkan di dalam." terang Tiara tanpa malu. Dalilah menutup telinganya.
"Iya oma sampai berjumpa besok..." lirih Mark langsung menutup ponselnya.
"Kakak kamu sialan. Karena dia besok kita berkencan dengan the golden girls. Aku harus cari cara.." Mark terus berfikir sambil memeluk pinggang Dalilah. "Oma-oma ruwet.." gerutu Mark tanpa henti.
"Aku rindu kamu Mark..." Dalilah melumat bibir Mark. Ia juga sedang mendamba.
Drt... Drt... Drt... Rachel
"Achel?"
"Angkat Lil..."
"Hallo?"
"Lilah dimana? Kamu nggak nginap di rumah? Aku kangen kamu Lil..." Dalilah menatap Mark terkikik geli.
"Di rumah Mark Chel, kakak belum pulang?" Dalilah melirik jam yang sudah menunjukan pukul 10.00 malam.
"Sudah, tapi sibuk di ruang kantornya. Kakakmu sudah tidak tertarik sama aku sibulat pendek." Dalilah menahan tawanya. Ah walaupun dia berstatus adik ipar tetapi Rachel memang masih muda.
"Kakak sibuk demi kalian Chel." Mark mengambil ponsel dari tangan Dalilah.
"Sweety rabbit mau saran dariku? Sebaiknya kamu menghubungi papa mama juga mommy daddy. Minta mereka besok harus pulang dan menemani kamu." Dalilah melotot menatap Mark. Bisa dipastikan rencana Satria akan gagal.
"Iya juga yah. Ah daripada aku menunggu Satria. Bye Mark..."
"Hallo Chel..." Dalilah yang mengambil kembali ponselnya terlambat karena Rachel sudah mematikan ponselnya. Terlebih Mark sudah melempar ponsel Dalilah tepat jatuh di sofa kamarnya.
"Mark!!!!" teriak Dalilah tak percaya.
"Kasihan Kakak dan Rachel jika para orangtua mengganggu. Kamu tahu papa sangat overprotektif selama Achel hamil." Mark membalikan tubuh Dalilah.
"Aku tidak perduli. Aku suka meruwetkan sesuatu."
"Siap-siap ibu tiri marah..." Mark mengangguk setuju.
***
Di rumah baru Rachel.
"Nnngghhh...." Rachel melenguh manja dalam tidurnya. Ia terus menelusupkan wajahnya di dada hangat yang ia yakini adalah dada suaminya.
Satria yang sudah terjaga terlebih dahulu terus tertawa menatap istrinya yang masih saja tidur pulas. Semenjak hamil jam tidur Rachel memang bertambah lama dan juga mudah lelah. Sehingga ia tidak akan mudah bangun jika memang tidak ia sendiri yang menghendaki.
"Tidurlah pendek jika kamu masih lelah." Satria mengecup pipi tembam Rachel. Sambil tertawa pelan ia terus mengecupi pipi dan sekitar wajah Rachel.
"Mana bisa aku tidur..." gerutu Rachel pelan dan perlahan membuka matanya.
"Happy Birthday Rachel belahan jiwaku..." senyum Satria menyambut pergantian usia dirinya yang bertambah menjadi dua puluh tiga tahun.
"Happy Birthday Mama Raja..." Rachel tersenyum bahagia. Ternyata Satria mengingat hari ulangtahunnya.
"Raja?" Satria mengangguk perlahan wajahnya turun menelusuri perut buncit Rachel. Ia membuka setengah baju Rachel dan mencium perut itu sambil menempelkan telinganya.
"Raja sayang mama ulangtahun hari ini. Raja dan papa hari ini harus meluangkan waktu yah buat mama mu yang paling bawel. Nanti dia marah kalau kita tidak menemaninya." Rachel mengusap kepala Satria sambil terkikik geli.
"Kamu pura-pura tidak tahu kalau hari ini aku ulangtahun?" Satria mengangguk.
"Sejujurnya seminggu yang lalu aku masih tidak tahu. Tapi Abangmu mengingatkan..." awalnya Rachel sedikit kecewa tetapi itu bukan masalah yang harus dipermasalahkan. Ia lalu mengingat pertanyaan yang belum dijawab suaminya dengan benar.
"Raja?"
"Karena calon anak kita berjenis kelamin laki-laki aku berniat menamakannya Raja. Kamu tidak keberatan kan?" Rachel menarik kepala Satria, mengecup sekilas bibir suaminya.
"Aku suka nama Raja. Dia akan menjadi Raja di hati kita berdua dan hati semua orang." Rachel lalu beranjak duduk.
"Aku mau cuci muka dan membersihkan diri dulu." Satria terus memperhatikan pergerakan istrinya yang hendak berdiri dan mencari sandal busa bettyboop kesukaannya. Saat ia hendak mencari, perlahan Rachel memeriksa arah pandangannya.
Kamar siapa ini? Kenapa semuanya berwarna putih dan pink. Kamar di rumah Satria berwarna hijau, di kamarku juga berwarna hijau.
"Satriaaa..." Satria berdiri dan langsung memeluk Rachel dari belakang.
"Hmm..." Satria mengelus perut Rachel.
"Kita di mana ini?" Rachel menelusuri pandangan matanya. Kamarnya sangat indah dan bernuansa sangat romantis.
"Ini kamar kita sayang. Ini rumah kamu." bisik Satria pelan. Perlahan tangannya beranjak naik ke bagian dada Rachel yang semakin membesar. Sungguh bagian yang paling Satria gemari untuk dijamah.
"Aku serius Satria. Rumah baru kita bukankah warnanya tetap hijau. Aku masih ingat aku yang mendesain." Rachel menahan tangan Satria yang bersiap membuka kaitan kancing baju tidurnya.
"Ini rumah pemberian papa kamu sayang.." Rachel membalikan badannya menatap Satria. Ia sempat melihat pakaian yang ia kenakan masih sama seperti semalam. Setelah menghubungi Dalilah dan juga ibu mertuanya ia langsung tertidur tanpa menunggu Satria masuk ke kamar. Tapi kenapa sekarang ia berada di lain rumah?
Satria seakan tahu apa yang dipikirkan Rachel hanya tersenyum geli. Dengan mudahnya ia menggendong Rachel ala pengantin baru. Ia tidak memperdulikan tubuh Rachel yang bertambah berat. Toh di dalamnya ada anaknya.
"Pendek kamu semakin lemot. Semalam saat kamu tertidur aku yang membawamu ke sini." Rachel masih berfikir bingung.
"Kenapa aku tidak sadar?" Satria mengecup pipi Rachel.
"Kamu semalam kita bercinta saja kamu tidak tahu." goda Satria. Rachel menepuk dada Satria.
"Hari ini aku akan mengurusi dirimu. Aku akan memandikanmu. Aku akan memasak. Pokoknya hari ini waktuku ada di tangan kamu." Satria menurunkan Rachel perlahan. Ia lalu mengangkat baju tidur Rachel dengan pelan.
"Kamu tidak sibuk?" Satria menggeleng. Rachel duduk di samping bathup. Ia memperhatikan Satria yang dengan teliti menyalakan air hangat. Memasukan sabun busa dan campuran minyak aromatherapy.
"Sudah siap istriku." Satria menganggkat Rachel dan menaruhnya di dalam rendaman air hangat.
"Sementara kamu berendam aku mau mempersiapkan sarapan yah."
Hari itupun dilalui oleh mereka berdua dengan tawa bahagia. Satria benar-benar menepati janjinya. Rachel bak putri cantik yang selalu di lindungi dan diperhatikan. Tidak ada bentakan atau omelan judes ala Satria. Bahkan berkali-kali Rachel memancing kemarahan Satria tetapi tidak terpancing oleh Satria.
Rumah itu di sulap sangat indah oleh Leo dan Satria. Nuansa romantis sangat menunjang.
Seperti sekarang saat sore menjelang. Satria dan Rachel baru saja selesai mandi sore bersama setelah acara tidur siang yang sangat indah. Satria sangat manis siang itu. Ia benar-benar memanjakan tubuh Rachel dengan sentuhan tangannya. Pijatan dari tangan Satria benar-benar membuat Rachel sangat terharu. Suaminya super duper sabar hari ini.
"My hero perkerjaan kamu hari ini terbengkalai dong. Kamu tidak harus mengorbankan waktu kamu sayang. Cukup kamu tahu aku ulangtahun aku tidak masalah." Rachel dan Satria sedang duduk di ayunan taman belakang rumah itu. Menanti matahari terbenam dengan sangat indahnya.
"Hari ini adalah hari kelahiran belahan jiwaku. Tidak ada yang lebih utama selain berada dekat dengan dirinya." Rachel memeluk Satria erat. Sungguh manis perlakuan Satria saat ini.
"Kamu belajar gombalan itu dari Mark yah? Ala markona..." Satria menaikkan alisnya.
"Itu dari hatiku pendek. Tidak ada sangkut pautnya dengan sekutu kamu itu." Satria menoel pipi Rachel dengan gemas.
"Ini hadiah dari aku." Rachel menerima sebuah kotak kado. Kotak yang sangat indah karena warna hijau begitu mendominasi.
Rachel menatap bingung saat membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat foto berbingkai hijau dan satu kotak perhiasan kalung. Rachel tertawa melihat sebuah foto balita dan anak laki-laki sedang berciuman.
Itu foto mereka berdua.
Foto saat baby Rachel sedang tertidur mengenakan kostum kelinci dan Satria memeluk di sampingnya sambil mengecup bibir mungil Rachel.
"Saat itu adalah saat pertama aku jatuh cinta sama kamu. Mungkin saat itu Tuhan sudah mencatat jika kita berjodoh." Satria mengecup pipi Rachel ia pun mengambil kotak perhiasan dan membukanya.
Terlihat kalung mas yang sangat indah. Dibalut bandul berlian dengan bentuk karakter kelinci. Satria memakaikan kalung itu di leher Rachel.
"Terimakasih telah bersedia menjadi belahan jiwaku. Hanya kamu yang mampu dekat di hatiku. Jiwaku selamanya erat mendekap di sisimu Pendekku tersayang." Rachel mencibir melihat suaminya sangat kaku mengeluarkan kata-kata gombalannya.
"Apaan erat mendekap.. Lem nasi kaliii..." Rahma menutup mulut suaminya yang sedang terkikik geli mendengar rayuan gombal putranya untuk menantu tercinta.
"Papa?" Satria menatap penampakan para orangtua dengan wajah yang tak bisa terbaca. Yang pasti ia sudah menduga malam romantis yang ia rencanakan akan kacau tak terlaksana.
"Hahaha kamu harus belajar sama Om besok-besok Satria. Bahasa kamu sangat unik. Mungkin Achel memang suka gaya bahasa unik kamu yah." goda Rama di samping Ibra. Biyan pun hanya tersenyum menatap sang menantu. Sementara Sarah dan Livi menahan tawa menutup mulutnya.
"Papa mama..." Rachel berlari menuju para orangtua.
"Jangan lari...!!!" serentak para orangtua berteriak kepada Rachel. Rachel pun akhirnya berjalan pelan.
"Selamat ulangtahun putrinya papa." Biyan yang lebih dahulu memeluk putri tersayangnya. Dia adalah jelmaan Sarah batin Biyan mengucap syukur.
"Putri cantiknya mama sudah dewasa dan akan menjadi seorang ibu..." Sarah memeluk Rachel.
"Papa dan mama terimakasih yah memberikan rumah indah ini untuk aku. Sayangnya kami sudah punya rumah." Biyan dan Sarah mengangguk.
"Papa tahu, kalau begitu ini buat Raja saja yah?" Biyan mengusap perut bulat putrinya.
Satria menghampiri para orangtua. Dengan wajah tenang ia menyalami satu persatu. Para oma sudah di tangani tetapi datang lagi para orang tua.
Baiklah memang susah mencari kesempatan berdua. Ahh nasib..
"Papa dan mama kenapa tidak bilang akan pulang?" tanya Satria.
"Rachel yang meminta kami pulang semalam. Dia merasa kesepian di rumah. Katanya kamu terlalu sibuk." jelas Ibra sambil merangkul Rachel dengan sayang.
"Tadi Mark yang memberi tahu jika kalian berada di sini. Kata Mark kamu mengundang kita makan bersama." jelas Livi saat mereka duduk di kursi payung di samping taman.
Markona sialan.
"Iya para oma juga bilang mereka sudah menyiapkan makan malam untuk kita. Seharusnya sih mereka sudah sampai." Sarah ikut menimpali.
Oke keluarga ruwet berkumpul.
"Kamu pintar sekali Satria mendesain tempat ini menjadi sangat romantis." puji Livi sambil terus menatap keseluruhan.
"Terimakasih tante.." jawab Satria sopan.
"Achel perutmu sudah terlihat turun. Kamu harus pelan-pelan saat berjalan sayang. Mama khawatir." Sarah memegang perut putrinya.
"Satria perkerjaan di kantor sebaiknya kamu wakilkan kepada yang lain. Mulai sekarang kamu harus menjaga Rachel dengan intens." perintah Ibra tegas. Satria hanya mengangguk karena para orangtua terus saja memberikan nasihat kepada Satria.
"Papa mama semua tenang saja. Satria selalu menjaga aku." bela Rachel.
"Haaiiiiii.... Acheel selamat ulangtahunnn..." teriakan Dalilah membuat semua mata tertuju kepadanya.
Dalilah, Mark, Marsha dan Leo berdiri sambil membawa bingkisan berwarna hijau. Zahara dan Dipta juga hadir membawa Alvina dan jangan lupakan para oma dan opa.
"Wow semua lengkap yah hadir, baik sekali yah datang tanpa diundang." senyum palsu Satria menatap Mark dan Leo bergantian.
"Satria ini bukannya bahagia dengan kedatangan kita. Harusnya senang kita berkumpul." Zahara dan Dipta menyalami Satria.
"Mantu sayang, kita datang karena undangan Rachel. Sudah lama sekali kita tidak berkumpul bersama." Tiara menghampiri Satria begitu juga yang lain.
"Mana cucu opa yang sudah besar..." Pratama memeluk Rachel dan mencium perut bulatnya.
"Tuan Leonardo kenapa tidak sesuai rencana?" bisik Satria pasrah.
"Gue juga bingung, Mark tadi menghubungi gue semua keluarga berkumpul di sini, bahkan oma Tiara sudah mempersiapkan makanan dan pelayan dari rumah. Gue kira ini ide lo." Satria melirik Mark yang sedang bercengkrama dengan para orangtua dan yang lainnya.
"Markona gendeng." cibir Satria. Leo juga menatap Mark sambil tertawa.
"Udah lah Sat, kita juga jarang berkumpul." Leo menenangkan Satria.
"Abang.. Terimakasih yah sudah membantu Satria mendesain rumah ini." Rachel datang langsung memeluk Leo.
"Kamu sebentar lagi akan menjadi orangtua. Abang berharap manjanya dikurangin yah." Leo mengecup dahi Rachel.
"Kamu tidak masalah kami semua berkumpul di sini?" tanya Leo. Rachel menggeleng.
"Aku justru bahagia. Ramai seperti ini membuat hati aku terisi." Satria memperhatikan raut ceria dan gembira Rachel.
"Benar kamu tidak masalah?" tanya Satria penasaran.
"Ayo kita berkumpul dengan yang lain." Rachel menggeleng sambil menarik Satria dan Leo bergabung dengan yang lain.
"Heh Markona kali ini selamat lo." sinis Satria berbisik kepada Mark.
"Galak deh kakak.." cubit Mark menggoda Satria.
"'Ma bisa kita bicara?" bisik Satria pelan kepada Rahma. Satria menarik Rahma. "Ada apa sayang?"
"Mama akan menginap di sini?"
"Kenapa memangnya?"
"Aku hanya sebentar di sini ma."
"Kenapa sebentar?"
"Aku mau berduaan saja ma dengan Rachel?"
"Kenapa hanya berdua?"
"Kan ini malam spesial Rachel ma."
"Kenapa hanya malam ini saja?"
"Aku sudah merencankan sesuatu?"
"Kenapa tidak ajak kita semua?"
"Mama aku serius..."
"Kenapa serius?"
Rahma tertawa menggoda Satria. Dia sangat faham maksud dari Satria. Putranya pasti ingin melewatkan malam ini dengan istrinya.
"Ma tolong aku yah!"
"Kenapa harus mama?"
"Karena mama yang paling terbaik." Satria memeluk Rahma dengan erat.
"Ma please jangan bertanya kenapa-kenapa."
"Baiklah setelah ini kamu pergi ke rumah saja. Biar di sini mama yang urus." jelas Rahma pelan.
"Aku cinta mama.." Satria mengecup kedua pipi Rahma. Mereka berjalan berangkulan mendekati para keluarga. Wajah Satria terlihat lega dan tak sabar untuk meninggalkan rumah itu. Ia ingin berduaan dengan Rachel sebelum istrinya itu melahirkan putranya.
"Semuanya mari kita nikmati malam ini bersama. Aku rasa Satria nanti akan menculik Rachel dari acara ini." Satria menatap Rahma tidak percaya.
"Mamaaaa.." gerutu Satria pelan.
"Kali ini mama juga ingin berkumpul dengan keluarga sayang. Maaf yah." Rahma mencubit pipi putranya.
"Apa? Satria kamu ini serakah sekali malam ini kita wajib berkumpul bersama.." omongan Ibra diangguki semua yang ada di situ.
"Iya iya malam ini kita semua berkumpul bersama..." jawab Satria sambil duduk di samping Rachel.
"Kita masih punya banyak waktu, dengar hari ini aku sangat bersyukur dan saat ini aku semakin bahagia karena semua keluarga berkumpul.." Rachel tahu suaminya sudah menyiapkan malam romantis untuknya.
"Istriku tersayang.." Satria memeluk Rachel.
"Mark gue tahu lo si biang keroknya." sindiran Satria hanya dibalas tawa imut Mark.
"Terimakasih kakak ipar pujiannya." Mark tersenyum tanpa rasa bersalah.
"Kapan lagi ngerjain ibu tiri..."
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro