Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

19 - Suster Galak

           

Di rumah Mark.

"Pagi mom, dad.." Mark menyapa kedua orangtuanya saat mereka sedang duduk menikmati teh hangat sambil menonton berita televisi di pagi hari. Mark duduk di samping sang mommy, Livi. Sementara Rama membaca koran, sekilas ia juga mendengarkan berita di layar televisi.

"Kamu hari minggu ini tumben sekali sudah bangun?" Livi terlihat bingung putranya sudah rapi diminggu pagi. Biasanya Mark masih bergelung di dalam selimut menikmati mimpi indahnya tanpa ada yang boleh mengganggu.

"Iya aku mau kencan dengan Dalilah..." Mark tersenyum bahagia menatap sang mommy.

"Jadii kamu sudah dapat restu dari Satria?" goda Livi yang diangguki Mark. Livi memberikan kue untuk putranya. Mark menerima dan langsung menikmati dengan senyuman yang tak lepas dari wajah. Akhirnya ia bisa berkencan dengan Dalilah. Sudah dua minggu ini mereka jarang bisa bertemu karena Dalilah sibuk membantu rencana pernikahan Satria dan Rachel.

"Mom katanya punya foto kecil aku dengan Lilah waktu aku mencium dia?" Livi mengangguk lalu menyipitkan matanya. "Kenapa memangnya?"

"Boleh aku lihat?" Livi menunjuk ke arah lemari di samping televisi.

"Cari album foto masa kecil di sana. Kalau tidak salah albumnya warna abu-abu. Ada note masa kecil." Mark lalu mencari letak album tersebut.

"Yang ini?" Mark memegang sebuah album besar dan tebal berwarna abu-abu ke arah Livi.

"Iya itu dan album yang lain berisi foto-foto kita berlibur." Mark lalu duduk kembali dan segera membuka album tersebut di samping Livi yang terlihat antusias.

"Ini kamu dan Marsha sayang. Oh anak aku sekarang sudah besar. Ram lihat waktu dulu aku kurus yah, tidak seperti sekarang!" Livi menyentak tangan Rama. Karena tubuhnya yang sekarang terlihat besar. Rama melarang Livi untuk berdiet.

"Kamu kan dulu begeng kesayanganku Miss Bradpittku. Hahahah." goda Rama membuat Livi mencubit pinggang suami tercintanya.

"Dasar kamu. Coba kalau kamu tidak memaksa aku hamil pasti tubuhku selalu langsing dan ulah kamu yang selalu mengajak aku makan di malam hari" keluh Livi kesal sambil memegangi perutnya.

"Kamu dulu kurus begeng saja aku suka apalagi setelah melahirkan kamu mirip kulkas dua pintu pun aku malah semakin mencintai kamu sayang." goda Rama sambil mengelus punggung Livi.

"Oh mom dad please ingat umur.." Mark mendengus sebal mendengar rayuan sang daddy yang tidak pernah hilang walau usianya sudah terbilang tua.

"Mom ini foto aku dengan Lilah?" Mark menunjuk foto dirinya yang masih berusia dua tahun sedang memeluk dan mencium baby Dalilah yang kala itu masih berusia satu minggu. Livi mengangguk.

"Hahaha kenapa mommy malah mengabadikan adegan tidak pantas ini." Mark tertawa sendiri melihat kelakuan saat ia masih kecil yang menurutnya sedikit kurang pantas.

"Kamu terlihat gregetan dengan baby Dalilah sayang. Ditambah lagi aksi protektif Satria kepada adiknya. Kamu tidak menghiraukan kemarahan Satria." Livi bercerita tentang kelakuan Mark sambil menahan tawanya.

"Kamu benar-benar mirip daddy, tukang sosor tanpa melihat waktu." Rama hanya bisa terkikik geli jika mengingat kelakuan masa mudanya dulu.

Mark mengabadikan foto itu melalui ponselnya. Ia lalu melihat-lihat lagi foto-foto di album tersebut. Mark tertawa melihat foto ia bersama Marsha, Leo dan juga Satria yang sedang bermain pasir bersama. Ia juga tertawa mengingat betapa jahilnya dirinya yang selalu mengganggu Satria yang sedang bermain pasir.

"Kamu tuh dari dulu selalu jahil dengan Satria. Kamu selalu suka melihat kemarahan Satria. Sampai-sampai Satria malas bermain di pantai karena ulah kamu yang selalu menghancurkan pasir yang ia bentuk seperti sebuah rumah." Livi merangkul Mark sambil melihat foto kenangan itu bersama.

"Mom ini Marsha dan Leo lucu sekali. Dasar pasangan bodoh." Mark menatap geli melihat foto Leo dan Marsha yang sedang bermain pasir bersama. Mereka sama-sama tersenyum dan kompak bermain pasir. Marsha kecil adalah Marsha yang jahil dengan Leo. Mark ingat itu.

"Apakabar dengan mereka Mark? Apa Leo masih memakai trik daddy?" Rama bertanya penasaran. Mark tertawa mengangguk.

"Marsha masuk perangkap dad." jelas Mark pelan.

"Mommy tidak habis pikir kalian bersekutu mengerjai Marsha." Livi menghela nafasnya melihat persekongkolan antara calon menantu dengan calon mertua dan iparnya kompak.

"Ini demi Marsha sayang. Anak perempuan kita tidak seperti kamu yang agresif. Dia lebih mirip Sarah yang menerima keadaan tanpa tahu itu menyakiti hatinya atau tidak. Sarah beruntung karena Biyan benar-benar mencintai dia dan Sarah menerimanya. Tetapi anak kita tidak peka sayang, ia bahkan menyerah sebelum bertanding." jelas Rama yang diangguki oleh Mark yang sedang mengabadikan foto-foto masa kecil dirinya.

"Ia mom Marsha harus tahu arti sebuah perjuangan." jelas Mark. Livi hanya melirik jengkel lalu kembali merangkul Mark melihat foto-foto kenangan masa kecil putra-putrinya.

Setiap halaman Mark membuka satu persatu sambil terkekeh geli melihat gaya-gaya dirinya dan Marsha yang lucu dan menggemaskan. Hingga ada beberapa foto yang membuat ia melotot tak berkedip.

"Mom ini Achel bukan yang memakai kostum kelinci?" Mark menunjuk sebuah foto balita berumur kurang lebih setahun yang mengenakan kostum kelinci sedang duduk dipangkuan Rahma dan tak lupa seorang anak laki-laki berusia kurang lebih enam tahun duduk di samping Rahma sambil memegang tangan kecil Rachel dengan erat. Mark tahu itu Satria.

"Iya itu Achel dengan Satria. Mommy jadi ingat betapa Satria sangat menyukai Achel mengenakan kostum kelinci. Ternyata mereka berjodoh dan akan segera menikah. Ah so sweet..." Livi tersenyum bahagia.

Mark sangat terkejut saat melihat satu foto penuh makna dan fakta terbaru yang mungkin tidak semua orang mengetahuinya. Livi tahu tatapan putranya tidak berkedip menatap adegan manis tersebut.

"Oh mommy ingat ini Satria sepertinya gemas dengan Achel, kamu tahu ia diam-diam masuk ke kamar dimana Achel tertidur. Satria tak henti-hentinya menciumi pipi bahkan bibir Rachel kecil." Livi menunjuk foto-foto lucu antara Satria dan Rachel yang ia abadikan.

"Kamu tahu hanya mommy dan Tante Rahma yang mengetahui tingkah diam-diam Satria. Dia sama seperti kamu mencuri seenaknya, mengambil mahkota bibir anak perempuan tanpa meminta izin." Livi menjewer telinga Mark yang kembali mengabadikan foto-foto itu dengan seringaian licik.

Satria mencuri kesempatan mencium Rachel yang sedang tertidur. Oh Kakak.. kamu ternyata tukang sosor juga yah walaupun tidak mau mengakuinya, satu lagi rahasiamu kupegang. Jangan pernah meremehkan Markona kakak....

"Ini indah yah. Mommy nggak sangka mereka berdua akan menikah." Livi menunjuk sebuah foto dimana Satria dan Rachel sedang tidur berhadapan bahkan wajah mereka hampir bersentuhan. Terlihat jelas Satria yang mendekati Rachel. Satria kecil memeluk baby Rachel dalam dekapannya.

"Iya mom pantas mereka berjodoh." Mark tersenyum penuh arti dan menutup album kenangan tersebut dengan wajah bahagia.

"Ibra dan mbak Rahma pasti bahagia sekarang menyaksikan putranya akan menikah. Satria adalah bukti kekuatan cinta mereka yang begitu berliku diawal pernikahan." Rama mengangguki perkataan Livi. Mark mulai teringat sesuatu.

"Oh iya dad aku mau bertanya tentang Om Ibra.." Mark berpindah tempat ke sofa samping agar ia dapat menatap kedua orangtua dengan jelas.

"Bertanya apa?"

"Apa sebelumnya Om Ibra pernah menikah sebelum dengan Tante Rahma?" Rama dan Livi saling berpandangan. Ini bukan hak mereka bercerita tentang masa lalu sahabatnya.

"Kenapa kamu mau tau Mark? Tumben kamu jadi tukang gosip?" Livi curiga dengan sang anak.

"Bukan tukang gosip, aku hanya sedang memikirkan sesuatu." Rama menatap wajah Mark penuh tanda tanya. Mark sangat tahu jika daddynya tidak suka bermain rahasia.

"Oke aku akan cerita. Jadi begini. Ada seorang wanita muda, yaa seumuran dengan Dalilah. Dia mendekatiku akhir-akhir ini padahal dia tahu aku dekat dengan Dalilah tapi dia seolah menantang dan berniat merecoki hubungan kami. Untungnya aku bisa mengatasi tanpa Dalilah tahu." jelas Mark yang didengarkan oleh kedua orangtuanya serius.

"Beberapa minggu yang lalu sebelum Satria melamar Rachel wanita ini juga mengganggu Satria. Sampai kemarin juga masih tetap mengganggu. Beruntung Rachel berada di luar kota jadi Satria dapat mengatasi wanita itu tanpa sepengetahuan Rachel." Rama menganggukan kepala.

"Lalu apa hubungannya dengan masa lalu Om Ibra, Mark?"

"Aku menyelidiki latar belakang Kimberly nama wanita itu, dan yang kudapat faktanya dia anak dari Pengusaha Fast Food ternama mendiang Setiawan Rahmat." Rama masih menunggu penjelasan Mark yang berhubungan dengan masa lalu Ibra sahabatnya. "Lalu...."

"Ibunya Kimberly bernama Marrisa Claudya Ramana." Mark menatap wajah Rama dan Livi yang kaget dan terkejut.

"Anak Marrisa?" Mark mengangguk menghadap Rama.

"Bukankah aneh dad? Terlebih mereka bersaudara bukan?" tanya Mark bingung.

"Tapi kenapa Satria dan Dalilah tidak mengenal Kimberly?" Mark memang penasaran dengan hal ini. Ia butuh penjelasan.

"Ceritanya panjang son. Bukan hak daddy juga menjelaskan kejadian masa lalu Om Ibra, yang jelas Marrisa memang benar istri pertama Om Ibra dan Tante Rahma istri kedua yang dipilihkan sendiri oleh Marrisa." Mark tampak terkejut mendengar perkataan Rama.

"Satria anak siapa dad?"

"Satria dan Dalilah anak Tante Rahma sayang. Tapi kisah mereka begitu berliku. Satria saat masih bayi itu kasihan, dia sempat ditinggal mamanya." Livi menjawab pertanyaan putranya. Mark hanya mengernyit penasaran.

"Aku meerasa Kimberly itu punya niat jahat sama Satria dan Dalilah. Khususnya Lilah..." Rama mengangguk dan mulai berfikir.

"Nanti daddy akan bicara dengan Om Ibra. Untuk sementara kamu awasi wanita itu saja. Terlebih sebentar lagi Satria dan Rachel akan segera menikah. Daddy akan suruh orang untuk mencari tahu lebih lanjut." Mark mengangguk lega.

"Oke aku mau kencan dulu dengan Lilah, ah semoga Oma Tiara tidak mengganggu kencan kami..." keluh Mark. Livi yang mendengar terlihat geli menatap putranya sedikit lesu.

"Kenapa memang Oma Tiara?" tanya Livi penasaran.

"Waktu itu Oma Tiara, Oma Hani dan Oma Nadira datang ke bengkel mendadak. Apesnya aku dan Dalilah sedang berciuman mom..." Mark bercerita tanpa malu dengan kedua orangtuanya. Rama dan Livi langsung tertawa mendengar cerita putranya.

"Hahaha siap-siap kamu dengan kebijakan Madam Tiara.." Rama meledek sang putra yang memilih pergi dari hadapan mereka. "Aku pergi dulu.."

"Mark seperti kamu, ah Lilah jangan sampai terlena. Aku bisa malu dengan mbak Rahma." cibir Livi dan sedikit khawatir.

"Jangan sampai kamar pengantin Satria direbut Mark.." Rama tertawa jika benar ucapannya terjadi. Oh tidak heran Mark memang menurunkan sifat play boy dirinya.

"Tidak akan kubiarkan itu terjadi. Ram sebaiknya kamu berbicara dengan Ibra tentang Marrisa. Kita tidak tahu bukan niat anaknya mungkin perintah Marrisa atau memang kebetulan." Rama mengecup pipi Livi dengan sayang.

"Iya aku akan bicara secepatnya dengan Ibra..."

***

Di dapur pribadi Cafe Amor.

"Shaaaaa..." Rachel dengan wajah berbinar memeluk Marsha yang mengunjungi adik tercintanya untuk mengucapkan selamat. Sudah hampir tiga minggu semenjak Rachel menerima lamaran Satria mereka tidak bertemu.

Rachel memang sibuk mengurus cabang Cafe Amor. Ia baru saja datang setelah dua minggu pergi keluar kota.

"Selamat Chel..susah banget ketemu kamu. Hmm sibuk banget urus kafe cabang. Kan mau jadi Nyonya Satria Sarha ngapain sibuk cari nafkah sendiri?" goda Marsha.

"Ini impianku Sha membuka cabang di sana, nanti yang urus bukan dari pusat. Satria nggak ngasih aku mondar-mandir terus..." cerita Rachel bahagia. Marsha merapikan helaian rambut Rachel yang sedikit bercampur dengan tepung.

"Kamu apa kabar Sha?"

Mereka duduk di kursi meja bundar di dalam ruangan tersebut.

"Baik Chel..." ada raut sedih dalam diri Marsha. Karena hingga detik ini Leo benar-benar menghindarinya. Mark sudah berulang kali memberikan tips agar ia pandai merayu dan bermanja ria dengan Leo tetapi saat bertemu dengan Leo tiba-tiba ia tidak bisa berkata apa-apa bahkan demam panggung melanda.

"Permisiiiiii....." Rachel dan Marsha melirik pintu masuk dimana berdiri seorang pria tampan yang sudah hampir dua minggu ini sangat dihindari keberadaanya oleh Marsha.

"Satriaaaa...." Rachel berlari memeluk tunangan tercintanya tanpa malu dan terlihat sangat manja menubruk Satria.

"Aduhh sakit pendek. Kangennya kamu sama aku. Makanya jangan kelayapan ngurusin kafe terus.." Satria menerima pelukan Rachel dan mulai menggerutu karena ditinggal Rachel selama dua minggu kemarin ke luar kota.

"Biarin yang penting sekarang kan udah pulang dengan selamat my hero..." Rachel menelusup manja di dada Satria. Satria memeluk erat tubuh mungil Rachel dengan rindu yang tidak bisa ditutup-tutupi. Ia menghirup rambut Rachel ditambah Rachel selalu memakai aroma pilihannya.

"Sudah kubilang jangan telat makan! Kamu makin menciut ini. Nanti dikira aku menikah dengan anak SMA." keluh Satria dalam pelukannya.

"Kamu ni kita baru ketemu setelah dua minggu berpisah langsung nyerocos aja marah-marah. Dasar ibu tiri." gerutu Rachel di dada Satria.

"Nanti aku kurung kamu di kamar mandi. Dasar pendek diberi perhatian tetapi tidak didengarkan." Satria masih mengeluh tetapi tangannya mengelus punggung Rachel lembut.

Marsha tertawa menatap interaksi pasangan unik tersebut. Pria kaku dan wanita riang. Apa aku harus bermanja seperti itu dengan Leo? Tapi apa maksudnya aku bertindak seperti itu. Ah Marshaa kenapa hidupmu selalu tak luput dari bayangan Leo.

"Sha apa kabar?" Satria memberikan senyum menyebalkan kepada Marsha di tengah aktivitasnya yang masih memeluk Rachel. Marsha hanya mencibir menatap Satria.

"Biasa ajah." Marsha tampak malas menjawab pertanyaan basa-basi Satria. Sudah hampir tiga minggu setiap hari mereka bertemu, Satrialah yang selalu memberikan info jika Leo berkencan dan sedang dekat dengan wanita lain. Satria selalu berkata setiap malamnya Leo pergi berkencan.

Tak jarang Satria menggoda Marsha ditengah rapat sedang berlangsung. Dengan santainya Satria menulis dengan secarik kertas untuk Marsha jika Leo tidak hadir dalam rapat dikarenakan sedang berkencan.

Marsha selalu terbakar api cemburu karena info-info yang dijejali Satria tanpa tahu benar keberadaannya dan cara untuk mengatasinya. Akhirnya setiap bertemu Satria dapat dipastikan setelah itu ia akan bergalau ria dan tidak menemukan solusi untuk memecahkannya.

"Chel aku balik dulu yah.." Rachel langsung melepas pelukan erat dengan Satria. "Yah ko buru-buru sih.."

"Iya aku kebetulan aja lewat sini, asal mau ketemu kamu ucapin selamat. Lagian kan tunangan kamu udah datang aku nggak mau ganggu ah temu kangen kalian hihihi..." Marsha mencubit hidung Rachel.

"Oke tunggu sebentar aku lagi bikin kue terbaru. Titip untuk daddy and mommy yah.." Rachel langsung menyiapkan kue yang baru saja ia buat. Satria mendekati Marsha dan kembali menggoda Marsha dengan kata-kata yang menurut Marsha sangat menyebalkan.

"Sha gimana kamu udah tahu belum gadis yang lagi dekat sama Leo?" bisik Satria.

"Untuk apa aku tahu?" ucap Marsha jengkel. Lagi-lagi Satria membahas Leo.

"Yah biar nanti kamu bisa akrab kalau Leo ajak dia diacara pernikahanku." Marsha melirik wajah Satria yang menurutnya sangat menyebalkan dengan cengiran super menggoda.

"Kenapa diundang?" ketus Marsha tiba-tiba. "Yah suka-suka Abang Leo dong bolehnya keki.." jawab Satria asal.

"Oh iya semalam mereka kembali berkencan dan hari ini aku dengar mereka akan pergi nonton." bisik Satria.

"Udah ah aku mau pulang nyebelin liat kamu, Chel udah belum aku mau pulang." Marsha terlihat terburu-buru.

"Iya tunggu ini ovennya masih panas." mendengar oven panas seketika Satria menghampiri Rachel. "Ovennya nggak bisa kamu beli yang dingin?" tanya Satria yang segera membantu Rachel memegangi pintu oven.

"Kalau dingin mah beli kulkas Satriaaa.. " jawab Marsha kali ini membalas godaan Satria.

Rachel hanya tertawa. Ia sudah kebal setiap hari jika Satria menelephone untuk selalu hati-hati dengan oven panas. Satria selalu memberikan ceramahnya tentang bahaya oven panas dan ledakan berbahaya yang bisa saja menimpa dirinya.

"Aku benci kamu berurusan dengan oven setiap hari." ketus Satria. Rachel hanya memanyunkan mulutnya lucu.

"Oke Chel aku pulang yah."  Marsha memeluk erat Rachel.

"Kalau kamu butuh bantuan aku jangan segan Chel untuk minta tolong, aku kan juga mau bantuin acara pernikahan kalian." pinta Marsha tulus.

"Jangankan kamu, aku aja yang mau nikah nggak bisa bantu." Marsha terlihat bingung dengan perkataan Rachel.

"Oma-oma yang mengurus. Setelah tanya konsepnya ke aku, mereka menyerahkan semuanya dengan w.o dan aku hanya disuruh istirahat latihan senyum." cerita Rachel sedikit kecewa.

"Nggak faham aku sama nenek-nenek itu, aktif banget ngurusin pernikahan kita." Satria ikut berkomentar.

"Terus konsepnya sepeti apa Chel? Jangan bilang semua bernuansa warna hijau?" Marsha melirik Satria geli.

"Nggak, aku jadi bosan warna hijau gara-gara dia nihh lama-lama warna itu membuat aku pusing.." Rachel menyindir Satria yang hanya terkikik geli.

"Salahkan Leo yang bilang kamu suka hijau." balas Satria.

"Iya suka tapi bukan berarti aku harus memakai kostum hijau disemua lini. Sampai mata aku harus hijau. Kamu kira aku anaknya hulk apa." sungut Rachel lucu.

"Hahaha sudah nikmati saja jika para oma yang mau mengurus. Kalian cucu mereka yang pertama menikah. Jelas mereka antusias. Aku pulang yah.." Marsha melambaikan tangannya.

"Sha ingat kamu harus segera tahu siapa orangnya." Satria sekali lagi menggoda Marsha, membuat Marsha menjulurkan lidahnya ke Satria. Ia pun menutup pintu dapur tersebut sedikit kencang, Satria tertawa puas. "Hahaha kapan sadarnya sih dia..."

"Sadar apa?" tanya Rachel penasaran. Satria mendekati Rachel. "Sadar kalau oven berbahaya pendek." Satria menarik tubuh Rachel. Memeluknya dengan posesif, ia membersihkan kotoran tepung di sekitar rambut dan pipi Rachel dengan lembut. Rachel memejamkan matanya saat Satria meniup-niupkan serbuk tepung di sekitar wajah Rachel.

Rachel selalu suka kelembutan Satria yang hanya dilakukan untuk dirinya seorang. Satria tetap pria kaku dan sedikit galak dengan Rachel. Tetapi disaat-saat tertentu ia akan sangat berlaku lembut hanya untuk dirinya.

"Janji kurangi intensitas kamu memeluk oven yah! Aku serius Achel, setiap hari aku selalu paranoid kalau ovenmu akan meledak dan kamu ikut terbakar." Satria melingkarkan kedua tangannya dipinggang Rachel.

"Ini kehidupanku Satriaa. Aku tidak bisa meninggalkannya. Aku janji akan berhati-hati. Oh iya aku membuat kue spesial buat kamu." Rachel melepaskan pelukan Satria. "Kamu duduk dulu aku siapkan.." Satria duduk di kursi dengan wajah tak putus dari senyuman. Ia menatap calon istrinya begitu cantik mengenakan baju putih dengan apron betty boop yang terlihat menggoda.

Oh pendekku ini begitu menggoda dengan kostum betty boop itu. Tak akan kubiarkan pria lain melihat sipendek memakai itu. Dan oven itu?? Hmm aku harus rayu sipendek agar mengubah hobbynya membuat es batu saja. Oven menyebalkan.. sepertinya membuat es batu dirasa lebih aman dan jauh dari bahaya.

Drt.. Drt.. Drt.. Dalilah.

"Hallo..." Satria menerima panggilan telephone dari sang adik.

"KAKAAAAK..." Satria menjauhkan ponsel dari telinganya karena teriakan Dalilah yang sangat kencang. Satria tahu apa penyebabnya.

"Berisik Lilah.." ketus Satria.

"Kakak lagi dimana? Apa kakak bersama Rachel?"

"Iya kakak lagi di kafe."

"Aku mau bicara sama Rachel kak.." Rachel menghampiri Satria dengan membawa sepiring choco lava dan ice cream vanilla. Satria memberikan ponselnya.

"Dalilah mau bicara." Rachel mengambil alih ponsel tersebut, Satria menarik Rachel untuk duduk dalam pangkuan.

"Lilaaaah.." Rachel terlihat antusias menerima panggilan Dalilah.

"Pendek sialan." ketus Dalilah di seberang sana. Rachel tertawa ia tahu kenapa Dalilah terdengar kesal. Karena Dalilah yang ditugaskan setiap harinya menemani para oma-oma mengurusi pernikahan sang kakak.

"Hahaha..apa lagi sekarang yang oma-oma itu lakukan..?" Rachel terkikik geli mendengar betapa pusingnya Dalilah menghadapi keinginan oma-oma.

"Hari ini kami sedang mencoba tester makanan untuk acara resepsi. Setelah itu mengecek pakaian seragam. Terus kamar pengantin kalian. Ah menyebalkan kenapa bukan kalian saja sih yang mengurus semua sendiri? Ini hari minggu dan aku ada kencan dengan Mark." cerocos Dalilah dengan nada jengkel.

Satria menikmati kue itu dengan nikmat. Tangan kirinya merangkul pinggang Rachel yang duduk menyamping. Sesekali Satria menyuapi Rachel yang terus mendengarkan ocehan Dalilah.

"Kamu tahu keberadaanku sebenarnya tidak mereka butuhkan. Bahkan pendapatku tidak mereka dengarkan. Aku bagai manekin tidak jelas berada diantara mereka." Rachel tertawa mendengar keluhan calon adik iparnya.

"Kamu tahu gara-gara ini aku sulit bertemu Mark." bisik Dalilah.

"Aku rasa mereka sengaja mengajak aku. Agar intensitas pertemuanku dengan Mark sulit. Mereka masih takut jika aku akan bermesraan dengan Mark diluar batas." jelas Dalilah berbisik.

"Bisa jadi Lil.." Rachel menatap sekilas wajah Satria yang terlihat lahap menikmati kue buatannya. Ia takut jika Satria mendengar perkataan Dalilah. Rachel mengelap sisa ice cream di sudut bibir Satria.

"Ah tolong aku Chel. Mark mengatakan rindu aku. Setiap hari kami hanya chat saja. Itupun saat aku sudah di kamar karena kelelahan menjadi pendamping tidak berguna para oma." mohon Dalilah.

"Iya besok biar aku yang menemani oma-oma, aku juga mau lihat persiapan pernikahanku." Rachel menatap Satria sambil menganggukan kepala meminta persetujuan. Satria hanya mengangguk setengah tidak setuju. Ia masih rindu dengan calon istrinya.

"Terimakasihh kakak iparku, tapi aku mohon hari ini tolong bebaskan aku dari kesibukan para oma..." suara Dalilah terdengar memohon.

"Baiklah aku usahakan." mendengar Rachel berbicara seperti itu Dalilah langsung mematikan ponselnya. Rachel sekilas mendengar panggilan para oma untuk Dalilah.

"Hahaha kasihan Lilah harus menemani oma-oma energik." Rachel kembali menerima suapan Satria. "Sama aku nggak kasihan? Dua minggu kita nggak ketemu pendek." rajuk Satria membuat Rachel tertawa.

"Besok kamu sibuk nggak? Ikut aja yah sekalian kita cari baju pengantin yah. Oma sudah kasih rujukan sih boutik yang sudah mereka pilih. Kita tinggal datang dan mencoba bajunya." Rachel mengalungkan kedua tangannya di leher Satria dengan berani ia mengecup sekilas bibir Satria.

"Hmmm mungkin setelah makan siang aku bisa menyusul keberadaan kamu." Rachel mengangguk. Satria membalas melumat bibir Rachel.

"Aku suka kamu pakai kostum beety boop ini, kamu bisa memakai ini untuk kostum malam pengantin kita tapi jangan pakai ini." Satria menarik kemeja putih yang dikenakan Rachel. Kekasihnya hanya menggeleng. "Ini bukan kostum mesum ini apron untuk di dapur Tuan.." Rachel mencubit pipi Satria dengan kedua tangannya dengan gemas membuat pipi Satria merah menahan sakit.

"Sakiitt. Dasar pendek..."

"Huhh kaciannn..." Rachel mengecup kedua pipi Satria.

***

Di rumah Leo.

Marsha keluar dari mobilnya dengan tenang. Entah datang dari mana keberanian dirinya untuk memastikan ocehan Satria jika hari ini Leo akan pergi berkencan. Marsha sangat tahu jika hari minggu biasanya Leo akan menikmati tidur panjangnya di kamar tanpa ada yang mengganggu.

Ia sudah biasa masuk ke rumah itu. Saat ia berada di ruang tengah rumah Rahadi terlihat sepi tanpa kehidupan di sana. Hanya kehidupan laut yang selalu suka ia pandang jika ia ke rumah ini.

"Non Marsha mau minum atau makan biar saya siapkan. Tuan dan Nyonya sedang pergi. Nona Rachel juga sedang pergi, kalau Tuan Leo sepertinya masih demam dia belum keluar kamar dari tadi pagi.." pelayan di rumah itu menjelaskan keberadaan penghuni di rumah itu.

"Leo sakit apa?" tanya Marsha panik. "Saya tidak tahu non." pelayan itu tampak gugup menjelaskan perihal kesehatan tuannya. Marsha langsung bergegas ke kamar Leo dengan wajah paniknya. Tanpa mengetuk pintu ia langsung membuka pintu kamar Leo yang tidak terkunci.

"Leoo..." Marsha menghampiri Leo yang sedang bergelung dengan selimut. Marsha membuka selimut itu dengan cepat. Terlihat Leo sedang tertidur lelap dengan posisi tengkurap tidak memakai baju. Hanya memakai celana kain panjang. "Argh... "

Marsha terkejut sendiri melihat tampilan Leo yang setengah telanjang. Leo yang mendengar teriakan di dekatnya seketika terlonjak kaget dan duduk. Betapa terkejutnya ia melihat Marsha duduk di sampingnya sambil menutup wajahnya.

"Marshaa?  Ngapain kamu diMkamarku?" Leo tampak heran Marsha masih menutupi wajahnya.

"Shaa.." Leo menarik tangan Marsha dengan kedua tangannya. Terlihat wajah Marsha merah padam menahan malu. Leo terkikik geli.

"Aku tadi mampir ke sini, di rumah nggak ada orang dan mbak di bawah bilang kamu sakit?" Marsha terlihat malu bercampur rasa khawatir karena sekilas ia dapat merasakan tangan Leo yang panas saat bersentuhan dengannya.

"Iya aku lagi nggak enak badan. Dari kemarin aku di kamar terus." Leo menyandarkan badannya di kepala ranjang. Marsha tampak serba salah menatap tampilan dada telanjang Leo yang begitu menggoda.

Dasar Satria kurang ajar. Dia bohongin aku katanya semalam dan hari ini Leo kencan. Awas kamu Satriaaaa..!!! Selalu membuatku galau dengan kebohongan menyebalkan. Aduh Leo kenapa kamu sekarang semakin tampan jika tidak memakai baju. Rasanya ingin aku sentuh dada bidang itu. Marsha ada apa dengan mu? Hampir sebulan ini kamu tidak berdekatan dengan Leo membuat kamu haus perhatian dirinya.

"Sha.. Sha kenapa diam? Ambilkan aku baju dong di sana." Leo menunjuk walking closet miliknya. Marsha langsung bergegas mengambil kaos santai untuk Leo. Ini pertama kalinya ia masuk keruangan paling pribadi Leo setelah mereka sama-sama dewasa.

Saat mencari kaos yang dirasa nyaman ia melihat sebuah kado besar berbungkus kertas kado warna hijau. Bertuliskan for you honey. Hati Marsha seketika perih dan ngilu sesak di dada. Jangan-jangan....? Ia menggelengkan kepala.

Marsha berjalan sekuat tenaga menghadapi Leo. Ia berusaha menghilangkan rasa malu dan pesimisnya untuk mendapatkan kembali kembali hati pangeran bumi. Endymion-nya.

"Ini pakai. Kamu udah makan Le?" Leo menggeleng. "Aku ambilkan makanan yah kamu istirahat. Haduh badan kamu masih hangat." Marsha dengan berani memegang kening Leo. Bahkan Leo yang sedang memakai kaos yang diberikan Marsha ikut dibantu saat memakainya. Tidak ada kecanggungan pada Marsha.

Leo tersenyum menatap kepergian Marsha untuk mengambil makanan. Ia segera melaporkan perkembangan Marsha ke group rumpi miliknya dengan kedua pria kurang kerjaan lainnya

_________

Group Brader.

•Leo : Marsha datang kerumah ngurusin gue sakit.

•Leo : Yuhuuy.

•Satria : padahal td gue bilangnya lo mau kencan hahaha

•Satria : woy kado gue udah lo taro belum di lemari Achel?

•Leo : belum sempet.

•Leo : masih ada ama gue

•Satria : pantes dia ga ada reaksi.

•Mark : hoy sialan lo semua!!! Urus ini oma-oma lo. Gue mau kencan susah banget.

•Satria : udah tunda aja kencan lo hari ini Lilah tugasnya nemenin nenek-nenek rempong.

•Mark : kakak Satria coba lihat pesan bergambar dari gue.

•Leo : Mark lo dimana?

•Mark : dipameran wedding nunggu Dalilah diparkiran.

•Mark : Le tetep cuek ngadepin Marsha biar dia makin penasaran.

•Mark : kakak Satriaaaaa...

•Satria : oke gue udah bilang ke oma Lilah suruh pulang.

•Mark : hihihihi makasih kakak.

•Satria : iyaa (-_____-)

•Leo : tumben lo Sat, ada apa?

•Mark : hahahah ada aja Le.

_______________________

Leo segera mematikan ponselnya dan menatap Marsha datang dengan pembantu dirumah itu membawa makanan dan Marsha membawa handuk basah.

Setelah pembantu itu meninggalkan kamar, Marsha langsung menaruh handuk basah yang terasa hangat di kening Leo.

"Pegang ini." Marsha mengambil tangan kanan Leo untuk memegang handuk di keningnya.

"Ayo sekarang dimakan." Marsha mengambil makanan yang sudah ia racik. Leo menggeleng tapi Marsha tidak mau ambil pusing segera ia suapi Leo tanpa bantahan. "Kamu ini kaya anak kecil disuruh makan aja susah." gerutu Marsha. Leo menerima suapan Marsha dengan hati senang. Tapi ia harus tenang. Harus bisa mengendalikan diri.

Bip.. Bip.. Bip..

Marsha sempat melirik ke arah ponsel Leo yang berbunyi. Tanpa meminta persetujuan Leo Marsha mengambil ponsel tersebut dan memasukannya ke dalam laci nakas di samping Leo.

"Nggak usah main handphone terus. Kamu harus istirahat." ketus Marsha lalu kembali menyuapi Leo dengan cepat. "Pelan-pelan Marsha..." wajah Marsha terlihat cemberut dan mengaduk makanan di piring tidak jelas.

Marshaku mulai cemburu. Pasti dia mengira bunyi pesan itu dari seorang wanita. Andai dia tahu yang berisik di ponselku adalah para pria rumpi tukang gosip. Ini pertama kalinya aku menatap wajah Marsha cemberut lucu.

"Itu ada kado warna hijau buat siapa?" Marsha bertanya dengan nada penasaran lalu ia kembali menyuapi makanan ke mulut Leo dengan buru-buru. Tanpa berani menatap mata Leo yang tidak berkedip menatap wajah Marsha yang ia rindukan.

"Buat siapa?" kali ini Marsha mengerucutkan mulutnya menatap Leo. "Gimana aku mau jawab kamu menyuapiku penuh dengan makanan." goda Leo sambil mengunyah.

"Ya udah kalau nggak mau jawab aku juga nggak masalah. Bukan urusanku." ketus Marsha tanpa sadar.

Bip... Bip.. Bip..

Lagi-lagi Marsha dibuat kesal dengan suara pesan di ponsel Leo.

"Mau ngapain?" tangan Marsha menahan tangan Leo yang ingin membuka laci nakas. Marsha segera mengambil ponsel Leo dan mematikan ponsel tersebut dan melempar sembarang di kasur Leo.

"Hari ini gak perlu terima telephone atau pesan tidak penting. Kamu istirahat minum obat." titah Marsha penuh penekanan. Leo menahan tawa melihat tingkah Marsha yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Ternyata wanita sekalem Marsha bisa berubah hanya karena perhatianku berkurang. Wanita memang ruwet. Tapi aku suka Marsha seperti ini. Oke Leo lanjutakan permainan.

"Tapi aku hari ini ada janji dengann....." Marsha menatap cemberut wajah Leo.

"Udah nggak ada janji-janji. Sekarang minum obat ini.." Marsha memberikan obatnya. Lalu mengambil handuk basah dari kening Leo. Dengan sigap ia segera mengambil tisu dan mengelapi kening Leo dengan teliti dan penuh perhatian dan itu tidak lepas dari tatapan Leo.

"Kamu mau pergi kemana emangnya?" tanya Marsha pelan wajah mereka berdekatan tetapi Marsha tetap tidak mau menatap mata Leo yang sangat dekat dengannya. Meskipun ia juga penasaran.

"Ada janji dengan teman." jawab Leo santai. Marsha duduk seperti semula. "Perempuan?" Leo mengangguk menahan tawa. Marsha menahan nafas kesal.

"Pokoknya hari ini kamu nggak boleh jalan. Sekarang tidur!!! Aku akan temani kamu sampai demam kamu turun. Kamu sudah mandi?" Leo mengangguk. "Tadi pagi aku sudah mandi." Leo lalu hendak bangkit tetapi Marsha menahan.

"Mau kemaan?" Leo mengerling nakal. "Ke kamar mandi mau ikut?" Marsha menggeleng malu ia lalu berdiri dan memberi jalan Leo.

Hari ini aku harus memastikan Leo tidak pergi. Dia masih sakit dan harus istirahat. Kalau dia tetap memaksa pergi aku harus ikut dan mengacaukan kencannya.

Leo keluar dari kamar mandi dengan wajah yang lebih segar. Ia sepertinya membersihkan wajahnya. Tanpa malu Marsha menarik Leo untuk segera tidur. Marsha membaringkan Leo dan menutupi setengah tubuh Leo dengan selimut.

"Aku capek tidur terus Sha." rengek Leo berpura-pura. Ia memang tidak dalam kondisi baik tetapi kehadiran Marsha seketika mampu membuat rasa sakitnya berkurang.

"Aku mau nonton televisi aja." Marsha menggeleng. "Kamu harus banyak istirahat."

"Tapi hari ini aku ada..." Marsha melotot menatap Leo yang belum sempat melanjutkan perkaaannya.

"Suster galak amat sih." goda Leo sambil menautkan jari tangannya dengan jari tangan Marsha. Ada rasa bahagia dalam diri Marsha saat jari mereka bertautan. Leo aku rindu kamu. Sampai kapan kita seperti ini?

"Biarin galak biar kamu bisa istirahat. Aku nggak mau kamu sakit. Kata Satria kamu selalu pergi sampai malam sibuk berkencan yah? Wanita itu nggak malu apa ngajak pria kencan setiap hari." cerocos Marsha tanpa sadar. Marsha membenahi selimut dan posisi bantal agar Leo nyaman dalam tidurnya.

"Sekarang kamu tidur. Aku ada di sofa kalau kamu butuh sesuatu." tanpa sadar Marsha mengecup pipi kanan Leo dan segera berdiri. Leo yang terkejut dengan aksi Marsha yang berani segera menarik tangan Marsha membuat tubuh Marsha duduk terjatuh di dada Leo.

Mata mereka bertemu, dengan cepat Leo menarik tengkuk Marsha dan segera melumat bibir yang baru Leo sadari bisa berkata cerewet seperti Rachel sang adik. Leo begitu terlarut dalam sentuhan bibir Marsha. Bibir merah kesukaanya.

"Leo..." Marsha meronta bingung, dengan mudah Leo menarik tubuh Marsha terbaring disamping dirinya. Leo membalikan tubuhnya berada diatas Marsha. Leo menindih Marsha.

"Kamu jangan berisik suster galak. Aku butuh obat untuk beristirahat." Leo kembali melumat bibir Marsha. Meluapkan segala kerinduan yang membuat ia tersiksa. Ia rindu bibir merah Marsha. Tanpa sadar Marsha membalas ciuman Leo yang begitu lembut. Marsha mengalungkan kedua tangannya dileher Leo. Mereka berciuman dengan tempo pelan dan sama-sama menikmati pertukaran saliva keduanya. Ini sentuhan kerinduan.

"Suster galak ternyata bisa juga berciuman mesra." Marsha seakan tersadar telah lepas kendali segera mendorong tubuh Leo dan dengan cepat berdiri dari ranjang tersebut.

"Aku mau pulang.." dengan nafas memburu dan tidak berani menatap Leo ia berlari membawa tas keluar kamar Leo. Pintu kamar tertutup dengan sendirinya.

"Selangkah lagi pasti kamu mau kembali denganku Marsha." Leo hanya tersenyum bahagia karena Marsha membalas ciumannya.

"Suster galakku tersayang."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro