Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

50. Jum'at sehat

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Say something, I'm giving up on you."

🌸🌸🌸

    "Hari ini ada jum'at sehat, ya?"

    Maora yang sedang asik men-stalk Instagram kakak kelas mengalihkan perhatian pada Echa. "Iya, dan lo saltum."

    Echa memelas. "Terus gimana dong?"

    Maora menghela napas pelan. Kasihan juga jika nanti Echa dihukum karena salah kostum. Gadis itu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. "Kyana! Helloha!" teriak Maora memanggil Kyana yang sedang mengobrol dengan Dea.

    "Apaan?!"

    "Anterin Echa ke kelas 11 sana! Pinjemin baju olahraga."

    Echa melotot. "Mana bisa??! Seragamnya dipakailah."

     Maora terkekeh sinis. "Ini makanya otak dipakai," kata Maora sambil menuding-nuding jidat Echa.

    "Ponsel juga dipakai, buat liat snap ig atau snap WA kakak kelas."

    Melihat Echa yang hanya diam menatapnya bingung, Maora menyentil jidat Echa. "Kakak kelas banyak yang buat snap bismillah semoga lancar, lo nggak tahu?"

    Echa menepis tengan Maora. "Iya terus hubungannya apa?? Lancar apanya??" tanya Echa emosi.

    Maora meringis kecil menyadari Echa yang mulai gemas padanya. "Ya..., lancar demonya. Besok 'kan Pilketos, para calon ketua OSIS nggak ikut jum'at sehat karena nyiapin diri buat demo setelah jum'at sehat nanti. Makanya, gue nyuruh lo minjem seragam olahraga anak kelas 11."

    Kyana yang sudah berdiri di samping Maora mengangguk mantap. "Yaktull sekali. Jadi, ayo ikut gue." Kyana menarik pelan pergelangan tangan Echa dan menuntun gadis itu membelah koridor yang mulai ramai.

    "Kemarin, pas gue lagi ekskul, anak teater ada yang ngomongin lo," kata Kyana berbisik.

    "Ngomongin apa?" tanya Echa ikut berbisik.

   "Meisya liat lo masuk ke mobil Jiwa kemarin, dan dia ngomong ke Nathalie."

    Echa membulatkan mata. "Ngomong ke Nathalie??"

    Kyana mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah menginteruksikan Echa agar mengecilkan suaranya. "Kecilin dikit suaranya...."

    Echa meringis. "Iya iya hehe sorry sorry. Terus, gimana tadi?"

    Kyana tampak mengamati sekitar. "Sekarang, ada desas-desus kalo hubungan mereka cuma buat naikin pamor Nathalie."

    "Lah? Kok gitu?"

    Kyana mengangkat bahu tanda tak tau. "Namanya juga desas-desus, belum tentu bener kali. Tapi, kata Meisya, saat dia ngomong ke Nathalie, Nathalie sama sekali nggak kaget. Bahkan, Nathalie keliatan biasa aja waktu dipanas-panasi. Kata Meisya..., Nathalie kayak udah tau kalau kalian ketemuan."

     Echa mengeryitkan dahi sekilas lalu mengibaskan tangan kanan. "Ah, ya iyalah. Malah, kalau Nathalie dari awal nggak tahu Jiwa mau nemuin Echa, itu yang salah. Mereka kan pacaran, harus saling terbuka. Lagian, bukannya kamu tahu sendiri kemarin Echa ngapain sama Jiwa? Bahas sosok yang selalu nguntit Echa. Itu bukan sesuatu yang patut dicemburui, makanya Nathalie biasa aja."

     Kyana menghela napas kasar. Jelas, hal itu membuat Echa merasa aneh. Seorang Kyana yang selalu tenang mendadak gusar. "Sebenernya maksud kamu ngomong gitu ke Echa apa sih?"

     Tiba-tiba, Kyana menghentikan langkahnya. Otomatis, Echa juga berhenti. Gadis itu menatap pergelangan tangannya yang sudah dilepas Kyana. Lalu, tangan yang tadi Kyana gunakan untuk menuntunnya, sudah dilipat di depan dada, matanya mengamati sekeliling sambil mengetuk-ngetukkan ujung sepatu kanan ke ubin. Echa tahu, Kyana sedang berpikir keras. Tapi, apa yang membuat Kyana berpikir sekeras itu?

    Kyana lagi-lagi menghela napas kasar. Gadis yang mengucir rambut hitamnya itu menatap Echa dalam. "Maksud gue..., lo yakin?"

Ha?

    "Yakin apa?"

    Kyana mendesah kecil. Benar-benar tampak resah membuat Echa takut. "Kenapa?? Yakin apa??"

    Kyana memegang kedua pundak Echa. Lalu, menatap sekeliling lagi memastikan suaranya tidak akan terdengar orang lain. "Lo yakin Jiwa beneran suka sama Nathalie? Lo yakin kalo hubungan mereka normal?"

    Echa tergelak tawa. "Ya, yakinlah! Kamu nanyanya aneh-aneh aja."

    Kyana gelagapan, gadis itu membekap mulut Echa. "Pelanin dikit."

    Echa melepas bekapan Kyana dan meringis. "Iya-iya ... Lupa. Habis kamu aneh-aneh aja."

    "Nih, dengerin. Kalau Jiwa nggak suka sama Nathalie, mana mungkin mereka bisa jadian. Terus, hubungan mereka jelas normallah, sangat normal malah. Gelang couple, makan siang bareng, dinyanyiin lagu you are the reason, makan disuapin, apanya yang nggak normal??"

     Kyana meraup wajahnya frustrasi lalu menghela napas keras. "Ya udah iya, mereka normal! Ayo, kita ke kelas IPA 4! Nggak usah bahas mantan gebetan! Enek gue lama-lama." Kyana berjalan begitu saja meninggalkan Echa yang merengut.

    "Kyana yang bahas dia duluan, ya!! Bukan Echa! Harusnya yang enek Echa! Bukan Kyana!" Echa mendengus kesal dan berlari kecil untuk menyusul Kyana.

     Jujur saja, Echa merasa Kyana tahu sesuatu, sesuatu yang tidak dia ketahui. Sesuatu yang buruk karena jelas bisa membuat Kyana seresah itu. Namun, Echa malah menjadi takut untuk tahu. Echa memilih tak mau tahu. Memang apanya yang aneh? Tidak ada! Dan tidak ada juga yang perlu dia ketahui atau dia harus tahu!

Semua udah terlanjur, Kyan. Nggak bisa diperbaiki. Apa pun itu, Echa nggak mau tahu.... Karena Echa yakin, hal yang buat kamu resah, adalah hal yang menyakitkan....

🌸🌸🌸

    "RENTANGKAN TANGAN."

    Echa merentangkan tangannya mengikuti interuksi dari Pak Hasan di depan panggung.

     "DARI FARHAN SAMPAI POJOK KIRI SAYA, EMPAT LANGKAH KE KANAN, JALAN!"

     Echa menoleh ke kiri, betapa terkejutnya dia saat tahu Maora yang tadi berdiri di sampingnya berubah menjadi Raga. Echa memutus kontak mata dengan mengamati sekeliling. Matanya terpaku pada gadis berbandana yang berdiri tak jauh di belakangnya.

    "Hallo," sapa Maora tanpa suara sambil melambaikan tangan. Sumpah demi apa pun, wajah berseri Maora sangat menyebalkan. Andai di sini hanya ada dirinya dan Maora, maka dipastikan sepatu Echa sudah mendarat di wajahnya dengan mulus.

     "Kenapa?"

    Echa nenatap Raga jengah. "Hah? Kenapa? Harusnya Echa yang nanya itu ke Raga. Kenapa Raga di sini?"

    Raga terkekeh pelan. "Mau senamlah, apalagi? Ini jum'at sehat, masa iya gue mau dangdutan."

    Echa meninju lengan Raga.

    "Sakit!" Raga mengusap-usap tinjuan Echa di lengannya. Echa pikir tinjuannya tidak sakit apa? Raga mengerucutkan bibir kesal, masih mengusap-usap lengannya.

    "Cemen," cibir Echa.

    Raga melotot. "Gue nggak cemen, ya! Lo kira tenaga lo itu normal? Udah over tahu buat ukuran cewek."

    Echa mengulum senyum geli. "Hehe, sorry, sorry."

    "Usapin dulu, baru gue maafin."

    "Apa? Bisa diulangi?"

    "Usapin dulu, baru gue mau maafin," kata Raga malas.

    Echa tergelak tawa, gadis itu malah menunjuk sisi kanan lapangan dengan dagunya. "Noh! Minta usapin Miss Glen!"

    Raga berdecak kesal. "Yang ada bukan diusap, tapi digorok."

     Tawa Echa semakin keras, membuat beberapa pasang mata yang sejak tadi kepo mode on, bertambah menjadi siaga satu.

     Echa berhenti tertawa dengan mengatur napasnya. Mengingat sesuatu, gadis itu menatap Raga penuh minat. "Raga udah dapet lagu duetnya? Kemarin kan kita nggak jadi bahas itu karena mama Natasha ngajak Echa buat kue kesukaan papa."

     Senyum lebar tercetak di wajah tampan itu. Ah, sejak Raga mengungkapkan perasaannya, leleki itu jadi sangat-sangat hangat dan pengalah. Ya..., walau sifat menyebalkannya masih over. "Udah."

    "Lagu apa???"

    "Say something."

     Echa menatap Raga tak suka. "Itu 'kan lagunya sad."

    "Ya emang kenapa?"

     "Em...." Echa tampak enggan menjawab.

     Raga terkekeh geli dan mengacak rambut Echa gemas. "Yang penting kita happy ending."

     Echa tergelak tawa. "Seyakin itu??"

     Raga mengangguk mantap. "Iya. Kenapa? Ada yang salah?"

     Echa menatap sekeliling. Kemudian, menginteruksikan Raga agar mendekat. Saat Raga sudah menipiskan jarak di antara keduanya, Echa berbisik tepat di telinganya. "Emang, Echa pernah bilang suka sama Raga? Echa pernah bilang kalau Echa punya perasaan yang sama?"

Deg

     Seakan tertampar kenyataan, ah bukan seakan, tapi memang. Raga terdiam. Benar juga, Raga tidak tahu perasaan Echa yang sesungguhnya seperti apa. Dia tidak tahu apakah Echa punya perasaan yang sama sepertinya atau malah di hati Echa masih terpatri nama Jiwa.

     Raga memundurkan badannya. Dia menatap Echa dengan raut tak terbaca. "Kayaknya lagu ini emang pantes buat kita, Cha."

     Echa menahan tawanya.

     "Say something, I'm giving up on you."

      Echa benar-benar merasa nelangsa dengan ekspresi Raga. Tak ingin membuat dirinya menjadi bahan tontonan karena tergelak tawa, dia membuang muka, menatap Pak Hasan yang mulai memimpin senam. "Woah!! Senamnya udah dimulai, Ga! Ayo, gerak, biar sehat!"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro