Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

34 - Keluarga Ruwet

Di rumah Abraham Sarha.

Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi seorang suami saat di malam hari menemukan istri tercinta berada di dalam dekapannya. Terlebih bagi para pengantin baru. Proses seperti inilah kenapa pengantin baru selalu harmonis dibuatnya. Tapi tidak dengan kedua manusia ini. Sepertinya di malam hari ini mereka sedang tidak harmonis. Tidak ada dekapan meminta perlindungan dari sang istri untuk menemani mimpi indahnya.Sang istri terlihat tidur memunggungi tubuh sang suami.

"Pendek.." Satria menarik paksa Rachel yang sedang menelungkup dalam lelapnya. Ia membalikan tubuh istrinya dan membekap keseluruhan tubuhnya. Menyelimuti tubuh istrinya dengan tubuh hangat miliknya.

"Pendek..." bisik lembut Satria di telinga Rachel.

"Hmm..." lenguhan sedikit terganggu dari Rachel tidak membuat Satria berhenti memeluk erat bak guling hidup yang selalu ia suka. Kakinya sudah membelit kaki Rachel yang pasrah.

"Kenapa kamu tidak mau mendekat dengan aku tidurnya?" Satria mengendus permukaan wajah Rachel dengan menggoda.

"Mana aku tahu kamu pulang. Tadinya aku mau tidur di kamar Lilah tapi ada Markona." gerutu Rachel masih memejamkan matanya.

Semenjak kepulangan mereka dari bulan madu dengan segala tumpang tindih acara yang sukses mengganggu ritual mereka, Satria memang disibukkan dengan berbagai perkerjaan menumpuk dari kantor. Begitu banyak masalah yang harus ia selesaikan. Terlebih ia sedang menggantikan dua posisi yang sedang ditinggalkan oleh dua orang yang sedang berbulan madu tanpa tahu waktu.

Leo dan Marsha sudah hampir tiga minggu menikmati pelesiran seenaknya tanpa perduli kerjaan yang sangat menumpuk di kantor. Entah kemana mereka yang jelas mereka tidak berniat memberi tahu. Mereka hanya memberikan kabar kepada para orangtua jika mereka dalam keadaan baik-baik saja. Terkadang kepada Satria. Itupun karena Satria selalu menyuruh mereka pulang.

Bayangkan Satria harus memantau tiga perusahaan keluarga setiap harinya. Walaupun para orang tua selalu ikut membantu tetapi tetap saja intensitas kebersamaan dirinya dengan Rachel sedikit berkurang. Bahkan berpengaruh karena Satria selalu pulang malam dan dipastikan dalam kondisi yang lelah.

"Maaf yah pendek. Abang kamu masih betah honeymoon sampai lupa waktu. Beruntung semua bisa aku pantau." Satria mengecupi seluruh wajah Rachel dengan perasaan rindu yang membuncah. Rachel memang seperti suplemen bagi Satria. Seketika energinya bisa meningkat bila Rachel berada dalam dekapannya.

"Hmm iya..." Rachel mengangguk geli, ia masih memejamkan matanya. Menikmati setiap kecupan yang ia rindukan dari sang suami. Menghirup aroma Satria yang membuat dirinya tenang.

"Pendek aku mau minta sesuatu sama kamu kalau kamu tidak lelah!" bisik Satria menggoda. Rachel seakan sudah tahu maksud suaminya memilih pasrah atas permintaan suaminya.

Sudah seminggu lebih mereka tidak berolahraga ranjang dengan rutin. Kesibukan dan pertemuan saat mereka sudah hampir terlelap menjadi hal yang selalu mereka terima akhir-akhir ini.

"Iya aku mau ayo buruan.." Rachel tanpa diperintah secara sukarela merebahkan dirinya dan perlahan membuka kancing piyama tanpa membuka kedua matanya walaupun bibir tetap tersenyum.

Melihat tingkah istrinya yang pasrah seperti itu terulas senyum geli pada Satria. Sambil tertawa pelan Satria meniup-niup kan nafas dari bibirnya mendekati kedua mata Rachel yang masih terpejam.

"Dasar pendek... Ayo buka mata kamu!!!" Rachel menggeliat dan perlahan membuka kedua matanya.

"Iya iya maaf aku setengah mengantuk. Sini aku bantu buka baju kamu." rayu Rachel manja melingkarkan tangannya di leher Satria.

"Mesum kamu pendek. Aku mau minta bantuan kamu. Buatkan aku nasi goreng pendek!!!" kecupan lembut mendarat di bibir Rachel.

"Kamu belum makan malam?" Rachel semakin membuka matanya sempurna. Ia merasa bersalah karena sang suami belum mendapatkan makan malam.

"Kamu terlalu memaksa berkerja. Abang ini keterlaluan. Meninggalkan perkerjaan sama kamu, memangnya dia kira yang pengantin baru cuma Abang aja. Kita juga pengantin baru, bahkan Mark dan Lilah tidak ada rencana honeymoon dalam waktu dekat ini. Dasar mereka berdua, suamiku sampai lupa makan malam karena kelelahan mengurusi perkerjaan mereka." Satria tidak mendengarkan gerutuan panjang istrinya.

Ia lebih memilih menikmati feromon memabukkan istrinya. Ia mengecupi leher istrinya bahkan sempat menghisap lama sehingga menghasilkan tanda warna di sana. Hal yang memang menjadi hobi Satria setelah menikah.

"Besok aku mau menghubungi mereka. Pokoknya mereka harus pulang!!!" Satria terkikik geli mendengar ocehan cerewet istrinya. "Kamu nih malam-malam berisik pendek..."

"Mau aku buatkan nasi goreng apa nggak?" senyum manis yang selalu mampu membuat Satria bahagia. Membuat rasa lelahnya hilang seketika. Satria mengangguk.

"Tambah energi dulu baru lanjut yah permainan kita, lagipula aku rindu itu kamu." goda Rachel sedikit mesum. Satria menatap lucu wajah merona istrinya.

"Aku juga rindu mulut bawel kamu pendek..." Satria mengecup sekilas.

"Apa di kantor ada masalah? Kenapa kamu lupa makan malam?" Rachel berkata kecewa sambil merapikan baju bagian depannya yang sudah sedikit berantakan akibat ulah Satria.

"Aku sudah makan pendek. Tadi aku menghadiri jamuan makan malam di salah satu restoran." Rachel merangkul tangan suaminya berjalan ke luar kamar menuju ruang makan di rumah yang terlihat sunyi karena memang sudah tengah malam.

"Lalu kenapa kamu mau makan lagi?" Satria memeluk Rachel dari samping.

"Aku rindu masakan kamu pendek." saat mereka melewati ruang keluarga yang berdekatan dengan arah dapur mereka melihat satu lagi pengantin baru yang sedang asyik menonton televisi. Lebih tepatnya Mark yang masih fokus menonton sementara Dalilah sudah memejamkan matanya.

Dalilah terlihat manja tidur dengan paha Mark sebagai bantalan dirinya. Tangan Mark dengan lembut terus mengusap wajah dan rambut istrinya agar semakin lelap tertidur.

"Hai Mark.." sapa Rachel riang. Satria langsung duduk di sofa samping mereka berdua.

"Kenapa tidak tidur di kamar? Dalilah sudah pulas tidurnya. Tahu gitu aku di sini tungguin Satria pulang, dari tadi malah bicara sendiri di kamar..." Mark terkikik geli mendengar ocehan Rachel yang memang selalu seperti itu.

"Kamu nih bicara tanpa titik tanpa koma. Kalau kamu di sini itu namanya kamu mengganggu aku dan Dalilah." Mark berbicara sambil mengusap kepala istrinya yang tetap tidak terganggu dengan ocehan Rachel.

"Aku mau buat nasi goreng kamu mau Mark?" Mark mengangguk.

"Ah suruh aja Lilah bikin buat dia. Pendek aku hanya mau kamu buatkan buat aku.." gerutu Satria kepada istrinya. Mark mencibir kelakukan alay sahabat merangkap kakak iparnya.

"Lebay..." sinis Mark pelan. Rachel pun pergi berlalu meninggalkan dua pria yang tidak pernah akur jika berada berdekatan.

"Mark.." tegur Satria datar

"Hmm.." Mark lebih datar lagi menjawab. Hanya mereka yang tahu kadar keakraban mereka di batas yang mana.

"Gue udah jual saham S.R sahabat Mas Dipta." jelas Satria pelan duduk mendekati Mark.

"Tapi dia bilang Kimberly untuk sementara nggak boleh tahu. Dia bilang dia sendiri yang mau kasih tahu. Gue ngerasa orang itu punya niat jahat sama Kimberly. Kenapa gue jadi merasa kasihan sama Kimberly yah?" jelas Satria sambil berbisik. Satria tetap berhati-hati menjaga perasaan Rachel jika menyangkut Kimberly.

"Kalau ada apa-apa kita bisa bertanya sama Mas Dipta. Gue percaya Mas Dipta nggak akan sembarangan kasih kita kenalan. Terlebih ini juga masih menyangkut kontrak kerja sama." Satria mengangguk dengan perkataan Mark.

"Apa Kimberly datang ke bengkel?" Mark menggeleng.

"Semenjak pertemuan kita di Lombok dia menghilang lagi. Yang gue denger terakhir dari supir yang ambil mobilnya dia masih menemani mamanya pengobatan." Satria diam mendengarkan Mark.

"Lo tahu Sat adik lo maksa mau bertemu sama Kim.." jelas Mark sambil menonton televisi sesekali menatap Satria.

"Mau apa?" tanya Satria bingung sambil melirik sekilaa Dalilah yang semakin memeluk erat pinggang Mark dan menelusupkan wajahnya di pinggang Mark.

"Katanya mau berteman. Dia mau merangkul keluarga dari pihak Mama." Mark mengelus pipi Dalilah dan menatap lembut penuh syukur.

"Gue juga Mark. Nggak tahu kenapa gue mau mama tahu keberadaan Kim. Selama ini mama merasa hidupnya sebatang kara tanpa keluarga. Gue udah bilang niat ini sama papa. Tapi papa menolak, belum saatnya mama tahu kata papa..."  Mark menatap Satria dan istrinya bergantian. Mereka memang adik kakak yang sangat mirip batin Mark tersenyum heran.

"Nanti kalau waktunya sudah tepat kita kasih tahu." Satria mengangguk setuju ia pun ikut menonton televisi yang menampilkan pertandingan sepakbola. Tak lama Rachel datang membawa tiga piring nasi goreng sosis yang tercium aroma kelezatannya. Sang master chef memang ada di dekat mereka dan selalu siap jika dibutuhkan.

"Kenapa kamu buat untuk dia juga sih?" cibir Satria, ia lalu merapikan duduknya hendak mengambil satu piring dengan porsi spesial diantara yang lain. Satria melirik piring yang diberikan Rachel untuk Mark.

"Kenapa telurnya dia dibuat mata sapi?" Mark terkikik geli melihat tingkah Satria.

"Galak deh kamu.." Mark mencubit pipi Satria.

"Dia nggak suka diaduk telurnya. Aduh kamu ini sama Mark aja cemburu. Dia suami adik kamu dan kakak aku juga." Rachel duduk di samping Satria dan ikut menikmati nasi goreng buatan dirinya.

"Lilah dari tadi tidur?" Mark mengangguk dengan senyuman manis kepada Rachel. Mark berbisik pelan di telinga istrinya.

"Manis kamu mau nasi goreng nggak?" bisikan lembut penuh kasih sayang.

"Hmmm..." Dalilah yang sedikit terganggu tidurnya justru semakin menelusupkan wajahnya di sekitar perut Mark. Tidak ada penolakan dari Mark. Hampir tiga minggu mereka menikah dan selama itu Mark berhasil belajar menahan nafsunya dengan penuh perjuangan. Ia belajar arti saling menghargai dan arti sebuah rumah tangga bukan hanya terkait hubungan badan.

Jangan ditanya betapa frustasinya Mark saat sedang menahan gairahnya yang tak bisa ia bendung jika berhadapan dengan Dalilah. Terlebih dengan sentuhan-sentuhan tak disengaja saat malam hari, atau saat mereka terjebak di dalam satu kamar.

Pernah saat Dalilah sedang mengganti pakaian Mark datang tanpa mengetuk pintu. Seketika Mark terdiam kaku karena mendapat pemandangan istrinya hanya mengenakan pakaian dalam. Betapa Mark berusaha sangat keras menahan godaan halal tersebut. Tinggal satu minggu lagi dan Mark harus mampu diwaktu rentan ini.

Itulah harapan yang selalu dijejali oleh isi otak Mark sendiri.

Bersabar.

Berjuang dengan nafsu.

Berat memang tapi akan ada balasan indah yang akan kamu terima.

Makna sebenarnya cinta.

"Pendek ambilkan aku jeruk nipis. Lilaah mau nasi goreng nggak? Ayo bangun urusi suami kamu makan!" Dalilah berusaha membuka matanya. Jelas suara galak itu bukan suara suaminya yang sangat lembut dan sopan terhadap dirinya.

"Bangun manis. Achel membuat nasi goreng." sentuhan lembut di pipinya membuat matanya mudah terbuka.

"Bangun Lilah!!!" tidak bisakah ibu tiri ini berhenti mengeluarkan suara menyebalkannya? Batin Dalilah mendesah kesal.

"Iya..." Dalilah mengangguk dan segera duduk membenahi posisinya. Mark tersenyum manis menatap Dalilah.

"Aku bingung dengan Rachel kenapa bisa tahan dengan ibu tiri macam dia.." bisik Mark pelan kepada istrinya. Sementara sang ibu tiri hanya melirik sinis mendengarnya.

"Gue dengar Mark." sungut Satria.

"Bagus deh kalau dengar." balas Mark santai.

"Ini kita makan berdua. Porsi yang Achel buatkan banyak sekali." Dalilah masih dia tidak bereaksi dengan ajakan Mark. Dalilah masih menormalkan pikirannya. Ia masih mengantuk.

"Pendek kamu lama sekali. Mana jeruknya!!!" Rachel datang membawa satu piring kecil jeruk nipis yang sudah ia potong-potong. Ia menyerahkannya kepada Satria. Ia juga membawa satu gelas besar air putih yang terlihat dingin dan menyegarkan.

"Buat apa? Mau aku peras di minuman?" Satria menggeleng dan dengan tangannya sendiri ia memeras semua potongan jeruk nipis itu diatas piring nasi gorengnya.

"Ada yang mau?" Satria menawarkan perasan jeruk nipis itu kepada ketiga orang yang hanya menatap heran tingkah Satria.

"Apa enak?" Rachel tampak bingung karena Satria sangat bersemangat mengaduk perasan jeruk nipis itu di seluruh nasi gorengnya.

"Mari makan!!!" ucap Satria sambil melahap nikmat campuran nasi goreng dengan perasan jeruk itu. Rachel, Mark dan Dalilah menyipitkan matanya. Bahkan menelan ludahnya membayangkan rasa asam dari perpaduan nasi dan perasan jeruk yang Satria nikmati.

"Kayak apa rasanya Sat?" Mark meringis ngilu melihat kunyahan tiap kunyahan yang dinikmati dengan semangatnya oleh Satria.

"Sangat lezat. Pendekku sangat pintar membuat semua makanan." jawab Satria sambil mencubit pipi istrinya gemas.

"Apakah ada lagi jeruk asamnya?" Rachel menggeleng bohong.

"Jangan banyak-banyak my hero nanti kamu sakit perut." Rachel berkata khawatir. Ia lalu mengalihkan perhatian.

"Lil ayo makan. Jangan diam saja aku bikin spesial loh." Rachel melirik Dalilah yang terdiam menatap sang kakak menikmati racikan makanan anehnya.

"Terimakasih aku sudah kenyang. Aku ambilkan kamu minum dulu." Dalilah lalu berjalan ke arah dapur. Sudah menjadi kewajibannya mengurusi suami tercintanya

Dalilah sungguh tak pernah menyangka jika jodohnya akan datang secepat kilat tanpa pendekatan yang berlangsung bertahun-tahun. Bahkan proses pernikahannya hanya dikerjakan dalam sehari. Sungguh takdir yang indah bagi dirinya.

Hari demi hari telah ia lalui dengan Mark. Dengan semua janji Mark yang pernah ia ucapkan. Sungguh Dalilah tidak pernah menduga jika Mark benar-benar melakukan semua janjinya. Mark sungguh lelaki sejati bagi diri Dalilah.

"Ini Mark minuman dingin untuk kamu." Dalilah datang dan membawakan ia minuman.

"Chel besok aku ke kafe yah. Aku mau belajar lagi." Rachel mengangguk. Ia memang sedang mengajari Dalilah memasak.

"Udah nggak jadi racun lagi masakan kamu?" Dalilah melirik sebal pertanyaan sang kakak.

"Masakan istriku sudah mulai ada peningkatan. Sangat drastis bahkan aku sudah mulai menyukainya..." tanpa malu Mark mengecup pipi Dalilah.

"Pendek jangan lupa bawakan aku makan siang ke kantor. Bawakan aku udang asam manis lalu sambal mangga." Rachel hanya mengangguk sambil menyuapi nasi ke dalam mulutnya sementara Mark dan Dalilah saling menatap takjub dan heran.

"Kakak kamu punya selera makanan yang aneh." cibiran Mark tidak dihiraukan sepasang suami istri itu. Rachel dan Satria saling menyuapi makanan.

"Norak." ejek Mark dan Dalilah bersamaan melihat tingkah mesra pasangan di hadapan mereka.

"Chel tadi mama ke rumah. Sepertinya dia sedang kesepian. Leo dan Marsha belum pulang. Kata mama di rumah sepi. Para oma dan opa masih betah di Lombok. Sepertinya mereka melanjutkan honeymoon kita." jelas Mark terkikik geli jika mengingat tingkah para lansia itu.

"Semoga mereka betah di sana." Dalilah geleng kepala dengan doa suami tersayang.

"Abang lama sekali honeymoon nya sih." Mark mengangguk.

"Iya imbasnya mommy selalu menyuruh kita menginap di sana. Marsha sialan..." Mark selalu mengalah jika berurusan dengan Marsha.

"Kamu ini sama kembaran jangan perhitungan. Sungguh saat aku melihat tawa Marsha yang begitu lepas saat bersanding dengan Leo. Itu hal terindah yang pernag kita lihat dalam kehidupan Marsha." jelas Dalilah sedikit antusias.

"Iya Lilah aku juga sama tapi ingat waktu. Oh iya apa kalian tidak berencana honeymoon? Kenapa kalian hanya menginap di rumah mommy dan di sini? Tidak ada keinginan berlibur?" pertanyaan Rachel membuat wajah Dalilah memerah. Andai Rachel tahu jika mereka berdua sedang melakukan pengujian yang paling berat dalam awal rumah tangga mereka.

"Minggu depan kita akan honeymoon.. Benar-benar honeymoon.." dengan wajah tenang menatap Dalilah, Mark menegaskan rencananya.

"Ayo pendek energiku sudah pulih. Saatnya kita ke kamar." Satria menarik tangan Rachel yang sedang menghabisi minumannya.

"Tunggu dulu aku mau merapikan piring kotor ini." Satria tidak memperdulikan kemauan istrinya.

"Ada Lilah dan suaminya. Mereka pasti sadar diri untuk merapikan piring-piring itu." jelas Satria asal.

Mark dan Dalilah hanya menggelengkan kepalanya karena suara pasangan itu masih jelas terdengar walaupun suara candaan mereka samar menjauh.

"Oh Lilah sungguh aku mau memasang dinding kedap suara. Minggu lalu sungguh membuatku muak. Mereka bermain kasar atau ala apa sih. Berisik.." Mark memang dibuat jengkel bersebelahan kamar dengan pengantin baru antik tersebut.

"Rachel itu cerewet dan kakak itu tidak suka dibantah, benar-benar pasangan unik." Dalilah merapikan piring-piring kotor dibantu dengan Mark menuju dapur.

"Unik tapi sangat mengganggu. Oh ini akan jadi malam yang menyebalkan.." Mark merangkul Dalilah berjalan ke kamar mereka. Dengan wajah ditekuk sebal ia sudah tahu akan seperti apa malam ini. Tidur dengan wanita cantik yang sudah sangat halal untuk ia miliki tetapi masih terlarang untuk disentuh. Dan mendapat gratisan suara-suara menyebalkan dari kamar sebelahnya.

Mereka sebenarnya sudah sama-sama bisa menguasai nafsu diantara keduanya. Justru setiap malam mereka menghabiskan waktu untuk saling berbicara mengenal lebih jauh satu sama lain. Hal itu semakin membuat Dalilah masuk ke perangkap indah cinta Mark. Sungguh Dalilah sangat mensyukuri pilihan hatinya menerima sebagai imam di hidupnya

"Ayo kita tidur. Malam ini kita juga pasti ditemani suara-suara mesum dari kamar sebelah." Dalilah terkikik geli dengan gerutuan Mark tanpa henti.

Perlahan ia merebahkan dirinya disamping Mark dan menatap wajah suaminya dengan bahagia, tanpa rasa takut atau gugup. Ini sudah menjadi kebiasaan mereka untuk tidur saling berpandangan dan pada akhirnya memejamkan mata.

"Malam ini aku mau tidur sambil memelukmu." Mark menarik tubuh Dalilah mendekat kepadanya. Tanpa penolakan Dalilah membalas pelukan hangat sang suami. Bersandar di dada bidang suaminya membuat ia merasa aman dan terlindungi. Detak jantung Mark yang berlaju kencang mengiringi dirinya sebagai nyanyian tidur.

"I love you my wife.." bisik Mark di atas kepala Dalilah.

"I know.." Dalilah terkikik geli dengan balasan yang ia ucapkan. Ia sengaja menggoda Mark tidak membalas ungkapan cinta yang sangat jarang ia ucapkan.

"Lihat pembalasanku minggu depan manis." Mark mengecup kening dan sekitaran puncak kepala istrinya.

***

"Pagiiii semuaaa..." Satria menyapa seluruh keluarga yang sedang menikmati sarapan paginya dengan wajah cerah bersinar. Ada Rahma dan Ibra yang sedang mengoles roti sambil tersenyum melihat kehadiran putranya yang tampak segar dan menebarkan senyum iklan pasta gigi nya. Mereka tahu putranya sedang menyebarkan kebahagiaan.

"Pagi kakak. Wah sepertinya lembur tidak membuat kakak kelelahan yah." sindir Dalilah yang baru saja duduk memberikan Mark secangkir kopi dan roti panggang tanpa olesan. Mark ternyata tidak menyukai sarapan berat di pagi hari. Setiap pagi Dalilah sudah hafal kemauan suaminya.

"Pagi adik ipar..." Satria menyikut tanpa dosa Mark dengan memamerkan jajaran gigi rapinya di hadapan Mark.

Sungguh Mark bergidik ngeri melihat kelakuan kakak iparnya. Mark bukan pria bodoh yang tidak mengetahui maksud senyum terselubung super menyebalkan Satria. Benar-benar merusak pagi harinya. Sialan ini pria kaku. Pamer kepuasan di pagi hari. Sabar Mark waktumu tinggal menghitung hari. Awas kau Satria akan gue bales senyuman tengil itu.

"Pagi kakak ipar. Sumringah bener." jawab Mark yang diangguki sangat bangga oleh Satria.

Ibra dan Rahma tertawa melihat interaksi kedua sahabat yang sekarang berstatus ipar. Sungguh sebagai orangtua bersyukur karena kedua anaknya telah berbahagia dengan pilihan hati mereka masing-masing.

Mereka dapat menikmati masa tuanya dengan kelegaan hati. Lega karena melepas anak-anaknya di tangan yang benar.

"Chel mana jeruk nipisnya." Satria sedang meracik bubur ayam buatan sang istri. Rupanya sang istri sedang menyiapkan potongan jeruk nipis permintaan suaminya.

"Ini. Jangan banyak-banyak yah semalam sudah cukup banyak kamu mengkonsumsi jeruk itu. Nanti tekanan darah kamu bisa turun." Satria mengambil potongan jeruk nipis itu dan memeras di atas mangkuk bubur ayam yang sudah ditaburi dengan aneka topping yang biasa terdapat di menu itu.

"Satria apa tidak terlalu asam dijam segini kamu makan itu?" Rahma menyipitkan matanya karena Satria sangat menikmati campuran rasa itu.

"Asamnya enak ma." jawab Satria sambil melahap nikmat makanan itu.

"Kamu nggak makan Chel.." tanya Rahma lembut. Rachel menggeleng.

"Aku belum lapar ma. Melihat Satria aku sudah kenyang." Rachel terus saja menatap wajah sang suami yang sedang menikmati makanan dengan racikan aneh.

"Chel papa mu kemarin titip salam kepada papa. Katanya dia merindukan putrinya. Kamu harus sering-sering menghubungi papamu. Sepertinya dia terkena penyakit mala rindu." senyuman Ibra kepada menantunya di pagi hari sungguh sangat indah.

"Iya pa aku kemarin sudah menghubungi papa tapi dia maunnya aku datang ke rumah." Ibra mengangguk.

"Mereka sedang kesepian karena kedua anaknya perlahan pergi dari rumah. Kamu bergantian menginap di sana. Satria ajak Rachel berkunjung ke rumahnya." Satria hanya mengangguk dan lebih memilih menikmati bubur ayamnya.

"Mengenai tiga perusahaan yang kamu pantau papa dan yang lain pasti ikut membantu."

"Iya pa. Sebentar lagi juga Leo dan Marsha pulang. Sudah tidak terlalu sibuk. Papa tenang saja."

Satria terus menikmati bubur ayam itu bahkan ia menambah perasan jeruk nipis dengan rasa kecut di pagi hari. Rahma terus saja memperhatikan putranya dan istrinya penuh tanda tanya.

"Opa dan oma kalian sepertinya betah berlibur di Lombok. Nanti setelah Leo dan Marsha pulang. Kami para orangtua mau pergi berlibur." semua mata menatap Ibra penuh tanya. Kecuali Rahma yang masih menatap menu makanan putranya.

"Mau berlibur kemana pa?" tanya Dalilah penasaran.

"Kemana kami mau. Kalian kan sudah punya pasangan masing-masing. Sudah ada yang mengurus dan menjaga. Tugas kami sudah selesai. Sekarang saatnya kami memanjakan diri kami." Dalilah dan yang lain hanya mengangguk setuju.

"Kalian tidak berencana honeymoon?"

"Minggu depan pa. Aku masih banyak kerjaan di bengkel." jawab Mark kepada Ibra. Pagi hari yang indah di keluarga bahagia.

"Chel nanti kamu ajari Dalilah yah buatkan menu makan siang buat papa. Papa sudah nggak sabar mau tahu masakan princess." Ibra melirik putrinya yang sedang mengerucutkan bibirnya.

"Rachel aja deh pa. Aku masih belum percaya diri dengan masakanku." Rachel hanya mengangguk dan terus menelan ludahnya sendiri melihat suapan demi suapan yang sudah masuk ke dalam perut Satria.

"Chel nanti jangan lupa kirimkan aku udang asam manis dan sambal mangga." perintah Satria santai.

"Satria kamu ini sedang kenapa sih? Kemarin saat di kantor kamu marah-marah dengan sekretarismu karena tidak bisa mendapatkan mangga muda. Sekarang kamu minta menu itu lagi." penjelasan Ibra membuat kecurigaan Rahma semakin benar.

"Chel nanti kamu ikut mama pergi yah. Dalilah kamu juga ikut." Rachel dan Dalilah mengangguk.

***

Di kantor Satria.

Bip.

"Selamat siang Pak Satria ada yang mau bertemu dengan Bapak tetapi dia belum membuat janji dengan Bapak."

"Siapa?" Satria tampak sibuk membaca berkas-berkas di atas mejanya.

"Nona Kimberly S.R" Satria berhenti membaca berkas sejenak. Ia lalu menatap telephone di samping dirinya.

"Suruh masuk."

"Baik Pak."

Bip.

Satria merapikan beberapa berkas lalu bersiap bertemu untuk kali pertama dalam keadaan formal berdua dengan Kimberly. Sesosok wanita yang sebenarnya sangat enggan ia temui. Terlebih setelah ia menikah. Kimberly pernah menjadi sebuah petaka mimpi buruknya saat ia sedang bimbang dengan perasaannya kepada Rachel.

Sungguh malam yang bodoh bagi Satria yang dengan mudahnya membalas cumbuan menggairahkan wanita itu.

Tok tok tok..

"Permisi Pak Nona Kimberly sudah datang.." Satria mengangguk dan menunggu kedatangan Kimberly di kursi miliknya. Ia tidak berniat berdiri menghampiri wanita yang ternyata mempunyai hubungan darah dengannya.

"Selamat siang Satria." Kimberly tersenyum kikuk dan mengikuti perintah mata Satria untuk duduk di kursi tamu di hadapannya.

"Siang Nona Kim silahkan duduk." Satria mengerutkan keningnya sejenak, ada yang berbeda dari bahasa tubuh wanita di depannya. Biasanya wanita itu akan berjalan dengan angkuhnya bahkan sangat percaya diri membuat semua mata tersihir karena pesona dan kemolekan tubuhnya yang sangat di dambakan semua pria.

Saat ini Kimberly hanya memakai celana jeans ketat dipadukan kaos hitam berbalut jacket jeans sederhana. Tidak ada polesan make-up tebal ala wanita penggoda. Rambutnya digerai biasa hanya jepitan sebagai pemanis untaian rambut hitam kecoklatan tersebut. Sungguh kali ini ia berdandan apa adanya dan Satria mengakui dalam hatinya wajah manis Kimberly mengingatkan ia akan Dalilah dan sang mama Rahma.

Mark pernah bilang jika sang mama Rahma memang mempunyai kemiripan wajah yang hampir sama dengan ibu kandung Kimberly yang tidak lain dan tidak bukan adalah Marissa.

Mantan istri papanya, Ibra.

Satria tidak berbohong jika ia sempat terpesona dengan tubuh Kimberly yang seksi. Tetapi itu hanya aksi kagum sesaat. Pesona istri pendeknya lebih membludak masuk di hatinya. Mengalahkan yang lain.

"Panggil aku Kim saja.." sungguh Satria heran dengan raut wajah Kimberly saat ini. Ia terlihat gugup.

"Langsung saja Satria. Aku tahu kamu ternyata yang menyuntikan dana besar untuk perusahaan mendiang papaku dan kamu punya hak paling besar sekarang di perusahaan itu." Satria mengangguk sambil terus menatap Kimberly.

"Terimakasih Satria." Kimberly menundukkan wajahnya. Saat seperti ini yang membuat Satria semakin bimbang. Ia tidak mau berhubungan dengan Kimberly demi menjaga keutuhan rumah tangga yang baru ia bina dengan Rachel.

Ia tidak mau wanita dihadapannya ini membuat kisah hidupnya sedikit ruwet karena kecemburuan Rachel yang beralasan. Tetapi ia juga baru tahu jika Kimberly adalah keluarga dari pihak mamanya. Keluarga yang ia pikir tidak pernah ada.

"Tidak masalah Kim. Setelah semuanya rapi aku akan menyerahkan tanggung jawab perusahaan itu ke kamu. Untuk sementara karena kamu tidak punya pengalaman biar team kami membantu perusahaan dari kehancuran yang sekarang sudah bisa diatasi." Kimberly diam menatap mata sendu Satria yang jelas memancarkan ketulusan membantunya.

"Maaf jika selama ini aku pernah menjadi benalu dalam kisah asmaramu. Begitu juga dengan Mark. Aku janji aku akan berkerja giat dan segera mengembalikan semuanya kepada kamu." Satria menggeleng.

"Tidak perlu." jawab Satria datar. Kimberly pun hanya diam dan terlihat meminta izin karena ada panggilan telephone dari dalam tasnya.

Drt.. Drt.. Drt..

"Maaf..." Satria mengangguk memberikan izin Kimberly mengangkat panggilan itu.

"Iya Dok. Nanti sore saya akan kembali. Baik terimakasih tolong jaga mama saya." Satria mendengarkan pembicaraan itu. Jelas Kimberly sedang menanggung beban. Jadi mamanya sakit?

"Baik Satria secepatnya aku akan ikut bergabung secara keseluruhan di perusahaan ini. Terimakasih sekali lagi maaf jika aku pernah punya salah dengan kamu ataupun dengan istri kamu. Maaf sekali lagi, aku pamit dulu." Kimberly berdiri dan membungkukkan badannya hendak keluar. Satria  berdiri dan menghampiri Kimberly.

"Aku juga minta maaf. Aku pernah menjadi pria brengsek saat itu. Aku berharap kita bisa berteman baik tanpa dendam, terlebih kita sudah menjadi partner kerja." Kimberly tersenyum karena ini pertama kalinya ia mendengar Satria berkata tulus.

"Tidak masalah. Itu akan jadi cerita lucu yang akan aku ingat. Aku pernah mencium kamu, sungguh memalukan.." Kimberly sedikit tertawa menahan malu.

"Tapi justru kamu sekarang yang menyelamatkan perusahaan papaku. Entah apa yang bisa aku bayar atas jasa kamu ini." Satria menatap lekat ungkapan tulus yang keluar dari mulut Kimberly.

"Sebenarnya Kim perusahaan itu telah dibeli oleh...." kata-kata Satria terputus karena teriakan tanpa di duga dari arah pintu.

"Kakaaaakk aku punya kabar gembiraaa sebentar lagi aku akan mempunyai keponakan...." teriakan Dalilah terhenti karena melihat kehadiran Kimberly di dalam ruangan kantor kakaknya.

"Kimberly?" tanya Dalilah pelan. Kimberly hanya tersenyum mengangguk. Ia bingung berhadapan dengan Dalilah terlebih tingkahnya yang sangat murahan mengganggu Mark secara terang-terangan.

"Kamu tadi bilang apa Lil? Keponakan? Mama Achel..." Rahma dan Rachel menyusul dari arah belakang dengan wajah berseri sambil berangkulan.

"Iya sayang sebentar lagi kamu akan menjadi ayah. Rachel hamil empat minggu." Rahma langsung menjawab pertanyaan Satria. Tanpa sadar Satria berjalan kearah Rachel dan mengangkat istrinya lalu memutar tubuhnya.

"Aku hamil, my hero.." jelas Rachel dengan ceria.

"Pelan-pelan Satria. Istri kamu masih rentan menerima gerakan kasar mu." Satria menurunkan Rachel yang sedang tertawa. Tanpa malu ia mengecup bibir Rachel di hadapan semuanya.

"Apa benar kamu hamil pendek?" Rachel mengangguk malu.

"Iya mama dari tadi pagi curiga karena kamu Satria. Lalu mama melihat wajah Rachel yang sedikit berbeda. Karena penasaran mama mengajaknya untuk memeriksa ke dokter dan ternyata benar, seperitnya putra mama yang sedikit ngidam, kamu baik sekali membagi penderitaan istri kamu.." Satria memeluk Rahma dengan erat.

"Aku sayang mama." Rahma membalas pelukan putranya.

"Kimberly..." Rachel baru sadar jika di samping Dalilah ada sesosok wanita yang mungkin masih membuat dirinya khawatir.

"Selamat Rachel atas kehamilan kamu. Aku pamit dulu semua, tidak mau mengganggu kebahagiaan keluarga kalian." Kimberly mengangguk dan menyalami Dalilah, Rachel bahkan Satria. Terakhir ia menghampiri Rahma dengan wajah gugup. Rahma tersenyum sopan & ramah kepada Kimberly.

"Siapa dia Satria?" tanya Rahma masih memegang tangan Kimberly.

"Dia perwakilan dari S.R Food Pro ma. Kebetulan tadi aku sedang berdiskusi sebentar. Namanya Kimberly ma. Kim kenalkan ini mamaku Rahma." Satria menjawab kikuk atas identitas Kimberly. Ingin rasanya ia mengatakan sejujurnya jika wanita di depan sang mama adalah keluarga yang selalu di dambakannya.

"Saya Kimberly bu." Rahma menganggkat wajah Kimberly yang sedang menunduk.

"Panggil saya Tante Rahma saja." Rahma tersenyum tulus.

"Dimana menantu papa yang akan memberikan cucu..?" Ibra datang dengan wajah sangat berseri. Tanpa melihat keadaan sekitar ia memeluk sayang Rachel.

"Terimakasih papa."

"Ayo kita makan siang bersama. Papa kamu tadi juga sudah mengajak kita merayakan kehamilan kamu. Ayo semua." ajak Ibra antusias. Dalilah menghampiri Ibra.

"Papa bahagia sekali mau menjadi kakek.." Dalilah memeluk dari samping tubuh Ibra yang sedang melebarkan senyuman gembira.

"Setelah ini papa berharap kamu juga menyusul Rachel yah.." Dalilah hanya memasang wajah polos. Mungkin giliran dirinya masih beberapa bulan lagi.

"Saya permisi semua." merasa mengganggu kebahagiaan sebuah keluarga Kimberly izin untuk pamit. Rahma menahan tangan Kimberly.

"Kenapa kamu tidak ikut dengan kita. Ayo kita makan siang bersama." semua mata memandang bingung atas ajakan Rahma kepada Kimberly. Ibra yang memang belum menyadari kehadiran Kimberly mendapat bisikan pelan dari Satria.

"Itu yang namanya Kimberly pa." wajah Ibra seketika kaku. Ia menggeleng memberitahukan Satria agar sang mama tidak diberitahu siapa Kimberly sebenarnya.

"Saya harus pergi. Lagipula saya tidak mau mengganggu acara keluarga." tolak Kimberly sopan. Rahma tetap memegang lengan Kimberly.

"Tidak masalah. Ini kan hanya makan siang merayakan kebahagiaan. Apa salahnya berbagi kebahagiaan." Ibra masih terdiam menatap wajah tulus Rahma. Istrinya memang berhati mulia.

"Tidak perlu tante. Saya harus segera ke rumah sakit. Mama saya masih dalam perawatan." wajah Ibra kembali kaku menatap Satria yang hanya menggeleng memberikan jawaban tidak tahu.

"Oh maaf tante tidak tahu. Semoga mamamu cepat sembuh. Yang sabar yah.." Kimberly menatap wajah Rahma dengan senyuman. Ia lalu mengangguk dan berkata permisi tanpa melirik yang lain. Dalilah yang melihat kepergian Kimberly langsung buru-buru mengejarnya.

"Maaf aku harus mengambil barang di bengkel. Aku tidak ikut makan siang. Selamat Kakak ..Achel. Aku pergi dulu." Satria mengangguk ia tahu maksud Dalillah pergi mendadak.

"Ayo Biyan dan Sarah sudah menunggu kita." Ibra menarik Rachel dalam gandengannya. Meninggalkan Rahma dan Satria yang berjalan saling berangkulan di belakangnya.

"Papa harap kamu tidak mengidam seperti mamamu ini." Ibra menoleh ke belakang melirik Rahma. Rachel menunggu penjelasan papa mertuanya.

"Apa pa?"

"Sewaktu hamil Dalilah dia tidak mau sekamar dengan papa." bisik Ibra pelan tetapi Satria dapat mendengarnya.

"Apa? Awas kamu pendek ngidam aneh-aneh begitu." ancam Satria yang langsung dihadiahi cubitan di pipinya oleh Rahma.

"Kamu ini masih saja memanggil istrimu pendek. Mama rasa nanti yang mengidam adalah kamu. Dari sekarang saja tingkah kamu sudah aneh..." jelas Rahma meledek putranya.

"Rachel kamu harus bersabar menghadapi anak papa yang kaku ini. Pokoknya dia harus selalu standby menuruti kemauan kamu mau apa. Kamu mau memakan apa segera diberitahu. Jika Satria tidak mau menuruti kamu bisa meminta bantuan sama papa." Rachel menggeleng malu.

"Tidak perlu pa. Mudah-mudahan kehamilan ku tidak merepotkan semuanya.." Ibra menggeleng dan merangkul sayang menantu perempuannya.

"Pokoknya papa dan Biyan sudah mengatur jadwal menginap kalian. Minggu ini kalian menginap di rumah mu Chel. Kasihan kedua orangtuamu kesepian. Lalu minggu depan kalian tinggal di rumah papa. Pokoknya kamu harus memberi tahu keinginan kamu mau apa akan papa kabulkan." mendengar ide aneh tersebut Satria segera melakukan protes.

"Apa-apaan ini papa. Kami mau tidur dimana terserah kami. Bahkan kami berencana mau tinggal di apartement di tahun pertama." Ibra dan Rahma menggeleng.

"Papa dan mama tidak suka dengan apartement. Tempat itu membuat satu keluarga tidak dekat. Pokoknya selama Achel hamil ia harus dijaga dengan ketat. Terlebih saat masa mengidam." tegas Ibra tanpa bantahan.

"Tapi aku berharap tidak terlalu ngidam parah pa. Doakan agar aku tidak ngidam yang menyusahkan." jelas Rachel dalam rangkulan sayang Ibra.

"Kamu pasti ngidam dan Satria harus menemaninya. Begitupun papa dan papa kamu sudah berbagi tugas." Satria mengernyit bingung.

"Bagi tugas?"

Rahma tertawa menatap Satria yang sedikit bingung dengan sikap sang papa yang terkesan lebay. Rahma faham Ibra hanya ingin calon cucunya mendapat perhatian dari masa dalam kandungan. Rahma tahu Ibra masih belum merasa membayar tuntas kesalahannya saat ia sedang mengandung Satria.

"Keluarga Ruwet. Orang belum ngidam dipaksa ngidam. Pakai bagi tugas lagi. Jelas-jelas aku suaminya.." gerutu Satria.

-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro