Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

33 - Pengantin Ruwet

           

Masih di Lombok.

Hari yang dinanti akhirnya terjadi juga. Berawal dari ciuman dimasa lalu berakhir dengan janji setia sehidup semati. Kisah ini adalah kisah sederhana antara Mark dan Dalilah.

Sikecil Mark bahkan sempat ikut menanti kelahiran Dalilah kala itu. Mungkin mereka sudah berjanji berjodoh sejak kecil.

Mungkin..

Jodoh siapa yang tahu..

Siapa yang menyangka jika acara bulan madu Satria dan Rachel benar-benar diganggu oleh para pengganggu paling super dimasanya. Merekapun tidak menduga jika jalan hidup akan tertulis seperti ini.

Perjuangan cinta mereka akan dimulai dibabak baru. Berjuang untuk selamanya. Menghadapi badai dan terpaan angin yang datang tanpa diminta. Mereka harus siap.

"Lee bawa kabur gue dari sini Lee. Gue mempercepat waktu pernikahan karena mau menghindar dari panitia rusuh. Tetapi kenapa mereka jadi panitia inti." Mark menggerutu disamping Leo. Siang ini mereka akan melakukan ritual mandi di laut.

Ritual itu tadinya akan dijadwalkan pukul sepuluh pagi. Tetapi tertunda dikarenakan pengantin baru belum tampak batang hidungnya dihadapan Mark.

Tahu kan siapa pengantin baru yang dimaksud?

Para panitia rusuh menginginkan Marsha selaku saudara kembar Mark yang mengeringkan tubuh Mark sehabis mandi dengan air laut. Mereka adalah saudara kembar yang mempunyai batin satu kesatuan dan tak mudah dilepaskan oleh keduanya.

Itulah alasan para panitia. Dan dengan perasaan jengkel Mark menunggu pasangan pengantin itu keluar dari pulau kecilnya.

"Lo kelamaan sih datangnya. Ini tengah hari bolong. Pas matahari ada dikepala gue. Gila aja gue suruh berenang di laut." gerutu Mark tanpa henti membuat Leo terkikik geli. Mark melirik tampilan Leo sangat berbeda. Dipastikan malam pertama mereka berjalan sukses.

Sial..

Leo tampak santai mengenakan kemeja putih tangan pendek dengan celana jeans pendek. Tak lupa kaca mata hitam semakin membuat ia tampak mempesona.

Sejak kapan Leo tidak mempesona?

Marsha melirik dari kejauhan tampilan suaminya. Hatinya berdebar tak karuan jika mengingat percintaan pagi tadi dengan suaminya. Sungguh anugerah terindah ia akhirnya mempunyai status baru sebagai seorang istri.

"Hei senyumnya maniss banget. Sukses yah malam pertamanya?" goda Zahara yang sedang membawa peralatan lulur untuk Mark.

"Ah mbak kaya nggak pernah ngerasain ajah." Marsha merona merah.

"Sungguh sesuatu hal yang berbeda yah. Biasanya setiap malam tidur sendiri. Sekarang punya guling hidup." semburat merah di pipi Marsha semakin terlihat.

"Ahh mba buka kartu aja..." Marsha berlari meninggalkan Zahara yang sedang tertawa puas menggoda pengantin baru. Leo menatap Marsha yang berlari mendekatinya dengan senyum lebar bak model pasta gigi di layar televisi. Sungguh senyuman paling lepas bahagia yang pernah Mark lihat dikehidupan Leo.

"Cckk.. Biasa aja apa natap kembaran gue." sinis Mark membuang mukanya, ia terus saja memicingkan matanya karena sinar matahari yang begitu terik. Panas gilaaaa....

"Dia cantik yah..." Leo berbicara tanpa menghiraukan gerutuan Mark. Ia fokus menatap istrinya yang memakai dress longgar sebatas dengkul berwarna putih. Ia mengenakan topi bundar bercorak bunga. Rambutnya digerai asal yang semakin membuat penampilannya sangat mempesona.

Aura nya terpancar.

"Au ahh.. Udah mana nih para oma? Ini panas banget. Dikira gue cucian baju apa..." Mark terus aja menggerutu.

"Siang ini lo boleh cemberut tapi nanti malam lo akan tersenyum bahagia. Asal lo jangan terima Dalilah minuman juice buatan Achel atau Satria. Kalau nggak mau tersiksa." jelas nada Leo masih tersirat kejengkelan yang mendalam. Beruntung Satria dan Rachel mendapat tugas untuk menemani calon mempelai wanita.

Jika tidak? Sang singa Leo akan meraung kepada mereka.

"Markk...." Marsha tiba-tiba menerjang saudara kembarnya dengan mesra. Dengan wajah polos ia duduk dipangkuan Mark tanpa malu. Leo hanya tertawa menatap kelakuan istrinya. Ia tidak akan pernah bahkan tidak akan bisa cemburu dengan kedekatan Mark dan Marsha. Mereka memang tidak bisa dipisahkan, Leo sangat tahu hal itu dan tidak ada niatan dirinya untuk memisahkan saudara kembar yang hanya berbeda waktu kelahiran dalam hitungan menit.

"Apa kamu sudah siap?" tanya Marsha antusias. Seketika wajah Mark yang sebelumnya terlihat kusut bak kertas lecek berubah melebarkan bibirnya. Aura kebahagiaan Marsha menular tanpa bisa dicegah.

"Im happy for you my sister.." Mark mencubit hidung Marsha gemas. Marsha tetap mengumbar senyum yang tak lepas dari wajahnya. Mark bahagia akhirnya Marsha menemukan cinta sejatinya. Selama ini Marsha adalah pribadi yang tertutup tanpa mau berusaha mencari kebahagiaan.

"Mudah-mudahan hari ini berjalan lancar yah. Nanti sore kita ke villa dan melangsungkan acara pernikahan di sana. Apa sesampainya di Jakarta kamu tidak mau melangsungkan resepsi? Daddy menawarkan kepadaku. Tapi aku menolak." Mark mengangguk.

"Cukup hari ini saja. Selebihnya aku mau menjalani pernikahan berdua dengan Dalilah." Marsha mengecup pipi Mark dikedua sisinya. Setelah itu dengan riang ia berlalu meninggalkan mereka berdua dan mendekati para oma yang berjalan ke arah mereka. Tetapi langkah Marsha berhenti dan kembali mendekati Mark dan Leo memamerkan senyum indahnya.

Marsha mengecup sekilas bibir Leo lalu kembali tertawa dan berlari menghampiri Hani dan Tiara. Leo tertawa melihat tingkah Marsha yang sudah berani memperlihatkan kemesraan di depan orang.

"Dia sangat bahagia Lee. Gue senang melihatnya." Leo mengangguk.

"Dan sangat bergairah Mark.." jelas Leo tanpa sadar. Seketika Mark memukul lengan Leo.

"Sialan..."

"Cucuku ayo ke sini kita harus cepat melakukan ritual ini. Kemari Mark.." Mark mendesah pasrah mendengar panggilan Tiara. Terlihat disana Marsha sedang memegang handuk untuk Mark. Hani, Tiara, Zahara dan Dipta juga menunggu Mark yang berjalan tak antusias dengan Leo.

"Ayo Mark nanti malam Dalilah akan membalas perjuangan lo dengan desahan.." Mark menendang kaki Leo sebal.

"Dasar pengantin baru. Sok mesum..." Leo hanya tertawa dengan gerutuan Mark. Leo tidak perduli karena ia memang sedang bahagia.

"Ayo Mark buka bajumu dan segeralah berenang sampai batas di sana." Mark menatap teriknya matahari saat ini. Ia menutupi wajahnya dengan satu tangan.

"Oma apa tidak bisa aku berenang di kolam renang yang disediakan diresort. Di sana lebih teduh." mohon Mark kepada kedua panita khusus itu. Tiara dan Hani menggeleng.

"Itu buatan tangan manusia sayang. Kamu tidak menyatu dengan alam. Ayo buruan!!!" Mark membuka bajunya.

"Gue jadi ikan kembung deh.." sindir Mark.

"Seharusnya kamu membuka seluruh bajumu. Tapi tidak masalah jika kamu tidak mau." jelas Hani kepada Mark.

"Tentu saja aku tidak mau oma. Aku bukan narapidana yang baru keluar dari lapas. Aku ini calon pengantin oma." sungut Mark sebal. Leo mendorong Mark mendekati tepian pantai.

"Udah cepet berenang. Panas ini..." Mark melirik kesal wajah Leo yang terlihat cekikikan bersama Zahara dan Dipta.

Mark menarik nafasnya dalam-dalam isetelah itu melakukan peregangan sejenak pada anggota tubuhnya. Lalu secepat kilat ia menyelamkan diri melawan ombak. Beruntung ada pembatas ditengah luasnya air laut membentang. Mark berenang secepat kilat dan berbalik arah kembali ke tepian pantai. Marsha menantinya diujung batas air laut yang menerpa kakinya. Dengan antusias ia menghampiri Mark dan memberikan handuk kering untuk Mark, bahkan Marsha dengan riang mengelapi sekujur tubuh Mark.

"Harusnya kamu berdiam diri dulu ditengah Mark lalu mengucapkan doa agar kehidupanmu selanjutnya berjalan lancar..!" Tiara berkacak pinggang kepada Mark.

"Oma ini terik banget dan aku masih waras untuk tidak berjemur ditengah laut. Kulitku bisa gosong oma." Marsha memeluk Mark.

"Sudah jalani saja Mark, ayo kita bertemu dengan para orangtua dan saudara yang lain. Kamu kan mau dilulur." Marsha dan Mark berjalan beriringan.

"Zara apa kamu sudah merapikan perlengkapan lulurnya?" Hani memang menugaskan Zahara mempersiapkan lulur alami untuk Mark.

"Sudah oma, beras, jeruk, alpukat, serei, daun pandan dan teman-temannya sudah diracik sempurna. Tinggal disajikan bersama Mark akan menjadi sempurna." Zahara sengaja menggoda Mark yang terlihat bingung dengan perkataan ambigu Zahara. Beras jeruk alpukat? Apa mereka mau membuat makanan aneh? Tak cukupkah aku mandi dengan sabun?

"Oma aku luluran di kamar saja oke?" Mark merangkul manja Tiara tanpa risih. Tiara memang sudah ia anggap neneknya sendiri. Karena Mark memang sudah tidak mempunyai kedua nenek dari pihak Rama dan Livi sehingga dengan tulus Tiara menganggap Mark dan Marsha sebagai cucu kandungnya sendiri.

Begitu juga dengan Hani.

"Tidak bisa sayang luluran ini harus dilakukan oleh para orang tua." Mark membulatkan matanya.

"Aku luluran sendiri aja oma!!! Ah ini memalukan..." gerutuan Mark hanya dibalas tawa oleh Tiara.

"Ayo cucuku. Semua menunggu di sana." Mark ditarik Hani dan Tiara di kanan kirinya.

Dan lengkaplah siang itu Mark melakukan ritual lulur dengan para orangtua, dengan pasrah Mark duduk disekitar teras salah satu bungalow resort. Dimana hanya ada para keluarga inti. Area itu tertutup untuk umum. Ia hanya mengenakan celana pendek yang ia pakai saat berenang dilaut.

Terlihat kedua orangtua Mark dan Leo yang saling bergantian memberikan lulur ketubuh Mark. Tak lupa para oma dan opa disusul Marsha dan Leo. Zahara dan Dipta pun memberikan luluran ditubuh Mark.

Dipta dan Leo lebih memilih menggoda Mark dengan melumuri lulur itu disekitar wajah Mark yang kontan membuat si empunya wajah merengut jengkel. Ah apa fungsinya pabrik sabun jika masih saja memakai racikan ini. Tubuhku gatal dan risih..

Tahapan Mark setelah acara luluran dilanjutkan dengan mandi kembang tujuh mata air. Livi sempat meneteskan air matanya saat menyirami putranya.

"Mark sayang kamu sebentar lagi akan berubah status. Mommy harap kamu menjadi suami yang bisa membina rumah tangga dengan baik. Selamanya. Jangan lupain mommy sayang..." Livi memeluk Mark dengan linangan air mata bahagia.

"Haduh kenapa jadi mewek begini. Aku ini mau nikah bukannya mau ikut wajib militer. Tidak akan ada yang berubah mom.." Mark menenangkan sang mommy dengan memeluk erat tubuhnya.

Acara itu berakhir sampai pukul tiga sore. Ada beberapa ritual yang dengan tegas ditolak keras oleh Mark. Seperti sauna dengan tikar, memakan tanpa garam dan yang membuat Mark geleng-geleng kepala adalah melempar pakaian dalam ke atas langit. Oh rasanya kepala Mark ingin meledak. Hari masih panjang dan setengah hari ini ia menikmatinya bersama para oma dengan segudang ide dan aneka nasihat tanpa batas yang mereka berikan.

"Leo ayo bawa gue pergi dari sini. Ayo buruan ke villa. Gue mau cepat-cepat menikah. Ah bisa ruwet otak gue di sini." cecar Mark menarik tangan Leo untuk segera keluar dari kamar. Leo memang ditugaskan menemani Mark bersiap diri untuk acara inti pada hari itu.

Drt... Drt... Drt... Satria

"Iya Sat.. Oke Mark juga sedang bersiap-siap..." Leo menerima panggilan telephone dari adik iparnya.

"Ayo Mark. Siap menikahi Dalilah?" Mark tersenyum bahagia dan segera merapikan jas yang akan ia kenakan.

"Mau bareng gue dan Marsha? Atau oma dan opa?" Mark memukul lengan Leo lalu menarik paksa Leo.

"Bisa-bisa oma ajak gue ke pantai lagi buat buang sial. Ayo biar Mba Zara yang urus pansus..."

"Kali aja lo disuruh berenang dari sini ke villa.. Hahahah.."

***

Di Villa keluarga Sarha.

"Selamaatt buat kalian berduaa.." Zahara memeluk Dalilah dan Mark yang sedang memancarkan rona bahagia. Mereka baru saja resmi menjadi sepasang suami istri. Sungguh indah Mark menyematkan cincin pernikahannya saat matahari akan tenggelam.

Terbenamnya matahari menjadi saksi waktu bahwa Dalilah resmi menjadi Nyonya Mark Rama Andhika.

Kisah cinta sederhana mereka akan memasuki babak baru. Mark melamar Dalilah saat matahari terbit dan mempersunting Dalilah pada saat matahari terbenam. Sungguh waktu yang indah untuk memulai sebuah lembaran baru disetiap detik kisah mereka berjalan.

Matahari menjadi saksi abadi kebersamaan mereka.

"Akhirnya setelah hampir seharian Mark ditemani pansus teraktif didunia..hihihi" Dipta memeluk Mark sambil tertawa.

"Kamu beruntung pansusnya cuma satu. Sedangkan aku sepasang..." Mark menyenggol Dalilah yang tampak anggun mengenakan gaun pengantin berwarna putih. Sederhana tapi tampak anggun saat Dalilah mengenakannya.

"Sama saja Mark. Mereka saling memantau walaupun aku disini bersama oma..." tawa Dalilah membalas senggolan Mark.

"Selamat yah kalian mengingatkan kita saat menikah dulu..." Dalilah mengernyit bingung dengan ucapan Zahara.

"Kami juga menikah dalam sehari. Beruntung aku bisa mengatasi niat Oma Hani untuk mengatur.." Dipta menggeleng jika mengingat betapa ia dimabuk cinta dengan sosok gadis cantik super galak Zahara.

"Lilaaaaahhhh...." Marsha datang dan langsung menerobos memeluk Dalilah. Leo dan Satria mengekori dari belakang.

"Braderrr..." Leo dan Satria memeluk bersamaan Mark lalu entah bagaimana ceritanya keduanya memukul perut Mark.

"Ganggu aja honeymoon orang lo.." perkataan Leo membuat Satria memicingkan matanya.

"Sama lo juga. Ganggu honeymoon gue.." sindir Satria berapi. Bisa dibilang rencana Satria yang sudah ia susun dengan rapi kacau balau ala sebab dua brader tersayangnya ini

"Oh iya Rachel mana Satria nggak keliatan?" Satria merangkul Dalilah dengan sayang.

"Achel lagi bersembunyi. Takut ketemu pengantin baru ini. Malam pertama mereka kan dibuat kacau oleh Achel.." Satria tertawa menatap Leo dan Marsha bergantian. Leo menggelengkan kepala akan ulah adiknya.

"Kacau kenapa? Bukankah kalian tinggal di pulau kecil?" tanya Zahara penasaran.

"Asal mbak tahu, gara-gara Achel aku bermalam dengan beruang kutub..." Marsha menghampiri suaminya lalu tanpa malu mencubit pinggangnya sekuat tenaga.

"Sakiit love..." keluhan Leo membuat Mark dan Satria melirik sebal.

"Pengantin norak.."

"Lebay lo ah.." Satria menyahuti celaan Mark.

"Minuman yang aku minta dari Satria ternyata telah dicampurkan obat tidur dosis tinggi..." cerita Marsha pelan. Seketika semua yang mendengarkan tertawa.

"Itu minuman buat Satria sebenarnya..." Marsha pun terlihat menggerutu pelan.

"Wah berarti Achel nggak kuat sama permainan kamu Satriaa. Haduh jangan terlalu aktif kamu. Kasihan adik mba..." Satria hanya tertawa tanpa malu.

" Mana tahan liat istrinya jadi bahenol gitu..." Satria memukul perut Mark.

"Awas lo adik gue disiksa." Mark melirik Dalilah sekilas.

"Nggak akan..." wajah Dalilah merona merah.

Akankah malam ini mereka sanggup tanpa melakukan apa-apa?  Dalilah terus bertanya-tanya apa malam ini akan menjadi malam pertama mereka.

"Aku nggak percaya. Mark sama Satria sepertinya satu tipe deh." Zahara memberikan pendapatnya. Semua hanya mengangguk setuju.

"Abang..." Rachel menghampiri Leo sambil membawa minuman segar.

Orange juice.. Leo memicingkan matanya menatap adik kecilnya. "Kamu mau kasih aku obat tidur juga?" Leo mencubit pipi Rachel.

"Maafin aku bang. Salah kamu sendiri Sha kenapa mengambil minuman itu.." bela Rachel sambil memeluk Marsha dan memberikan minuman dingin itu kepada Leo.

"Ini spesial buat abang. Tidak ada campuran obat tidur." Rachel mengedipkan matanya manja.

"Oke mba mau melihat Alvina. Sekalian mau pamit yah besok pagi mau balik ke Jakarta. Selamat yah buat kalian akhirnya menemukan jodohnya masing-masing.." Zahara dan Dipta memberi salam perpisahan dan saling memeluk.

"Mark selamat malam pertama. Satria aku tunggu di Jakarta soal saham S.R food.." Dipta dan Zahara berlalu meninggalkan enam manusia ruwet yang sudah menemukan jodohnya masing-masing.

"Leo jangan bilang sama Kim jika sahabat Mas Dipta yang akan membeli penuh saham S.R food!" seketika wajah ketiga wanita dihadapan mereka terlihat bingung dan meminta penjelasan.

"Sebenarnya ada apa sih? Kenapa Kim bisa jadi perwakilan S.R food?" Marsha memang masih belum puas akan posisi Kim selama ini. Ia hanya tahu Kim sempat berselingkuh dengan Leo dimasa lampau.

Mark menatap Satria dan Leo. Ia lalu merangkul Dalilah.

"Sat udah saatnya Dalilah tahu siapa Kim sebenarnya. Rachel dan Marsha juga harus tahu." awalnya Satria terlihat ragu tetapi Leo juga memberikan anggukan.

"Oke kita duduk di sana." mereka akhirnya duduk di tempat yang agak jauh dari para orang tua yang sedang bercengkrama dengan para panitia khusus dan suaminya.

Satria beserta Leo dan Mark bergantian memberitahukan kenyataan tentang siapa Kim dan niat Kim yang ingin bermain dengan mereka. Rachel dan Marsha awalnya cemburu tetapi para suaminya mampu menenangkan pikiran negatif mereka. Dalilah yang paling terlihat terkejut akan kenyataan yang baru ia dengar.

"Jadi Kim itu saudara kita kak?" Satria mengangguk.

"Apa dia tahu kita bersaudara?" Satria menaikkan bahunya dan melirik sekilas Leo. Mungkin saja Leo tahu.

"Sepertinya Kim tidak tahu. Kamu ingat waktu kita bertemu dengan Kim dan Mamanya di minimarket. Jelas Kim tidak tahu apa-apa." Mark mengambil alih penjelasan Satria.

"Ia aku ingat tante itu menatapku penuh tanda tanya. Sekilas baru aku sadari wajahnya mirip mama kak.." Dalilah berbicara menggebu.

"Iya aku juga baru sadar kamu dan Kim juga punya kemiripian di wajah kalian. Meskipun Kim jauh lebih seksi..." Dalilah mencibir Rachel.

"Dasar Pendek..." Rachel menjulurkan lidahnya ke arah Dalilah.

"Jadi kita harus bertindak apa kak? Kenapa mama dan papa tidak cerita sama kita? Kenapa hal sepenting itu bisa mereka lupakan untuk tidak memberitahukan kepada kita?" jelas ada nada kecewa pada diri Dalilah. Ternyata perjuangan cinta papa dan mamanya begitu pelik.

"Karena mungkin masalah itu memang sengaja ingin mereka lupakan. Bukan kapasitas kita Lilah sebagai anak meminta jawaban akan masalah itu. Jelas itu masa lalu mereka yang ingin mereka kubur tanpa sepengetahuan kita" Satria menepuk pundak Dalilah.

"Ada yang bilang kita akan gila jika teringat segalanya. Lupa itu punya fungsinya sendiri sayang.." Dalilah memeluk erat Satria.

"Sebaiknya kita lupakan masalah Kim. Saat ini kita sedang berbahagia..." Marsha memecah keheningan diantara mereka.

"Iya benar. Kita sudah tahu Kim itu siapa jadi jangan terpancing dan kalau bisa kita rangkul dia." Satria menghela nafas lega atas ide istrinya. Jelas istrinya tidak menaruh dendam kepada Kim.

"Hmmm gimana kalau kita buat rencana baru. Kita honeymoon bareng yuk.." Dalilah langsung duduk tegak antusias akan ide Marsha. Rachel pun mengangguk setuju.

"Iya Sha kita liburan berenam pasti seru..." ketiga wanita itu sangat antusias. Sementara Leo, Satria dan Mark saling menatap dan menggeleng bersamaan.

"TIDAAK.." serentak mereka menolak keras niat para istri untuk honeymoon bersama.

"Kenapa?" rajuk Rachel manja. Satria berdiri hendak menarik dirinya.

"Honeymoon sendiri-sendiri.. Ah bikin ruwet aja ramai-ramai. Ayo pendek kita pergi! aku mau kembali ke resort. Dalilah sudah ada yang menemani." Satria setengah menyeret Rachel pergi dari hadapan mereka.

"Tidak.." Leo langsung memotong niat Marsha yang ingin berbicara. Ia juga menarik Marsha meninggalkan tempat itu.

"Ayo kita balik ke pulau itu. Kita bisa bangun siang atau sampai sore tanpa ada yang mengganggu..." tersisa Mark dan Dalilah yang hanya saling diam menatap kepergian dua pasangan yang terlihat sedang dirudung gairah. Sialan Satria dan Leo. Mereka pasti mendapatkan yang mereka mau. Sementara gue harus puasa sebulan lagi. Hufftt. Malang nian nasibmu Mark.

"Mark..." Dalilah menatap dengan senyuman.

"Jika nanti kita sampai di Jakarta aku mau bertemu Kim.." Mark mengelus pipi Dalilah.

"Apa kamu mau menjambak Kim seperti waktu itu?" Dalilah menggeleng.

"Aku hanya senang akhirnya aku tahu kalau mama punya keluarga. Selama ini aku berfikir mama sebatang kara." Mark mengangguk.

"Iya nanti kalau Kim ke bengkel aku akan segera kabari kamu. Tapi ingat jangan paksakan hati kamu untuk menerima Kim sebagai keluarga kamu. Kita masih tidak tahu apa Kim akan melanjutkan niatnya setelah tahu keadaan ini." Dalilah mengangguk.

"Ayo kita bertemu para orangtua. Oh iya Mark malam ini kita tidur disini ya!?" Mark hanya mengangguk lalu menggandeng tangan istrinya untuk menemui para orangtua. Hati Dalilah cemas menunggu malam pertama dirinya kian mendekat.

"Haduh pengantin. Nempel terus yah. Mama bahagia melihat kalian menyusul Satria dan Leo. Mommy mu terlalu paranoid. Yang penting niat kalian tulus dalam membina rumah tangga. Kalian tahu Mama dan papa dulunya menikah belum ada rasa cinta. Tetapi karena niat kami berdua untuk membahagiakan orang tua, cinta tumbuh di hati kami masing-masing." Sarah memberi nasihat yang diangguki oleh Mark dan Dalilah. Mark bahkan memeluk erat Sarah.

"Iya ma doakan yah.." Mark dan Dalilah duduk bersama para orangtua dan para opa. Tanpa sadar Dalilah terus menatap Rahma dengan pandangan menerawang. Mama. Kenapa kisahmu begitu sendu. Aku janji ma akan membuat mama bahagia.

"Mamamu sudah bahagia manis jangan kamu ungkit masa lalunya." Mark berbisik kepada Dalilah ia seakan tahu isi hati sang istri.

"Leo dan Satria mana? Para istrinya juga menghilang. Dasar mereka tidak mau membantu sampai tuntas.." Tiara datang dan mengeluh kepada semua orang.

"Madammm.. ini sudah hampir tengah malam. Mereka masih pengantin baru. Sangat tidak bermamfaat keberadaan mereka disini." Rama melirik Tiara dan mengedipkan matanya. Dalilah yang melihat terkikik geli. Ternyata sifat Mark memang diturunkan dari sang papa mertua.

"Kamu nih sama aja. Nggak pernah berubah..." Tiara duduk di samping Rama.

"Dalilah kamu ajak suamimu ke kamar. Istirahat ini sudah malam." Dalilah mengangguk kikuk. Oh ini pertama kalinya ia mengajak pria dewasa ke kamar. Hanya Satria sang kakak yang biasa masuk ke kamar miliknya.

"Jangan tegang sayang.." Rahma menggenggam tangan Dalilah. Sebagai ibu ia tahu putrinya mengalami rasa gugup. Dalilah mengangguk dan memeluk Rahma dengan sayang.

"Mommy sudah memberikan amanat penting kepada Mark. Kamu jangan takut yah..." Livi menepuk pundak Dalilah dan memeluknya.

"Mark ini minum dulu oma buatkan spesial buat kamu." Mark menerima minuman segar dari tangan Tiara, ia pun tanpa ragu meminumnya sampai habis.

Mark kehausan rupanya.

"Oma ini minuman enak banget. Seketika rasa lelahku hilang. Terimakasih yah oma sudah repot mengurusi cucu bandelmu ini..." Mark memeluk Tiara tanpa sungkan.

"Kamu cucu oma juga sayang. Oh iya itu minuman spesial untuk malam pertama Mark. Oma yakin malam ini kamu akan sangat perkasa. Dalilah akan puas dengan service kamu malam ini. Tapi pelan-pelan yah dia masih perawan." Tiara mengedipkan mata keriputnya menatap Mark yang mematung mendengarkan penjelasan Tiara. Mampus gue. Sebulan ini gue sudah berjanji nggak ada kontak fisik dengan Dalilah. Kenapa gue minum pembangkit keperkasaan,bikin ruwet aja oma. Tahan Mark kamu mampu menguasai dirimu. Malam pertama gue masih sebulan lagi. Sialann. Ini namanya penyiksaan.

"Mark silahkan kalau mau beristirahat. Kami masih mau menikmati suasana disini. Jangan sungkan." Ibra memberikan senyuman kepada menantu barunya. Mark mengangguk sopan.

"Iya om, eh papa." seketika Mark tampak gugup.

"Semuanya kami pamit yah.."

"Mark kamu tahu kamar itu adalah saksi saat dua puluh empat tahun yang lalu kamu mencium istrimu. Sekarang kalian malah sah menempati kamar itu. Benar-benar jodoh tak bisa ditebak." Livi mendesah lega.

Mark dan Dalilah meninggalkan tempat itu tanpa mendengarkan kembali para orangtua yang sedang bernostalgia. Mereka membicarakan kelegaan hati mereka karena semua keturunan mereka sudah menemukan jodohnya. Disamping itu mereka juga mendengar keluhan dan gerutuan para oma kepada dua pasang suami istri yang dengan enaknya meninggalkan acara itu tanpa izin.

"Ayo masuk Mark. Perlengkapan kamu sudah ada di kamar." Dalilah mempersilahkan masuk ke kamar mereka. Mark terkejut karena tampilan kamar ternyata sudah dirombak total. Dua hari sebelumnya kamar ini tidak di dekorasi dengan warna putih. Sekarang semua serba putih. Melati tersebar dimana-mana, sungguh romantis kesan dari kamar ini. Mark tampak menahan nafasnya menahan gairah yang perlahan tersulut di dalam tubuhnya.

Sial dangkalan. Minuman apa ini? Oma kau menyiksa cucumu!!!

"Lil aku bisa minta kopi hitam?" Mark memijit pelipisnya. Dalilah mengangguk dan keluar kamar secepat kilat. Ia juga dirudung rasa panik.

"Sshhhh geraahh..." Mark tampak serba salah. Ia lalu membuka jas dan melonggarkan kemejanya.

"Tahan Mark. Kamu sudah berjanji." Mark duduk di sofa lalu menggoyangkan kedua kakinya. Ia seperti mengayuh sepeda agar rasa lelah merasukinya.

"Sialan." gerutu Mark pelan.

Mark berhenti menggerakkan kakinya. Dalilah masih mengenakan gaun indah itu, Mark menahan nafas frustasi. Terlebih saat Dalilah mendekatinya.

"Ini Mark.." saat Dalilah duduk di samping Mark, ia justru berdiri panik.

"Aku mandi dulu Lil, keberatan jika aku duluan?" Dalilah menggeleng.

"Kamu aja dulu aku mau membuka aksesoris ini.." Dalilah juga sama gugupnya dengan Mark. Hanya saja tubuhnya tidak terkontaminasi obat perangsang seperti Mark.

"Hufffttt..." Dalilah menghembuskan nafasnya saat Mark menghilang dari balik pintu. Ia lalu secepat kilat melepaskan aksesoris yang menempel ditubuhnya. Ia juga membuka gaun dengan asal lalu memakai baju terusan panjang. Sambil menunggu Mark mandi ia mempersiapkan baju tidur untuk ia kenakan sehabis mandi.

Jantungnya berdebar kencang saat memilih baju yang akan ia kenakan. Ia memegang beberapa lingerie pemberian para wanita disekitarnya. Tangannya bergetar saat memegang hadiah-hadiah itu. Hanya pemberian Rachel yang dirasa masih dalam batas wajar. Selebihnya seperti baju tanpa bahan. Rachel memberikan baju tidur berbentuk terusan berenda selutut. Dalilah sangat menyukainya karena baju itu terlihat nyaman itu digunakan.

"Mark.." Dalilah panik karena Mark keluar kamar dengan wajah segar sudah memakai kaos putih dan celana pendek.

"Kamu mau mandi?" Dalilah hanya mengangguk dan langsung menerobos masuk ke dalam kamar mandi membawa baju yang ia pilih. Mark pun tidak menahan Dalilah. Ia juga sama gugupnya. Lebih tepatnya gugup menahan nyeri.

"Huffftt, obat sialan dimandiin tetap aja bereaksi." Mark tampak mengernyit karena pangkal pahanya terasa ngilu. Dengan emosi ia menenggak habis kopi yang sudah mulai tidak terlalu panas. Ia lalu merebahkan dirinya tanpa berkata apa-apa dan mencoba memejamkan matanya. Berharap pagi menjelang.

Tak lama Dalilah keluar dari kamar mandi mengenakan baju tidur yang terlihat sederhana. Warna baby pink semakin membuat ia memang pantas mengenakan baju itu. Kesederhanaan Dalilah tercemin saat ia mengenakan baju itu. Mark melirik Dalilah yang tersenyum menatapnya.

Tuhan kuatkan aku dari cobaan indah ini. Istriku berdiri di sana dengan sangat cantik.

"Lampu tidur aja yah yang dinyalakan?" Mark mengangguk dan menyalakan lampu disamping kirinya. Sementara Dalilah mematikan lampu pusat di kamar itu. Perlahan Dalilah menghampiri Mark yang sudah merebahkan dirinya terlebih dahulu. Hatinya sangat gugup terlebih Mark juga tidak berniat menggoda dirinya seperti biasa.

"Mark. Kamu kenapa diam saja? Kamu masih ingat kan perjanjian kita..." Mark duduk mensejajarkan tubuhnya di samping Dalilah.

"Tentu saja Lil. Aku masih ingat..." Mark menatap wajah cantik istrinya di keremangan malam. Suasana kamar sangat menunjang untuk melakukan prosesi malam pertama terlebih kondisi Mark yang bisa dibilang sudah sangat-sangat siap.

Mark menggeleng frustasi karena istrinya sangat cantik. Rambut hitamnya ia gerai tanpa sanggahan, wajah alami nya sangat segar terlihat. Aroma tubuhnya dapat tercium dekat di hidung Mark. Dan bibir itu...?

Akankah Mark sanggup...?

"Sebaiknya aku tidur di sofa yah? Ssssttt.." Mark berdiri dan meringis membuat Dalilah bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Disatu sisi ia bingung tetapi ada rasa kecewa karena Mark seperti menolaknya.

"Ke..kenapa Mark? Inikan ide kamu..." Mark duduk menahan nyeri yang tak bisa ia selesaikan. Ia benar-benar butuh pelepasan.

"Lil maaf aku nggak bisa jelaskan. Aku pria normal yang tidak akan tahan tidur dengan wanita cantik di sampingnya tanpa berbuat sesuatu. Terlebih itu kamu dan sekarang kondisiku..." wajah Dalilah memanas mendengar kejujuran Mark.

"Tapi ini kan kamu yang mau." Mark mengangguk mendengar perkataan Dalilah.

"Iya tapi ini di luar kendaliku." Mark berkata sedikit tersengal.

"Mark.. Kenapa diam?" sungut Dalilah kesal. Ia juga sama gugupnya, tetapi ia merasa kesal karena kejadian ini seolah akibat dari keegoisan dirinya.

"Baiklah Lilah aku akan berkata jujur. Aku memang berjanji kepada kamu untuk tidak menyentuhmu selama satu bulan sebagai bentuk perjuangan cinta. Aku akan berusaha semampu aku. Tetapi lain ceritanya jika oma memberikan aku minuman obat super duper kuat..." ada nada tersengal saat Mark menjelaskan. Jelas Mark sedang gelisah.

Dalilah yang memang curiga langsung mendekati Mark khawatir.

"Mark kamu nggak apa-apa?" Dalilah langsung duduk dan menempelkan tangannya di kening Mark.

"Jangan mendekat Lilah.." tepis Mark pelan dan berusaha mengalihkan pandangannya.

"Kamu keringat dingin Mark." Dalilah panik karena Mark hanya menggeleng pasrah.

"Aku sudah minum kopi. Mudah-mudahan bisa menetralkan efek dari minuman yang oma berikan." Dalilah terus menatap wajah gelisah dan menahan sakit Mark. Hatinya merasa berdosa jika ia membiarkan suaminya kesakitan di malam pertama mereka.

Dalilah menghembuskan nafasnya pelan ia lalu berdiri dan menarik lembut tangan suaminya.

"Ayo Mark.." ajak Dalilah pelan untuk ikut bergabung ke tempat tidur mereka. Mark menahan tangan Dalilah.

"Lilah kumohon mengerti." Mark menarik nafas panjang. Ia benar-benar frustasi karena gairahnya butuh pelepasan.

Dalilah dengan berani melumat mesra bibir Mark lalu memeluk Mark.

"Mark kita lupakan perjanjian itu. Ayo nikmati malam pertama kita." Dalilah kembali melumat bibir Mark. Ia bahkan memancing lidah Mark untuk membalas pagutan mesra dan sensual yang ia berikan untuk suaminya.

"Kamu serius?" tanya Mark sedikit mendesah karena nafasnya belum bisa ia atur normal.

Dalilah mengangguk.

Seketika Mark menerjang Dalilah dengan menggebu. Ia menjatuhkan istrinya duduk di tepi tempat tidur.

"Kamu sangat ahli Mark. Aku harap hanya aku yang jadi tempat kamu memadu kasih.." harap Dalilah ditengah desakan gairah antara mereka berdua. Mark mengecup kening Dalilah.

"Aku sudah bertobat manisku." mereka lalu terlarut dalam sentuhan-sentuhan mesra.

Hei ini malam pertama mereka sudah seharusnya ada adegan ini di kamar mereka.

Tiba-tiba Mark berhenti mendadak. Nafasnya tersengal dan tatapannya sungguh penuh gairah yang meminta untuk dituntaskan.

Jangan berfikiran Mark penuh dengan nafsu. Ia hanya pria normal yang akan bereaksi karena istrinya sungguh sangat menggoda iman. Dan jangan lupakan ramuan mujarab ala panitia khusus. Benar-benar mujarab batin Mark berteriak.

Mark mengecup kening Dalilah lalu berpindah posisi disamping Dalilah. Ia merebahkan dirinya dan menatap langit kamar dengan tatapan kosong. Sejenak ia menghembuskan nafas secara perlahan. Mengatur laju nafasnya. Lalu ia menarik Dalilah dalam pelukan hangatnya dan menatap lekat wajah cantik istrinya.

Wanita itu adalah ciuman pertamanya.

"Kenapa Mark?" wajah Dalilah masih linglung karena gelombang gairahnya masih belum terpuaskan secara tuntas. Ini pertama bagi dirinya, sensasi yang belum pernah ia dapatkan dari pria manapun. Karena ini adalah mutlak hak suaminya dan ia menikmatinya.

Mark memeluk erat Dalilah tanpa melepas pandangannya kewajah cantik Dalilah. Mata sayup dan meminta lebih itu hanya untuk dirinya. Mark berjanji pandangan memuja Dalilah hanya dia yang akan selalu mengalaminya.

"Aku bukan pecundang sejati yang mengalah dan terlena oleh permainan napsu yang seharusnya bisa aku tahan." Mark mengecup kedua mata Dalilah. Mata indah dengan sorotan sendu itulah yang mampu menaklukan seorang Mark yang tidak mempercayai cinta. Mark yang tidak pernah berjuang akan cinta. Tetapi kali ini ia akan berjuang mendapatkan kepercayaan mutlak kepada istrinya, karena ia tulus mencintainya.

"Aku sudah berjanji kepadamu dan aku tidak mau melalaikan janji itu. Janji yang ditepati adalah kunci dari sebuah kepercayaan." Dalilah tersenyum bangga menatap suaminya. Suaminya mengedepankan prinsip yang sudah ia sumpah.

Mungkin kisah mereka hanya angin lalu tanpa terpaan badai yang berarti, tetapi nilai tulus cinta mereka berdua menjadi pusat arah angin berpijak. Dimana tidak ada satupun terpaan yang mampu menggoyahkan cinta mereka. Setidaknya itu yang sekarang sedang mereka perjuangkan, rasa cinta.

"Aku mencintaimu suamiku." Dalilah mengecup bibir Mark sekilas. Ia lalu menggoyangkan kedua hidung mereka yang saling bersentuhan.

"Kenapa kamu tidak membalas pernyataan cintaku..." seketika Dalilah mendesah kecewa. Mark semakin memeluk erat tubuh Dalilah.

"Apa tindakanku saat ini tidak kamu lihat sebagai rasa cinta?" Mark menghirup aroma Dalilah sebagai cara menenangkan dirinya. Ini ujian tersulit yang harus ia jalani.

"Aku berjuang menahan nafsuku untuk tidak mengambil hak ku. Andai kamu tahu jika saat ini aku sedang berperang dengan batin diriku sendiri. Lalu untuk siapa aku berjuang sedemikian konyolnya jika bukan karena aku ingin kamu percaya aku sangat mencintai kamu..." Dalilah menatap Mark dengan rasa bersalah menyelimutinya.

"Mark aku kan sudah bilang aku tidak apa-apa jika kamu mau menyentuhku. Ini hak kamu. Aku percaya sama kamu. Jadi kita lupakan janji konyol itu." Mark mengecup kembali bibir istrinya.

"Tidak sampai satu bulan lagi. Lagipula pria terhormat selalu menepati janjinya..." entah apa yang dirasakan Dalilah saat ini, rasa kecewanya hilang pergi menjauh tergantikan dengan rasa syukur.

"Aku juga akan berjanji. Aku akan setia dan menyerahkan hidup matiku untuk kamu. Menemani kamu dalam suka dan duka." jelas Dalilah dengan nada antusias. Mark tertawa dan mencubit pipi Dalilah.

"Itu memang sudah seharusnya kamu sebagai seorang istri. Ayo tidur manis. Nikmati saja waktu yang berputar." Mark melepaskan pelukan. Ia memberi jarak kepada Dalilah lalu berusaha memejamkan matanya. Posisi mereka tetap berhadapan. Dalilah dengan manjanya merapatkan kembali dan dengan beraninya menjadikan tangan Mark sebagai bantalan untuk dirinya tidur lalu ia membalikan badannya menarik tangan Mark untuk memeluk dirinya.

"Malam pertama kita mungkin masih satu bulan lagi. Tapi malam pertama aku berbagi tempat tidur seharusnya seperti ini. Saling menjaga satu sama lain." Mark menghirup harum lembut rambut Dalilah dari belakang. Ia melingkarkan tangannya agar semakin erat memeluk Dalilah. Bahkan tangannya sempat menyampirkan rambut Dalilah yang menutupi leher jenjang milik istrinya.

"Mark..." Dalilah jelas tahu pusat tubuh Mark mengeras. Itu dirasakannya di sekitar bokong miliknya. Sungguh ia tidak tega dengan perjuangan suaminya saat ini. Ia bukan wanita bodoh yang tidak tahu betapa sakitnya menunda pelepasan.

"Ayo tidur manis jangan hiraukan kondisi aku." bisik Mark disekitar telinga Daliah, terpaan nafas hangat di leher membuat bulu kuduk Dalilah merinding seketika. Bukan hanya Mark yang tersiksa ia juga tersiksa.

"Kalau dipikir-pikir kita ini ruwet yah. Kakak dan Achel tersiksa selama satu minggu menunggu malam pertamanya yang terhalang tamu tak diundang. Kemarin Leo dan Marsha terhalang karena ulah Achel. Sedangkan kita jelas-jelas tidak terhalang apapun tapi malah menghalangi dengan sengaja. Hihihihi..." celotehan Dalilah menertawakan nasib mereka. Mark berusaha memejamkan matanya.

"Namanya juga pengantin ruwet. Kalau nggak ruwet bukan kita namanya." Dalilah terkikik geli dan berusaha menutup matanya.

"Aku juga mencintaimu istriku." bisik Mark parau tepat ditelinga Dalilah lalu mengecup pipinya, Dalilah tersenyum memejamkan matanya menarik erat tangan Mark yang berada di sekitar pinggangnya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro