Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

24 - Si Pencuri Sesungguhnya

Di kamar pengantin yang terlupakan, masih dimalam yang sama.

Wanita itu terus menatap dua orang manusia yang duduk di depan dirinya. Terlihat jelas kedua orang itu sangat gugup karena mereka tertangkap basah bermesraan di kamar yang sejatinya bukan milik mereka.

Rahma terus menatap jam yang menempel di tangan. Sepertinya ia masih menunggu seseorang untuk ikut duduk bergabung dengan dirinya.

"Tante..kami bisa jelaskan, ini tidak seperti yang tante lihat." Leo berbicara sopan dengan Rahma yang masih tersenyum menatap penampilan kedua anak muda di depannya terlihat kacau dibeberapa bagian, jelas mereka bukan habis dirampok dan membela diri sekuat tenaga hingga memporak-porandakan pakaian yang mereka pakai.

Sekarang ini mungkin ulah mereka sendiri membuat dandanan mereka terlihat serampangan ala kadarnya. Siapapun dapat menilai mereka sedang beraktifitas apa.

"Sebaiknya kalian merapikan diri kalian sebelum yang lain datang." Marsha terlihat kikuk dan bingung. Ini memalukan.

"Tante maaf memang siapa lagi yang akan datang?" Marsha membenahi dirinya. Ia pun membersihkan wajah Leo yang sedikit berantakan oleh goresan pemerah bibir miliknya. Rahma terkikik geli melihat tingkah dua sejoli ini.

Rahma berfikir saat seperti ini ia melihat Livi dalam diri Marsha yang terlihat ekspresif dan mudah panik. Ia pun melihat jelmaan Biyan dalam diri Leo, pembawaannya lebih tenang dan terlihat dewasa memang sangat mirip dengan Biyan sang ayah.

"Beruntung tante yang memergoki kalian, bisa kalian bayangkan jika para oma yang melihat ini?" Leo dan Marsha menghembuskan nafas lega jika memikirkan hal itu.

"Tante tapi aku berani bersumpah kami tidak sampai di luar batas. Marsha benar-benar hampir menggoda imanku." Marsha memukul lengan Leo.

"Kamu juga merayuku." ketus Marsha sebal. Leo lagi-lagi tersenyum ringan. Marshanya memang berubah agresif.

Ketiga pasang mata itu menatap pintu masuk kamar tersebut. Marsha lebih tegang dibanding dua orang yang lain. Hatinya cemas menahan malu karena selama ini dirinya terkenal paling bisa menahan diri. Tapi entah mengapa ia bisa sangat lepas kontrol jika berhubungan dengan Leo. Jelas ini bukan pengaruh baik untuk dirinya.

Ting.. Tong..

"Leo bisa tolong kamu bukakan pintu?" Leo menuruti kemauan Rahma, Marsha sempat menahan tangan Leo.

"Tenang, kita hadapi ini bersama-sama.." wajah Leo menenangkan kepanikan Marsha yang tidak bisa dibendung.

Leo membuka pintu dan sesosok pria tua yang sudah sangat ia kenal berdiri tepat di hadapannya.

"Om Ibra.." Leo mempersilahkan masuk Ibra yang langsung menatap wajah Marsha sambil tersenyum menggoda. Marsha menunduk malu, ini bukan waktu yang tepat membalas cengiran menggoda Ibra. Batin Marsha berteriak senyuman itu sangat mirip dengan senyuman Satria, cengiran menjengkelkan. Marsha merutuki dirinya sendiri.

Ini semua salahmu Satriaa kenapa kamar ini tidak kalian tempati. Menyebalkan..!!!

"Sepertinya kita semua salah prediksi Amma.." Marsha semakin dibuat bingung.

Kita semua salah prediksi?

Tak lama saat Leo hendak menutup pintu ia tampak terkejut, kali ini sifat tenangnya sudah hampir hilang tak berbekas. Jelas ia sangat panik karena dihadapannya terlihat empat manusia dewasa yang keberadaannya sangat mempengaruhi kehidupan dirinya dan juga kehidupan Marsha.

"Papa, mama..." Leo meringis menatap wajah Sarah yang menyipitikan matanya.

"Daddy, mommy..." Marsha hampir mati lemas karena ia benar-benar tertangkap basah.

"Kenapa bisa kalian yang berada di sini..?" Sarah dan Livi tanpa malu menarik telinga Leo bagai anak kecil yang tertangkap basah bermain nakal.

"Marshaa kenapa kamu bisa lepas kontrol..." Rama mendekati putrinya Marsha yang tertunduk malu.

"Perkiraanku benar putraku akan berfikir seribu kali untuk merebut kamar ini untuk melamar seorang wanita." Rama menatap Ibra yang hanya menggelengkan kepala.

"Dan putraku sepertinya tersihir oleh jelmaan Livi..." Biyan juga menghampiri Marsha dan mengusap rambutnya. Marsha memang dekat dengan Biyan.

"Papaaa..." Marsha memeluk Biyan.

"Ini di luar dugaan semula yang diperkiraan akan singgah ke sini adalah Mark dan putriku Dalilah, ternyata para oma sudah menjaga mereka dengan ketat, pasangan kalem ternyata yang pasang aksi." Ibra tertawa Marsha menunduk malu, terlebih Rama mencubit pipi Marsha.

"Mommy, aku kan sudah bilang kalau aku akan melamar Marsha secepatnya tetapi karena kalian mau Marsha lebih agresif akhirnya terjadilah seperti ini..." kali ini Livi menarik Leo untuk duduk di samping Marsha.

Sekarang Leo dan Marsha benar-benar di hadapkan oleh tiga pasang suami istri yang sudah berpengalaman dalam menghadapi rintangan mengarungi rumah tangga.

"Jadi karena itu kamu lepas kendali Leo, mama takut kamu tidak bisa menahan diri." Sarah masih kesal dengan sang putra.

Selama ini ia selalu memberikan nasihat dalam pergaulan kedua anaknya Leo dan Rachel, bahkan Marsha dan Mark pun tak luput dari nasihat Sarah. Biar bagaimanapun ia tidak mau sang putra mempunyai gaya hidup seperti Biyan saat muda dulu.

"Maafkan kami semua tapi aku berani sumpah kami tidak sampai di luar batas..." Leo berusaha meyakinkan para orang tua.

"Hampir Leo..Hampir!!!!" Sarah tetap pada penilaiannya.

"Oke sudahlah ini semua salahku. Aku yang memberikan ide kepada Leo agar menunda lamaran Marsha." Rama menengahi.

"Apa? Daddy bilang apa?" Marsha merasa bingung dengan pernyataan Rama.

"Leo tidak salah Sha, dia sudah lama melamar kamu beberapa waktu yang lalu. Tapi daddy dan Mark yang memaksa Leo untuk mengerjai kamu. Mommy rasa kamu tahu sendiri tingkah Leo yang berubah." Marsha melirik Leo sebal.

"Sudah buat apa lagi ditunda. Segera nikahkan mereka." Ibra memberikan pendapat. Wajah Leo dan Marsha mendadak tersenyum bahagia.

"Tidak bisa." Sarah masih terlihat kesal. Biyan merangkul istrinya menenangkan. "Ada apa lagi kelinci..." Biyan mengelus punggung Sarah.

"Tadinya mama memang berniat menikahkan kalian terlebih dahulu, tetapi karena kalian seperti ini sepertinya mama mengurungkan niat mama." Leo tampak kaget dan bingung dengan perkataan sang mama.

"Maksud mama? Apa mama tidak merestui hubungan kami?" Leo tidak percaya pertanyaan semacam ini keluar dari mulutnya.

"Mama tidak setuju aku dengan Leo?" ada raut kesedihan dimata Marsha.

"Kalian masih masih di dalam perut saja mama dan mommy sudah berniat menikahkan kalian. Jadi jangan tanya hal seperti itu lagi." tegas Sarah membuat Leo dan Marsha semakin bingung.

"Emaknya kelinci ini suka membuat orang bingung." bisik Livi sebal membuat para orang tua terkikik geli.

"Begini anak-anak. Mark malam ini berniat melamar putri Om Ibra, Dalilah." Biyan memberikan informasi yang mengejutkan Leo dan Marsha.

"Dan kalian tahu kami tidak mau menikahkan kalian bersamaan. Minimal ada jarak rentan enam bulan. Mommy tidak mau mengambil resiko jika menikahkan kalian bersamaan dan terjardi hal-hal tidak diinginkan." jelas Livi dengan nada memohon.

Leo menggarukkan kepalanya karena semakin bingung. Terlebih Marsha serba salah memikirkan para orang tua dengan pemikiran anehnya.

"Marsha sayang, mommy kamu itu takut jika menikahkan saudara kembar bersamaan, salah satu diantara kalian ada yang tidak berhasil." Rahma menjawab kebingungan dua anak mudah di depannya.

"Tadinya kami menyetujui kalau yang menikah lebih dulu adalah kalian. Tapi karena hubungan kalian yang sedikit ruwet akhirnya kami mempertimbangkan Mark yang menikah lebih dulu. Terlebih dia sudah melamar Dalilah kepada Om Ibra langsung. Tinggal menunggu persetujuan Dalilah." Rama sekarang yang mengambil alih pembicaraan ditengah malam di kamar yang sebenarnya tidak membutuhkan mereka semua berada di sana.

"Mommy tetap memilih kalian sebenarnya yang menikah lebih dahulu tapi Daddy maunya sebagai orang tua kita harus adil." Rama tersenyum sayang menatap wajah putrinya Marsha.

"Lalu mommy memberikan ide siapa di antara kalian yang mungkin mau memakai kamar ini. Semula kami semua mengira Mark yang akan nekat berada di kamar ini tapi ternyata kalian berdua." Livi menggelengkan kepala.

"Tapi kami tidak sampai diluar batas, bisa dilihat ranjang di sana masih rapi dengan bunga-bunga. Kami hanya bermesraan di sofa itu." Leo menyikut lengan Marsha jengkel.

"Jadi mau mommy dan daddy kami batal menikah?" rajuk Marsha manja.

"Kami tidak melarang kalian, kami hanya minta kalian mengalah dengan pasangan yang satu lagi.." Sarah kembali bersuara.

"Maaaa bagaimana dengan aku?" Leo terlihat memohon dengan sang mama untuk memberikan bantuan.

"Tapi kita juga belum tahu apa Dalilah akan menerima lamaran Mark sayang." Biyan kembali memeluk istrinya cantiknya.

"Putriku pasti akan memberikan keputusan yang terbaik. Aku dan Rahma sudah memberikan restu." pernyataan Ibra membuat Marsha mendesah.

"Dan ada satu hal lagi yang harus kalian berdua ketahui. Kalian pasti cukup tahu andil para oma dipernikahan Rachel dan Satria?" Leo dan Marsha menatap wajah Biyan.

"Di pernikahan selanjutnya mungkin para oma tidak akan ikut andil karena sepertinya mereka kelelahan dan hendak menyimpan energi mereka kembali." Leo dan Marsha bernafas lega.

"Tetapi di pernikahan setelah yang kedua mereka kembali menjadi panitia wedding organizer seutuhnya." Livi menimpali dan benar saja bagai tersambar petir seketika Marsha dan Leo saling bertatapan berharap bukan pernikahan mereka yang memiliki para panitia super aktif tersebut.

"Mommy bercanda kan?" selidik Leo penuh tanda tanya.

"Untuk apa mommy bercanda Leo.." seketika Marsha menarik tangan Leo berdiri.

"Mom, dad maafkan aku karena hari ini mengecewakan kalian tapi aku berani bersumpah kami belum sampai ke tahap yang kalian curigai. Maafkan aku." Marsha menghampiri Rama dan Livi dan memeluk mereka.

"Semuanya, maafkan kami atas kejadian malam ini. Kami janji akan menyelesaikan kesalah fahaman ini." Marsha menatap para orang tua yang lain dengan wajah bersalah begitupun Leo.

"Iya mama aku berjanji tidak akan berbuat di luar kendali aku. Mama bisa pegang janji aku." Leo duduk di hadapan Sarah dan memeluk kedua paha sang mama.

"Papa juga harus percaya sama aku." Biyan menepuk pundak Leo.

"Jika kalian mempercayai kami izinkan kami pergi sekarang. Ada hal yang harus aku selesaikan dengan Mark." Marsha menunduk meminta izin.

"Kamu mau apa sayang? Biarkan malam ini Mark melamar Dalilah." Marsha menatap Sarah meminta penjelasan.

"Tadi Mark sudah izin dengan Tante dan Om dia akan melamar Dalilah saat sunrise." lagi-lagi Rahma yang menjawab.

"Kami permisi semua. Ayo Leo kita harus bernegosiasi dengan mereka. Kami pergi semua." Marsha menarik Leo yang sedang terduduk di bawah Sarah.

"Semua kami pamit pergi." Leo dengan sopan menunduk malu.

"Ayo Leo.." Marsha benar-benar menjadi Livi. Leo dengan sabar mengikuti Marsha.

"Tapii..." Marsha tiba-tiba berbalik menatap ke enam orang tua tersebut.

"Semuanya aku mohon para oma jangan sampai tahu kejadian malam ini. Bisa-bisa kami akan dipantau setiap harinya oleh mereka." Marsha memohon dengan wajah penuh harap.

"Kasihan Mark menjadi tumbal kita.." Leo berbisik yang langsung ditepis oleh Marsha.

"Ayo kita pergi dari sini." Marsha menarik Leo dan menghilang dari kamar pengantin tak berpengantin.

"Keduanya mengingatkanku dengan mereka berdua.." Sarah melirik Livi dan Rama.

"Ayo sayang kita pulang aku sudah sangat lelah, ada saja tingkah anak muda." Biyan menarik Sarah berdiri. Ibra dan Rahmapun ikut berdiri. Rama dan Livi saling menatap dan sepertinya mereka mempunyai niat yang berbeda.

"Tunggu.." Rama menahan Ibra dan Rahma yang hendak keluar kamar pengantin tersebut.

"Tuan Ibra bukankah kalian menikah tanpa acara dan tidak mempunyai kamar pengantin?" seringai licik jelas terpampang di wajah Rama.

"Iya Ibra, kamar anak kita ini sangat disayangkan tidak berpenghuni. Daripada Rama yang kembali mencuri kamar kenapa tidak kalian saja yang mencuri kamar pengantin anak kita." Biyan memberikan ide gila yang langsung ditolak gelengan kepala oleh Rahma.

"Tidak..tidak kami sudah cukup tua untuk melakukan hal konyol seperti ini." Ibra menahan pinggang sang istri.

"Aduh mbak rasakan sensasi yang berbeda saat mencuri kamar pengantin seseorang. Benar-benar penuh warna hahahah." Livi kembali mengingat masa mudanya yang memang penuh cerita dengan sang suami.

"Udah selamat berbulan madu, sebelum kita akan menjadi kakek dan nenek." Biyan membuka pintu kamar.

"Have fun besan..." Sarah tersenyum geli menatap Rahma yang masih saja malu. Merekapun meninggalkan Ibra dan Rahma di kamar itu.

"Ibraa ini gila masa kita yang memakai kamar anak kita sendiri.." Rahma memeriksa semua tempat di kamar tersebut. Kamar yang begitu romantis dan memang telah siap untuk dinikmati sepasang pengantin baru.

"Mungkin memang kamar ini seharusnya milik kita. Satria memang terlahir sebagai vitamin kita. Nikmati saja hadiah indah ini." Ibra memeluk Rahma dari belakang.

"Tapi kita tidak membawa baju ganti. Aku risih Ibra memakai kebaya seperti ini. Belum lagi rambutku." Ibra mengecupi leher Rahma dengan pelan dan menggoda.

"Kita tidak butuh pakaian sayang, nanti biar aku suruh supir untuk mengambil baju ganti yang masih ada di mobil." Ibra terus mengecupi telinga Rahma.

"Kamu tahu aku juga mengkomsumsi jamu yang mama berikan untuk Satria." Rahma terkikik geli mendengar godaan sang suami.

"Kamu tahu ternyata kita yang menjadi pencuri sesunguhnya. Ini diluar dugaan..." Rahma mengecup pipi suaminya sekilas. Pria yang sudah menemani hidupnya lebih dari seperempat abad dan akan bertahan sampai maut memisahkan harap mereka.

"Aku mau mandi dulu di kamar mandi pengantin yang indah ini." Ibra menarik pinggang Rahma untuk jalan beriringan.

"Kamu tidak mau menggendongku?" goda Rahma.

"Pinggang aku nanti bisa sakit Amma, lebih baik stamina ku untuk aktifitas yang lain saja ndut.." Rahma tertawa, suaminya akan selalu menjadi pria yang bisa membuat hidupnya penuh cinta.

"Kita benar-benar menjadi pencuri sesungguhnya Ibraa.."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro