31 - Si Pembuat Onar
Masih di malam yang sama. Pernikahan Leo & Marsha.
"Daddy.. Mommy." Mark dan Dalilah menghampiri para orang tua yang sedang duduk di meja bundar. Selain Rama dan Livi, ada juga Ibra dan Rahma, Biyan dan Sarah.
Mark dan Dalilah duduk di antara enam orang orang tua yang sangat mereka hormarti. Meja itu sudah pas terisi oleh delapan orang. Suasana tegang menyelimuti hati Dalilah. Tangannya sudah dingin tak bernyawa. Ia malu meminta hal sepenting ini. Beruntung Mark meremas tangan Dalilah yang berada di pangkuan Dalilah. Mark tahu Dalilah tegang menghadapi ini.
"Kebetulan ada semua di sini. Jadi aku dan Dalilah tidak perlu mengulang kembali." Mark menatap Dalilah yang sedang menundukan kepala tak berani menghadap mata-mata para orang tua dihadapannya.
"Ada apa Mark?" Livi merasa curiga.
"Kami mau minta restu, kalau diizinkan kami mau menikah besok." jelas Mark tenang menatap Rama dan Ibra bergantian. Livi geleng-geleng kepala. Sementara Rahma terlihat terkejut menatap Dalilah menundukan kepala. Hanya Rama dan Ibra yang tersenyum dan menganggukan kepala. Biyan dan Sarah hanya tersenyum menatap dua anak muda ini berniat menyusul pasangannya yang lain.
"Oh sudah kubilang anakku yang satu ini akan tidak akan mau berbeda status terlalu lama dengan kembarannya." Livi tetap geleng-geleng kepala.
"Mom kami tidak meminta acara mewah. Kami hanya meminta restu dari kalian." Mark memohon menatap Livi.
"Lilah apa kamu baik-baik saja? Kamu tidak sedang mengandung kan?" cecar Rahma tanpa sadar. Dalilah langsung menatap wajah sang mama dan menggeleng penuh pembelaan.
"Nggak mama. Kami masih dalam batas normal. Aku berani sumpah." jelas Dalilah semangat. Rahma menghela nafas lega.
"Lalu kenapa mendadak besok?" tanya Rama dengan senyuman.
"Karena tidak ada alasan menunda pernikahan ketika dua manusia saling mencintai." jawaban Mark yang tegas dan tanpa ragu membuat Rama dan Ibra tersenyum bahagia. Biyan pun ikut tersenyum mendengarnya.
"Haduh bisa pusing aku dibuatnya, anak kembar memang sehati..." Livi mengurut pelipisnya pasrah.
"Udahlah Vi.. Kasihan orang mau nikah ditahan-tahan, tadi saja kita bisa lewati dengan mudah, besok pun pasti berjalan lancar. Aku akan membantu Dalilah mempersiapkan diri. Mbak Rahma tidak perlu khawatir. Zahara juga menikah dalam waktu sehari." bujukan Sarah dirasa sangat membantu Mark. Ia sangat bersyukur mempunyai ibu kedua sebaik mama Sarah. Batinnya berteriak girang.
"Iya aku juga setuju. Putri kita juga berhak bahagia." Ibra melirik Dalilah yang sedang menatap dirinya bahagia. Mark mengangguk sopan mendengar restu calon ayah mertuanya.
"Tapi persiapannya?" Rahma masih mengerutkan keningnya.
"Itu mudah Mbak. Biar aku yang membantu Dalilah." Sarah mengedipkan matanya ke arah Dalilah yang sudah tersenyum mengangguk manja.
"Aku juga setuju. Putra daddy sudah tidak tahan yah." kali ini Rama juga memberikan restunya.
"Mbak bisa kita bicara...?" Livi berbisik kepada Rahma. Mereka sama-sama mengangguk dan meninggalkan meja itu.
"Kami permisi sebentar.." Mark dan Dalilah menatap kepergian kedua ibundanya dengan harap-harap cemas.
"Paaaa.." Dalilah menatap wajah Ibra penuh permohonan. Ibra hanya mengangguk.
"Kalian ini suka sekali yah menambah keruwetan para orang tua." Rama terkikik geli melihat tingkah putra-putrinya.
"Tenang saja sayang. Mommy sebenarnya tidak keberatan dia hanya takut. Kalian kan kembar, menikah diwaktu yang sama katanya tidak baik. Salah satu diantara kalian bisa jadi ada yang gagal." jelas Sarah kepada mereka berdua.
"Itu hanya mitos sayang. Jodoh itu di tangan Tuhan yang menentukan. Bukan perkiraan seperti itu. Lagipula waktu mereka tidak bersamaan. Marsha hari ini. Mark jelas besok. Dimana letak persamaannya?" Mark mengangguk setuju dengan penjelasan Biyan.
"Tapi papa mau tanya dengan kalian berdua. Apa kalian sudah siap menikah?" Ibra bertanya kepada keduanya.
"Siap..." mereka berkata secara bersamaan. Para orangtua hanya bisa tersenyum menunggu kedua wanita yang sedang berdiskusi entah dimana.
"Tunggu mommy son. Biar bagaimanapun mereka berdua juga berhak memberikan suara." Rama menepuk pundak Mark yang sedang gelisah menanti Livi dan Rahma yang tak kunjung datang. Tak lama Livi dan Rahma datang bersama tiga wanita paruh baya. Seketika Mark dan Dalilah saling berpandangan. Ngapain mommy bawa oma-oma super rempong itu? Haduh bisa ruwet kalo mereka diikut sertakan. Alamat gagal deh...
Mark terus merapalkan doa agar kedua wanita yang sedang berjalan menghampirinya memberikan restu.
"Dari mana saja. Kenapa lama?" Livi berdiri mendekati Rama. Rahma juga berdiri di dekat Ibra. Tiara, Nadira dan Hani duduk dibangku yang tersisa. Setelah Sarah juga memberikan kursinya kepada Hani.
"Mark berterimakasih lah kepada para oma. Tadinya kami berdua tidak setuju kalian menikah besok. Tapi para oma ini mendengar pembicaraan kami. Dan mereka mendukung kalian menikah besok." Mark dan Dalilah menghela nafas panjang. Kelegaan meliputi mereka berdua. Mark menatap para oma yang sedang tersenyum penuh arti kepada dirinya dan Dalilah. Seketika perasaan curiga merasuki dirinya. Perasaan gue nggak enak.
"Tapi, ada tapinya nih..." Rahma meneruskan penjelasan Livi. Nah, pasti ada tapinya. Benar kan dugaan gue?
Mark sudah menduga. Ini tidak mudah direstui dengan mudah. Terlebih para oma memberikan senyum mengerikan batin Mark.
"Tapi apa ma?" tanya Dalilah gugup. Ia meremas kembali salah satu tangan Mark yang berada dipangkuannya tanpa sadar. Mereka saling menguatkan tanpa berpandangan.
"Mulai malam ini sampai besok sore prosesnya para oma yang menemani kalian." jelas Rahma menahan tawa. Begitu juga dengan Livi. Para oma mengangguk dengan senyum penuh arti. Baguss Mark kamu mendapatkan team sukses paling ahli dalam mengurusi pernikahan. Bagus hanya sehari. Andai seminggu aja, waduh bisa-bisa niatan kawin lari segera terlaksana.
"Bagaimana? Mau terima tawaran kami?" tanya Livi kepada mereka berdua yang masih terdiam memikirkan para panitia team suksesnya menunggu kepastian.
"Tenang saja sayang. Oma hanya melakukan prosedur yang berlaku. Ini demi keselamatan kalian. Tolak bala'..." jelas Nadira menatap sayang Dalilah.
"Tolak bala'?" Biyan mengerutkan keningnya. Menatap Tiara yang berada disampingnya.
"Iya Biyan mama akan menggantikan posisi nenek Mark. Karena sudah tidak ada. Mark akan berada dibawah pantauan aku dan Hani kurang lebih beberapa jam ke depan. Dalilah akan dipingit divilla nya bersama Nadira." Tiara menatap Mark dengan senyuman. Whattt..pantauan mereka? Oke ini demi menikah dengan Dalilah. Jika ini disebut berjuang aku akan terima dengan senang jantung dan paru-paru sekalian usus dan teman-temannya.
"Iya prosesi yang akan Mark jalani akan berbeda dengan Dalilah. Di sini karena Mark sebagai saudara kembarnya Marsha. Mark yang harus melaksanakan prosesi tolak bala'." Hani menyambungkan penjelasan Tiara.
"Bagaimana apa kalian mau?" tanya Livi menatap geli kedua manusia yang sejenak saling berpandangan. Mark dan Dalilah saling tersenyum, mereka seolah berbicara dari hati ke hati lewat mata mereka.
"Iya aku setuju." Mark menatap lekat wajah Dalilah.
"Aku juga setuju." Dalilah pun menyambut senyuman Mark.
"Baiklah, besok kalian akan menikah." Livi terlihat antusias mendekati Mark. Ia memeluk erat putra kesayangannya dengan bahagia. Dalilah pun berdiri menghampiri Rahma dan Ibra.
Semua yang berada dimeja itu tersenyum bahagia. Memeluk satu sama lain. Ibra tersenyum lega karena sang putri menemukan jodoh hatinya. Tak lama pasangan pengantin berbahagia hadir bersama Satria.
"Wah ada apa ini peluk-pelukan..." Marsha terlihat penasaran dengan tingkah semua orang. "Kembaran kamu mau menyusul kamu menikah sayang..." Sarah menjawab situasi yang sedang terjadi. Marsha menatap Mark yang sedang mendekat kepada dirinya. Saudara kembar ini berpelukan erat saling berbagi kebahagiaan.
"Kalian membuatku semalaman sedih tahuu, tapi aku senang jika akhirnya kalian akan menikah. Lilah.." Marsha menarik Dalilah berpelukan dengannya. Sementara Mark memeluk Leo.
"Sialan lo buat gue dan yang lain ketar-ketir." Leo memiting Mark yang diikuti Satria.
"Emang sialan ini Markona buat spot jantung seharian. Eh sekarang malah mau nikahin adik gue besok." Satria memukul pelan perut Mark. Hanya mereka bertiga yang tahu arti kemesraan yang mereka jalin.
"Ampun kakak ipar..." Mark tertawa bahagia ditengah pukulan dan pitingan untuk dirinya. Satria membisikan sesuatu.
"Semalaman Achel terus mengoceh tentang diri lo. Benar-benar merusak konsentrasi sialan!" Mark tertawa mendengarnya.
"Ada apaan ini..?" Rachel datang membawa segelas minuman dingin yang terlihat segar.
"Ini mereka mau nikah besok.." Satria terus memiting Mark. Wajah Rachel membulat terkejut. Ia berhambur memeluk Mark sementara Satria menarik Dalilah.
"Ah kalian berdua membuatku panik semalaman. Menyebalkan..." sungut Rachel kesal. Rachel tetap memegang satu gelas orange juice di tangannya. Merekapun saling memberikan selamat dan tak lupa para oma sudah memulai rapat antara mereka bertiga perihal acara besok.
"Apa? Jadi panitia khususnya para oma?" Satria cekikikan menatap Dalilah dan Mark yang terlihat pasrah dengan keadaan yang terjadi.
"Mark sudah setuju ko..." jelas Livi menahan tawa. Livi sudah cukup tahu sepak terjang para oma saat mengurusi pernikahan Rachel dan Satria.
"Lil ini juga salah satu bentuk perjuangan loh. Mark hebat yah. Ih gemess.." goda Satria yang tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka berdua. Satria mencubit pipi Mark. Entah kenapa tingkahnya menjadi labil.
"Diem deh.." sinis Mark kesal.
"Pakai cara apa lo Mark ko bisa tiba-tiba besok menikahnya? Kamu dijanjikan apa Lil?" tidak cuma Satria yang penasaran, Leo, Marsha dan Rachel juga menunggu jawaban. Mereka berenam saling berpandangan. Kebetulan para orangtua tidak mendengarkan karena para oma sedang menjelaskan beberapa ritual yang akan dijalani Mark maupun Dalilah.
"Hmmm ada aja. Hanya Markona yang mampu." Dalilah mencibir menatap Mark.
"Mudah-mudahan kamu menepati janji itu Mark!" harap Dalilah, Mark mengangguk tulus.
"Janji apaan sih bikin penasaran?" Rachel berbicara cukup keras membuat para orangtua menatap mereka. Rachel masih memegang gelas minuman ditangannya.
"Chel bagi dong haus nih abis ngadepin sidang paripurna.." Mark ingin mengambil orange juice tersebut tapi ditepis Rachel.
"Ini buat Satria. Ambil sendiri sana.." Rachel menjulurkan lidahnya.
"Dasar pelit. Katanya sekutu abadi..." sindir Mark membuat Satria meraih gelas itu dengan bangganya.
"Minta sama Lilah tuh..." goda Satria menatap adiknya yang terlihat senyum gembira.
"Kalau papa yang minta boleh nggak?" Biyan ikut-ikutan.
"Papa minta sama mama dong.." Biyan menyipitkan matanya menatap Rachel.
"Satria sudah mengambil kelinci kecil papa..." Rachel mengedipkan matanya.
"Yang ini spesial buat Satria pa. Nanti aku bikinkan untuk papa." bela Rachel halus. Minuman itu memang khusus untuk suaminya.
"Ayo Sha kita pergi..." Leo mengajak Marsha untuk segera meninggalkan resort karena mereka akan bermalam dipulau kecil yang juga bagian dari resort.
"Duh nggak sabaran Abang Leo..." goda Mark yang dibalas tertawaan oleh semuanya. Setelah kedua pengantin memberikan salam, para orangtua juga meninggalkan meja itu.
Rencananya mereka akan memberi tahu para opa yang sedang duduk menikmati pantai dengan Zahara dan Dipta.
Hanya Satria, Mark, Dalilah dan Rachel yang mengantarkan kedua pengantin menaiki kapal kecil untuk melangkah kepulau kecil spesial malam pertama.
"Kali ini tidak akan ada yang ganggu lo. Nggak akan ada yang mencuri kamar itu.." Satria menepuk pundak Leo.
"Selamat malam pertama Abang.. Marsha..." wajah Marsha merona merah sesungguhnya ia sangat berdebar menghadapi malam ini.
"Kalau berisik sumpel aja mulutnya kakak ipar.." Satria memeluk Rachel dari belakang. Ia lalu mengambil alih gelas yang masih dipegang Rachel.
"Acheeeel dipanggil opa..." Zahara melambaikan tangannya dari jauh. Ia juga mengecup tangannya kepada kedua pengantin yang akan bermalam pertama dipulau kecil.
"Abang have fun yah. Sha aku tinggal dulu yah.." Rachel berlalu meninggalkan mereka.
"Mark Dalilah jangan bikin kita panik lagi seperti semalam.." Marsha memeluk Dalilah.
"Iya maafin aku semalam membuat semua panik." Marsha tersenyum kepada Dalilah. Ia lalu menatap Satria dengan wajah memohon.
"Satria aku haus boleh minumanya buat aku?" pinta Marsha memohon. Satria pun memberikan segelas orange juice segar itu kepada Marsha.
"Nih aku kasih. Kasihan pengantin kehausan." Marsha menerimanya dengan binar bahagia. Ia meminumnya dengan nikmat hingga habis tanpa sisa.
"Haus bu..." goda Leo yang tampak menikmati setiap gerakan istrinya. Marsha memberikan kembali gelas kosong itu kepada Satria.
"Terimakasih..." Satria menggelengkan kepala melihat tingkah lucu Marsha.
"Ayo kita berangkat. Oh iya Mark selamat yah panitia khususnya didatangkan yang paling ahli meruwetkan acara.." Mark memukul lengan Leo.
"Sialan. Udah jalan sana sebelum niat gue sebagai pengganggu muncul..." Leo dan Marsha menaiki kapal. Sementara Mark, Dalilah dan Satria berbalik badan untuk kembali lagi ke dalam resort. Semua keluarga sudah berkumpul. Mereka berada di ruang meeting kantor resort tersebut. Rupanya rencana untuk besok sudah disiapkan oleh para panitia khusus. Rachel menghampiri suaminya.
"Satria orange juice yang tadi aku kasih ke kamu mana?" tanya Rachel bingung.
"Tadi diminum Marsha. Kasihan pengantin kehausan. Mereka sudah jalan ke pulau kecil itu. Kamar pengantin mereka di sana tidak ada yang mengganggu. Sialan Leo pinter menjauh dari para pengganggu." mata Rachel membulat panik dan menepuk keningnya sendiri.
"Mampuss gue.." Itu minuman udah aku kasih obat tidur dosis tinggi. Kenapa Marsha yang minum. Bukannya my hero yang minum.
"Mampus kenapa?" tanya Satria bingung, Rachel menarik tangan suaminya agar segera menjauh dari keramaian keluarga. Ia membisikan sesuatu di telinga suaminya.
"Aku kasih obat tidur dosis tinggi di minuman itu.." bisik Rachel pelan.
"APA?" teriak Satria. Rachel segera membekap mulut Satria. Dirasa Satria bisa menahan emosinya ia melepas bekapan itu meskipun tatapan mata suaminya membuat ia bergidik ngeri.
"Kenapa kamu masukan obat tidur? Oh aku lupa minuman itu untuk aku kan sebenarnya?" Rachel gugup karena ia merasa bersalah kepada Satria. Rachel tidak berani menjawab, ia hanya menggigit bibirnya. Rasa bersalah menghinggapi dirinya.
"Maaf..." cicit Rachel pelan. Satria menghela nafas pelan lalu mengecup kening Rachel dan pergi berlalu meninggalkan Rachel yang semakin dilanda rasa bersalah. Rachel berjalan pelan mendekati Satria yang diam mendengarkan para orangtua menjelaskan acara esok.
"Oke jadi malam ini Dalilah balik ke villa bersama oma dan opa. Satria dan Rachel juga ikut yah.." Satria mengangguk mendengar perintah Nadira. Rachel hanya diam terus menatap suaminya yang diam tidak menatap dirinya. My hero marah. Achel kenapa kamu bodoh berkata jujur seperti itu. Tapi kan aku sudah berjanji tidak akan ada kebohongan di antara kami berdua. Oke Malam ini aku yang akan merayunya.
"Oke untuk besok Mark akan mandi buang sial dipantai. Setelah itu kamu akan dilulur oleh para orang tua. Baru kamu akan dimandikan air kembang tujuh mata air. Sebenarnya masih banyak lagi ritual yang harus kamu jalankan Mark tapi karena ini mendadak cukup itu saja." penjelasan Tiara membuat Mark bergidik ngeri. Dilulur oleh para orang tua? Yang benar saja? Gue mau nikah bukan mau ikut kontes kecantikan.
"Selamat calon pengantin.." Dipta meledek Mark akan ritual yang besok harus ia jalani.
"Kenapa suka sekali sih para oma ini meruwetkan hal yang semestinya berjalan normal, dasar rempong." bisik Mark kepada Dipta.
"Itulah seninya..." Dipta sekali lagi hanya cekikikan mendengar intruksi para oma.
***
Di kamar pengantin Leo & Marsha.
Leo menghela nafasnya karena menatap wanita yang sangat ia cintai sudah terkapar dengan nyenyaknya. Kecurigaan Leo akan kondisi Marsha memang sudah terlihat di dalam kapal. Marsha berkali-kali merebahkan tubuhnya di dada Leo dengan sangat lelahnya. Matanya serasa sulit untuk dilebarkan. Hingga akhirnya kapal itu berhenti dipulau kecil Marsha benar-benar tidur pulas di dada Leo.
Leo hanya tertawa menatap istrinya yang terlalu lelah, dengan lembut ia mengangkat Marsha menuju rumah kecil yang akan mereka tempati berdua. Rumah yang sudah disiapkan dengan semua kebutuhan untuk mereka. Bahkan baju dan perlengkapan lainnya sudah tertata rapi di kamar pengantin itu.
"Sha. Kamu segitu lelahnya yah?" Leo menghampiri Marsha yang sudah pulas meninggalkan dirinya ke alam mimpi. Leo baru saja selesai membersihkan dirinya. Ia sudah tampak segar hanya mengenakan celana panjang dan bertelanjang dada. Sudah kebiasaan ia tidur yang hanya mengenakan celana.
"Marshaa...sayang kamu lelah banget yah? Ganti baju yah? Nggak akan nyaman kalau kamu tidur mengenakan baju ini." Leo membelai halus pipi istrinya. Marsha tetap tidur bahkan nafas teraturnya terdengar jelas menandakan ia begitu nyenyak dalam mimpinys. Leo tersenyum sendiri menatap tingkah polos Marsha yang belum pernah ia lihat. Dengan keberanian yang ia punya Leo mengambil baju tidur Marsha yang berada dikoper miliknya. Hatinya bergetar saat ia hanya menemukan beberapa helai lingerie yang sangat menantang. Jelas Marsha membawa lingerie karena mereka akan melakukan ritual malam pertama. Andai Marsha tidak tertidur malam ini akan menjadi malam yang sangat indah. Batin Leo mendesah kecewa. Ia mengambil satu lingerie berwarna putih untuk istrinya.
"Kamu bisa Leonardo. Kamu berhak. Karena dia sudah halal untuk kamu." Leo memandangi tubuh Marsha yang cantik terlelap dengan bahagia. Wajahnya tersenyum dalam tidur indahnya. Dengan hati berdebar Leo meraba kancing belakang gaun yang Marsha kenakan. Helaan nafas dari Marsha semakin membuat Leo bergairah. Sha yang benar saja aku sedang bergairah dan kamu tidur dengan lelapnya. Awas jika kamu bangun!
Leo berhasil melepaskan gaun putih itu dan menyisahkan pakaian dalam Marsha yang berwarna putih sangat pas dengan tubuh Marsha yang juga berwarna putih berseri, Marsha seperti putri tidur. Leo berdiri menatap penuh gairah tubuh istrinya.. Kecupan demi kecupan tidak menganggu Marsha, bisa dibayangkan betapa lelapnya Marsha tertidur. Entah dosis seperti apa yang Rachel berikan.
"Oh God Marsha. Wakeup.. Ini malam pertama kita dan kamu tertidur dengan pulasnya?" Leo benar-benar tersiksa.
"Hmmm..." Marsha bergumam dan tiba-tiba ia mendorong Leo kesamping.
"Aku mencintaimu Leo.." bisik Marsha pelan. Marsha memeluk erat Leo. Lalu terdengar kembali nafas teratur dari Marsha bahkan dengkuran halus sesekali terdengar. Leo tertawa menatap istrinya bertingkah.
"Oh ini bercanda kan? Sha kamu menyiksaku..." Leo menahan nyeri di pangkal pahanya. Adik kecilnya bangun meminta ritual malam pertama.
"Baiklah sayang aku akan bersabar, mimpi indah istriku.." Leo melumat bibir merah Marsha.
"Oh ini bukan malam pertama tapi malam penyiksaan bagiku.." Leo meratapi kegalauan yang ia rasakan....
***
Di kamar Satria & Rachel di villa keluarga Sarha.
Waktu sudah menunjukan tengah malam tetapi kedua manusia yang berbagi tempat tidur ini masih belum terlelap. Satria merebahkan dirinya tanpa menatap Rachel, sementara Rachel diam menghadap suaminya. Ia sangat merasa bersalah.
Mereka baru saja sampai divilla tersebut setelah mengatur beberapa hal untuk acara besok.
"My hero.." cicit Rachel pelan dengan nada manja. Satria diam tanpa menatap wajah Rachel. Ia hanya menatap langit kamar dan berusaha memejamkan mata.
"Maaf yah bukan maksud aku jahat. Tapi tadi niatnya setelah kamu minum aku akan tetap bilang sama kamu. Bukan maksud aku tidak mau disentuh sama kamu tetapi aku sedikit lelah.." nada Rachel terdengar mengiba. Satria tetap diam dan menghela nafas.
"My hero jangan tidur. Kata kamu setiap kita punya masalah harus segera diselesaikan.." Rachel menarik kedua tangan Satria agar mata Satria melihat dirinya. "Iya aku sudah memaafkan kamu. Sekarang nona rachel tidur kamu kan lelah.." Rachel merengut kesal.
"Kamu nggak panggil aku pendek.?" tanya Rachel manja.
"Iya pendek sekarang kamu tidur." tegas Satria menatap Rachel. Sadar istrinya hampir saja berkaca-kaca, Satria tidak tega.
"Janji tidak akan pernah bertindak seperti itu lagi!" Rachel mengangguk. Satria memeluk erat tubuh Rachel.
"Apa masih sakit?" tanya Satria lembut. Rachel mengangguk. Ada rasa bersalah dalam diri Satria karena ia terlalu bernafsu kepada istrinya. Satria mengecup kening Rachel dengan sayang. Ia lalu merebahkan Rachel di sampingnya. Satria berjalan mematikan lampu kamar dan menyalakan lampu tidur. Ia membuka bajunya lalu kembali merebahkan dirinya disamping Rachel yang sudah siap menerima sentuhan suaminya dengan tulus.
"Ayo tidur besok juga akan menjadi hari yang panjang." Satria kembali memeluk Rachel layaknya guling. Rachel terlihat bingung.
"Kita tidak jadi melakukan olahraga?" tanya Rachel di dalam dekapan Satria.
"Kamu kira aku maniak seks? Aku juga punya perasaan. Lain kali jujur yah jika kamu merasa sakit. Aku merasa bersalah kalau begini jadinya. Apa perlu besok kita ke dokter? Kita ke dokter bedah yah?" tanya Satria masih memeluk erat Rachel. Jelas nada suara Satria sangat khawatir.
"Kamu berlebihan." Rachel tersenyum karena suaminya memaafkannya dan kembali kesifat aslinya mudah paranoid. Rachel tahu suaminya merasa bersalah.
"Maafkan aku yah pendek." Satria membekap erat Rachel.
"Iyaa tapi aku engaab..." gerutu Rachel. Tiba-tiba Satria terkikik geli membuat Rachel mendongak penasaran.
"Kenapa?" Satria menatap Rachel.
"Aku membayangkan Leo. Kasihan malam pertamanya tidur dengan putri tidur, bertemankan dengan dinding kamar. Bisa kubayangkan rasanya. Aku merasakannya saat itu. Sungguh malam penyiksaan. Kamu harus minta maaf sama mereka besok. Dasar pembuat onar." Satria melumat bibir Rachel.
"Aku pembuat onar karena terpaksa.." cengiran Rachel membuat Satria gemas.
"Ahh engap my hero..." lagi-lagi Satria menjadikannya guling hidup yang menemani dirinya tidur.
"Tidur pendek!!!!"
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro