25 - Kakak Ipar & Adik Ipar
Di mobil Leo masih dimalam itu.
"Nggak bisa Le, kita harus menikah lebih dulu. Aku nggak mau pernikahanku di urus sama oma-oma itu. Sudah cukup aku melihat Rachel yang tertekan." Marsha sudah sangat berani bermanja-manja. Leo hanya tersenyum sendiri betapa ia sangat mengingat kemarahan Marsha sore sebelumnya.
"Iya tapi kalau memang Mark dan Dalilah yang diberikan amanat terlebih dahulu aku tidak masalah Sha.." Leo mengelus pipi Marsha.
"Ayo antarkan aku pulang kita harus berganti pakaian, mudah-mudahan Mark masih ada dirumah." Leo mengangguk dan segera mengemudikan mobilnya.
"Pokoknya aku mau kita yang menikah duluan." Marsha memejamkan matanya dan tetap bergumam.
Leo tertawa dalam hati dengan perubahan Marsha, sejujurnya ia begitu heran dengan Marsha. Terlebih Leo baru melamar dirinya kepada kedua orangtuanya saja belum secara resmi meminta dengan dirinya sendiri. Tetapi Marsha seakan melupakan hal itu, jelas terlihat Marsha sudah setuju tanpa perlu diminta.
"Baik Serenity." Leo memacu kencang mobil tersebut.
Akhirnya mereka sampai di rumah kediaman Marsha lebih dari tengah malam. Marsha langsung berbenah diri begitupun Leo yang juga membersihkan diri di kamar Mark. Si pemilik kamar ternyata sudah pergi dengan niat melamar Dalilah.
"Le, Mark sudah pergi bagaimana ini.." rajuk Marsha manja yang sudah terlihat segar dengan balutan dress selutut berwarna putih. Leo selalu menyukai penampilan Marsha yang sederhana tetapi tetap anggun menyihir dirinya dan secara mutlak Leo akan bertekuk lutut pada pesona Marsha.
"Tenang Sha, biarkan hari ini Mark melamar Dalilah." Leo merapatkan dirinya memeluk Marsha. Menghirup aroma sihir Serenitynya. Marsha menatap yakin mata tajam Leo.
"Tadi mereka bilang Mark mau melamar Dalilah saat sunrise. Sungguh norak kembaranku itu." gerutu Marsha polos. Leo ingin berkata dirinya lebih parah noraknya karena dia belum melamar Marsha.
"Ah aku harus meminta bantuan Satria agar mau menghalangi Dalilah pergi dengan Mark." Marsha mencari ponselnya di dalam tas miliknya.
"Le kamu juga hubungi Rachel yah.." Leo mengangguk. Marsha terus gelisah karena sang pengantin baru tidak juga mengangkat panggilannya.
"Ahh sekarang malah tidak aktif. Ponsel Rachel juga tidak diangkat yah? Satria menyebalkan." Marsha masih menggerutu. Leo memeluk Marsha dari belakang.
"Kamu lupa mereka itu pengantin baru. Menerima panggilan telephone dijam segini adalah sesuatu yang tidak dibutuhkan pengantin baru." bisik Leo tepat di telinga Marsha yang tersenyum geli.
"Tapi bukankah Rachel sedang berhalangan?" Marsha menahan malu membahas malam pertama seseorang dengan pria yang hampir membuat ia gila karena cintanya.
"Mereka mungkin hanya beradegan seperti kita tadi love." Marsha langsung melepas pelukan Leo. Ia teringat kejadian sebelumnya. Wajahnya merona merah. Ia duduk sambil berfikir kemana perginya sang mantan playboy itu pergi membawa calon istri yang akan ia lamar.
"Aku tahu dia kemana. Ayo Le kita harus menemukan mereka." Marsha menarik Leo pergi. Sesaat Leo menahan tangan Marsha, dengan waktu sepersekian detik tangan Leo sudah menangkup wajah Marsha. Leo melumat lembut bibir merah Marsha.
"Kamu belum memberikan sentuhanmu princess.." Marsha berjalan lebih dulu mendahului Leo. Ia masih malu mengingat kejadian sebelumnya. Adegan yang mereka mainkan hampir saja lepas kontrol. Ayo princess keluarkan sifat aslimu. Tadi saat di kamar itu kamu begitu agresif princess.
***
Di rumah pantai milik keluarga Rama Andhika.
Mobil Mark sudah sampai di halaman depan vila pribadi milik keluarga Rama Andhika. Dalilah tampak tertidur di kursi di samping supir. Mark menatap wajah lucu Dalilah yang mengenakan piyama bermotif cup cake sama seperti dirinya manis seperti gula.
"Sugar bangun, maniss.." Mark mengelus pipi Dalilah. Ia memang sudah tertidur saat Satria membangunkannya dengan sekali sentakan dan menarik tubuhnya keluar kamar. Saat itu Dalilah yang masih belum sadar 100% bernyawa ditarik sang kakak ke depan pagar karena Mark sudah menunggunya di sana.
"Iya sebentar lagi yah aku masih ngantuk Mark.." Dalilah semakin meringkuk seperti bayi membuat Mark gemas menatapnya.
Mark menghubungi penjaga rumah yang sudah menyiapkan semuanya di rumah peristirahatan tersebut. Waktu sudah hampir menunjukan keluarnya matahari dari tempat peristirahatannya.
Perjalanan ke rumah pantai tersebut memang memakan waktu kurang lebih dua jam, terlebih jika perjalanan sepi dan mengemudikannya dengan kecepatan maximal tanpa bebas hambatan. Mereka pasti sampai secepat kilat.
Mark akhirnya memutuskan untuk menggendong Dalilah keluar dari mobil. Tampak penjaga rumah tersebut menyambut Tuan Mudanya dengan sopan.
"Silahkan Tuan saya sudah menyiapkan kamar untuk Tuan dan Nona." Mark mengangguk sambil terus membopong Dalilah yang terlelap dengan nyenyaknya.
"Kamar Nona Marsha sudah saya siapkan untuk pacar Tuan beristirahat." penjaga rumah itu tampak sopan.
"Persiapan di kolam renang sudah selesai?" Mark masih menggendong Dalilah menuju kolam renang vila yang langsung berhadapan dengan pantai pribadi dengan pemandangan super indah.
"Sudah Tuan." Mark tersenyum geli menatap Dalilah yang semakin memeluk dia erat tanpa terganggu. Mark memang menggendong Dalilah layaknya pengantin baru.
Penjaga rumah tersebut terlihat malu dan bahagia menyaksikan tuan mudanya begitu menyayangi sang kekasih. "Baiklah terimakasih pak, istirahatlah. Sudah cukup semua yang kamu persiapkan." penjaga itu pamit. Mark masih menggendog Dalilah dan mendudukan dirinya dalam sebuah ayunan berpayung panjang yang menghadap laut luas. Dalilah semakin menikmati pelukan hangat dari kekasihnya.
Awalnya Mark ingin menidurkan Dalilah langsung menuju kamar Marsha, tetapi niatnya diurungkan karena waktu akan menerbitkan mataharinya. Sungguh peristiwa bersejarah bagi seorang Mark Andhika yang anti menyatakan cinta. Baginya cinta hanyalah ilusi. Tetapi dengan Dalilah ia bagai budak cinta yang rela melakukan apa saja agar kekasihnya tersenyum bahagia.
Ia pernah mengatakan kepada Dalilah kalau cinta itu kenyamanan dan ternyata ia merasa sangat nyaman berdekatan dengan Dalilah.
Baru ia sadari jika ia tak akan pernah bosan menatap wajah cantik Dalilah. Wanita dengan segala keunikkannya yang paling spesial selama Mark pernah mengenal kaum hawa.
Dalilah tidak pernah menuntut untuk selalu berkencan romantis. Dalilah hanya butuh perhatian tulus secara sederhana. Mungkin karena itulah tanda seseorang cinta dengan ikhlas dan hingga sampai di titik ini Mark berhasil menciptakannya.
Perlahan tanda matahari akan terbit mulai terlihat. Mark tersenyum geli Dalilah masih tertidur dipangkuannya. Ia seperti menimang balita yang sedang tertidur, begitu manja dan intim. Mark tidak menghiraukan tangannya yang sedikit keram karena tumpuan kepala Dalilah. Mark ikhlas dan merasa nyaman dengan posisi itu.
"Sugar bangun mataharinya akan terbit." Mark melumat bibir manis Dalilah penuh hasrat. Perlahan dengan lembut Mark menikmati rasa bibir bawah Dalilah menggoda. Ia pun menggigit bibir bawah Dalilah agar dapat membangunkan Dalilah, tetapi yang terjadi Dalilah lebih merapatkan tubuhnya kedalam pelukan Mark.
Sungguh Mark menahan tawa karena Dalilah semakin nyaman dengan posisinya. Mark pun menciumi hampir seluruh wajah Dalilah, hingga di posisi kedua mata Dalilah Mark mengecup dengan dan memanggil Dalilah lembut dan penuh hasrat.
"Sugar wake up.. Mentarinya menginginkan kamu menyambutnya." bisikan Mark perlahan membuat Dalilah tersadar.
Dengan sendirinya Mark dan Dalilah menoleh kearah persembunyian matahari terbit itu dengan senyuman yang terbit dari bibir mereka.
Jika Dalilah terbangun dan langsung tak berkedip melihat keindahan Kuasa alam yang indah sedang menerbitkan dirinya untuk menyinari bumi. Lain halnya dengan Mark yang lebih memilih menatap tanpa kedip wajah indah Dalilah yang sudah terjaga dari tidurnya. Baginya wajah Dalilah sumber energi kekuatan Mark saat ini dan untuk selamanya.
"Indah Mark sunrise-nya." Mark masih menatap wajah Dalilah yang tersenyum sangat manis terlebih saat ini yang ia lihat adalah seutuhnya Dalilah tanpa sapuan riasan di wajah cantik alaminya. Wajah ini wajah alami kekasihnya sangat indah dan mempesona.
"Kamu lebih dari indah sugar." bisik Mark parau dan saat Dalilah hendak menoleh, wajah Dalilah dibuat terkejut karena wajah Mark begitu dekat dengannya.
"Will you marry me Dalilah Raihana Sarha?" Dalilah membulatkan bola mata indahnya. Apa yang harus dilakukan Dalilah jika ia sama sekali tidak pernah berfikir akan dilamar seorang pria dalam kondisinya sekarang ini.
Tertidur di pangkuan pria dan menatap matahari terbit yang sangat mengagumkan. Dalilah hanya bisa tersenyum dan mengangguk. "So yes?" Mark meminta jawaban. Dalilah mengangguk kembali. Hei raga dirinya masih belum terkumpul Mark.
"Iyaaa, yes i do..." jawab Dalilah tanpa berfikir panjang ia pun menarik kepala Mark untuk dengan mudahnya ia lumat bibir yang baru saja berkata tentang masa depan dan kehidupan baru untuknya.
"Kamu udah memaksa aku pergi memakai baju ini. Lalu dengan tiba-tiba melamar aku?" tanya Dalilah tidak percaya. "Aku sudah dapat restu dari papa mamamu sugar..." Mark mengecup bibir Dalilah.
"Aku mau menikah secepatnya sugar.." Mark berbisik ditelinga Dalilah.
"Tapi kita tidak pernah berkata cinta satu sama lain Mark.." ada rasa sedih dalam diri Dalilah. Selama mereka menjalin kasih tidak ada satupun diantara mereka yang berkata cinta dengan mudahnya.
"Cinta bagi aku adalah kenyamanan, cinta bagi kamu adalah kesederhanaan. So bukankah keduanya sama-sama kita rasakan?" Dalilah mengangguk antusias.
"Aku merasakan kenyamanan dalam kesederhanaan hubungan kita." jelas Dalilah penuh senyuman.
"Kalau begitu untuk apa diumbar kata cinta jika yang kita lakukan adalah bentuk rasa cinta itu sendiri sugar.." Dalilah memeluk Mark sangat erat.
Ternyata ia memang sudah jatuh cinta dengan Mark mantan play boy yang sudah mencuri ciuman pertamanya dari jauh hari sebelum mereka mencoba jalinan kasih.
"Marrrkkkk....." adegan mesra mereka dipagi hari yang sangat indah dan romantis itu terganggu oleh kehadiran dua manusia yang tidak diduga. Marsha dan Leo.
"Sedang apa kalian dipagi hari ini saling bermesraan?" Marsha mendekati mereka. Tubuh Dalilah ditahan oleh Mark. Ia ingin turun dari pangkuan Mark.
"Kalian sendiri sedang apa di sini? Mengganggu acara kami saja. Sudah cukup tugas mengganggu itu jatuh di tangan para oma. Kalian menuruni ternyata.." ejek Mark jengkel. Kejutan untuk Dalilah masih banyak yang belum ia berikan kepada Dalilahnya. Tetapi pengacau sudah terlebih dahulu datang.
"Kami mau memastikan agar Dalilah aman tidak termakan rayuan kamu Mark.." bela Marsha asal. Sejujurnya ia sulit mencari alasan.
"Kami baru saja bertunangan." jawab Mark enteng. Dalilahpun segera turun karena posisinya sangat tidak pantas diumbar.
"Kami tidak melakukan sampai diluar batas Sha kamu tenang aja." Dalilah mendekati Marsha dan memeluk. Marsha membalas pelukan Dalilah dengan senyuman.
"Selamat braderr.." Leo menyalami Mark yang sedang tersenyum bahagia.
"Oke selamat Mark dan Lilah. Kalian sudah resmi menerima lamaran tetapi yang menikah terlebih dahulu adalah aku dan Leo." Mark terkejut mendengarnya.
Apa-apaan pasangan ruwet ini?
"Ah kalian ini pasangan paling ruwet di zamannya. Kenapa senang sekali mengajak pasangan lain ikutan ruwet. Ayolah Sha, jodohku jangan ikut dibawa ruwet olehmu." Marsha menarik Mark untuk berbicara berdua.
"Mark please mengalah Mark karena aku mau secepatnya menikah dengan Leo." rengek Marsha manja.
Leo hanya terkikik geli sementara Dalilah terlihat terkejut karena ini kali pertama ia melihat tingkah Marsha yang manja. Marsha yang ia kenal adalah wanita dewasa anggun dan sopan.
"Kamu tahu Lil tingkahknya yang seperti itu membuat cintaku tambah meluap.." bisik Leo menggoda Dalilah.
"Oh hari ini terlalu banyak pria gombal di hadapanku." cibir Dalilah. Merekapun hanya menatap sepasang saudara kembar itu berdebat tentang permintaan siapa yang menikah terlebih dahulu.
"Kenapa kamu mau yang menikah duluan Sha? Apa kamu hamil?" tanya Mark heran.
"Bisa saja nanti aku hamil." jawab Marsha tanpa berfikir panjang. Mark langsung menatap garang Leo meminta penjelasan.
"Hei hei brader tenang aku masih waras untuk menghadapi semua in. Princess ayo kita pergi biarkan mereka menikmati waktu mereka dengan tenang.." rayu Leo yang tidak dihiraukan Marsha.
"Mark please kapan aku pernah memohon seperti ini. Aku tidak mau pernikahanku diurus para oma." Marsha menutup mulutnya yang sepertinya salah memberikan alasan. Sialan.
"Apa? Jadi karena itu kamu bersihkukuh menikah lebih dahulu?" Mark menggeleng dan tersenyum mengejek.
"Tidak!!! Aku yang akan menikah terlebih dahulu." Marsha menarik Mark kedalam pelukannya. Jika orang lain melihat mungkin mereka menjalin asmara. Tetapi pada kenyataanya mereka sepasang saudara kembar yang mempunyai hubungan batin sangat dekat.
"Ayo Mark Andhika kali ini saja." Marsha memasang mata memohon sangat manja.
"Aku tidak akan sanggup jika para the golden girls ikut andil dalam pernikahan ku. Lebih baik aku kawin lari." jawab Mark lembut sambil menggelengkan kepala.
"Mark ayolah kita juga sudah tahu para oma seperti apa, kita pasti bisa melewatinya dengan riang." Marsha menganguk setuju dengan pembelaan Dalilah.
"Jangan termakan wajah mengiba sang putri ruwet ini." Mark tersenyum manis melirik Dalilah.
"Baik bagaimana jika kita membuat kesepakatan?" tawar Marsha yang dijawab gelengan kepala oleh Mark. Merekapun kembali berargumen dengan cara yang hanya mereka berdua mengerti. Sesaat mereka berpelukan, lalu tiba-tiba mereka saling tarik menarik dan tiba-tiba mereka berteriak tidak jelas dan kembali lembut dalam berkata-kata.
Dalilah dan Leo yang berada di dekat mereka hanya bisa menatap lelah. Sesungguhnya mereka sudah sangat mengantuk. Hei dari hari sebelumnya aktifitas mereka begitu padat karena pernikahan spektakuler Satria dan Rachel saudara kandung mereka.
"Huaaaam...Lil aku sangat mengantuk tidak tidur semalaman.. dan pagi hari ini aku harus menonton adegan saudara kembar yang saling bertengkar untuk menikah lebih dahulu." Leo melirik jengkel dengan keadaannya sekarang.
"Hahaha dan menyebalkannya kita terlibat dengan mereka." Dalilah mengangguki.
"Kita sudah terjangkit pesona sikembar. Ayo Lil lebih baik kita tinggalkan mereka. Kuantarkan kamu ke kamar Marsha. Aku tahu kamu pasti juga mengantuk." Leo menarik tangan Dalilah memasuki villa keluarga Andhika.
"Sangat mengantuk dan lelah." Dalilah berjalan beriringan dengan Leo.
"Mereka bahkan tidak tahu kita meninggalkan mereka." Dalilah menggelengkan kepala melihat sikembar yang masih beradu mulut di pagi hari disaksikan ombat yang bernyanyi.
"Bagaimana jika kita mengagetkan mereka Lil, kita bilang kalau kita berdua yang akan menikah bukan dengan mereka.." Leo tertawa sendiri dengan ide candaannya. Dalilah semakin tertawa sambil berjalan beriringan memasuki vila.
"Bisa dipastikan akan terjadi perang di bumi dan di bulan." Leo mengangguki.
"Dan semakin ruwet jodoh kita Lil..."
***
Di kamar pengantin baru.
Pagi ini terasa berbeda dalam diri seorang Satria Abraham Sarha. Ia terbangun saat seorang wanita di sampingnya memeluk dia erat dengan manja. Ini akan jadi awal indah dirinya memulai hidup baru.
Walau ia belum merasakan sejatinya sebagai seorang suami sempurna tapi ia tetap bersyukur. Akhirnya ia telah menemukan belahan jiwanya. Wanita yang sangat ia cintai yang mampu membuat hatinya utuh sempurna jika dia di sampingnya. Dia adalah Rachel Arga Rahadi. Gadis pendeknya. Mini Rachel tersayang.
Satria baru saja selesai mandi dan menunaikan ibadah subuh sendiri karena sang istri masih berhalangan. Dipandanginya terus tidur nyenyak sang istri. Wajahnya begitu polos dan lugu. Ia nyaris tanpa cela bagi Satria. Karena wanita inilah yang mampu menaklukan hati kaku dirinya.
Satria terus memandangi wajah Rachel yang begitu lugu, ia membelai lengan putih Rachel dan mengecup lengan itu dengan lembut. Seakan terganggu Rachel membalikan badannya tengkurap memunggungi Satria dan melenguh manja.
Terlihat punggung belakang Rachel yang begitu putih dan bersinar cerah. Satria menyampirkan rambut Rachel lalu mengecup punggung istrinya itu dengan lembut. Ia mengucap syukur akhirnya ada seorang wanita yang akan selalu menemaninya. Satria merebahkan dirinya menghadap Rachel dan mengusap lembut kepala Rachel dengan sayang.
"Maaa aku masih ngantuk jangan ganggu aku.." bahkan Rachel pun masih belum terbiasa jika ia sudah sekamar dengan seorang pria bukan sendiri lagi.
Satria perlahan mendekati telinga Rachel dan mengecup sekitar telinganya membuat Rachel merasa terganggu. "Istriku tersayang.."
Mata Rachel tiba-tiba terbuka sempurna, saat ia menoleh ke arah si pencium telinganya betapa terkejut yang ia lihat adalah Satria yang sedang tersenyum kepadanya. "Pagii.." hembusan nafas Satria tercium sangat jelas berbau mint membuat Rachel semakin sadar dari tidur lelapnya.
Rachel langsung terduduk dan segera bergegas turun dari kasur tetapi tangan Satria menahannya.
"Ada apa, kamu mau kemana?" tanya Satria panik.
"Aku mau ke kamar mandi.." Rachel langsung masuk ke kamar mandi tanpa menatap Satria. Ia menutup pintu kamar mandi secepat kilat.
"Huffft...Acheel bodoh.." Rachel mengutuk dirinya sendiri kenapa ia tidak terbangun terlebih dahulu dan membersihkan dirinya. Ia begitu malu jika Satria mencium dirinya dengan keadaan dirinya masih tidak segar dan beraroma memalukan. Ia langsung segera membasuh wajahnya dan sedikit bingung saat tidak menemukan peralatan mandinya.
Tok.. Tok.. Tok..
"Achel ini peralatan mandimu." suara Satria terdengar tertawa dari depan pintu. Rachel membuka pintu dan lagi-lagi senyuman Satria yang ia dapati.
"Kamu belum membuka isi koper kan? Sudah aku rapikan tadi sebelum aku mandi. Ini alat mandimu.." Rachel langsung mengambilnya dan menutup pintunya lagi. Terdengar Satria tertawa di balik pintu kamar mandi.
Rachel mulai mengganti pembalut dan membersihkan bagian mulutnya. Ia juga memakai parfume agar dirinya lebih nyaman dekat dengan suaminya.
Dirasa sudah siap dan berpenampilan pantas ia keluar dari kamar mandi dengan menarik nafas pelan agar tidak kembali demam panggung seperti semalam.
Mungkin orang akan berfikir aneh dengan Rachel, tapi ia wanita normal yang akan merasa aneh dan risih di hari pertamanya sebagai istri seseorang. Pagi ini pagi pertama dirinya terbangun disisi seorang pria.
"Cheel kamu masih demam panggung aja sama suami sendiri." suara Satria terdengar menggoda. Satria sudah duduk bersandar di ranjang milik mereka. Tangannya memanggil istrinya untuk mendekat kepadanya. Rachel langsung mendekat di samping Satria sambil tersenyum malu.
"Aku hanya nggak mau tampil jelek saat terbangun di depan kamu." Rachel mencubit pinggang Satria.
"Kamu curang sudah mandi jam segini." Rachel melihat suaminya sudah segar dengan rambut yang masih basah dan aroma sabun maskulin menyeruak dipenciuman Rachel menandakan suaminya ini baru saja mandi.
"Aku mandi wajib pendek." Satria mengacak rambut Rachel.
"Kamu semalaman menyiksa aku pendek, memeluk aku dengan erat tanpa memikirkan adikku yang meronta ingin keluar." wajah Rachel malu mengingat ia sempat merasakan kerasnya pusat tubuh Satria saat semalam ia berciuman mesra.
"Oh iya ngomong-ngomong kamu punya koleksi baju tidur banyak yah.." wajah Rachel sudah dipastikan pucat membiru menahan malu.
Satria pasti melihat di dalam koper miliknya betapa beraneka macamnya model baju kain tipis tidak layak pakai yang dengan bangganya ia bawa. Itu semua hadiah para omanya.
Ini semua karena oma-oma ku, memalukan. Aku seperti dewi mesum pasti. Ah mau ditaro dimana mukaku, Satria pasti berfikiran aku ratu mesum sekarang.
"Tidak usah malu istriku. Aku akan sangat menunggu kamu memakai kostum-kostum itu, mungkin ada beberapa yang akan aku sobek. Hahahaha" Satria memeluk Rachel yang berada disampingnya. Kepala Rachel bersandar di dada Satria. Sesekali Satria mengecup puncak kepala istrinya dengan sayang.
"Itu semua pembelian omaku." rajuk Rachel manja.
"Tapii aku janji saat malam pertama kita nanti aku akan memakai pembelianku sendiri khusus untuk kamu." Rachel mengedipkan matanya manja.
"Hemm aku jadi tidak sabar menunggunya pendek." Satria mengecup bibir Rachel sekilas. Rachelpun membalas lumatan itu karena ia juga menginginkan sentuhan mesra dipagi hari dari suaminya. Tetapi Rachel tersadar dan melepaskan pergumulan indah bibir mereka dipagi hari.
"Aku harus keluar dan menyiapkan makanan." Rachel terlihat melirik jam dinding.
"Ini masih pagi lebih baik kamu tidur lagi." Satria menahan Rachel yang hendak turun.
"Tapi oma-omaku bilang aku harus bangun pagi di rumah mertua." Satria tersenyum geli dengan tingkah polos istrinya.
"Percaya padaku.." Rachel tetap berusaha turun dari ranjang mereka, tetapi Satria lebih dulu sampai ke depan pintu kamar. Ia membuka pintu kamar dan membuat Rachel terpekik kaget karena suaminya berteriak.
"OMAAA RACHEL INGIN KELUAR DARI KAMAR, APA SEKARANG DI DAPUR MEMBUTUHKAN ISTRIKU?" Rachel langsung menghampiri Satria dan membekap mulut suaminya.
"TIDAK PERLU RACHEL SAYANG.. KALIAN TIDURLAH ISTIRAHAT!!!" suara Nadira terdengar sambil tertawa.
Satria menutup pintu dan terkikik geli dengan aksi Rachel yang membekap dirinya. Dengan mudahnya Satria menggendong istrinya ala pengantin baru yang akan memasuki kamar pengantin miliknya. Hei mereka memang pengantin baru.
"Kamu nih membuat aku malu Satriaaaa..." Rachel mencubit dada keras suaminya. Satria tertawa sambil tetap menggendong istrinya ke ranjang milik mereka.
"Kenapa kamu bisa tahu ada oma di luar?" Satria merebahkan Rachel begitupun dirinya. Ia tetap memeluk Rachel dengan erat dan mengecupi seluruh wajah istrinya dengan mesra.
"Biasanya setiap pagi jika oma ada di rumah ini oma yang selalu membangunkan aku subuh. Aku yakin tadi dia masih mau membangunkan aku..." Rachel menikmati kecupan-kecupan mesra yang diberikan suaminya sambil terkikik geli.
Beberapa jam kemudian.
Satria tampak duduk di sofa kamar menanti Rachel yang sedang membersihkan diri di kamar mandi. Ia sedang bersiap-siap melakukan unjung-unjung ke rumah sanak keluarga atas permintaan para oma.
Baru kemarin bertemu, kenapa sekarang ketemu lagi. Tradisi yang aneh.
Sambil menunggu sang istri berdandan Satria menyalakan kembali ponsel miliknya. Semalam ia mematikan ponsel karena tidak mau terganggu oleh siapapun. Hal pertama yang begitu menarik perhatiannya adalah notifications dari group chat miliknya.
____________________
Group Brader.
•Mark : kakak ipar udah bangun belum?
•Mark : (˘ з˘)
•Leo : adik ipar masih capek yah?
•Leo : cari muka lo markona.
•Leo : (¬-̮¬)
•Mark : apa bedanya kita???
•Mark : kakak ipar mungkin masih berusaha belah kelinci.
•Mark : bangun ayo udah siang.
•Mark : gue punya tiket honeymoon buat kakak ipar.
•Leo : jangan mau Sat.. modus
•Mark : gue ngelobby dengan cara masuk akal Lele.
•Mark : (ˇ▼ˇ)-c<ˇ_ˇ)
Mark : kakak ipar belum baca yah?
•Mark : mungkin masih mandi wajib berkali-kali.
•Mark : ('̯ ̮'̯ ) malu.
•Leo : adik gue jangan disiksa ya adik ipar.
•Leo : gue sih sayang sama adik gue, mengalah untuk kebaikan.
•Mark : ┌П┐(►˛◄'!)
•Mark : lebay.
•Leo : adik ipar kalau bangun jangan lupa salam sayang yah buat Achel.
•Leo : Abangnya rindu.
•Mark : ┒(⌣́_⌣̀)┎
•Mark : pencitraan.
•Leo : yang penting sayang adik.
•Mark : ('-' ) (._. ) ( ._.) ( '-')
•Satria : apaan sih?
•Satria : (˘_˘٥)
•Satria : ga penting.
•Mark : kakak ipaaar...
•Leo : adik ipaaaar...
•Satria : (‾(••)‾) bye
_________________________
"Kamu lagi ngapain? Kenapa wajah kamu begitu?" Rachel datang dari ruang pakaian dan sudah sangat siap untuk pergi bersama sang suami. Ia terlihat sangat cantik mengenakan dress semi formal yang tampak anggun membentuk tubuhnya. Dress berwarna hijau itu pemberian sang suami.
Satria tersenyum menatap istrinya yang begitu cocok mengenakan dress pilihan dirinya sendiri. Ia duduk di samping Satria dan bersandar di dada suaminya.
"Sedang baca apa sih?" Rachel penasaran dengan sesuatu yang dibaca suaminya.
"Kelakuan kakak-kakak kamu lagi aneh. Obatnya lupa diminum kali yah?" Satria menunjukan group chat rumpi antara mereka bertiga.
Seketika Rachel tak bisa menahan tawa dengan kelakuan pria-pria itu di dalam group brader buatan mereka bertiga.
"Kamu punya grup rumpi kaya gini?" Satria mengangguk tanpa malu.
"Mereka yang kasih tahu kesukaan kamu apa dan yang lainnya." Satria mengelus rambut Rachel dalam pelukannya.
"Grup rumpi malu-maluin, pria dewasa punya grup norak seperti ini." ledek Rachel yang tidak bisa menahan tawa membaca isi chat mereka.
"Kenapa kamu dipanggil kakak ipar dan adik ipar?" Satria menggeleng tidak tahu. Ia sudah sangat kebal dengan ledekan-ledekan aneh dari anggota grup tersebut.
"Mereka pasti lagi ada maunya. Aku kenal mereka." pernyataan mencurigakan Rachel diangguki Satria.
***
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro