23. Banda Neira
MAAF JIKA ADA TIPO
🌸
"Aku bimbang, mana yang harus aku percaya?"
🌸🌸🌸
Suara tepuk tangan menggema ke seluruh penjuru lapangan. Lapangan SMA Pranata dipenuhi para calon OSIS yang tengah menyaksikan pertunjukan dari kakak-kakak OSIS. Malam ini adalah malam penentu akan perjuangan mereka.
"Bagus ya suara Mak Amel?" Echa menarik kedua sudut bibirnya membentuk sebuah senyuman. Tangannya sibuk mengupas kulit jeruk.
Raga mengangkat bahunya acuh. Lelaki itu tampak tak menikmati suasana malam kala penutupan. "Masih bagusan suara gue."
Echa menghentikan kegiatannya. Gadis dengan sweater hitam itu menatap Raga sambil menyipitkan matanya. "Emangnya Raga bisa nyanyi?"
"Bisalah! Apa sih yang gue nggak bisa?"
Echa berdecak kesal. Dia kembali mengupas kulit jeruknya. "Nggak usah sombong deh, Ga. Palingan megang mikrofon aja nggak bisa. Tangannya tremor."
Dengan kesal, Raga menonyor kepala Echa membuat si empunya kepala meringis. "Gue yang sombong atau lo yang kurang ajar ngerendahin gue?"
Mengelus-elus kepalanya, Echa menjadi semakin malas menatap Raga. "Mending buktiin aja, deh. Nggak usah kebanyakan ngomong."
Raga menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Echa yang melihat senyuman miring itu sedikit menjaga jarak dari Raga. "Nggak usah senyum-senyum devil gitu, Ga! Nyeremin tahu nggak, sih? Mana ini malam-malam lagi. Merinding."
"Yeee, muka mulus no minus gini dibilang nyeremin! Giliran muka kasar, kusam, karatan kaya Jiwa aja dipuji-puji!" Raga melempar kulit pisang di tangannya ke muka Echa.
Echa mengeram kesal. Gadis itu menatap nyalang Raga.
"Apa? Mau apa? Mau marah?" Mendengar intonasi tinggi dan pelototan Raga membuat Echa hanya menghela napas.
"Menurut Raga, kita lolos nggak, ya?"
"Loloslah. Guru sama pengurus OSIS-nya rabun apa gimana kalau kita nggak bisa lolos? Cowok keren kayak gue dan..., ya..., cewek rada cantik kayak elo. Ekhem, pinter dikitlah masa nggak bisa lolos?!"
Echa memutar bola mata malas. "Muji atau ngerendahin?"
"Ini fakta."
"Yain, biar cepet."
"Lo kok nyolot sih?!"
"Ya Raga? Dari tadi malah ngegas, mendingan Echa ke mana-mana."
"Ya tapi 'kan elo-"
"Ekhem. Mohon perhatiannya sebentar, ya." Semua mata seketika tertuju pada Jiwa yang berdiri di atas panggung. Lelaki itu tampak berseri-seri saat berbicara, tidak seperti biasanya. Suasana hening seketika tercipta, padahal beberapa detik yang lalu suasana ramai mendominasi.
Echa menelan ludah kasar.
"Gue mau bawain sebuah lagu buat Nathalie," lelaki itu menyunggingkan senyum, "gue harap, lagu ini juga bisa ngehibur kalian setelah tadi siang panas-panasan."
Echa memejam.
"Perfect Ed sheeran..., Untuk Nathalie."
Gadis yang duduk di samping Raga itu menatap ke atas panggung. Kelu, seakan tak bisa berkata apa-apa selain menahan sesuatu yang bergejolak dalam dadanya.
I found a love for me
Darling, just dive right in and follow my lead
Well, I found a girl, beautiful and sweet
Oh, I never knew you were the someone waiting for me
'Cause we were just kids when we fell in love
Not knowing what it was
I will not give you up this time
But darling, just kiss me slow, your heart is all I own
And in your eyes you're holding mine
Baby, I'm dancing in the dark with you between my arms
Barefoot on the grass, listening to our favorite song
When you said you looked a mess, I whispered underneath my breath
But you heard it, darling, you look perfect tonight
Well I found a woman, stronger than anyone I know
She shares my dreams, I hope that someday I'll share her home
I found a love, to carry more than just my secrets
To carry love, to carry children of our own
We are still kids, but we're so in love
Fighting against all odds
I know we'll be alright this time
Darling, just hold my hand
Be my girl, I'll be your man
I see my future in your eyes
Baby, I'm dancing in the dark, with you between my arms
Barefoot on the grass, listening to our favorite song
When I saw you in that dress, looking so beautiful
I don't deserve this, darling, you look perfect tonight
Baby, I'm dancing in the dark, with you between my arms
Barefoot on the grass, listening to our favorite song
I have faith in what I see
Now I know I have met an angel in person
And she looks perfect, no I don't deserve this
You look perfect tonight
Echa masih menatap nanar ke atas panggung. Dari awal hingga lagu yang dibawakan oleh Jiwa telah berakhir pun, Echa masih setia mematung. Gadis itu semakin tidak bisa menahan air matanya.
Di sampingnya, Raga merasa iba kepada Echa. Yang Echa lakukan hanya mendengarkan lantunan suara Jiwa di atas sana sambil sesekali melirik Nathalie di kursi nomor dua dari depan. Gadis itu tengah dipuji-puji akan kemesraan Jiwa kepadanya. Echa yang malang.
"Sakit, ya, Ga?"
Raga menatap Echa miris.
"Rasanya bener-bener sakit. Tahu gini, dari awal Echa nggak akan pernah suka sama Jiwa."
Raga membuang muka, tak menggubris keluhan Echa. Dengan memutar-mutar ponsel di tangannya, dia menerobos kerumunan menuju ke atas panggung.
Echa yang tak sadar akan kepergian Raga masih termenung di tempatnya. Mencoba menahan desakan air matanya yang menerobos keluar. Dia menunduk dalam.
Sorak sorai terdengar. Echa tak acuh.
"Gue nggak mau kalah sama kakak gue."
Mendengar suara yang familier, dia mendongak. Matanya membulat saat melihat Raga di atas panggung dengan gitarnya.
"Gue juga mau bawain sebuah lagu buat seseorang." Lelaki itu tersenyum hangat. Matanya terus menatapnya.
Sepertinya, Raga ingin membuktikan bahwa dia bisa bernyanyi. Petikan gitar mulai terdengar.
"Cha, jangan sedih lagi, ya."
Echa membatu. Itu adalah kalimat paling tulus yang pernah Echa dengar dari Raga. Hatinya menghangat.
"Sampai jadi debu..., For my girlfriend."
Riuh tepuk tangan menggema ke seluruh penjuru sekolah. Ini langka, preman sekolah yang langganan dijewer Miss Glen, tiba-tiba bersikap manis pada seorang gadis. Dan yang lebih mengejutkan, Raga bilang apa? Pacarnya? Mereka langsung mengeluarkan ponsel masing-masing dan mengabadikan momen itu.
Echa mengigit bibir. Ternyata, Raga serius dengan ucapannya tadi soal pura-pura pacaran. Gadis itu tidak tahu harus menyembunyikan ke mana mukanya yang memerah.
"Badai Puan telah berlalu...."
Seperti terhipnotis, Echa malah terpaku menatap Raga. Air mata yang sejak tadi ingin keluar entah pergi ke mana. Rasa malu karena Raga mengakuinya sebagai pacar juga lenyap. Dia membuka telinganya lebar-lebar, tak ingin ketinggalan sebaris lirik pun.
Raga bisa bernyanyi. Dia tidak berbohong. Ini perdananya tampil di depan umum dan lagu yang dia bawakan hanya untuk Echa. Hanya..., untuk..., Echa....
Salahkah kumenuntut mesra?
Tiap taufan menyerang kau di sampingku
Kau aman ada bersamaku
Selamanya....
🌸🌸🌸
Dari jarak lima belas meter pun Echa masih bisa melihat dengan jelas Jiwa dan Nathalie yang sedang bersenda gurau di depan ruang musik. Keduanya terlihat begitu mesra dan bahagia. Tahukah Jiwa jika Echa terluka karenanya? Tahukah Jiwa jika dia telah memadamkan ribuan harapan dalam hati Echa?
"Lo nggak makan, Cha?"
Echa menoleh, mendapati sosok Naila yang memegang dua buah nasi boks. Salah satu calon anggota OSIS itu entah kenapa selalu berbuat baik kepadanya sejak insiden kacamata pecah beberapa hari yang lalu "Nih, gue ada dua, yang satu buat lo."
Echa menggeleng sekilas. Naila yang memang dari sananya perasa dan sangat mudah kasihan pun lantas duduk di samping Echa. "Lo kenapa? Jiwa, ya?"
Echa menghela napas lelah. "Nggak tahu. Echa capek aja diginiin. Liat mereka bisa ketawa di atas penderitaan Echa bikin Echa nggak nafsu makan."
Naila terkekeh geli. "Kayaknya si Jiwa cuma mau manas-manasin lo, deh."
"Ha?"
"Sebelum lo duduk di sini, gue liat mereka nggak banyak interaksi. Bahkan, Jiwa keliatan anti banget sama Nathalie. Lo tahu 'kan dia dinginnya kayak apa?" tutur Naila sambil menatap Echa penuh keseriusan.
"Masa, sih?"
"Gue nggak bohong."
"Untungnya buat Jiwa apa?"
Nathalie mengangkat bahunya. "Ya mana gue tahu. Coba lo tanyain langsung ke orangnya. Kenapa Jiwa tiba-tiba begitu."
Echa menunduk lesu. Gadis itu membenamkan kepalanya pada lipatan tangan. "Jujur, Echa nggak berani. Echa takut dikira pengganggu di antara hubungan mereka. Walau Echa tahu siapa yang datang lebih dulu di kehidupan Jiwa, tetep aja Echa nggak berani. Ini bener-bener buat mental Echa menciut."
Sebuah tangan menepuk-nepuk bahu Echa. Siapa lagi kalau bukan tangan Naila? Gadis itu tersenyum lembut sambil mengelus-elus bahu Echa. "Yang sabar, ya. Yang kuat. Percaya sama gue. Jiwa pasti punya alasan di balik semua ini. Jangan terlalu ngalah sama keadaan."
Echa tersenyum tipis. Mencoba tegar. "Makasih, Nai." Dan, senyuman tipis Echa malah membuat Naila merasa iba. Echa terlalu memaksakan diri.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro