Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

36 - Dia Istriku

           

Di rumah keluarga Mark.

"Oke siap.." Mark bertanya kepada sang istri yang sudah duduk bersandar di tengah tempat tidur mereka. Dalilah mengangguk dan menunggu suaminya yang akan melakukan sesuatu.

Sesuatu yang ingin ia dengar setiap harinya.

"Siap abang montir.." goda Dalilah. Mark hanya mengedipkan matanya. Perlahan ia berdiri di depan tempat tidur mereka. Ia menghembuskan nafasnya dan menarik secarik kertas lecak dari kantong celananya.

"Ehem.." Dalilah tertawa melihat tingkah suaminya yang sok serius.

Satu detik lalu. Dua hati terbang tinggi. Lihat indahnya dunia..

"Itu lirik lagu. Kamu curang." dengan kesal Dalilah membalikkan badannya dan menutup keseluruhan dirinya dengan selimut tebal.

"Hahaha kamu tahu itu lirik lagu? Ah sialan gagal lagi." Mark menyelinap masuk ke dalam selimut itu memeluk erat istrinya yang sedang merajuk.

"Haduh manis kamu itu terlalu drama. Aku kan bilang aku tidak bisa mengungkapkan cinta dengan kata-kata." bisik Mark di telinga istrinya. Ia mengecupi daun telinga itu dengan manja. Mark sudah sangat tahu titik-titik sensitiv istrinya.

"Tapi kamu kan dikenal ahlinya merayu." cibir Dalilah yang tetap bertahan di tengah rasa geli menyeruak di tubuhnya. Tangan dan bibir suaminya memang super sialan untuk urusan pembangkit gairah.

"Dengar manis aku mampu membual seperti itu karena aku yakin itu hanya sandiwara. Sedangkan dengan kamu berbeda. Kamu sebuah kepastian yang tidak mungkin terus aku jejali dengan bualan kata rayuan. Aku tidak mau kamu menjadi salah satu diantara mereka. Hanya satu yang pasti tentang dirimu, aku sangat mencintai kamu." Dalilah membalikkan badannya dan membuka selimut tebal yang hampir saja membuat nafasnya sesak. Terlebih Mark baru saja berkata cinta dari lubuk hatinya yang paling dalam. Oh jangan lupakan betapa kurang ajarnya tangan Mark bermain di tubuh Dalilah.

"Kamu itu cukup gunakan kata hati kamu saja itu bisa keluar kata-kata indahnya. Kenapa harus pusing-pusing mencari dari lirik lagu." cubit Dalilah di bibir Mark yang menahan tawa menatap istrinya yang sudah reda merajuknya.

"Karena kamu bagaikan sebuah lirik lagu di hatiku. Mungkin semua lirik lagu cinta dirasa belum cukup untuk membuktikan rasa cinta aku buat kamu istri manisku." Mark menindih tubuh kurus istrinya.

"Oh aku merasa mual mendengarnya." cibir Dalilah menggoda.

"Kamu tahu aku bukan Leo yang pandai bertindak semanis madu yang mampu membuat Marsha bertekuk lutut karenanya. Dan hanya Leo saja menurutku yang bisa menguasai sifat tertutup kembaranku itu." Mark mengecup dagu Dalilah.

"Aku juga bukan seperti kakak kamu dengan tingkah super aneh dan kakunya yang mampu membuat Rachel seperti terhipnotis tanpa syarat. Dan hanya Satria lah yang mampu mengambil hati Rachel yang super duper bawelnya. Dalam kasus mereka aku sungguh angkat tangan. Mereka pasangan aneh dan hanya merekalah yang mampu menikmati keanehannya." Dalilah terkikik geli mendengar penjelasan Mark tentang kisah cinta Kakaknya dengan Rachel.

"Lalu kita?" tanya Dalilah sambil menarik keatas sweater yang Mark kenakan. Mark menuruti perintah sang istri. Istrinya menginginkan dada hangat miliknya.

"Kalau kita adalah pasangan sederhana yang tidak perlu menonjolkan sisi macam-macam dikeseharian kita. Cukup jadi diri kita sendiri tanpa meniru pasangan lain. Aku nyaman dengan kamu apa adanya." Mark membelai tali baju tidur Dalilah di sekitar pundak Dalilah. Oke tangan itu beraksi lagi.

"Aku menyukai semua yang ada dalam diri kamu manis. Aku selalu menunggu saat wajah kamu tersenyum manis. Saat kamu baru terjaga dengan segala ke-kusutan yang jelas tercetak di wajah kamu. Melihat kamu merona saat aku sentuh. Melihat kamu tertawa saat aku menggodamu atau saat kamu cemberut saat aku menjahili kamu. Semua yang ada pada diri kamu aku suka." Dalilah selalu suka jika Mark menggombal seperti ini.

"Bahkan aku suka semua aroma tubuh kamu. Dari manis, segar,asem kecut pun aku suka." Dalilah mengerucutkan bibirnya.

"Jadi maksud kamu aku bau? Kamu juga bau kalau belum mandi tapi aku nggak mempermasalahkan." sungut Dalilah kesal. Mark hanya tertawa.

"Istriku merajuk. Manisss dalam sehari suhu tubuh kita mengalami perubahan. Aroma tubuh kita berubah itu hal yang wajar sayang, jadi jangan meruwetkan hukum alam yang satu itu. Kita bisa mandi bersama setiap waktunya." Mark melumat bibir manis istrinya. Dan begitulah selalu Dalilah akan luluh akan sentuhan dan rayuan ala markona.

Drt.. Drt.. Drt..

Drt.. Drt.. Drt..

"Mark ponselmu..." Mark mendengus sebal karena ia sudah sangat tahu siapa yang mengganggu hidupnya di jam santainya seperti sekarang ini.

"Apa itu si bumil asli atau yang palsu?" Dalilah menatap suaminya yang sedang menatap jengkel layar ponselnya.

"Apa mereka tidak bosan setiap hari menggangguku." gerutu Mark duduk di paha Dalilah.

"Hallo iya..oke tunggu kami ke sana.." Mark menutup panggilan telephonenya.

"Ayo manis kita ke rumah mama Sarah. Bumil sedang memasak banyak dan aku diharuskan mencicipinya bahkan menyuapinya. Menyebalkan." Mark beranjak bangun dan segera memakai baju.

"Awas saja sampai saat lahiran anak mereka tidak mirip denganku." Mark terus saja menggerutu.

"Kamu ini marah terus. Harusnya kamu bahagia karena aura kamu mampu membuat mereka menyukai kamu." goda Dalilah.

"Mereka itu sangat berniat menyiksaku. Mereka suka sekali meruwetkan segala hal. Uniknya mereka selalu mengajak aku ruwet bersama. Menyebalkan. Kupastikan saat kamu hamil mengandung anak kita mereka harus ikut sibuk. Aku bersumpah akan mengajak mereka ikut ruwet bersama." sungut Mark berapi.

***

Di rumah Leo.

"Stanles..?" Rachel menggeleng.

"Sania..?" Rachel menggeleng.

"Maxim..?" Rachel menggeleng.

"Marimas..?" Rachel menggeleng bahkan setengah terkikik.

"Vicenza...?" Rachel tetap menggeleng.

"Olive?" Rachel menggeleng.

"Dixi..?" Rachel kembali menggeleng bahkan semakin bingung.

"Cakra?" Rachel menaikkan alisnya menatap sang suami.

"Kamu ini dari tadi kasih contoh nama kenapa jadi mirip sama yang ada di dapur. Mentang-mentang aku tukang masak." sungut Rachel sebal kepada Satria yang menyebutkan contoh nama-nama untuk calon anak mereka.

Rachel menjambak pelan rambut Satria yang sedang mengendus-ngendus di sekitar perutnya yang sudah terlihat membuncit sedikit di usia kehamilannya yang sudah berjalan empat bulan.

Mereka sedang bersantai di kamar milik Rachel di rumah orangtuanya. Minggu ini giliran mereka tinggal di rumah keluarga Rachel. Pasangan ini memang belum diizinkan untuk pindah di rumahnya sendiri yang ternyata sudah di siapkan oleh Satria.

Entah kenapa kedua orangtuanya masih ingin dekat kepada anak-anaknya walaupun mereka sudah menikah. Faktor punya anak sedikit membuat mereka kesepian di masa tuanya.

"Kamu maunya baby kita anak laki-laki dulu atau perempuan?" Satria terus saja mengusap perut istrinya sambil merapalkan doa sesekali mengecup sayang perut itu. Ia tanpa malu terus berbicara di perut Rachel tanpa henti.

"Apapun yang dititipkan pada kita yang penting sehat dan sempurna kelahirannya." Satria terus mengusel di perut itu membuat sang empunya tubuh menggeliat geli. Merasakan bibir dan lidah itu menggelitiki di kulit halus Rachel.

"Dan yang pasti istri tersayangku diberikan kesehatan selama kehamilan sampai melahirkan..." Satria merangkak naik mencium bibir manis Rachel. Lalu ia merebahkan kepala Rachel bersandar di dadanya. Satria mengusap lembut punggung istrinya dengan sayang.

Selama kehamilan praktis Satria sangat perhatian bahkan berubah lembut kepada Rachel. Walaupun sikap ketus dan galaknya masih sekali-kali ia perlihatkan tetapi sudah sangat jarang. Terlebih kondisi fisik Satria yang memang tidak bernafsu marah-marah.

Ya Satria mengalami perubahan emosi semasa Rachel hamil. Satria bahkan yang mengalami mual di pagi di tiga bulan pertama. Ia juga mengalami ketertarikan makan di jam malam setiap harinya. Membuat dirinya selalu tersiksa jika tidak ia turuti.

Banyak orang bilang Satria mengalami ngidam tapi entahlah memang itu yang ia rasakan. Mual di pagi hari dan keinginan makan yang aneh-aneh. Terlebih semua makanan harus ia campurkan dengan perasan jeruk nipis. Sungguh kadang itu membuat ia tersiksa. Tapi jika itu membuat sang istri tidak mengalami fase ngidam yang menyusahkan ia rela menggantikannya.

Sementara Rachel tidak mengalami perubahan apapun kecuali perutnya yang menonjol sedikit dan pembesaran sedikit di bagian dadanya. Nafsu makan dan daya tahan tubuhnya masih di batas normal.

"Hmm.. Aku sudah tak sabar ingin tinggal di rumah sendiri. Kapan yah mereka bisa terima jika kita mau berumah tangga sendiri?" keluh Satria yang masih saja belum berhasil merayu ke dua wanita yang berstatus ibu kandung dan ibu mertuanya.

"Mereka masih belum siap. Tapi nanti setelah melahirkan aku bisa menjamin mereka pasti mengizinkannya." Rachel memainkan tangannya di sekitar dada suaminya.

"My hero.." Rachel mendongak menatap wajah tirus suaminya. Satria memang sedikit mengalami penurunan berat badan karena mual-mual yang ia alami. Banyak makanan yang ia inginkan tapi tidak pernah terpenuhi.

Tidak jarang ia merengek kepada Rachel agar para papa yang katanya siap siaga mencarikan makanan yang ia mau. Karena jika mereka tahu Satria yang menginginkan makanan itu bukan  Rachel dipastikan tidak akan dituruti. Ironis bagi Satria.

"Beli sendiri."

"Yang hamil bukan kamu."

Hanya Mark dan Leo yang selalu membelikan keinginan Satria. Entah kenapa pada akhirnya mereka merasa iba melihat Satria yang kadang hilang semangat jika mual melanda. Terlebih Leo yang selalu bertemu dengannya di kantor.

"My hero sekarang kenapa jarang marah-marah? Aku rindu si pria kaku dan judes yang membuat aku jatuh cinta seketika." Rachel mengecup dada suaminya.

Sungguh pertanyaan aneh batin Satria. Biar bagaimanapun Satria sangat mencintai Rachel dan ia bukan pria gila yang akan selalu memarahi istrinya. Rachel adalah hidupnya.

"Kenapa kamu rindu aku yang seperti itu?" Satria bingung dengan pertanyaan si ibu hamil di sampingnya.

"Iya aku merasa kamu menjauh jadinya. Biasanya galak dan ketus sama aku. Aku kangen Satria yang judess.." rengek Rachel manja.

"Sayaaang..." bisik Satria pelan.

"Tuh kan kamu udah jarang panggil aku pendek..." Rachel duduk menyipitkan matanya. Satria gemas dengan tingkah aneh istrinya.

"Kamu itu sedang hamil sayang. Kalau kata oma dan opa kita sebagai calon orangtua harus hati-hati saat bertutur kata. Nanti kalau anak kita jadi mirip bonsai bagaimana?" ledek Satria sambil mencubit pipi tembam Rachel.

"Iya yah..." anggukan Rachel membuat Satria semakin gemas.

Tok.. Tok.. Tok..

Tok.. Tok.. Tok..

"No no no... Pasti Nyonya Leonardo itu..." bisik Satria pelan. Rachel hendak beranjak turun tetapi Satria menahannya.

"Mau kemana sayang di sini saja. Kita pura-pura tidur." Rachel tidak memperdulikan ajakan suaminya.

"Kamu itu!!! Marsha kan sedang belajar memasak. Harusnya kita dukung." Rachel berdiri dan merapikan pakaiannya yang sedikit berantakan karena ulah suaminya. Ia segera bergegas keluar kamar sementara Satria menelungkupkan tubuhnya di tengah tempat tidur.

Setiap harinya Marsha memang dibantu Rachel belajar memasak saat mereka menginap di rumah yang sama. Leo selalu setia mencicipi makanan Marsha walaupun rasanya sudah berangsur membaik karena ada Rachel yang selalu memantau.

Tetapi bukan itu masalahnya. Sudah satu bulan ini Marsha mempunyai rutinitas mengganggu Satria lebih dari yang lain. Ia membuat porsi yang berbeda untuk Satria. Porsi itu sengaja di buat banyak karena Marsha hanya mau makan satu piring berdua dengan Satria.

"Aku suka makan satu piring sama Satria atau dengan Mark. Membuat nafsu makan ku lebih bertambah"

Bingung....?

Ya Marsha memang sedang hamil tiga bulan selang satu bulan dengan Rachel. Bedanya Marsha mengalami ngidam seperti wanita hamil kebanyakan, yang aneh hanya bentuk ngidamnya. Ia hanya mau makan jika menatap wajah Satria ataupun Mark.

Tok... Tok... Tok..

"Achel Satriaaaaa..." suara Marsha riang di balik pintu.

"Ayo Satria kasihan Marsha sepertinya membutuhkanmu." Rachel kembali duduk dan mengusap kepala suaminya yang sedang di tutup di bawah bantal.

"Makanannya membuat aku mual. Ah menyusahkan hamilnya  putri bulan. Kenapa bukan sama Leo sih? Kenapa harus aku?" manja Satria yang sudah menaruh kepalanya di paha Rachel. Wajahnya berdampingan dengan perut Rachel.

"Hei penerusku papamu ini sedang di siksa sama sepupumu. Ah entah apa yang ada di pikirannya kenapa mau makan jika ada papa." Rachel terkikik geli dengan ocehan manja suaminya.

"Kamu kan yang selalu memanas-manasi Marsha saat Abang sedang memberikan pelajaran sama Marsha waktu itu." Satria memeluk perut Rachel dan menempelkan telinganya di perut buncit itu.

"Iya tapi kan berhasil. Marsha menjadi sadar akan perasaannya dengan Leo." Satria mengecup sekali lagi perut sang istri lalu ia segera beranjak duduk.

"Ayo kita keluar aku juga lapar. Pendek apa persediaan jeruk nipis masih ada?" Rachel mengangguk dalam rangkulan suaminya keluar kamar menuju ruang makan di rumah itu.

"Apa para orang tua belum pulang berlibur?" Rachel menggeleng.

"Aku rindu mama." keluh Rachel pelan. Satria mengecup dahi Rachel.

"Kamu ini sudah menikah tapi masih saja manja sama mamamu."

"Satriaaaaaa...." teriak Marsha riang.

"Nyonya Leonardo." Satria membalas salam Marsha dengan wajah pasrah.

"Sha kamu buat apa malam-malam?" Rachel mendekati Marsha yang sepertinya sedang sibuk menghidangkan pasta.

"Aku membuat pasta dengan tiga saus pilihan. Kamu tahu aku rasa kali ini aku berhasil. Kamu tenang saja Satria kamu tidak akan muntah lagi." Satria hanya melirik sebal karena masakan Marsha sebelumnya selalu membuat dirinya berakhir di wastafel sambil memuntahkan isi perutnya.

"Heh Tuan Leonardo istri lo kapan selesainya sih menyiksa gue. Kenapa lo diam saja dengan kelakukan istri lo.." bisik Satria yang duduk menghampiri Leo yang sedang asyik bermain game dari ponselnya.

"Selama pria itu adalah lo atau Mark gue nggak masalah." jawab Leo tanpa melepas menatap ponselnya.

"Ruwet..." desis Satria sendiri. Leo yang mendengar hanya membalasnya dengan tawa.

"Malam semuaaa..." Dalilah datang dengan wajah riang bersama Mark yang hanya diam tenang memasuki ruangan itu.

"Lilaah..." Rachel memeluk rindu kepada Dalilah. Mereka memang jarang bertemu. Kesibukan masing-masing membuat intensitas pertemuan mereka terbilang jarang. Terlebih mereka jarang satu atap.

"Apa kabarnya keponakanku..." Dalilah dengan sayangnya mengelus perut Rachel.

"Terus yang satu lagi juga apa kabarnya?" kemudian ia bergantian memeluk dan mengelus perut Marsha.

"Baik tante.." jawab Marsha yang masih sibuk dengan pasta dan teman-temannya.

"Sekarang kalian duduk yang rapi di sana. Aku mau berkerja sendiri. Oh iya Mark kenapa lama sekali kamu sampainya?" tanya Marsha

"Volume kendaraan menumpuk Marshaaaa..." jelas Mark dengan nada kesal.

"Makanan ini pasti akan membuat rasa lelah kamu menghadapi kemacetan seketika hilang." Marsha terlihat percaya diri dengan hasil masakannya kali ini.

"Sha awas saja sampai rasanya tidak enak. Aku sudah mengorbankan waktu istimewaku hanya untuk menerima undangan makan kamu." sindir Mark kepada saudara kembarnya.

"Enak nggak enak lo harus habiskan." tegas Leo di sebelah Mark membela istrinya.

Marsha memang sengaja mengundang Mark dan Dalilah. Malam ini ia ingin makan bersama-sama. Mereka sudah lama tidak berkumpul bersama.

"Dasar aneh-aneh lo semua." gerutu Mark.

"Mark kamu ini marah terus nanti kalau Lilah yang mengandung kamu mau tidak meladeni kemauan si baby?" tanya Rachel yang sudah duduk di samping Satria dan Leo.

"Mark junior pasti akan tahu diri. Dia tidak akan merepotkan daddy nya." ucap Mark dengan sombong.

"Ah paling lo juga yang ngidam. Oh iya asal lo tahu Mark waktu mama hamil Lilah mama tidak mau tidur satu ranjang dengan papa loh. Siap-siap aja..." cibir Satria. Mark menatap Dalilah.

"Benar itu Lil?" Dalilah mengangguk cekikikan.

"Kata papa sih begitu tapi kamu tenang saja aku tidak akan seperti itu. Kalaupun benar kejadian aku akan melawan sekuat tenaga." jelas Dalilah sambil duduk meremas tangan Mark.

Meyakinkan suaminya.

"Menurutku Mama Rahma masih dalam batas wajar. Asal ngidamnya tidak seperti mama yah bang. Hihihi.." Rachel terkikik geli menatap Leo. Mark hanya mengangguk.

"Mama Sarah kenapa?" tanya Satria penasaran.

"Lo tahu Sat saat mama mengandung si anak pertamanya nih si Leo mama itu ngidam aneh. Mama penasaran dengan rasa ciuman daddy gue." Satria hanya melongo menatap Mark yang sedang tertawa begitupun Leo dan Rachel.

"Iya tapi kata daddy karena ulah mama Sarah mommy akhirnya mau menerima." Marsha ikut menimpali. Mereka memang duduk di ruang keluarga dimana posisinya berdekatan dengan meja makan.

"Wah berat juga yah ngidamnya?" Dalilah tampak berfikir.

"Kamu mengizinkan tidak manis jikalau Rachel meminta aku untuk berciuman bersama?" goda Mark mengedipkan matanya. Dalilah mengangguk membalas godaan sang suami.

"Aku tidak masalah selama wanita itu hanya Rachel.." Mark mengecup pipi istrinya.

"APA?" justru Satria yang tersulut emosinya.

"Loh kenapa kakak ipar? Aku sangat bersedia bahkan sekarang pun aku sudah siap meladeni ngidam seperti itu." Mark semakin menggoda Satria.

"Achel awas kamu ngidam aneh-aneh!!!" Rachel memegang tangan besar Satria.

"Tidak akan suamiku. Aku pernah merasakan bibir Mark dan rasanya tidak sedahsyat ciuman kamu sayang." rayu Rachel dengan sangat berani. Satria mendesah lega.

Aman.

"Jelas biasa saja. Saat itu Mark mencium kamu karena darurat. Kamu mau coba sekarang? Aku mengizinkan. Ciuman Mark itu mampu membuat kita lupa diri." bela Dalilah membuat Mark tertawa atas pembelaan aneh istrinya.

"Lilaah.." Satria mendelik karena sang adik sungguh mempunyai pemikiran sinting.

"Memang seperti apa sampai kamu lupa diri?" Rachel justru penasaran.

"Lupa diri karena tangannya berkerja..." Dalilah melirik geli ke wajah Mark.

"Acheel jangan harap aku izinkan!!!" ancam Satria tepat di telinga istrinya.

"Oh God sungguh bahagianya aku berada di antara para suami istri aneh seperti kalian. Sungguh topik pembicaraan yang sangat aku sukai dari kalian." Leo menepuk dahinya menyindir kedua pasang suami istri di kanan kirinya.

"Ini juga karena bini lo yang undang gue sama Lilah yah." Mark menaikkan alisnya kepada Leo. Ini waktu istirahat mereka dan Marsha  mengganggu dengan dalih undangan makan malam.

"Sudah jadii.." Marsha datang membawa satu piring besar pasta. Rachel segera membantu Marsha mengambil beberapa makanan lagi dari meja makan.

"Saos bolognaise, carbonara dan cream mushroom." jelas Marsha kepada Rachel yang sedang mencicipi ketiga saus itu bergantian. Ada senyuman senang dari Rachel karena ternyata Marsha berhasil dengan rasa masakannya.

"Kamu berhasil Sha..." Marsha terlonjak bahagia karena pujian Rachel.

"Ayo silahkan di coba semua. Tuan Leonardo mau rasa saus apa?"

"Apa saja love.." jawab Leo manis. Satria dan Mark hanya mencibir dengan kelakukan sok cool dari sahabatnya.

"Bilang saja cari selamat." Satria mengangguk setuju dengan celaan Mark.

"Takut rasanya nggak enak Mark." Rachel menyikut lengan Satria saat ia sudah duduk di samping Satria memberikan satu piring pasta fettucini dengan saus carbonara dan tak lupa dua potong jeruk nipis.

"Masakan Marsha sudah meningkat pesat." bela Rachel. Kemudian ia memeras jeruk nipis di piring pasta itu. Mark dan yang lainnya hanya menelan ludahnya memikirkan perpaduan rasa aneh dari racikan Satria.

"Chel kamu sudah dapat nama untuk anak kalian? Aku punya usul namakan anakmu Lemon Squash atau Citrus." goda Mark sambil meringis menatap Satria yang sedang menikmati rasa pasta itu.

"Dasar Markona..." Rachel menjulurkan lidahnya ke arah Mark.

"Oh iya beberapa hari lagi para oma dan opa pulang dari persemedian mereka di Lombok. Jadi tolong di harap jangan membicarakan masalah ngidam kalian yang aneh-aneh.." Leo memberitahukan info terbaru.

"Gue mau menginap di apartement saja bersama Lilah. Kami masih pengantin baru." Leo melirik sebal wajah tengil Mark.

"Lo sama gue beda satu hari nikahnya." sindir Leo. Andai Leo tahu kalau sebenarnya mereka ternyata beda satu bulan dalam urusan ranjang.

"Enak aja lo mau di apartement. Justru gue sama Achel yang mau pindah tapi nggak dapat izin." Satria menyela pembicaraan.

"Bukan urusan gue." jawab Mark asal.

"Tapi kan Achel sedang mengandung. Kakak oma tadi bilang sama aku kalau dia akan menjaga para menantunya yang sedang hamil. Mereka dapat amanat dari para orangtua yang sedang berlibur." Satria melebarkan matanya.

"No no no Achel kita harus menjauh dari Omaku oh apalagi Oma kamu Oma Tiara. Bisa gila aku menghadapi mereka. Aku pasti di jejali jamu-jamu aneh lagi." Satria bergidik ngeri membayangkan racikan jamu-jamuan itu.

"Lo tenang saja Sat yang akan di kasih jamu bukan kita untuk saat ini. Tapiiiii....." Leo melirik Mark yang tampak mengerutkan alisnya.

Pertanda bahaya.

"Gue? Kenapa harus gue?" tanya Mark bingung dan sedikit was-was.

"Karena lo belum berhasil menjebol gawang Dalilah..." Leo menyelesaikan perkataannya dengan bangga.

"No no no, sudah cukup mereka meruwetkan proses acara pernikahan gue. Sekarang mereka mau ikutaan ruwet sama masalah ranjang gue sama Lilah." Mark berdiri lalu menarik sang istri pulang. ".. Ayo Lil kita pulang!!!"

"Mark kita mau kemana? Pulang? Kenapa buru-buru? Makananku belum habis." Dalilah berusaha melepaskan tangan Mark yang terus menyeret dirinya ke luar dari rumah itu.

"Akan aku buktikan kalau aku bisa menghasilkan anak malam ini juga. Kupastikan kembar yang akan hadir di perut kamu." sungut Mark penuh semangat.

"Dasar sinting Markona. Besok kita pulang yah Satria ke rumah kamu. Aku sudah berjanji mengajari Dalilah." Satria mengangguk dan tertawa.

"Hahaha padahal itu ide gue sama oma supaya Mark di kasih jamu Le." Satria tersenyum jahat.

"Sama Sat gue juga kasih ide itu sama oma Tiara. Hahaha para oma pasti akan meruwetkan masalah kemampuan Mark di ranjang." Leo tertawa dengan kejujuranya.

"Ya ampun mimpi apa aku punya suami dan abang seperti kalian. Sukanya ngeruwetin hidupnya Mark. Dia sekutu abadiku. Akan aku ceritakan kalau ini ulah kalian." sinis Rachel sebal.

"Jangan dong Achel cintaku. Niat kita baik agar Mark dan adikku segera menyusul seperti kita." Satria mengelus pipi Rachel.

"Iya menyusul kamu dan abang ke dunia ruwet saat mengandung." cibir Rachel.

"Nah tuh tahu kamu sweety rabbit." Leo mengedipkan matanya kepada sang adik.

"Marsha pastaku kenapa kamu habiskan...?" Satria lagi-lagi dibuat sebal oleh Marsha yang selalu saja mengambil jatah makanan di piring miliknya.

"Racikan kamu enak Sat, tadi kamu diam saja waktu aku ambil piring kamu." Marsha terus saja melahap racikan pasta milik Satria.

"Achel buatkan aku lagi pasta carbonara dengan perasan jeruk nipis." Rachel tersenyum kikuk menatap sang suami.

"Hmm aku lupa Satria jeruknya habis. Persediaan di lemari es tadi yang terakhir..." Satria menatap sebal ibu hamil yang mempunyai kebiasaan mencuri makanan racikannya.

"Yah sudah habis Satria. Bagaimana dong?" tanya Marsha tanpa dosa. Leo menahan tawa menatap Satria yang selalu saja dibuat jengkel oleh istrinya.

"Aku juga tidak tahu Marsha sayang harus bagaimana." jawab Satri jengkel.

"Satria marah yah sama aku? Aku hanya suka makan dari piring kamu." jelas Marsha jujur. Melihat wajah mengiba dari Marsha pada akhirnya Satria melunak.

"Iya untuk kamu apa sih yang nggak. Piringnya kamu makan aku nggak marah ko." goda Satria sambil menyikut lengan Marsha santai.

"Hahaha ayo kita beli ke supermarket. Siapa tahu masih buka dan ada yang jual jeruk nipis." Rachel menarik sang suami.

"Kalau nggak ada jeruk sebaiknya beli cuka Dixi aja  Satria..." sungguh batin Satria berkata Marsha sangat menyebalkan dengan senyum polos tanpa dosanya.

"Hahaha..." Rachel tak kuasa menahan tawa karena perubahan pada diri Marsha memang lebih santai dan riang.

"Hapus nama Dixi dari daftar nama untuk anak kita pendek." bisik Satria sambil berlalu meninggalkan Marsha dan Leo.

"Sha saus nya jangan dihabiskan yah bayi besarku masih kelaparan.." Marsha mengangguk geli. Entah kenapa ia suka sekali melihat kemarahan Satria. Ia merasa senang.

"Love kamu ini kenapa suka sekali membuat Satria sewot ?" Leo tiba-tiba menggendong Marsha ala pengantin. Tidak ada penolakan dari Marsha. Ia memang sangat menyukai perlakuan manis dari sang suami. Marsha memasang senyum kemenangan.

"Aku mau minum dulu Lee." Leo menggeleng.

"Di kamar saja. Kamu harus aku hukum karena suka sekali mengganggu Satria dan Mark." senyum licik terulas di wajah tampan Leo.

"Entah kenapa aku suka sekali menatap wajah merengut Satria. Kadar ketampanannya dua kali lebih terlihat.." Leo menaikkan alisnya terkejut dengan penuturan asal istrinya. Istrinya memang benar-benar sudah berubah.

"Ucapkan sekali lagi love?" Marsha justru tidak bergeming dengan ancaman suaminya. Ia semakin memasang senyuman ceria. Sunggguh senyuman itu semakin membuat gemas Leo.

"Aku tidak mau wajah anakku kaku seperti Satria. Oh Marshaku kenapa dengan dirimu.." Leo merebahkan istrinya pelan dan lembut. Sangat hati-hati seolah takut istrinya terluka.

"Wajah Satria tampan Lee. Aku mau anakku seperti dia." Leo semakin menaikkan alisnya.

"Aku bahkan sudah berencana untuk menjodohkan anak kita dengan anak mereka." cerocos Marsha sambil tertawa. Leo memeluk erat sang istri. Perlahan ia meraba perut Marsha.

"Tidak akan ada perjodohan dengan anak-anak kita nanti. Aku tidak mau mempunyai besan ruwet seperti Satria. Oh bisa kubayangkan betapa cerewet dan bawelnya anak Satria dan Achel. Anak kita bisa tertekan batinnya." Leo tertawa sendiri memikirkan kemungkinan itu.

"Lee besok temani aku yah ke dokter kandungan." Marsha menelusup di dada kokoh sang suami.

"Siap tuan putri." Leo mengecup-ngecup di sekitar rambut halus Marsha.

"Aku mencintaimu istriku. Aku bahagia kamu telah berubah menjadi lebih berani sekarang ini." Marsha mengangguk.

"Iya aku menikmatinya. Menjadi lebih terbuka ternyata membuat hati lebih lega dan bahagia. Rasa yang selalu mengganggu di hati akhirnya bisa aku kendalikan dengan cara yang benar. Semua berkat kamu. Maaf jika sebelumnya aku selalu menyakiti kamu. Kamu benteng pertahanan hati aku." Marsha mengecup pelan bibir Leo lalu melumat dengan tempo lambat dan saat Marsha ingin memperdalam aktivitas di bibir mereka Leo tiba-tiba duduk membuka baju Marsha hanya sampai sebatas perut. Ia menundukan wajahnya dan mengecup perut putih halus milik Marsha. Perut itu masih belum terlihat buncit hanya tonjolan kecil.

"Hai baby selamat malam. Ayah sangat senang hari ini karena bunda kamu berhasil membuat menu makanan yang sangat istimewa. Tapi sayangnya bundamu masih tetap menyukai Om Mark dan Om Satria saat ingin makan.." cerita Leo sambil terus mengecupi perut yang menonjol sedikit itu, sementara Marsha tersenyum geli mendengar cerita Leo.

"Baby kenapa kamu maunya sarapan dengan para om kamu? Aku kan ayahmu. Apa aku kurang tampan dibandingkan dengan om kamu yang aneh-aneh itu?" tanya Leo dengan akting yang sangat lucu.

"Ayah yang paling tampan.." jawab Marsha tertawa geli. Mungkin selama ia mengalami ngidam ia lupa jika sang suami ingin diajak terlibat.Tapi entah mengapa ia justru lebih ingin dekat dengan Mark bahkan Satria.

"Aku berjanji mulai besok aku hanya mau makan dari piring kamu bukan piring milik Satria." Leo mengusel di perut istrinya.

"Baby dengarlah perkataan bundamu." sindiran Leo membuat Marsha gemas.

"Aku juga tidak akan makan dari suapan Mark. Tapi aku akan makan dari suapan kamu suamiku yang paling tampan." Leo menganggguk setuju.

"Kamu dengar ? Ingat dari suapan ayah bukan dari Om Mark." Marsha tertawa geli karena baru tersadar suaminya mungkin cemburu.

"Kamu tahu kenapa, baby? Karena dia istriku. Ingat, dia istriku..."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro