Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

20 - Sailormoon

Masih dihari yang sama.

"Akhirnyaaaaa...." Dalilah tersenyum lega ia bisa bebas dari ketiga wanita lansia yang daya kekuatannya super aktif untuk seusia mereka.

"I miss you manis..." Mark mengecup pipi Dalilah yang sedang memejamkan matanya bersandar di kursi mobil di samping Mark. Dalilah bingung entah alasan apa Mark mampu meminta bantuan kepada sang kakak Satria untuk membohongi Nadira Sarha agar dirinya harus segera pulang dan tidak meneruskan kesibukannya menemani para oma-oma super aktif tersebut.

"Kamu bisa minta bantuan sama kakak?" Dalilah penasaran Mark bisa meluluhkan hati Satria.

"Jangan pernah meremehkan Markona. Sekarang jangan bicarakan yang lain. Kamu mau kemana manis. I miss you my sugar." Mark mengecup bibir Dalilah sekilas.

"Aku mau makan." Mark tertawa. Betapa ia rindu dengan sang kekasih yang selalu bersikap apa adanya.

"Tuan Putri Dalilah mau makan apa?" Dalilah mengkerling malu-malu.

"Bubur ayam di taman yang waktu itu..." Mark lalu mengemudikan mobilnya.

"Siap laksanakan sugar." Mark semangat mengemudi. Sesekali ia mengelus pipi Dalilah dengan sayang. Mark merasakan hal yang berbeda dengan Dalilah yang tidak pernah ia dapatkan dari mantan-mantan ia sebelumnya.

"Kamu nggak marah aku mau makan di situ?" tanya Dalilah hati-hati. Mark menggeleng. "Buat apa marah sayang toh kamu mau makan itu dengan nikmat." Mark mengacak rambut Dalilah.

"Tapi tunggu..." Dalilah menahan tangan Mark.

"Aku mau ice cream di mini market itu." Dalilah menunjuk sebuah mini market. Mark segera berhenti.

"Ayo kita beli ice cream dulu sugar." Dalilah dan Mark keluar dari mobil saling berangkulan bahagia.

Saat sedang memilih ice cream di freezer mini market, keduanya dikagetkan dengan kehadiran wanita cantik yang sangat tidak diharapkan kehadirannya dengan Mark jika bertemu dengan Dalilah.

"Mark dan Dalilah..." sapa Kimberly mengagetkan. Dalilah seketika cemberut menatap Kimberly, dengan sengaja Dalilah memeluk lengan Mark erat. Bukti jika Mark adalah miliknya.

Terlihat Kimberly tidak sendiri, ia bersama wanita baya yang terlihat ringkih mengenakan syal menutupi lehernya. Mark sangat menyadari wajah wanita tua itu sangat mirip dengan Tante Rahma, hanya saja Tante Rahma terlihat lebih segar. Dalilah hanya diam tidak bereaksi frontal. Ia sadar ini ditempat umum dan juga ia harus mengendalikan dirinya. Terlebih ia melihat Kimberly bersama seorang wanita tua. Bukan waktu yang tepat untuk menjambak kembali rambut Kimberly, batin jahat Dalilah bersuara.

"Kim mereka temanmu?" tanya wanita paruh baya itu.

"Iya ma aku berteman baik dengan Mark. Kalau Dalilah kami hanya kenal baik.." mendengar bualan Kimberly rasanya Dalilah sangat ingin menyindir tetapi tangan Mark memegang erat dirinya. Mark mungkin tahu sang kekasih masih cemburu dengan sosok Kimberly yang sangat menyebalkan.

"Siang Nyonya.." Mark menunduk sopan. Marrisa mendekati Mark dan Dalilah. Ia memegang lengan Mark dan tersenyum ramah.

"Kamu sopan sekali anak muda. Mungkin kamu cocok menjadi pendamping hidup anakku." mendengar itu Dalilah terlihat emosi. Tangannya meremas kencang genggaman Mark. Tetapi Mark bertindak di luar dugaan, ia merangkul Dalilah tanpa malu.

"Maaf Nyonya saya sudah punya calon istri sendiri. Dalilah Raihana Sarha. Dia calon istri saya Nyonya Marrisa Claudya Ramana." Mark mempertegas nama asli mereka. Ada rasa terkejut dalam diri Marrisa kenapa Mark bisa mengetahui identitas dirinya.

"Kamu tahu nama maamku?" tanya Kimberly penasaran.

"Siapa yang tidak mengenal mantan model ternama di zamannya Kim. Beliau dulu sangat terkenal dengan karir dan seputar kehidupan pribadinya." Mark menatap dengan senyum penuh arti ke wajah Marrisa.

Marrisa mendekati Dalilah dan menyentuh pipi Dalilah. Ada rasa risih dalam diri Dalilah namun ia harus tampak sopan dengan orang tua dihadapannya yang terlihat angkuh. Kenapa wajahnya mirip mama yah?

"Kamu Dalilah Raihana Sarha?" tanya Marrisa sopan. Dalilah mengangguk.

"Iya Nyonya dia putri Abraham Sarha dan Rahma Raihana." jelas Mark menatap tepat dimata Marrisa. Dalilah tampak heran dengan Mark tetapi genggaman tangan Mark membuat ia tidak mempermasalahkan maksud dari Mark seperti itu.

"Dia wanita yang sangat berarti untukku Nyonya. Tak akan kubiarkan siapapun mengganggu kebahagiaannya. Bahkan menjadikan alat balas dendam masa lalu sekalipun." seketika wajah Marrisa terlonjak kaget dengan perkataan tepat sasaran Mark. Sialan kamu Rama junior.

"Salam kepada papamu dan mamamu.." Marrisa mengelus pipi Dalilah. Ia lalu pergi tanpa menatap Mark yang tak lepas menatap Marrisa. Dalilah hanya mengangguk kikuk.

"Bye Mark.." Kimberly menyentuh dada Mark dan pergi begitu saja. Wajah Dalilah terlihat emosi, dengan polosnya ia menyentuh dada Mark dan mengusap kencang layaknya membersihkan kotoran pada baju Mark.

"Udah dong manis jangan cemburu buta." goda Mark.

"Aku nggak cemburu, aku cuma nggak mau milikku diganggu orang." jelas Dalilah jengkel.

"Ayo kamu mau ice cream rasa apa?" Mark menarik tangan Dalilah untuk kembali memilih ice cream setelah terganggu dengan kehadiran Kimberly dan Marrisa.

"Aku mau cone ini..." Mark mengambil dua buah dan segera berjalan menuju kasir.

Tatapan mata itu tatapan benci. Tak akan kubiarkan Dalilah ku dijadikan alat balas dendam. Aku memang masih ragu tapi pasti akan ku cari tau.

***

.

Satu bulan kemudian di Rumah Rachel.

Waktu berjalan begitu cepat. Pernikahan Satria dan Rachel akan berlangsung seminggu dari sekarang. Calon pengantin wanitapun sudah tidak boleh berlalu lalang keluar rumah. Khususnya Rachel, sesuai perintah para oma-oma yang menginginkan wajah Rachel tampak bercahaya dan menghindari bahaya.

Rachel harus pasrah mendekam di rumah dan hanya diperbolehkan mengenakan baju biasa atau baju paling jelek yang ia punya. Ia juga tidak diperbolehkan berdandan. Tidak boleh mengkomsumsi garam berlebih dan dilarang ke dapur. Entah alasan apa tapi para oma bilang cahaya pengantin akan terserap jika pergi ke dapur.

Setiap harinya selama tujuh hari sampai sebelum acara berlangsung ia dimanjakan dengan berlulur dan perawatan alami untuk pengantin wanita. Rachel menikmati semuanya dengan riang meskipun ia rindu dengan Satria.

Jika sebulan yang lalu Rachel yang meninggalkan dia keluar kota. Sekarang giliran Satria yang meninggalkan Rachel selama dua minggu ke luar kota. Satria dan keluarga pergi ke tanah kelahiran Fatah Sarha yaitu Lombok.

Alhasil setelah acara mencari baju pengantin Satria dan Rachel tidak bertemu sampai sekarang, seminggu sebelum acara. Terhitung sudah tiga minggu yang lalu mereka terakhir bertemu. Walaupun keduanya tak pernah lepas berkomunikasi tetapi tetap saja kecanggihan video call tidak dapat mengobati rasa rindu keduanya.

"Acheell..." Rachel berlari memeluk seorang wanita paruh baya yang sangat ia sayangi.

"Mommy..." Livi memeluk sayang Rachel seperti putrinya sendiri. "Mommy sama siapa? Aku bosan di rumah terus. Oma benar-benar menyiksaku walaupun perawatan ini benar-benar membuatku rileks tapi oma memaksa aku menaikkan berat badan." rajuk Rachel manja. Livi mendengarkan dengan geli. Rachel memang terlihat berisi dari sebelumnya. Tubuhnya tampak sintal walaupun ukuran tinggi badannya masih tidak bertambah.

Marsha terlihat memasuki kamar disusul Sarah yang sedang menggendong Alvina putri Zahara.

"Wahh kamu semakin seksi Acheel.." goda Marsha yang menatap pangling postur tubuh Rachel yang berisi.

"Duh kamu nggak bisa ketemu Satria sebulan aja udah kaya dikurung berbulan-bulan. Nanti kalau udah nikah palingan nanti bosan setiap malam ketemu." Sarah menggoda putri kesayangannya yang sedang memeluk erat Livi.

"Kamu kangen yah sama Satria? Mommy yakin nanti saat kamu bertemu Satria pasti rasa cinta kalian semakin bertambah. Ada rasa yang berbeda saat kalian nanti bertemu dan status kalian berbeda." jelas Livi yang hanya dibalas senyuman malu oleh Rachel.

"Ini namanya penyiksaan mom. Sampai fitting baju aja terakhir kemarin aku hanya ditemani Mbak Zahara dan Marsha." Rachel benar-benar rindu dengan Satria. Ia rindu pria galaknya. Pria galak yang selalu berlaku lembut hanya untuk dirinya.

"Terus seharian ini kamu di rumah?" Rachel menggeleng.

"Tadi aku dan semuanya ziarah ke makam Aunty Mia dan Om Ivan." Livi mengambil alih Alvina dari Sarah. Ia menciumi pipi tembam balita berumur dua tahun tersebut.

"Mudah-mudahan pernikahan kamu diberikan kemudahan. Masalah dalam pernikahan itu ada aja. Rebutan bantal aja bisa jadi panjang. Yang penting kamu sebagai istri harus sabar dan selalu mendampingi Satria dalam berbagai situasi. Jangan mau manisnya aja, tapi semua rasa harus kamu rasakan." Rachel mendengarkan dengan serius ucapan Livi.

"Berjuang dan bertahan sampai maut memisahkan." Rachel mengangguk dan menganggu Alvina yang sedang bermain boneka.

"Iya seperti mama dan papa..." Zahara memasuki ruangan dan ikut berbicara.

"Iya papa dan mama kamu bukti cinta sehidup semati." Sarah memeluk Zahara. Memeluk keponakan tersayang.

"Shaaa. Mama lihat dari tadi kamu diam aja? Lagi banyak kerjaan yah di kantor?" Sarah bingung dengan Marsha yang sedikit berubah akhir-akhir ini. Marsha setiap hari selalu datang menemani Rachel mengurus pernikahan. Marsha juga selalu datang ke rumah dan berlama-lama menunggu Leo. Anehnya ia akan pulang jika Leo sudah pulang di sore atau malam hari.

Ia pun tanpa malu selalu mengurus makan malam atau keperluan Leo tanpa ada yang menyuruh. Sarah menaruh curiga karena ia hafal sifat Marsha yang pendiam kini berubah lebih perduli mengurusi keperluan Leo tanpa risih dan malu.

Sarah lebih bingung lagi dengan sikap Leo yang berbanding terbalik dengan Marsha. Leo tampak acuh dan terkesan tidak perduli dengan perhatian Marsha.

Pernah suatu malam Leo terlambat pulang. Marsha yang ikut menunggu kedatangan Leo terlihat khawatir. Terlebih malam itu Marsha lah yang membantu Sarah memasak di dapur. Tetapi balasan dari Leo yang tanpa ekspresi membuat raut wajah sedih Marsha tak bisa ditutupi.

Sarah sangat penasaran apa yang terjadi dengan kedua anak yang sangat dia sayangi. Sarah berharap jika memang mereka berjodoh segera dikabarkan. Jika tidak jangan sampai permusuhan menjadi penutup dari kisah mereka yang misterius.

"Marsha, kamu kenapa sayang? Kamu bertengkar dengan Leo?" tanya Sarah khawatir. Livi berusaha biasa saja. Livi tahu putrinya masih dalam proses diberi pelajaran berjuang oleh Leo dan sekutunya, yang tidak lain dan tidak bukan adalah suaminya dan putranya sendiri. Sebenarnya ada rasa tidak tega pada diri Livi melihat putrinya sedikit dikerjai tetapi Marsha memang butuh semangat berjuang. Terlebih Mark berkata Marsha berubah menjadi manja dengan Leo dan ia bisa berekspresi dengan Leo. Itu kemajuan pesat.

"Nggak ma aku cuma lagi lelah aja semalam mikirin konsep hotel terbaru. Berhubung ada calon pengantin yang juga lagi sama galaunya karena nggak bisa ketemuan jadinya tumpuan kerjaan double kena ke aku." Marsha melirik Rachel sambil tertawa.

"Hahaha apa Satria juga sama galaunya Sha?" Zahara ikut tertawa. Marsha mengangguk.

"Kalau Satria malah senggol bacok Mbak. " Rachel hanya terkikik geli. Ia sangat tahu betapa sangat emosi calon suaminya jika mereka sedang ber-video call. Satria ingin bertemu dengan dirinya.

Satria bahkan nekat menunggu Rachel di depan rumahnya memaksa Rachel keluar. Saat itu Satria baru tiba dari Lombok. Tetapi karena Rachel sedang dimanjakan dengan perawatan tubuh terlebih kedua omanya menjaga dengan ketat Satria hanya bisa gigit jari menatap ponselnya memainkan video Rachel. Tapi Rachel ingat sang oma dan ingin membuktikan perkataannya jika proses ini akan membuktikan bukti cinta kedua mempelai bukan di dasarkan gairah dan nafsu semata. Tapi juga rasa ikhlas dan setia dari berbagai kondisi.

"Sabar, kurang dari enam hari lagi kalian bersatu dan tidak akan terpisahkan.." Sarah mengusap kepala Rachel dengan sayang.

"Sha, kamu tolong bangunkan Leo? Hari ini kalian fitting baju pendamping pengantin dengan Dalilah dan Mark. Zara sama suaminya sudah fitting, tinggal kalian berempat belum." Marsha mengangguk antusias atas permintaan Sarah. Kenapa aku jadi labil gini yah kalau ketemu Leo. Aduh inikah yang namanya dimabuk cinta?

Marsha berjalan keluar kamar dengan wajah berseri. Dengan senyuman Marsha membuka kamar Leo pelan. Dari kejauhan ia menatap sesosok pria yang sebulan ini menjadi candu bagi dirinya jika ia tidak bertemu atau mendengar suaranya ia akan sangat resah. Katakan dirinya labil tapi itulah yang terjadi.

"Leo..." Marsha duduk di samping Leo yang tidur nyenyak, dengan lembut Marsha mengusap kepala Leo yang sedang tidur tengkurap dan lagi-lagi tidak memakai baju. Marsha mulai tahu Leo pasti mempunyai kebiasaan tidur bertelanjang dada.

"Hmm.." Leo melenguh. Marsha lalu mengusap kembali kepala Leo dengan lembut. Tanpa sadar Leo memeluk erat pinggang Marsha dan menjatuhkan kepalanya di pangkuan Marsha. Leo mengira ia berada di pangkuan sang mama.

"Maaa aku masih ngantuk. Kepalaku pusing." Leo berbicara manja sambil memeluk erat pinggang Marsha. Ia tidak tahu efek pelukan itu pada diri Marsha. Seketika tubuhnya menegang, jantungnya berdetak dengan kencang. Di hadapannya ada seorang pria dewasa yang sedang bermanja dalam setengah sadarnya. Leo bahkan sengaja merapatkan kepalanya agar dekat dengan perut Marsha. Tolong! Aku gemetaran. Kenapa dadaku berdetak kencang. Leo mengira aku mama Sarah. Oh apa yang harus aku lakukan?

"Ma pijat kepalaku! Biasanya sentuhan mama membuatku membaik. Ma aku rindu dia.." Leo sepertinya mengigau. Marsha membeku. Ia bingung ingin menyentuh Leo atau pergi dari kamar Leo secepatnya.

"Ma aku rindu diaa." lagi-lagi Leo meracau setengah sadar. Hati Marsha bertanya-tanya siapa gerangan yang sedang dipikirkan Leo. Ada rasa pilu jika Leo sedang memikirkan wanita lain. Marsha menggeleng bingung.

"Leee..." panggil Marsha lembut. Tangan Marsha berusaha tidak menyentuh tubuh Leo. "Leee..."

Sejenak Leo mulai sadar. Sang mama biasa memanggil dia Abang. Hanya Marsha yang memanggil dia Lee. Dalam mata terpejam Leo menduga jika dugaannya mungkin benar. Mungkinkah ini?

"Marshaa?" dengan wajah super bodoh Leo mendongak tak percaya melihat wanita yang ia rindukan tersenyum kikuk di tengah posisi dirinya yang sangat intim terlebih tangan Leo masih melingkar utuh di pinggang Marsha.

"Kenapa kamu bisa di sini?" Leo merutuki pertanyaan super bodohnya. Ia lalu duduk secepat kilat menghadap Marsha yang masih mematung dengan wajah super merahnya. Ia sudah matang dengan rasa malunya.

"Hhhmmm mama suruh aku bangunin kamu. Kita disuruh fitting baju. Aku tunggu kamu di bawah yah!" Marsha keluar kamar terburu-buru. "Haduhh kenapa yah aku jadi semakin berdebar saat mata kami bertatapan?" Marsha menepuk-nepuk dadanya. Ia menarik nafas dalam-dalam.

"Kamu kenapa Sha?" Mark berdiri heran menatap Marsha yang bertingkah aneh di depan kamar Leo. "Ngintipin abang Leo yah?" goda Mark.

"Apaan sih..." Marsha melewati Mark yang hendak masuk ke kamar Leo.

"Ayo kita mau fitting baju! Leo udah siap belum?" Marsha tidak menjawab dan langsung masuk ke kamar Rachel.

"Dasar jual mahal." Mark sadar saudara kembarnya sudah masuk perangkap.

"Leo, cepat mandinya kita mau fitting baju." Mark merebahkan dirinya di kasur Leo.

"Iya bentar lagi selesai." terdengar teriakan Leo dari kamar mandi.

"Marsha masih ada nggak?" Mark mengernyitkan dahinya bingung.

"Nggak ada. Lo abis ngapain sama dia.." Mark menaruh curiga.

"Tadi dia yang bangunin gue dan mengelus kepala gue Mark." Leo sudah keluar dari kamar mandi dan sudah memakai celana jeans hitam. Ia masih bertelanjang dada, rambutnya terlihat basah dan wajah segar dengan sedikit butiran air yang masih tersisa.

"Hahaha pantes tadi dia kaya sesak nafas gitu. Ternyata abis masuk ke kamar lo." Mark masih merebahkan dirinya.

"Sampai kapan Mark gue jual mahal ke dia? Gue akui dia berubah Mark dan gue syukuri itu. Udah cukup gue rasa.." Mark duduk menatap Leo bingung.

"Sifat lo ini yang mudah mengalah sama dia bikin dia tuh ga menghargai lo. Tunggu sampai dia bilang cinta sama lo. Sabar Le dikit lagi.." Leo kembali menuju walking closet dan segera memakai kemeja. Setelah siap ia bergegas keluar kamar bersama Mark.

"Ayo Mark.. Dalilah dijemput atau ketemuan?" tanya Leo saat membuka pintu kamarnya.

"Dia bareng gue ko, lagi di kamar Rachel." Mark mengikuti Leo keluar kamar. Mereka bergegas membuka kamar calon pengantin wanita dimana semua keluarga sedang berkumpul.

"Markonaaaaa...." Rachel memeluk Mark tanpa takut Dalilah marah dan cemburu. Sedangkan Leo menatap wajah Marsha yang diam dan langsung membuang mukanya tidak menatap Leo.

"Nyonya Satriaa terlihat lebih gembul sekarang." Rachel mencubit pinggang Mark.

"Bukan gembul Mark tapi bahenol.." Zahara menanggapi sambil melirik Rachel.

"Iya mbak wah Satria kalau ketemu ini mah langsung dikurung di kamar. Nggak usah ikut resepsi." wajah Rachel memerah karena malu.

"Lil fotoin Achel terus kirimin ke Satria gih.." Dalilah menggeleng dengan permintaan mati Mark.

"Haduh kakak lagi nggak bisa diganggu kalau urusan calon istrinya yang tidak bisa dijumpai. Status senggol bacok masih berlaku, nanti aja biar kakak lihat sendiri kalau istrinya berubah dari kurus menjadi bahenol. " Rachel menjulurkan lidahnya menatap calon adik iparnya.

"Opa kamu gimana keadaanya Lil?"

"Baik Tante Sarah, opa jadi rajin minum obat dan ingin hidup sehat karena ingin melihat cucu dari kakak." untuk kedua kalinya wajah Rachel memerah.

"Halo semuaa..." Tiara dan Hani datang membawa beberapa kantong belanjaan. Mereka terlihat segar bugar.

"Omaaa..." Mark menyapa kedua oma energik di depannya

"Mark. Apa kabar tampan?" Tiara memeluk Mark dengan sayang. Waduh ni nenek-nenek rempong bisa mengacaukan hari gue dan Dalilah romannya. Lebih baik cabut dari sini deh. Ga bisa gue ngalahin nenek-nenek super rempong. Angkat tangan deh.

"Baik oma. Oke ayo kita fitting baju daripada telat. Inikan hari minggu." Marsha dan Dalilah langsung berdiri.

"Dalilaahh sayang.." Tiara memeluk Dalilah begitu juga dengan Hani. Mark yang memang sedikit khawatir langsung menarik keluar Dalilah.

"Chel aku balik yah. Tante.. Mbak.." Dalilah pamit dan keluar kamar karena tarikan tangan Mark. Leo dan Marsha menyusul memasang aksi saling diam. Sarah pun mengikuti mereka keluar dari kamar. Tersisa Livi, Zahara dan kedua oma yang sangat energik.

Tiara menjulurkan tangannya yang sedang menjinjing paper bag berwarna hitam pink ke arah Rachel. Livi dan Zahara yang mengetahui paper bag itu berasal dari sebuah merk pakaian dalam terkenal dan baju tidur wanita hanya bisa terkikik geli menunggu apa yang akan terjadi.

"Ini sayang oma belikan kamu bra terbaru. Bra kamu pasti sudah tidak muat karena ukuran cup kamu bertambah." Rachel hanya menga-nga melihat Tiara tersenyum menjulurkan beberapa pasang bra dan celana dalam yang terlihat menantang.

"Pasti kalau kamu pakai jadi terlihat seksi. Nggak sia-sia kamu Han mencari minyak itu. Aset Rachel jadi sempurna. Mantu pasti sangat bahagia." Tiara berbicara tanpa malu. Rachel sendiri sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi dengan kelakuan ke dua omanya. Sehari sebelumnya Tiara memberikan buku Kama Sutra untuk Rachel. Bahkan Tiara tanpa malu mengajarkan tips dan trik agar suami takluk di ranjang. Sungguh nenek yang sangat pengertian.

"Wah ini baju nggak niat buat jadi baju." Zahara tertawa melihat aneka lingerie yang disebar di ranjang Rachel oleh Hani. Rachel terus saja diam dan malu memikirkan saat ia akan memakai baju tersebut.

"Oma apa aku harus memakai baju ini?" rajuk Rachel grogi.

"Iyalah Chel, tapi nanti paling dirobek dengan buru-buru sama mantu." Livi menahan tawa menatap wajah Rachel yang terlihat demam panggung.

"Tenang saja. Kamu akan terbiasa memakai pakaian ini. Nanti juga kamu akan beli dengan sendirinya.." Rachel memeluk Livi, ia malu memikirkan kejadian yang akan ia alami.

"Pokoknya pakai terus minyak itu. Biar tambah berisi, tapi ukuran yang sekarang dirasa pas sih di tangan mantu." Tiara tak hentinya tertawa bahagia.

"Omaaaaa..." Rachel terlihat malu dengan perkataan Tiara yang terlalu vulgar menurut dirinya. "Iya-iya. Oma yakin mantu kalau tahu pasti terima kasih sama kita. " Hani mengangguk dengan pernyataan Tiara.

***

Di mobil Mark.

Mark melirik ke kaca spion menatap dua orang yang saling diam berlawanan arah. "Kayanya ada patung pada diem-dieman yah Lil?" Mark melirik kaca spion dan menatap mata Marsha yang melotot garang ke mata kembarannya. Mark mengedip genit ke mata Marsha.

"Iya lagi pada kenapa sih ko diem-dieman?" Dalilah menimpali.

"Nggak apa-apa Lil aku lagi sariawan." jawab Marsha tersenyum. Leo tetap memasang wajah cueknya. Walaupun ia ingin sekali berkata jujur dengan Marsha.

"Maniss kamu mau ice cream nggak?" Dalilah mengangguk.

"Ah aku benar-benar merindukanmu Dalilah.." Mark ingin sekali memeluk Dalilah tetapi kehadiran pasangan bodoh di kursi penumpang mobilnya benar-benar menjadi pengganggu saat ini.

"Lo berdua naik taxi deh sana." lirik Mark ke arah Leo. Dalilah menepuk lengan Mark.

"Ayo beli ice cream dulu aku juga mau beli permen." ajak Dalilah saat Mark hendak menepi di mini market. "Ada yang mau?" Mark menawarkan kepada Leo dan Marsha, dengan kompaknya mereka menggeleng.

"Kompak banget.." goda Dalilah.

"Iya kompak tapi sayang ada yang jual mahal, keburu diambil orang nanti loh.." Mark menyindir Marsha.

Saat Dalilah dan Mark meninggalkan mereka berdua di dalam mobil keheningan kembali terjadi. Marsha memikirkan kembali perkataan Mark.

Mungkin Leo udah dapat yang baru yah? Ah nggak boleh. Leo kan harusnya sama aku. Mengalah Sha. Sekarang jamannya wanita nembak pria bukan? Tapi gimana ngomongnya? Masa aku bilang "Leo aku mau nembak kamu" Ah Marsha selama ini kamu benar-benar bodoh.

"Lee.." cicit Marsha pelan.

"Hmmm..." jawab Leo singkat.

"Kamu tadi ngigau bilang rindu sama seseorang." jelas Marsha pelan-pelan. Ia bingung mau memulai dari mana.

"Iya aku lagi rindu sama seseorang." Hati Marsha tiba-tiba sesak.

"Siapa?" tanya Marsha penasaran.

"Mau tau aja kamu." jawab Leo sedatar mungkin.

"Ko gitu sihh.." gerutu Marsha manja. Leo menahan tawanya.

"Gitu kenapa?" Leo bertanya balik seolah tidak terjadi apa-apa.

"Iya cuma bilang namanya aja masa susah sih." gerutu Marsha.

"Susah lah dia itu sulit ditebak. Tetapi ada saatnya dia sangat manis dan semakin membuat aku rindu." jawab Leo membuat hati Marsha terbakar cemburu. Seketika wajah Marsha memerah dan tanpa sadar ia berbalik ke arah Leo dan dengan berani ia mencubit lengan Leo sekuat tenaga.

"Sakit Marsha." Leo sedikit membentak karena terkejut dengan cubitan Marsha.

"Biarin. Lagian aku penasaran gimana rasanya tangan kamu kalau dicubit. Sukur kalau ternyata sakit." Leo terus mengusap lengannya yang terasa perih.

"Dasar aneh." Marsha kembali mencubit lengan Leo.

"Sakiitt Sha..." bentak Leo.

"Makanya kamu nggak boleh rindu-rindu sama wanita lain dong!" ketus Marsha jengkel.

"Iya-iya aku nggak rindu sama wanita lain deh. Cuma sama satu wanita." Marsha kembali menyakiti lengan Leo.

"Ayo jalan Le!!! Ajak aku pergi. Kamu udah lama nggak aja aku nonton ke bioskop lagi." pinta Marsha yang tiba-tiba manja. Leo menyipitkan matanya bingung.

"Ayoo Leee..." Marsha benar-benar berubah menjadi manja. Leo menggeleng, sejujurnya ia menahan hasratnya memeluk Marsha. Tetapi ia harus bisa mempunyai alasan yang masuk akal.

"Kita kan mau fitting Sha, lagian ada Mark dan Lilah.." Marsha menepuk kepalanya. Sejenak ia terdiam dan tiba-tiba ia keluar dari mobil itu lalu dudul di kursi kemudi. Entah datangnya dari mana keberanian Marsha menjalankan mobil dan mengunci mobil itu tanpa menunggu Mark dan Dalilah. Mobil itu pergi menjauh dari mini market.

"Sha kamu ngapain? Mark dan Lilah kita tinggalin." tanya Leo khawatir.

"Biarin, paling mereka masih ciuman di dekat kamar mandi." Leo tertawa melihat tingkah Marsha yang sudah di luar kendalinya.

"Kamu bukan Serenity lagi Sha kalau kaya gini. Kamu mirip Sailormoon." Marsha memanyunkan bibirnya.

"Iya aku begini karena kamu.."

"Karena aku? Kenapa?" Leo semakin memancing Marsha.

"Karena kamu nyebelin." gerutu Marsha bingung ingin menjawab jujur.

"Sailormoon aneh..." cibir Leo.

"Biarin..." ketus Marsha. Leo hanya tertawa.

"Pokoknya aku mau nonton." lagi-lagi Marsha merajuk manja.

"Siap.Culik aku sesukamu Sailormoon." betapa bahagianya hati Leo melihat tingkah Marsha yang agresif seperti ini.

Drt.. Drt.. Drt.. Mark

"Heh orang gila maling mobil sembarangan!!! Ini gara-gara lo berdua tinggalin kita dan akhirnya kita telat fitting baju. Oma Tiara marah sama gue... Dan betapa beruntungnya gue kedua oma lo mau temani kita fitting baju SEKARANG. Sialan yang nikah siapa yang keganggu gue terus."

"Hahaha sorry brader ini gue diculik Sailormoon." Mark mematikan panggilannya. Leo tertawa. "Mark marah hihihihi..."

***

Sehari sebelum pernikahan.

"Acheell bangun sayang, oma bawa parfume buat kamu. Konon aroma ini menambah gairah suami." Tiara masuk ke kemar Rachel.

Tiara membuka gorden kamar tersebut. Sinar matahari sudah terlihat terang di luar sana tetapi sang pemilik kamar masih bergelung dalam selimut.

Tiara mendekati cucu perempuannya. Tetapi wajahnya tiba-tiba menjadi panik karena ia melihat tubuh Rachel yang meringkuk menahan sakit.

"Acheel..." tanya Tiara panik.

"Acheeel kamu kenapa sayang.. Toloong... Toloooong..." Tiara membuka pintu dan berteriak minta tolong kepada penghuni rumah keluarga Rahadi.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro