Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 5


Kuikuti istighozah dengan khusyu, tidak aku perdulikan sahabatku yang malah asik berbisik-bisik. Entah apa yang mereka bicarakan.

Setelah selesai mengikuti istighozah, adikku sudah sangat mengantuk. Dia ingin sekali cepat-cepat pulang, takut besok kesiangan dan ngantuk di kelas saat sekolah.

"Mbak, ayo kita pulang. Maya sudah ngantuk banget," ujar Maya–Adikku.

"Ya sudah ayo kita pulang, May" jawabku.

Saat kami berdua ke luar dari Majelis hendak pulang ke rumah, tiba-tiba terdengar suara memanggil namaku.

"Ran, tunggu sebentar," panggil Mas Dimas, suara yang sangat aku kenal.

"Iya, Mas. Ada apa?" tanyaku.

"Mas, antar ya," pinta Mas Dimas.

"Enggak usah, Mas. Aku berdua sama Maya kok, Mas," jawabku.

Aku berusaha menolak, karena takut akan merepotkan. Lagi pula, aku berdua dengan Maya. Jadi kurasa tidak terlalu menyeramkan.

"Mbak, enggak apa-apa kita di anterin Mas Dimas. Sampe depan rumah, lagian takut. Ini sudah jam setengah dua belas malam," pinta Maya.

"Apaan sih, May. Kita kan berdua, masa iya enggak berani?" tanyaku meyakinkan Maya.

"Ini tuh malam Jum'at Keliwon, mbak. Enggak ingat apa? Ada sapu jalan sendiri di depan rumahnya Bagas," tukas Maya.

Benar juga apa yang dikatakan Maya. Memang di depan rumahku itu, rumah kosong yang penghuninya semua merantau di Jakarta. Setiap malam ada saja yang bikin heboh warga, karena penghuni tidak kasat mata di rumah itu.

Pernah suatu sore menjelang maghrib, Maya sedang duduk di teras rumah sambil baca komik. Dia melihat pemandangan yang cukup membuat jantung seakan maraton, yaitu melihat sapu bergerak-gerak sendiri. Maya masuk ke dalam rumah dengan keringat yang bercucuran saking takutannya.

"Iya juga sih, May. Mbak baru ingat."

"Naaah. Diantar saja makanya," sahut Mas Dimas.

"Maaf ya, Mas. Jadi merepotkan," jawabku.

"Tidak ada yang di repotkan, Ran," jawab Mas Dimas.

Akhirnya kita jalan bertiga menuju rumah. Sepertinya Maya sudah hilang kantuknya.  Maya malah ngajak ngobrol Mas Dimas.

"Mas Dimas sama Mbak Kirana pacaran ya, Mas?" tanya Maya yang sontak membuat aku kaget bukan main.

"Maya! Apaan sih, May! Enggak sopan tanya gitu," jawabku sedikit menaikan nada satu oktav, karena aku malu seumur-umur belum pernah yang namanya pacaran.

"Ish, kan Maya cuma tanya doang, Mbak. Salahnya dimana coba?" tanya Maya.

"Benar kata Maya. Kan dia cuma nanya, Ran. Enggak ada yang salah, kan," jawab Mas Dimas membela Maya.

"Noh kan, Mbak. Yang ditanya juga gak apa-apa, weeeww," kata maya sambil menjulurkan lidahnya ke arahku.

"Enggak pacaran kok, May. Masih proses, lagian Mbak Kirana kan mau ujian. Jadi Mas enggak mau ganggu konsentrasinya dulu," jawab Mas Dimas yang membuat Maya puas dengan jawabannya.

Aku hanya diam mendengarkan Mas Dimas dan Maya yang bercanda sepanjang jalan menuju rumah. Akhirnya kita pun sampai di rumah, Maya memanggil-manggil Mama minta dibukakan pintu.

Setelah pintu terbuka, Maya pun masuk duluan ke dalam rumah. Tinggallah aku berdua dengan Mas Dimas.

"Mas, aku masuk dulu. Sudah malam enggak enak," kataku pada Mas Dimas.

"Ran. Jaga hati kamu untuk Mas, yah. Mas akan setia menunggu kamu," ujar Mas Dimas, yang membuatku tersenyum.

"Insya Allah, Mas. Ya sudah, aku masuk dulu, ya. Makasih karena lagi dan lagi, Mas nganterin aku pulang," jawabku.

"Mas seneng bisa nganterin orang yang Mas sayang dan memastikan kalau kamu selamat sampai rumah. Ya sudah, masuk gih," perintah Mas Dimas.

Akhirnya, aku pun masuk dan Mas Dimas berlalu pergi dengan meninggalkan sejuta senyuman yang masih sangat terbayang di mataku.

***

Ujian yang mendebarkan akhirnya telah usai, masih ada satu lagi yang membuat harap-harap cemas, yaitu Pengumuman Kelulusan.

Bulan Mei pun tiba, bulan di mana pengumuman kelulusan itu tiba. Alhamdulilah wa syukurilah, aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan. Aku kabarkan berita gembira ini kepada Mas Dimas.

[Assalamualaikum. Mas, aku Lulus dengan nilai yang memuaskan] Kukirim sms untuk Mas Dimas.

[Alhamdulilah. Selamat ya, Ran. Dari awal Mas yakin, kalau kamu pasti lulus dengan nilai yang memuaskan] Mas Dimas membalasnya.

***

"Kirana!" panggil Mama seraya mengetuk pintu kamarku.

"Iya, Mah. Masuk saja, pintu enggak dikunci," jawabku keras sembari membaca novel.

"Sayang, Juni mendatang kamu tujuh belas tahun loh. Rencanya Mama sama Bapak mau ngadain syukuran, sekalian syukuran kelulusan kamu, gimana?" tanya Mama dengan penuh antusias.

Aku yang tadinya asik dengan novelku, kini aku bangkit dari tidurku dan duduk menghadap Mama.

"Syukuran kayak gimana maksudnya, Ma? Merayakan ulang tahun gitu, Ma? Enggak ah, Kirana sudah gede gini malu. Masa mesti ngerayain ulang tahun sih, Ma," jawabku sambil kembali tiduran di pangkuan Mama.

Belaian lembut tangan Mama yang selalu membuatku nyaman, rasanya aku tidak sanggup kalau harus berjauhan sama Mama.

"Bukan merayakan seperti anak kecil yang tiup lilin dan menyanyi bukan, sayang. Tapi kita panggil saja teman-teman hadroh kamu. Kita panggil Abah untuk pimpin doa buat kamu. Kita baca maulid dan baca-baca doa buat doain kamu. Supaya kedepannya kamu jadi orang yang bermanfaat dan sukses. Sekaligus berbagi kepada tetangga, syukuran kalau kamu sudah lulus dan sekaligus tambah umur juga," jelas Mama sambil terus membelai lembut rambutku.

"Ya sudah kalau gitu, Ma. Kirana setuju dengan ide Mama. Nanti Kirana omongin sama anak-anak Majelis. Soalnya enggak bisa mendadak ngomong sama mereka. Sekarang kan lagi musim orang kawinan, jadi mereka laris di panggil ke sana ke mari buat menyambut pengantin pria datang," jawabku pada Mama.

"Oke, Mama percayakan sama kamu untuk anak-anak Majelis, ya. Untuk nasi tumpeng dan lain-lain, serahin semua sama Mama dan tante-tante kamu," kata Mama.

***

[Ran, nanti sore ke rumah Titin yuk. Sudah lama kita enggak ngumpul, rindu kalian semua nih.] Sebuah pesan masuk dari Nana.

[Iya, kita sudah lama banget ya, enggak kumpul. Ya sudah, ajak yang lain sekalian. Nanti ada yang mau aku omongin sama kalian semua.] Jawabku pada pesan Nana.

[Oke.]

****

Sore hari setelah sholat asar, aku pamit sama Mama untuk main ke rumah Titin. Sesampainya di rumah Titin, ternyata sudah ramai orang. Aku ketinggalan seperti biasa. Bukan aku yang ngaret, tapi mereka yang terlalu cepat datangnya.

"Assalamualaikum. Maaf ya, aku telat. Kalian sih, terlalu cepat datangnya. Hehehe" kataku sambil nyengir.

"Iya nih dari pada BT di rumah. Berantem melulu sama Kakakku. Jadi ya, aku ke sini saja," jawab Nana.

"Oh iya, Ran. Kamu mau ngomongin masalah apa? Masalah kamu sama Dimas sudah jadian ya?" tanya Nana dengan tertawa terbahak-bahak diikuti mereka sahabatku yang lainnya.

"Apaan, sih. Kenapa jadi Mas Dimas melulu yang dibahas? Sudah ah, males kalau kayak gini," jawabku dengan berpura-pura merajuk.

"Ya elah, Ran. Kita cuma bercanda doang, kok. Ya sudah, sekarang cerita apa yang mau kamu omongin," tukas Nana dengan muka yang terlihat merasa bersalah.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro