65
Ia memiliki wajah yang sangat jelek ketika menangis. Warna wajahnya yang berubah merah itu dan hidungnya yang sedikit membesar serta berair, Anne sendiri pun pasti akan sepakat dengan pemikiranku jika ia melihat pantulan dirinya sendiri saat ini.
"A... Aku tak menyangka Lionel me.... melakukan hal ini padaku. Ka... kami sudah bersama dalam wa... waktu yang cukup lama," sesekali Anne menyisipkan tangisan keras di tengah-tengah perkataannya.
Kalimat yang keluar dari bibirnya itu membuat tanganku yang tengah memegang handle pintu sedikit bergetar. Apakah Leon sudah mengatakannya pada Anne? Beberapa saat setelah pintu dihadapanku tertutup rapat, aku masih belum berani membalikkan tubuhku. Aku tak ingin berhadapan dengan Anne.
Syukurlah beberapa saat lalu ketika aku bertemu dengan Anne di lobi utama, dengan cepat kutarik dirinya untuk memasuki ruangan ini. Ruang pertemuan kecil yang tak jauh dari area lobi, meskipun hanya dibatasi dinding kaca yang buram, tapi setidaknya ruangan ini kedap suara.
Ketika aku pertama kali melihatnya, ia benar-benar terlihat kacau, sepertinya ia menangis seharian. Kelopak bawah matanya sedikit menghitam, entah karena ia tak memiliki waktu tiur yang cukup ataupun akibat maskaranya yang luntur. Aku tak ingin ia menampakkan dirinya yang seperti ini di tengah-tengah keramaian. Tapi tentu saja ada alasan lain yang membuatku membawanya ke tempat ini....
Karena aku tak ingin terjadi keributan di tempat yang terlalu terbuka. Ya, keributan. Tentu saja aku yakin hal itu akan terjadi. Aku bahkan sudah siap memukul balik Anne jika ia melakukan penyerangan padaku. Itu bisa saja terjadi 'kan?
"Ak.. aku yakin sekarang ia pergi bersama wanita itu," sambung Anne.
"Wanita itu?" Aku sedikit lega ketika mendengar kata tersebut. Spontan kubalikkan tubuhku pada Anne yang entah sejak kapan sudah duduk di salah satu kursi di tempat ini. Kutarik kursi yang berada tepat di samping Anne dan mendaratkan tubuhku di sana.
"Aku ta... tahu jika Lionel sering ber... bersama wanita lain," akhirnya Anne mengeluarkan suaranya setelah beberapa menit ia hanya memperdengarkan tangisannya itu. Namun tiba-tiba ia berhenti sejenak dari tangisnya dan menatapku sejenak.
Aku hanya dapat menebak-nebak apa yang akan ia katakan selanjutnya. Mengingat berkali-kali Anne mengatakan kata 'wanita itu' dari bibirnya. Rasanya kewaspadaanku sedikit luruh karena tatapan memelasnya itu. Ataukah... ia sedang berusaha mempermainkanku? Siapa yang ia maksud dengan 'wanita itu'?
"Ma... mafkan aku, Jillian. Aku tak bermaksud meng... mengganggumu. Ak... aku hanya tak tahu harus seperti apa menghadapinya," lagi-lagi ia kembali berbicara sembari meneteskan air mata. Secara tiba-tiba, ia menggenggam tanganku. "Aku butuh se... seorang yang bisa ku... kuajak berbicara. Kupikir kau adalah orang yang tepat."
Aku menarik tanganku dari genggaman hangatnya, aku sempat terdiam beberapa detik. Namun, aku menyadari perasaan canggung ini, lalu berpura-pura secara natural memberikannya sehelai kertas tisu dari sebuah kotak yang ada di atas meja. Aku tidak tahan dengan dengan wajah memelas itu.
"Siapa yang kau maksud dengan 'wanita itu'?" kalimat ini meluncur dengan baik dari mulutku. Aku bahkan tak mampu menutupi rasa penasaranku.
Anne, apakah orang itu adalah aku? Apakah Leon telah mengatakannya padamu?
"Umm... maksudku... sebenernya apa yang terjadi?" dengan cepat aku mengoreksi kalimatku.
Anne mengambil tisunya dari tanganku, lalu beberapa kali ia usapkan pada pipinya. "Ia beberapa kali bersama wanita lain. Aku yakin itu," kali ini ia mengatakannya tanpa terbata sembari menatapku dengan mata sayunya itu.
"Bagaimana kau bisa mengetahuinya? Apakah ia mengatakan sesuatu padanya" lagi-lagi aku tak kuasa menahan rasa penasaranku.
"Aku tahu ada yang janggal dengannya. Ia begitu sering pergi dengan alasan pekerjaan," ia menarik napas panjangnya.
"Jadi kau pernah melihatnya bermesraan dengan wanita lain? Kemudian ia mengaku sedang bekerja. Apa seperti itu?"
Anne melepaskan pandangannya dari mataku. "Tidak, aku belum menemukan bukti apapun. Namun aku memiliki firasat yang kuat," jawab Anne.
Firasat? Apakah ada manusia dengan intuisi tajam seperti Anne atau hanya Leon saja yang terlalu bodoh menyembunyikan segala sesuatu mengenai kami berdua dari Anne?
"Hari ini pun aku sangat yakin ia sedang bersama wanita itu. Leon mengaku padaku jika ia memiliki jadwal di luar kantor," ucap Anne yakin.
Kau salah Anne. Firasatmu tak begitu tajam. Hari ini Leon memang memiliki jadwal di luar kantor untuk menemani Tuan Alba. Dan, satu hal lagi Anne. Wanita yang menamani kekasihmu itu pada malam-malam sebelumnya sedang berada di hadapanmu.
Anne dan wajah yang penuh air mata itu seakan mulai tertanam kemudian berputar tiada henti di pikiranku. Ada satu hal yang menggelitik nuraniku: aku menghancurkan hati wanita lain.
***
Leon melemparkan tubuhnya di sampingku. Ia terdiam sejenak mengatur napasnya yang sebelumnya menderu akibat kesenangan yang baru saja ia lalui. Kutarik selimut untuk menutupi tubuh bagian atasku yang tak berpakaian, lalu kupalingkan tubuhku dari Leon. Hanya berjarak beberapa detik, aku merasakan ia menempel padaku lalu memelukku dari belakang. Bibirnya menyentuh bahuku dan kurasakan tekstur kasar dari wajahnya--ia terlambat bercukur beberapa hari.
"Stop!" ucapku spontan ketika telapak tangan Leon meyentuh perutku dan sedikit demi sedikit turun mendekati area lain milikku. Aku berbalik dan mendorongnya, meskipun yang sebenarnya terjadi adalah aku hanya mampu membuatnya menjauh beberapa inci dariku.
"Kau tak ingin giliranmu?" Leon terlihat begitu heran dengan respon yang kuberikan. Pasti sangat aneh baginya jika Jill melewatkan bagian terbaik dari dirinya.
"Tidak, Leon. Aku hanya tidak ingin melakukannya lagi," jawabku sembari beranjak dari tempat tidur kami. Tak lupa aku masih setia dengan selimut yang menutupi tubuhku. Kubiarkan tubuh Leon yang terlihat begitu lezat itu terpajang begitu saja.
Wajah Anne menghantuiku, dan tak sedetik pun sejak siang tadi aku terlepas dari bayang-bayangnya. Seakan ia sama sekali tak membiarkanku mendapat setitik pun kesenangan malam ini. Gumpalan rasa bersalah berhasil memenuhi diriku.
"Hei... Ada apa denganmu?" Ia pasti dengan jelas menangkap kegelisahanku kali ini.
"Ba... Bagaimana jika seseorang mengetahuinya?" ucapku dengan sedikit bergetar.
"Maksudmu?"
"Anne telah mengetahuinya. Anne telah mengetahui kau telah berselingkuh darinya."
Seketika wajah Leon berubah memucat.
***
TBC
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro