Bab 13. Tito Sudah Punya Pacar?
Hujan tadi siang meninggalkan bau tanah yang basah dan beberapa genangan air di sekitar lahan parkir majelis. Dedaunan pun masih tampak berair. Angin berembus perlahan, menambah suasana menjadi dingin. Aku melepas mantel hujan, usai memarkirkan sepeda kayuh di dalam garasi majelis yang luas supaya tidak basah jika nanti hujan lagi.
Kemudian aku duduk di kursi di teras majelis, menunggu Rila. Kami sudah janjian untuk datang lebih awal sebelum mengikuti kajian ibu-ibu di hari Selasa. Meski sepi, tetapi ada truk besar pengangkut berton-ton lembaran alumunium bekas yang bisa dijual kembali dan beberapa motor yang lewat di jalan.
Tiba-tiba ada seorang ibu yang berjalan menghampiriku. "Assalaamu'alaikum. Mbak, pengurusnya sudah ada belum?" tanyanya.
Aku berdiri. "Wa'alaikumussalaam. Belum, Bu. Ada apa?"
"Oh, mau daftar mengaji di sini masih bisa gak, ya? Mbak punya nomor pengurus majelis cabang sini?" tanya beliau.
"InsyaaAllaah masih bisa, Bu. Iya, saya punya nomor salah satu pengurusnya," jawabku, lalu membuka nomor kontak seorang bapak di aplikasi hijau dalam ponsel.
"Berapa, Mbak? Biar saya simpan." Ibu itu membuka ponselnya, sembari mengetik dua belas digit angka yang kusebutkan.
"Makasih, ya, Mbak. Nama saya Bu Reni, yang warga pindahan itu, loh. Sekalian saya minta WA-nya, Mbak," ucap Bu Reni.
Jadi dia ibunya Tito? Yes!
"Saya Alia." Lalu aku menyebutkan nomor ponselku.
Setelah itu, beliau mengucapkan terima kasih, lalu mengucap salam. Aku menjawab salam beliau, lalu mengecek notifikasi pesan masuk di aplikasi hijau. Bu Reni rupanya. Ya Allah, pertanda apa ini?
Saat aku mendongak, mata bulatku terbelalak saat menangkap pemandangan yang semakin membuat hatiku girang. Di ujung jalan itu, ada Tito yang menjemput Bu Reni. Entah mereka berdua dari mana. Tetapi mengapa Bu Reni meminta nomor pengurus kajian padaku, bukankah di plang nama majelis sudah ada nomornya?
Aku tersenyum menatap pesan dari Bu Reni dan langsung membalasnya. Lima belas menit kemudian, Bu Reni menanyakan akun di aplikasi biru bernama Facebook dan beliau meminta pertemanan! Tanpa pikir panjang, aku langsung acc. Selangkah lebih dekat dengan Tito! pikirku.
Setelah Bu Reni tidak membalas pesanku, aku melirik angka penunjuk jam yang terletak di pojok kiri atas ponsel.
"Duh, Rila mana, sih?" gumamku kesal.
Tak lama kemudian, akhirnya gadis yang kutunggu pun muncul.
"Assalaamu'alaikum, Lia!" Rila yang baru saja turun dari motor, menjabat tanganku. Dia duduk di sampingku.
"Wa'alaikumussalaam. Duduk dulu sini! Kamu lama banget, sih! Tadi ada ibunya Tito, loh!" ucapku riang.
Sesaat Rila tercengang. Aku pun menceritakan semuanya.
Rila menghela napas sejenak, sembari mengucap, "Kamu--kamu sangat beruntung!" Gadis itu mengembuskan napas panjangnya.
"Alhamdulillaah. Doain aku, ya, Ril!" Kedua sudut bibirku terangkat di balik cadar.
Rila mengangguk yakin. "Pasti, my bestie. Kamu udah tahu akun IG-nya Tito belum? Mungkin ada sedikit informasi di sana?"
"Belum. Sebentar," kataku, lalu membuka aplikasi biru, mencari akun Bu Reni dan melihat daftar teman beliau.
"Ini ada, Ril!" Aku menunjukkan tulisan berwarna biru di ponselku pada Rila.
"Biasanya nama IG gak beda jauh dari FB," tebak Rila.
Aku beralih ke aplikasi berlogo kamera, mencari nama Tito. Tidak sulit ternyata, mungkin karena aku berteman dengan beberapa orang di desa ini dalam aplikasi itu.
"Tapi akunnya dikunci, Ril," keluhku saat tahu akun Tito hanya menampilkan gambar gembok.
"Ya udah, follow aja dulu," kata Rila sembari ikut mencari akun Tito di ponselnya.
Aku menekan tombol follow, tak lama kemudian diterimanya permintaanku untuk mengikuti akunnya. Ternyata Tito sedang online juga.
Aku menghela napas panjang, lalu mengembuskannya kembali. Cukup lama aku mengamati feeds Tito, lalu terhenyak melihat foto pria itu bersama seorang wanita yang akunnya cukup sering ditandai. Mungkin--pacarnya?
Seolah dilayangkan ke langit setinggi-tingginya, lalu dihempaskan ke dasar bumi. Hatiku tercabik-cabik! Napas ku tertahan. Mataku berembun, siap untuk tumpah. Tetapi sepersekian detik kemudian, ibu-ibu warga kajian mulai berdatangan. Buru-buru aku mengusap air mata, sementara Rila mengusap punggungku untuk menenangkanku.
**
Baru saja hati ini merasakan euforia jatuh cinta, tetapi disambut oleh kekecewaan yang mendalam. Hatiku seperti ditusuk ribuan kali dengan pisau tajam.
Apakah setiap jatuh hati selalu disambut dengan kekecewaan? Bolehkah aku merasakan kebahagiaan cinta saja?
Usai membaca Alquran, mataku belum bisa terlelap meski sejak tadi berbaring di kasur. Ibu masih mendengarkan radio di ruang depan. Aku menatap layar ponsel yang menampilkan akun milik Tito di aplikasi berlogo kamera. Aku tidak percaya, seorang warga kajian, bisa pacaran juga! Parahnya, hati ini telah berharap jauh padanya! Ya Allah, mengapa patah hati harus sesakit ini?
Berkali-kali aku mengusap layar naik-turun, slide demi slide ku geser. Tito sudah punya pacar! Aku merasa tak kuat lagi, ku kunci layar ponsel dan melemparnya sembarang. Aku menangis sejadi-jadinya dalam diam, membenamkan wajah di dalam bantal, supaya Ibu tak mendengar tangisanku.
Setengah jam kemudian, aku sudah puas menangis.
"Sudah tidur, Nduk?" tanya Ibu yang masuk ke kamar.
"Belum, Bu. Ini mau ke kamar mandi." Aku langsung cepat-cepat ke belakang supaya Ibu tak melihat mataku yang sembab.
Aku memutar keran, mencuci kedua tangan lalu membasuh muka. Untuk apa menangisi orang yang sama sekali belum pernah berbicara denganku? Meski hati masih terus berdenyut nyeri mengingat foto-foto mesra yang ada di akun Tito. Tunggu! Bukannya Tito warga kajian, ya? Oke, mungkin cuma oknum. Tidak semua peserta yang mengaji seperti itu. Masih banyak pemuda baik di luar sana, insyaaAllaah.
Aku menarik napas berkali-kali. Sudah setengah jam di dalam kamar mandi, tetapi bulir bening di mataku tak berhenti mengalir, meski sudah ku basuh dengan air.
Dengan malas, ku oleskan pasta gigi ke sikat, lalu mulai menggosok gigi. Setelah selesai, aku segera beranjak tidur supaya besok bisa bangun untuk berdoa pada Allah di sepertiga malam.
**
#smacademy #smwriting
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro