Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

14 - Kekasih Gelap

Part ini 5500 kata (bisa bayangkan aku revisi per kata).. sebagian ada yg di cut. Kalau kalian teliti, diksi suara hati sebagian besar aku cut. Enggak tahu knp dulu, aku ko alay yah.. hahaha ..

Bantu aku kalau ada typo yah. Mata jg suka ikutan ruwet klo baca banyak kalimat. 😅

***

Di bengkel Mark.

Ternyata, berpacaran normal itu menyenangkan. Apa adanya, tanpa perlu kepalsuan memberikan perhatian, terasa lebih mudah dinikmati. Tak perlu lagi menyogok pasangan dengan membelikan barang mewah, atau pun mengikuti kemauan kekasih atas dasar menerima imbalan. Imbalan mendapatkan keinginan hasrat. Tidak sampai batas terparah. Setidaknya, dulu, Mark selalu mengikuti kemauan sang kekasih. Sama-sama senang, pacar mendapat hadiah menyenangkan, Mark mendapat keinginan menyalurkan hasrat.

Semua bermuara dengan nafsu, bukan perasaan tulus.

Mark terus menatap gadis cantik di hadapannya ini sambil tersenyum bahagia. Dalillah mungkin pacar urutan terakhir Mark yang tidak terhitung jumlahnya. Tetapi, hanya dialah yang mampu menembus hati Mark, hingga si mantan play boy takut menyentuh gadis manisnya ini terlalu jauh. Mark merasa harus membatasi diri. Ya, walaupun, Dalillah bukan tipe pasangan menolak disentuh. Dalam arti, sebatas berciuman tidak masalah.

Ada rasa bersalah jika Mark memanfaatkan tubuh indah Dalillah, untuk dia lampiaskan karena nafsu sesaat dirinya. Entah mengapa, dia tidak mau dan merelakan sisi bejat dalam dirinya berbuat seperti itu dengan Dalillah.

Terlarang bagi Mark, untuk sekadar making out, berujung petting dengan Dalillah.

Selama hampir dua minggu mereka menjalin kasih secara resmi, Mark hanya sebatas mencium bibir dan sekitar wajah cantik nan lugu Dalillah. Dia tidak berani melangkah lebih jauh. Bukan karena Satria sang ibu tiri kekasihnya, tetapi batin dirinya yang tidak merespon. Gadis itu suci, biarlah keluguannya yang menang melawan sintingnya isi otak Mark. Lagi-lagi Mark tersenyum menatap Dalillah yang sedang duduk di kantornya di siang hari yang cerah ini.

"Mark, Mark.." Dalilah terus memanggil yang sedang melamun menatap dirinya. "Hmm..."

"Ada yang salah sama aku? Salah kostum? Kok, lihatnya begitu?" Dalillah merapikan bajunya, dia kira pasti ada sesuatu yang janggal. Tatapan Mark membuatnya risih.

"Kamu enggak salah kostum, justru kamu cantik memakai baju apa saja. Gaya santai seperti ini saja kamu cantik." Mark memang kagum dengan Dalillah. Dia tipe wanita yang tampil apa adanya. Tidak pernah memakai pakaian mengundang untuk dirinya. Berbeda dengan wanita-wanita yang selalu memancing Mark, memakai pakaian kekurangan bahan yang terlihat menantang.

Dalillah kembali diam, lalu matanya penasaran mendengar suara panggilan ponsel untuk Mark.

Mark tersenyum menatap panggilan di layar ponselnya. Niat jahilnya tiba-tiba muncul, dia ingin membuat Dalillah cemburu. Sungguh menyenangkan membuat kekasihnya marah karena cemburu.

"Hallo, Darling," nada Mark antusias menerima panggilan tersebut. Dalillah memasang antena jengkel mendengarnya.

"Helloow, Mark.. ye apa kabar? somse yah eke ke bengkel, ye nggak pernah ada.."

"I'm so sorry darling, mungkin kita tidak berjodoh. Kapan kamu ke bengkel lagi? Pasti bisa ketemu aku.." Wajah Dalillah terang-terangan menatap Mark emosi. Darling? Oke Dalillah sabar.

"Eke sih mau aja, cuma ayang Bambang nanti malah kepincut sama ye. Enak aja eke jadi sapi ompong. Lagian eke denger-denger, ye sudah punya pujaan hati, nanti cemburu lagi.." Mark tahu Dalillah sudah menatap garang dirinya yang sedang duduk santai di kursi meja kerjanya. Tetapi Mark pura-pura tidak menatap Dalillah.

"Kekasih aku enggak akan cemburu dengan kedekatan kita. Ini benar, enggak bohong, Darling, i miss you so much." Wajah Dalillah benar-benar memerah mendengarnya. Dia berdiri dan tanpa malu duduk menyamping di pangkuan Mark, lalu mengambil alih ponsel milik Mark. Perlu dilabrak sepertinya.

"Heh, cewek enggak tahu diri. Mark sudah punya pacar, jadi jangan berharap kamu bisa merayu dia!" ketus Dalillah berapi, Mark menyukai wajah galak Dalillah yang begitu dekat dengannya. Pemandangan yang indah di siang yang cerah bagi Mark. Dengan santainya Mark justru melingkarkan kedua tangannya di pinggang Dalillah.

"Haduh, sorry, eke enggak ada niatan ganggu pacar ye, ganteng sih.. tapi pacar eke lebih ganteng dari pacar ye. Mas Bambang tiada duanya. Huh, rempong, deh, urusan sama pere.." Dalillah terkejut mendengar nada suara dibalik telepone tersebut, sangat kemayu dan jelas seperti waria-waria di salon langganannya.

Dia menatap Mark yang sedang cekikikan sambil terus melingkarkan kedua tangan dipinggangnya tanpa dosa. Mark lalu mengambil alih ponselnya. "Steve Stevi Darling, sorry, pacar aku enggak tahu kalau kamu jeruk makan jeruk. Oke, aku tunggu kamu di bengkel. Sekalian aku kenalkan dengan kekasih galakku yang paling cantik di muka bumi ini." Mark mematikan ponselnya dan tetap memeluk pinggang Dalilah sambil tertawa bahagia.

"Usil," ketus Dalillah menatap Mark tanpa takut. Mark mengecup pipi gadis yang masih memperlihatkan emosi itu.

"Karena aku suka melihatmu marah dan cemburu seperti tadi. Membuat hidup lebih hidup, Darling," cengiran Mark mampu membuat hati Dalillah meleleh dan melunak dari emosi.

"Jangan panggil aku Darling! Kamu mau menyamakan aku dengan temanmu yang tadi?" sindir Dalilah yang dibalas kecupan ringan sekali lagi di pipi Dalilah.

"Oh aku lupa, kamu unyu-unyu." Senyum Mark yang selalu membuat Dalillah gugup.

"Gombal." Dalillah mengalihkan tatapannya ke lain arah, Mark merapikan rambut Dalillah yang tertutup topi yang dia kenakan. Lihat kan, memakai kaus santai, dan topi. Apa menariknya untuk kaum Adam?

"Kenapa kamu melamun, Manis? Ini lebih baik dibuka.." Mark membuka topi yang dikenakan Dalillah. Berkali-kali Mark memohon untuk selalu kuat menghadapi Dalillah, tetapi kali ini rasanya dia mau berbagi trik bermesraan ala Mark seperti biasanya. Tidak ada salahnya, kan? Posisi mereka memang memancing. Lagi pula, Dalillah sendiri yang setuju posisi duduk di pangkuannya.

Dalillah sendiri, seolah menaruh umpan. Tak munafik, dia menginginkan sentuhan bibir Mark. Dikecup di pipi saja membuat dia melayang. Dan Dalillah berharap ciuman mesra kembali terjadi.

Sayang, panggilan pesan gantian terdengar dari milik ponsel Dalillah. Diabaikan akan bermasalah bagi Dallilah.

•Ibu Tiri : DI MANA? CEPAT PULANG!!!!

Dalillah menghela napas melihat pesan sang kakak. Mark mengintip pesan dari ponsel Dalillah, spontan tertawa dengan kelakuan Satria yang terlalu protektif terhadap Dalillah.

"Satria masih galak dengan kamu." Dalillah tidak menjawab, dia lebih memilih bersandar di dada Mark sambil membalas pesan dari sang kakak dengan wajah cemberut.

Mark memeluk erat Dalilah bahkan memejamkan mata, aroma rambut Dalillah begitu menyejukan hatinya. Saat-saat seperti ini adalah hal terindah bagi Mark dalam menjalani jalinan kasih dengan Dalillah. Berada di dekat Dalillah membuat dirinya damai.

Hanya Dalillah yang mampu membuat Mark seperti ini. Dia tidak mengutamakan nafsu dengan Dalillah, ini lebih dari nafsu tetapi kasih sayang berlimpah yang Mark berikan tulus untuknya. Walaupun ada segelintir keinginan, tapi tak pernah di luar batas. Seperti tadi, berhasrat, dan secepat kilat bisa hilang tanpa penyesalan.

Dalillah : aku di bengkel, nanti Mark yang akan mengantarkan aku.

•Ibu Tiri : TUNGGU AKU JEMPUT!

"Hahaha, Satriaa tidak akan pernah berubah menjadi ibu tirimu. Tapi, dia setuju kita berpacaran ini sebuah kemajuan, Manis.." Mark terus membelai rambut hingga lengan lembut Dalillah.

"Kakak sudah sedikit berubah, walaupun dua minggu ini dia bagai kucing minta kawin yang meang meong enggak jelas." Dalillah tertawa sambil memegang satu tangan Mark yang memeluk erat dirinya.

"Minta kawin?" Dalillah mengangguk dan tetap bersandar di cekungan leher Mark. Sebenarnya posisi ini sangat berbahaya bagi Mark. Ini Mark yang bodoh, atau Dalillah yang sok lugu memancing?

"Hubungan Satria dan Rachel masih tidak jelas? Apa dia masih tidak mau menerima Rachel?" Dalillah mengaitkan jari-jarinya dengan tangan Mark.

"Kakak bodoh, Mama dan Papa bahkan sudah merestui jika dia mau melamar Rachel. Tapi dia malah terlalu banyak berpikir jauh." Mark mengecup helaian rambut Dalillah yang memabukkan jiwanya.

"Setahuku, kakakmu itu dulu pernah dibohongi oleh wanita." Dalillah membalikan tubuhnya menghadap Mark. "Maksudnya?"

"Aku pernah beberapa bulan tinggal satu apartemen dengan dia saat di LA. Saat itu, aku tahu kakakmu patah hati, karena hubungannya kandas karena diduakan dan semenjak itu dia benar-benar menjaga hatinya untuk tidak terburu-buru dalam memastikan suka atau tidak." Dalillah menganggukan kepalanya.

"Oh, jadi begitu. Tapi,kan, Rachel berbeda. Harusnya Kakak tahu itu," sungut Dalillah sebal. Dia juga semakin terkena imbas.

"Biarkanlah, tunggu sampai ibu tirimu sadar sendiri." Dalillah tersenyum manis menatap wajah kekasihnya. Sejak tadi sudah dipancing, tetapi masih sok bertahan. Dengan berani Dalillah melumat bibir Mark dan menggigitnya. "Aww..." Mark melotot menatap Dalillah yang terkikik dengan polosnya.

"Kenapa kamu menggigit?" tanya Mark heran. "Aku gema, sama kamu." Dalillah mencubit kedua pipi Mark dengan gemas. Mark tidak melawan dan menerima perlakuan Dalillah sesuka hatinya.

Tok..Tok..Tok.. Pintu terbuka dan pekerja bengkel hendak masuk, namun hanya sampai daun pintu saja. Dia merasa bukan waktu yang tepat karena posisi sang bos yang sedang menikmati waktu dengan kekasih dengan begitu mesra.

"Permisi, Bos, ada yang datang.." Pekerja bengkel tersebut tahu jika sang bos terlihat terganggu. Mark menatap tajam, tanda kesal dengan kedatangannya. Karena Mark sudah memberikan pesan, dia tidak ingin diganggu jika sedang bersama Dalillah. "Maaf, Bos. Nona Rachel memaksa, kalau tidak, kolam ikan mau disiram cairan pembersih lantai," jawab pekerja bengkel itu terbata-bata.

Mendengar nama Rachel, Dalillah langsung berdiri, segera keluar ruang kantor kekasihnya untuk bertemu Rachel. Sedikit berlari Dalillah menghampiri Rachel.

"RACHEEEEL." Dalillah memeluk Rachel yang sedang berdiri di taman pribadi milik Mark. Mereka berpelukan erat layakanya dua orang yang sudah lama tidak bertemu. "Lilaaahhh..." Rachel tak kalah riangnya membalas Dalillah.

"Kamu kemana aja, Chel. Wah, gila, hampir dua minggu ini kamu mampu membuat Kakak pusing tujuh keliling." Dalillah memeriksa kondisi tubuh Rachel yang terlihat sedikit kurus.

"Kamu kurusan, Chel. Haduh, pria seperti Kakak kenapa kamu pikirkan terlalu?" cerocos Dalilah tanpa henti sambil bergumam.

"Sweety Rabbit, sudah keluar dari puncak semedinya. Sibuk memasak untuk orang, tapi kamu sendiri malah enggak makan dengan benar. Kamu enggak makan apa di sana? Kenapa jadi mengecil? Wah, efek Satria benar-benar bahaya." Mark memeluk Rachel dengan sayang, tidak ada rasa cemburu di hati Dalillah.  Dia tahu, Mark meganggap Rachel adiknya, terlebih Dalillah tahu Rachel menyukai Satria.

Rachel senang melihat dua manusia di depannya. Bahagia.

"Markona, kelihatannya lagi falling in love.." Rachel melirik Dalillah. Rachel lalu menarik Dalillah duduk di bangku taman. Taman asri yang dipenuhi pohon rindang dan pemandangan kolam ikan. Tempat yang sangat sejuk dan nyaman meskipun udara panas menerjang.

"Satria apa kabar? Apa dia mencariku selama aku di luar kota? Aku tetap mengiriminya makan siang, walaupun itu buatan chef di kafe," tanya Rachel langsung tanpa malu, dia merasa Dalillah mendukungnya.

Dua minggu ini, Rachel memang mencoba menjauhi Satria. Selain memang ada pekerjaan, atas saran Mbak Zahara, Rachel menuruti.

"Hmm, dia juga seperti kamu, sedikit kurus dan tidak terawat. Urusan galak, tak berubah." Rachel tertawa mendengarnya.

"Chel, mobil kamu hampir selesai, tuh, kalau mau lihat di ruang satu." Rachel mengangguk dan segera pergi. "Aku lihat dulu, yah."

"Ikut," ucap Dalillah.

"Eitss, mau ke mana?" Mark menahan tangan Dalillah.

"Mau ikut Rachel, Bos." Mark menggeleng menarik Dalillah.

"Hukuman gigitanmu belum aku lakukan." Dalillah terkikik geli mendengar godaan kekasihnya.

"Menyebalkan." Rachel lumayan iri. "Sudah, lanjutkan saja mesra-mesraannya. Siapa tahu, aku bisa rekam, dan para Oma bisa menyaksikan." Rachel dengan riangnya kabur agar tidak terkejar.

"Dasar, Pendek," teriak Dalillah. Rachel yang semula tertawa mendadak diam. Pendek? Rachel teringat pria yang sudah dua minggu ini tidak dia jumpai. Selama dua minggu ini, Rachel memang sedang pergi keluar kota mengurus kafe karena Rachel hendak membuka cabang di sana. Walaupun Satria tidak memberikan kabar, atau bertanya tetapi dia tetap mengirimkan makan siang untuk Satria.

Berjuang itu kadang memang harus menurunkan ego. Sampai saat ini, Rachel masih kuat bertahan. Dua minggu memang berat, mungkin karena terakhir pertemuan, dirinya ditolak. Tetapi Rachel harus optimis. Dia tidak sepenuhnya ditolak. Dia tidak bertepuk sebelah tangan. Hanya saja, isi kepala memang butuh ditepuk agar terbuka hatinya. Rachel dan pemikiran konyolnya.

"Rachel Arga Rahadi?" Rachel membalikkan badan, memperhatikan heran seorang pria tersenyum menggoda sedang menatap dirinya. Rachel memang berjalan ke arah bengkel sambil melamun.

"Rezky?"

"Well, kamu enggak lupa ternyata sama aku." Rezky mendekati Rachel dan mengulurkan tangan untuk bersalaman. "Play boy macam kamu pasti diingat. Jangan melayang, itu untuk jaga-jaga. Ada perlu apa kamu di sini?" tanya Rachel sopan. Rezky tertawa mendengar suara jujur Rachel. Lumayan masuk kategori Rezky, sebenarnya.

"Aku sedang tunggu mobil. Sedang dirapikan di sini. Kamu apa kabar? Terakhir kita ketemu di acara Sweater Couple, kan?" Rachel mengangguk tersenyum ramah.

"Aku baik, ini juga lagi mau lihat mobilku." Rezky mendekati Rachel dan membisikan sesuatu di telinga Rachel. "Kamu semakin cantik, Sayang," goda Rezky.

"Dan kamu semakin gombal, Mr.Play boy..." Rachel membalas membisikan sesuatu di telinga Rezky. Mereka tertawa bersama.

"Wow, ternyata kamu banyak juga, ya, pacarnya, Nona? Sekarang kamu bermain dengan play boy sekelas Rezky." Rachel terlonjak kaget dengan suara sinis d idepan dirinya dan Rezky.

"Kami hanya saling kenal," ralat Rezky tersenyum ramah.

"Kamu Kimberly, kan?" tanya Rachel dengan nada sinis.

"Iya, suatu kehormatan kamu bisa mengingat namaku. Apalagi aku perempuan, aku kira hanya jenis kelamin pria aja yang diingat." Rachel mendekati Kimberly, walaupun dia kalah tinggi dengan dirinya.

"Heh, jangan sok tahu dengan urusanku," emosi Rachel mulai tersulut. Rezky menahan tangan Rachel. "Ini bengkel, Ladies."

"Dia duluan, Rez, yang hobi memancing pertengkaran." Rachel tak akan mau meminta maaf. Wanita aneh di hadapannya memang selalu membawa aura permusuhan.

"Kim," tahan Rezky.

"Oups, sori, aku cuma kasihan saja dengan pacar kamu yang terlihat kecewa menatap kemesraan kalian." Rachel mengerutkan dahinya, dia tidak mengerti perkataan Kimberly.

"Tuh..." Rachel terkejut menatap Satria yang diam tak bergerak di ujung pintu masuk bengkel, melihat ke arah dirinya dan Rezky.

Dengan riang Rachel mendekati Satria. "Satriaaaaa...."

"Hai, Achel," jawab Satria datar. Tanpa malu Rachel memeluk Satria. Mendengar dirinya disapa 'Achel' saja sudah meluluhkan hatinya. Mungkin Satria tak sadar memanggilnya seperti itu.

"Kamu enggak rindu sama aku? Dua minggu ini, aku ke luar kota, loh.." Senyum yang diberikan tulus oleh Rachel hampir membuat Satria hilang kendali. Dua minggu yang memuakkan bagi Satria, ternyata tak terlalu berpengaruh dengan Rachel. Mungkin hanya dirinya yang kacau selama dua minggu, sedangkan Rachel biasa saja. Lihat saja sekarang, bisa bebas tertawa dengan pria.

Dengan Rezky pula.

"Biasa saja, tetapi kamu sepertinya juga begitu. Mengumbar kemesraan dengan pria itu." Satria menunjuk Rezky yang sedang berjalan menghampiri dirinya bersama Kimberly.

"Satria Sarha? Apa kabar, Teman?" Rezky memeluk Satria ala kadarnya.

"Baik," jawab Satria datar. Teman, tapi tidak dekat.

"Undangan sudah sampai, belum? Nanti malam datang ke acara gue di klub. Seperti biasa, lo bisa mengajak Dalillah," undang Rezky sopan. Satria mengangguk.

"Kamu datang juga, ya, Chel.." Wajah Satria sangat datar dan tidak bersemangat meladeni Rezky. Sesungguhnya dia sedang menahan emosi karena Rachel membalas senyuman Rezky.

"Hai, kamu Satria, kan? Kenalkan, aku Kimberly." Kimberly mengulurkan tangannya dengan Satria.

"Enggak usah salam-salaman!" Rachel menepis tangan Kimberly dengan cemberut. Satria tak bereaksi lebih, dia takut Rachel besar kepala. Sebaiknya dia pergi dari tempat ini. Dalillah bisa dia percayakan dengan Mark. Terpaksa, tetapi ini darurat. Dia tak mau terlalu lama ada di sekitar Rachel. Masih bingung cara meluapkan rindu yang terasa sia-sia.

Melihat Rachel tersenyum dengan Rezky saja bisa sangat memengaruhi debaran jantungnya.

"Sudah sampai undangannya di kantor. Oke, gue akan datang nanti malam. Gue pamit dulu." Dengan wajah datar, Satria segera berbalik pergi. Rachel mengikutinya.

"Aku bareng kamu, ya, nanti malam?" Satria menghela napas. Sebenarnya senang, Rachel dan sifat riangnya kembali ada di dekatnya. Tetapi, Satria sedang dirudung kecewa.

"Kamu bawa mobil, kan?" Rachel mengangguk. "Ya, sudah, pakai saja mobilmu. Oh iya, bilang sama Mark, antarkan Dalillah pulang," pinta Satria cepat. Dia harus segera menjauh kembali. Khawatir akan hilang kendali.

Ini saja Rachel masih menahan dirinya.

"Kamu sudah setuju dengan hubungan mereka? Kenapa kamu masih berpikir lama dengan hubungan kita?" Rachel memegang tangan Satria yang hendak membuka mobilnya.

Satria menepis tangan Rachel, dia segera menangkup wajah Rachel menatap lekat wajah gadis yang sangat dia rindukan dua minggu ini. Sejenak Satria memejamkan matanya. "Kamu makan yang banyak, biar enggak menciut!" Lagi-lagi Satria berusaha berbicara dengan nada datar.

Ini bukan Satria, batin Rachel. Seperti sedang menahan sesuatu. Tidak rindukah dirinya? Hanya menangkup dan mengutarakan nasihat konyol? Tidak mengecup sebagai ungkapan rindu.

"Hah?" Rachel sedikit kecewa, mengira Satria akan mencium dirinya. "Aku pergi dulu, ya." Satria masuk ke mobil dan meninggalkan Rachel yang mematung dengan rasa kecewa.

"Masih aja jual mahal," bisik Rachel pelan. Mau bagaimana lagi. Rachel pasrah saja. Tetap semangat.

"Well, seharusnya jangan serakah jadi wanita. Semua pria mau kamu ambil." Kimberly datang dengan wajah sinisnya. Rachel hendak membalas sindirian Kimberly, tetapi sebuah suara menyela dirinya.

"Acheel, kamu sudah pulang? Kenapa enggak.." Marsha terdiam kaku menatap seorang wanita di samping Rachel.

"Kamu?" ucap Marsha menatap Kimberly.

Kimberly tersenyum manis menatap Marsha. "Hai." Ada ekspresi terkejut, tetapi baik Marsha dan Kimberly berusaha tenang.

"Rachel. Kamu pulang kenapa langsung ke bengkel, Chel?" Leo yang berada di belakang Marsha, tidak melihat Kimberly yang terhalang tubuh Marsha.

"Leo?" Kimberly semakin terkejut menatap Marsha dan Leo yang berdiri berdampingan.

"Leo," sapa Kimberly dengan tatapan senang.

"Kim? Sedang apa kamu di sini?" tanya Leo gugup.

"Abang kenal sama cewek sinting ini?" tanya Rachel sinis.

"Abang?" Kimberly menatap wajah Leo bingung. "Dia adik kecilku, Rachel." Kimberly tersenyum seadanya ke arah Rachel.

"Dia siapa, Bang?"

"Oh. Aku mantan pacar Abang kamu." Rachel terkejut, menatap Leo untuk meminta penjelasan. Tetapi Leo diam dan lebih khawatir menatap Marsha.

"Kim, please.." pinta Leo pelan.

"SELINGKUHAN lebih tepatnya." Marsha setengah berteriak dan pergi meninggalkan mereka.

"Shaaa." Leo segera menyusul Marsha yang sudah memberhentikan taksi.

"Chel, Abang pergi dulu, ya." Rachel hanya mengangguk bingung.

"Kim, kamu hutang penjelasan." Setelah mengatakan itu, Leo segera mengejar Marsha dengan mobilnya. Meninggalkan Rachel yang penasaran dengan ucapan sang kakak. Sepertinya Leo dekat dengan wanita sinting di sampingnya. Tapi, kapan? Dia tak pernah tahu.

"Mereka masih saja seperti itu. Pantas sulit saling percaya," cibir Kimberly santai.

Plakkk.. Rachel menampar Kimberly. "Kalau cewek model kamu sudah lenyap dari muka bumi ini, dijamin mereka bisa damai." Rachel pergi meninggalkan Kimberly yang memegang pipi kebasnya akibat tamparan Rachel.

Terserah dengan reaksi Kimberly yang hanya diam. Setidaknya Rachel berhasil meluapkan emosinya.

***

Malampun tiba. Di klub Rezky Bar

"Rachel sweety, kamu datang juga akhirnya." Rezky tersenyum manis memeluk Rachel, tetapi segera ditepis oleh Rachel. Mata Rachel sibuk mencari keberadaan Satria di tengah ramainya klub milik Rezky.

"Sombong kamu, Chel."

"Aku bukan wanita-wanita mainan kamu." Rezky tak marah. Dia hanya senang menggoda Rachel.

"Satria datang, enggak?" Rezky menunjuk arah minibar, dimana Satria sedang duduk sendiri menikmati minuman.

"Satria lagi kenapa, sih? Diam saja, enggak berubah, cemberut mulu dari dulu." Rezky bertanya dengan Rachel.

"Kamu kenal Satria dari dulu?" Rezky mengangguk. Dia lalu berbisik ke telinga Rachel.

"Dulu aku sempat menyukai adiknya, tetapi Satria benar-benar mengganggu proses aku mendekati Dalillah." Rachel tertawa. Ini menarik.

"Jelas Satria akan bertindak seperti itu, kamu play boy kelas kakap." Rezky mencubit pipi Rachel dan sekali lagi, Rachel menepis cepat.

"Sudah, ah, aku mau mendekati Satria dulu."

"Manusia kaku seperti itu kamu dekati? Yakin? Lebih baik sama aku, dijamin lunak dan memuaskan." Rachel hanya memiringkan jari telunjuknya dan menempelkannya di dahi. Rezky tertawa dengan jawaban Rachel tanpa suara itu.

"Bye." Rachel berjalan riang mendekati Satria.

"Satriaa.." Satria menatap sebal Rachel, selalu saja tidak bisa dia hilangkan dalam pikirannya. Sekilas tadi dia melihat komunikasi menyebalkan Rachel dengan Rezky. Emosi Satria semakin tak stabil.

Satria harus bisa mengabaikan Rachel. Malam ini, Satria ingin merenung sendiri. Mencari kepastian yang paling tepat. Dan Rachel dia harap memberikan dirinya waktu. Sebelum keputusan paling benar akan dia pilih.

"Kamu sendiri? Kenapa enggak bilang sama aku, tahu gitu kita jalan bersama. Aku naik taksi." Rachel duduk di sebelah Satria dengan cerocosan panjang. Sementara Satria berusaha tidak menatap wajah Rachel, kelemahan dirinya.

"Sat, Satria," teriak Rachel manja sambil menarik lengan Satria. Dia merajuk manja karena tidak dihiraukan oleh Satria.

"Apa, sih? Kamu berisik, Pendek. Sudah kamu jangan ganggu aku. Sana, balik lagi sama Rezky. Sepertinya kamu akrab dengan dia? Cepat pergi, jangan di sini. Aku sedang menunggu seseorang," ketus Satria menutupi rasa cemburunya.

"Bohong. Mana? Enggak ada buktinya teman kamu," selidik Rachel.

"Ada, dia izin di kamar mandi," jawab Satria asal.

"Ya, sudah, aku tunggu. Mau lihat teman wanita kamu," tantang Rachel, walau sedikit takut jika itu benar adanya. "Tapi, teman kamu wanita, kan? Bukan pria?" ledek Rachel berusaha menggoda Satria.

"Yang pasti dia wanita idaman. Tidak pendek seperti kamu," ledek Satria. Tapi Rachel tidak bergeming. Dia sudah biasa menerima panggilan itu dari Satria.

"Memang dia seperti apa?" tanya Rachel gugup.

"Dia seksi, kalem, sensual dan bisa bikin aku puas," jawab Satria setengah berbisik di telinga Rachel. Mungkin dengan cara ini, Rachel bisa menjauhinya dirinya malam ini. Satria butuh sendiri.

"Sama aku, lebih cantik siapa?" tanya Rachel sambil mengerucutkan bibirnya.

"Ya, dia, pastinya. Dia idaman setiap pria. Gairah pria bisa bangkit dengan tubuhnya yang sempurna." Rachel semakin terlihat kesal dengan pujian kepada wanita yang diceritakan Satria. Bohong apa benar, ya?

"Tapi aku, kan, pintar masak," bela Rachel sambil mencondongkan wajahnya ke wajah Satria. Tahu hal ini bisa membuat dia luluh, Satria segera memalingkan wajahnya. Rachel sialan.

"Memangnya aku lagi cari tukang masak? Dasar, Pendek," cibir Satria dan tertawa mengejek.

"Karena itu, lamar aku, Satria," rengek Rachel tidak tahu tempat.

Ini cewek petakilan bener, enggak ada urat malunya. Jelas-jelas sudah aku tolak mentah-mentah, masih ajah ngotot minta dilamar. Oke, kalau ini maunya kamu, aku akan melamar kamu dan kita bermain-main sejenak sampai kamu bosan, Rachel.

Satria menggeleng dengan ide jahatnya. Sepertinya itu bukan dirinya. Apa sebaiknya Satria pulang saja. Situasi sepi lebih mampu membuat dia memilih keputusan. Hilangkan rasa takut dikhianati. Tapi, tadi Rachel terlihat akrab dengan Rezky, play boy berengsek.

"Satria, kenapa diam? Pasti lagi mikir mau belikan aku cincin, ya? " goda Rachel polos. Satria hanya diam, gugup hendak berbuat apa. Beruntung tingkah Rachel teralihkan, ada getaran ponsel di tas kecilnya.

Rachel segera mencari tempat yang sedikit tenang, di dekat kamar mandi dan menerima panggilan telepon. "Aku terima panggilan dulu, ya, Satriaaaa.." Satria tetap diam. Mendesah lega karena Rachel memberikan dirinya ruang untuk bernapas lebih tenang.

"Iya, Dian, gue di luar, lo di mana? Kafe? Serius? Oke, besok gue ke kafe dan kasih resep yang baru dibuat untuk diuji lagi. Akhirnya cabang kita bertambah lagi." Rachel setengah melompat karena bahagia mendengar berita tentang kafenya. Setelah menutup panggilan, Rachel berniat berbagi kebahagiaan dengan Satria yang masih duduk di sana. Rachel berjalan riang ke tempat semula. Belum sempat menyapa kembali Satria, tiba-tiba Rachel mematung melihat adegan mesra antara Satria dengan seorang wanita seksi, berpostur tinggi sejajar dengan Satria.

Mereka berciuman? Dan Rachel tahu siapa pasangan Satria. Apa aku tidak salah lihat? Bukan, kah, itu Kimberly?

Alunan lagu romantis semakin membuat kedua manusia itu tampak intim beradegan mesra. Walaupun dapat terlihat, Kimberly mendominasi permainan, Rachel yang berada tak jauh dari mereka hanya terdiam mematung tanpa ekspresi. Satu hal yang selalu dia halau segala kemungkinan seperti ini bisa saja terjadi.

Satria begitu terbuai, wanita itu sangat berani meraba dada bidang Satria yang mengenakan jaketterbuka. Belum lagi kaus ketat memperlihatkan otot kencangnya. Rachel sangat mengidamkan untuk selalu menyentuh bagian tubuh itu.

Rachel terus menyaksikan keintiman itu.

Adegan itu terekam dalam memori Rachel sebagai mimpi buruk yang tak ingin dia ulang melihatnya.

Rachel menitikkan air mata, paru-parunya seakan tak bisa bernapas normal. Rachel belum siap menyaksikan adegan ini. Dia belum rela, melepas orang yang sangat dia cintai dengan mudah melupakannya. Walaupun Satria selalu menghindarinya dan selalu menggantungkan dirinya. Tapi dia selalu menerimanya. Sekarang, dia terlihat sangat bodoh, jika terus berjuang sepihak.

Ciuman mereka membuka mata hatinya. Sadar, jika Satria memang serius tak mau dia dekati.

Ini benar, atau kebohongan Satria semata, agar dirinya menyerah? Batin Rachel bertanya-tanya.

Akhirnya kemesraan itu sempat terhenti. Mata mereka bertemu. Satria tampak kikuk menatap Rachel, Kimberly tersenyum tanpa dosa menatap Rachel yang terdiam kecewa, sangat kecewa.

Dengan berani Kimberly mengulang ciuman itu, bahkan menarik tangan Satria untuk memeluk dan mendekapnya. Kimberly sangat menggairahkan, batin Rachel. Wanita itu mengenakan mini dress yang begitu sangat mengundang. Mungkin memang Satria menginginkan wanita seksi itu daripada dirinya yang semakin mengecil. Sungguh, Rachel sudah tak sanggup lagi memperhatikan kemesraan mereka. Tangan Satria mengikuti perintah Kimberly membelai tubuh bagian belakanganya. Dasar sialan.

Perlahan Rachel membalikan badan, hendak pergi. Bagai mimpi buruk yang tak mau dia ulang lagi. Rachel harus pergi dari tempat terkutuk ini.

Tanpa melihat lagi, Rachel menabrak pelayan yang sedang membawakan minuman. Suara pecahan gelas terdengar. Jatuh dengan suara gadug, tumpah ruah dan membuat jarak di antara kerumunan yang sedang menikmati lagu. Rachel menjadi pusat perhatian.

Seketika musik berhenti, dan semua mata menatap Rachel yang jatuh tersungkur dengan pelayan tersebut. Sebagian tubuh Rachel basah karena tumpahan gelas itu.

"Maaf, Mbak, saya tidak sengaja." Pelayan itu tampak merasa bersalah.

"Enggak apa-apa. I-ni memang sa-lah saya," jawab Rachel terbata-bata, tubuhnya sudah sangat bergetar. Sejujurnya dia menahan tangis. Dadanya meringis perih, menyaksikan Satria beradegan mesra dengan wanita lain. Satria secara sengaja bermesraan di depan dirinya.

Perlahan seorang yang Rachel sayangi mendekat ke arahnya. Dia membungkuk di hadapan Rachel. Rachel sendiri menatap pria tersebut dengan linangan air mata yang tidak dapat dicegah.

Tubuhnya bergetar. Tanpa aba-aba, pria tersebut mengecup sekilas bibir Rachel, lalu menggendong Rachel ala pengantin baru dengan lembut seolah Rachel barang yang sangat rapuh, jika hanya dituntun biasa.

Rachel mengalungkan tangannya dan terisak pelan. Rachel ingin sekali lagi melihat ke belakang, tetapi sang pria melarang. "Jangan menoleh kebelakang, My sweety rabbit. Kamu mau lihat perubahan Satria, kan?" Pria itu berbisik lembut di telinga Rachel, membuat semua mata salah paham, jika itu adalah rayuan maut. "Iya, Mark." Rachel mengangguk lemah. Sebagian hatinya mulai tak bersemangat. Dia sudah kalah.

"Balas ciumanku, dan jangan menoleh ke belakang! Lihat perubahan pria bodoh yang sangat kamu cintai itu besok, dan seterusnya. Aku bertaruh, dia akan bertekuk lutut kepadamu, Sayang!" Rachel mengangguk bingung, Mark segera melumat lembut bibir Rachel sekilas, lalu berjalan ke arah luar klub.

Semua mata memandang adegan tersebut dengan riuh gembira, banyak juga yang menggoda pasangan tersebut. Tapi tidak dengan Satria. Hatinya panas terbakar cemburu yang memuncak. Sisi egoisnya kembali datanga. Tidak, ini bukan egois. Ini sebuah keyakinan. Hanya bibirnyalah yang boleh menyentuh Rachel.

"Kamu sudah selesai, atau mau lanjut adegannya, Sat?" tanya Kimberly sedikit terhuyung. Gadis itu sedikit mabuk memang. Satria memberikan lima lembar uang ratusan kepada wanita tersebut.

"Aku tidak butuh uangmu, Satria," jawab Kimberly terhina. Dia memang sudah mulai mabuk, tetapi masih cukup sadar dengan tindakan menyebalkan Satria. Mereka baru saja bermesraan, tetapi Satria menganggapnya wanita murahan.

"Aku tidak perduli." Satria pergi tidak memedulikan Kimberlu yang terlihat kesal karena merasa terhina, dengan langka tergesa-gesa dia berjalan keluar club.

Darahnya seperti mendidih. Ingin rasanya dia mengambil alih Rachel dari rengkuhan Mark. Tetapi dia sadar, dia baru saja menjadi pria berengsek bagi Rachel. Dia melukai hati Rachel karena termakan omongan Kimberly.

Gadis itu datang dengan keadaan terhuyung dan menawarkan lumatan lembut. Bodohnya Satria menerima ajakan itu.

Satria terdiam melihat Mark dengan lembutnya membantu Rachel duduk di dalam mobilnya. Satria tahu diri, sekarang dia tidak pantas membantu Rachel. Tapi satu hal yang akhirnya dapat dia ketahui dari kejadian yang baru saja berlangsung. Satria jelas menginginkan Rachel.

Bukan hanya raga, tetapi hatinya.

***

Di depan rumah saudara Rachel.

"Serius enggak mau menginap di rumah aku?" Rachel menggeleng. "Kamu, kan, tahu rumah Mbak Zara selalu terbuka untuk aku." Mark mengecup dahi Rachel.

Memperhatikan wajah sembab Rachel membuat Mark sedih. Temaram cahaya tetap saja mampu memperlihatkan wajah kacau Rachel.

"Satria pasti punya alasan bertindak seperti itu, Chel," jelas Mark sepelan mungkin. Berharap Rachel bisa kembali ceria dan tak mengambil pusing peristiwa tadi.

"Untuk sementara jangan sebut namanya di depanku, Mark." Rachel merapikan tampilan sejenak.  Mark mengangguk saja.

"Tapi Kim itu wanita penggoda, Chel. Aku pun akan terpengaruh jika Kim merayu seperti tadi." Rachel cemberut menatap Mark.

"Jadi kamu bela, Satria?" Mark mengacak rambut Rachel.

"Aku bukan membela pria bodoh dan kaku itu, tapi aku hanya berpikir akan lebih bodoh lagi jika kalian menyerah karena kelicikan Kimberly." Rachel berpikir sejenak. Tetap saja tak bisa dia terima dengan mudah kelakuan Satria.

"Dia menerima ciuman itu tanpa menolak," bela Rachel kesal.

"Kamu juga enggak menolak aku cium tadi," goda Mark membuat Rachel memegangi bibirnya.

"Oh my. Arrh, Markona." Rachel menggerutu kesal. Baru sadar dengan kebodohannya tadi. Kenapa mau menerima ciuman Mark.

"Pegang janjiku, pria kaku itu pasti akan memperlihatkan wujud aslinya denganmu." Rachel melirik dan menggeleng pesimis.

"Aku tidak percaya lagi. Mungkin aku yang harus berpikir ulang. Sepertinya cintaku memang bertepuk sebelah tangan," jawab Rachel lesu.

"Kamu belum mengenal seorang Satria Abraham Sarha, kalau begitu." Rachel semakin bingung.

"Maksud kamu apa, sih?" sungut Rachel kesal. Kenapa Mark secara tersirat membela Satria? Jelas-jelas dia yang baru saja dilukai perasaannya.

"Aku, kan, pernah bilang, jika Satria sudah yakin mencintai seseorang, dia akan sangat posesif dan sangat menjaga miliknya. Karena itu, dia anti berhubungan, mengingat kelemahannya itu cukup mengganggu. Selain itu, dia anti kebohongan karena trauma pernah dibohongi oleh wanita," jelas Mark membuat Rachel berpikir.

"Iya, aku tahu. Lalu maksud kamu, aku harus memaafkan dia karena tadi dia mencium wanita lain?" Mark diam menatap emosi Rachel yang mulai bisa dia perlihatkan denhan benar. Tidak seperti tadi yang tak mampu berkata-kata.

"Pertahanan aku runtuh menyaksikan adegan itu, Mark. Hiks." Mark memeluk Rachel.

"Itu hak kamu, Sweety rabbit, mau menerimanya lagi, atau tidak. Yang jelas, jika Satria datang mencari kamu, itu artinya dia sudah yakin kamu berarti dihatinya." Mark mengecup dahi Rachel sayang.

"Sekarang aku tahu, mungkin Satria memang ketagihan dengan rasa bibirmu." Rachel mendorong Mark yang terkekeh geli. Masih saja bercanda di tengah situasi yang menjengkelkan ini.

"Aku masuk dulu, Mark," izin Rachel membuka pintu. Sebelum turun, Rachel melirik Mark kembali. "Bisakah mobil wanita penggoda itu kamu putuskan rem nya?" sungut Rachel sebal.

"Jangan gila, Sweety rabbit, biarlah dia berbuat sesuka hati, yang penting kita tidak terpancing." Akhirnya Rachel teringat sesuatu.

"Satu lagi, Mark.."

"Apa?"

"Kamu tahu, dia pernah berselingkuh dengan Abang?"

"Siapa?"

"Kimberly," ucap Rachel malas menyebut namanya.

"Hah?" Mark menggeleng kaget dengan informasi yang baru dia dapatkan.

"Tadi siang Abang dan Marsha sempat ke bengkel, tapi Marsha langsung pergi begitu bertemu perempuan sinting itu. Lalu wanita sinting itu bilang, dia pernah selingkuh dengan Abang," cerita Rachel membuat Mark memijit pelipisnya. Mendadak isi kepalanya ruwet sendiri. Leo berselingkuh? Dengan gadis seperti Kimberly? Yang benar saja.

"Ya sudah, biarkan mereka menyelesaikan sendiri kisah mereka. Jujur, aku ruwet kalau membantu Raja bumi dan Ratu bulan itu." Mark menggeleng pasrah.

"Thanks, Mark kamu menolong aku hari ini."

"Kita sekutu abadi, Chel."

Rachel mengangguk. "Kamu juga kakak aku tersayang. Aku masuk, yah." Rachel kembali memeluk Mark, tak lupa mengecup pipi Mark dengan sayang. Setelah itu, Rachel segera pamit masuk rumah Zahara.

Mark menunggu sampai Rachel masuk ke dalam rumah, lalu keluar dan menatap mobil di ujung tepi jalan yang dia yakini adalah Satria. Mark tahu, Satria membuntuti mereka. Mark melambaikan tangan agar Satria keluar dari persembunyiannya.

Satria melajukan mobilnya mendekati Mark, dia segera keluar dengan wajah emosi dan cemburu yang memuncak.

Satria memang mengikuti mereka. Dari kejauhan dia melihat keakraban keduanya, bahkan saling memeluk. Walaupun Mark tidak lagi mencium bibir gadis pendeknya. Tetapi itu semakin membuat Satria terbakar api cemburu.

Satria sudah berdiri di depan Mark.

"Sudah puas lo memeluk Rachel?" tanya Satria emosi mendekati Mark.

Bughh.. Mark memukul bibir Satria sekuat tenaga. Satria tidak melawan. Dia menyeka darah yang keluar dari hidungnya dan sedikit meringis.

"Ini terakhir kalinya lo bikin Rachel menangis. Demi Tuhan, lo bodoh kalau terus menyamakan Rachel dengan mantan sialan lo itu. Rachel gadis polos yang dengan bodohnya mencintai pria bodoh macam lo." Mark memuntahkan emosinya. Geram sejak tadi akhirnya tersalurkan dengan sosok yang paling pantas. Di hadapan Rachel, Mark memang berusaha menahan kekesalan. Rachel tak pantas dia tambahi luka.

"Masih belum sadar lo, Sialan?" tantang Mark tegas.

"Iya gue udah sadar," jawab Satria lirih. Mark menghembuskan napas lega dengan perkataan Satria. "Bagus. Gue tunggu seorang Satria Sarha menaklukan gadis kecintaannya, agar mau menjalin hubungan." Mark hendak masuk ke dalam mobilnya tetapi tangan Satria menahan.

Bughh.. Satria membalas pukulan Mark.

"Itu hukaman lo berani sentuh bibir wanita yang sangat gue cintai." Satria berbalik pergi meninggalkan Mark yang berguman sebal.

"Dasar pria bodoh sialan." Satria melambaikan tangan tanpa perlu berbalik badan melihat kepergian Mark yang melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Isi hatinya sedang malas menambahi pertengkaran dengan Mark. Mark itu benar, malam ini dia telah bertingkah menjadi pria berengsek.

Satria duduk di mobil sambil menatap rumah yang sedang Rachel singgahi.

"Apa aku harus menemui dia sekarang dan berkata aku juga mencintainya?" Satria memejamkan matanya dan menggeleng. Ini terlalu cepat. Ah, andai keputusan ini dia buat sebelum aksi konyolnya membalas ajakan sialan Kimberly. Rachel tidak akan kecewa dengannya. Wajar Rachel sakit hati.

"Aku akan memberikan waktu malam ini agar dia berpikir." Satria mulai mengetik pesan untuk Rachel.

•Mini Rachel : Maaf atas perbuatanku tadi. Aku bersalah. Bisa kita bertemu? Aku ada di depan rumah sepupumu.

Satria menunggu balasan dari Rachel, dia tahu Rachel sudah membaca pesan tersebut. Tetapi Rachel tidak juga membalas pesan tersebut.

"Oke, Sayang, aku berikan waktu malam ini kamu untuk menangis karena diriku. Mulai besok, kamu akan segera tahu siapa Satria Abraham Sarha yang sebernarnya." Satria mengemudikan mobilnya secepat kilat dan terus tersenyum menanti hari esok. Hari di mana Satria akan berjuang mendapatkan cintanya. Cinta Rachel Arga Rahadi.

"Kak, bibirnya kenapa?" Dalillah yang berpapasan di depan pintu kamar, terlihat panik dengan luka di hidung dan bibir Satria.

"Minggir!" Satria tidak menjawab, dia langsung masuk kamar dan membanting pintu.

"Huh, dasar Ibu tiri." Dalillah sendiri juga  langsung masuk kamar dan hendak tidur. Besok saja dia cari tahu keadaan sang Kakak yang mencurigakan itu.

"Kenapa, ya?" pikir Dalillah saat sudah merebahkan diri di tempat tidur. Tangannya masih memegang ponsel mendengarkan musik.

Bip. Sebuah pesan diterima Dalillah dari nomor tidak dikenal.

•081677xxxxx : mesra yah Rachel dan Mark mirip pengantin baru.

Dalilah menahan napas, saat melihat pesan bergambar yang memperlihatkan Mark menggendong Rachel sambil berciuman. Air matanya mengalir tanpa diminta.

"Oh, apa ini? Apa Achel kekasih gelap Mark?" Dalillah menggeleng, lelehan air mata pun tak bisa dia cegah. Dia dikhianati.

***

Salam Ruwet
Mounalizza

Dulu waktu nulis part ini, aku sebenarnya mau rubah pasangan, Mark sama Rachel..😍😅

Dan di part ini, kalau kamu tahu sudut pandang Kim, pasti akan kasihan.. Kim memang layak menderita😍 sebenarnya😎

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro