Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bab 20. Bams: Allah Mengabulkan Doaku

Beberapa hari kemudian, usai kajian, aku didatangi Pak Rama, warga kajian yang tak lain ialah suami Bu Peni.

"Bams! Ayo, ikut ke dapur majelis dulu, ada yang mau saya bicarakan," ajak beliau.

Aku pun mengiyakannya, lalu ikut beranjak ke dapur yang waktu itu lumayan sepi. Aku duduk di kursi plastik, begitu juga Pak Rama.

"Saya mau mencoba menghubungkan kamu dengan Alia, untuk ta'aruf. Bagaimana?" tanya Pak Rama.

"Begini, Pak. Bukannya saya menolak, tetapi dulu pernah dan ditolak, bilangnya mau belajar. Nah, saya bingung. Dia mau belajar jahit atau itu hanya alasan untuk menghindar? Atau mungkin itu bahasa almarhum bapak Alia kalau mereka menyuruhku menunggu Alia dewasa," kataku.

Pak Rama mangut-mangut.

Aku melanjutkan seraya menunduk lesu, "Kalau mereka ingin saya menunggu, tentu itu waktu yang tidak bisa ditentukan. Jadi, saya lepas dan kejadiannya pun sudah lama, sekitar dua tahun yang lalu."

"Ya tapi, kan, tidak ada salahnya mencoba. Nanti biar saya yang bicara pada ibunya Alia, atau pamannya," ucap Pak Rama.

"Saya tidak mau berharap terlalu jauh, Pak. Kali ini, harus benar-benar dari Alia sendiri yang memang jelas menerimaku. Jika masih antara dua jawaban, iya atau tidak, lebih baik saya mundur," kataku menjelaskan.

Pak Rama tampak berpikir. "Udah, kamu tenang aja. Nanti biar saya yang bicara, tak tembungke¹
²⁰ yang penting kamu sudah mau maju. InsyaaAllaah kali ini diterima."

Aku hanya tersenyum kecut, lalu beranjak pulang.

**

Entah mengapa aku masih tidak yakin jika Alia adalah perempuan yang ditembung Pak Rama untukku. Rasanya, tidak mungkin jika dia mau menerimaku. Aku sadar diri, tak pantas untuknya. Alia berhak mendapat lelaki yang masih muda, bukan pria berusia kepala tiga.

Sore itu, saat kajian seperti biasa, aku membacakan ayat dalam Alquran yang diperintahkan Ustaz membacanya.

Ruangan yang digunakan untuk mengaji ini luas, sebuah gedung--mungkin mirip lapangan bulutangkis--dengan atap seng sehingga jika hujan suara air jatuhnya memenuhi gendang telinga. Sebuah lemari kaca terpampang di pojok kanan depan ruangan, di samping peralatan pengeras suara. Beberapa meter di samping kirinya yang merapat ke pojok kiri ruangan, terdapat televisi kecil yang biasanya digunakan untuk menemani piket jaga di malam hari.

Ustaz yang menerangkan kajian duduk di sebuah mimbar yang menghadap peserta kajian di bagian depan tengah ruangan, tepatnya menghadap ke timur. Aku duduk di belakang meja kecil di sisi utara atau sisi kanan depan, yang menghadap ke selatan. Di sampingku ada dua orang pengurus. Satu orang bertugas mengabsen peserta, dan yang lainnya sebagai bendahara yang menyimpan infak untuk keperluan majelis.

Peserta putra dan putri menghadap ke barat, posisinya depan-belakang, dengan dibatasi sutrah²¹ berupa kain putih memanjang dari sisi kanan ke sisi kiri, tepat di bagian tengah. Di dinding belakang mimbar, tertempel foto Ustaz dan Bapak Presiden, kaligrafi Allah dan Muhammad, dua buah kalender di dinding tengah ruangan, beberapa peringatan supaya HP dimatikan, serta sebuah jam dinding di bagian belakang peserta putri.

Bagian-bagian urgen juga tidak ketinggalan; bendera merah-putih dan bendera identitas yayasan kajian, yang ditaruh di belakang sisi kanan dan kiri Ustaz, serta sebuah proyektor yang menggantung, lengkap dengan alas putih yang menempel di tembok. Alia? Tentu saja duduk di belakang sana dan aku tak bisa melihatnya, sebab terhalang sutrah. Memang, mengaji di sini sangat nyaman, bisa mengamalkan perintah menundukkan pandangan.

"Coba dibaca surat An-Nur: 31!" perintah Ustaz di tengah-tengah menerangkan materi kajian.

وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اٰبَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤىِٕهِنَّ اَوْ اَبْنَاۤءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اِخْوَانِهِنَّ اَوْ بَنِيْٓ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَاۤىِٕهِنَّ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُنَّ اَوِ التَّابِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَاۤءِ ۖوَلَا يَضْرِبْنَ بِاَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّۗ وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

"'Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.' Quran surah An-Nuur ayat 31," ucapku.

Setelah itu, Ustaz menerangkan maksud ayat tersebut, tentang perintah menutup aurat bagi muslimah; yakni perempuan yang mengaku dirinya beragama Islam tanpa terkecuali. Daftar anggota keluarga yang disebutkan dalam ayat 31 surah An-Nur adalah para mahram bagi laki-laki, begitu seterusnya ke atas; ibu, nenek, buyut, dll. Begitu pula garis ke bawah; anak perempuan, cucu, cici, dll.

Sekitar satu jam kemudian, kajian pun usai. Ustaz menutup kajian, lalu masuk ke kantor. Aku membereskan buku, memasukkannya ke dalam tas. Setelah itu, membuka ponsel sebentar. Para warga kajian sudah pulang. Saat hendak berdiri, Pak Rama menghampiriku lagi.

"Tak ajak ke kantor, yuk. Pak Ustaz sudah kondur²²," ucap Pak Rama.

Kudengar suara mobil penjemput Ustaz di tempat parkir, berarti beliau--guru kami yang mulia--sudah beranjak dari kantor.

"Baik, Pak." Aku mengikuti beliau, masuk ke kantor yang sudah sepi.

Ruangan kantor ini masih terhubung dengan gedung kajian, hanya berbatas pintu saja. Tampak dari luar, majelis ini seperti bangunan rumah milik pribadi, bukan tempat pengajian.

"Begini, Alia sudah mantap menerimamu, Bams. Bahkan sebelum saya bilang kepada perantara ta'aruf kalian. Pokoknya dia sudah istikharah. Kapan-kapan kamu silaturahim ke tempat adik kakeknya, Mbah Syahid. Itu, loh, yang ikut kajian juga," jelas Pak Rama setelah kami duduk berhadapan.

Seketika waktu terhenti. Jantungku berdegup kencang. Semua ini seperti mimpi. Alia, benarkah gadis itu sudah memantapkan hati melalui petunjuk Allah dalam salatnya? Inikah saatnya Allah mengabulkan doaku?

Namun, aku tak mau terlalu percaya diri dulu. Masih ada kemungkinan dia menolakku, bukan?

**
Catatan kaki:
20. Tembungke: membantu untuk bicara, memintakan izin untuk meminang
21. Sutrah: pembatas, alat untuk membatasi
22. Kondur: pulang

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro