Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

55

"Karena kejadian itu, semua yang kurencanakan berantakan," ucap Alicia.

Aku menangkap kebencian yang tersirat dari cara Alicia berbicara. Kuharap bukan Leon kecil-lah yang dibencinya.

"Saat itu, aku dan timku berhasil masuk semi final perlombaan  Dance tingkat nasional antar sekolah. Semua persiapan sudah begitu matang, bahkan kami sudah membeli tiket pesawat untuk keberangkatan kami dua bulan sebelumnya. Kami semua begitu bersemangat, karena semua peserta semi final akan mendapatkan beasiswa perguruan tinggi. Namun semua itu hancur karena sebuah kejadian konyol. Menjelang satu bulan sebelum pertandingan, aku pingsan. Setelah dilakukan pemeriksaan, aku dinyatakan sedang mengandung." Alicia mulai bercerita.

Jadi, Alicia mengandung Leon pada saat ia masih bersekolah? Pada saat aku seumurnya aku masih sibuk dengan klub sekolahku.

"Aku masih merahasiakannya. karena aku tahu, aku bukan hanya akan menghancurkan mimpiku untuk pergi ke perguruan tinggi, tapi juga mimpi teman-teman satu timku. Aku mengundurkan diri dari pertandingan tanpa kuberitahukan alasannya. Mereka begitu marah padaku, bukan hanya mereka, bahkan aku merasa satu sekolah pun turut menyalahkanku. Setidaknya, pada saat itu aku masih memiliki satu harapan lain. Aku ingin melahirkan anak itu dan membesarkannya bersama kekasihku." Lanjut Alicia.

Ketika ia mengucapkan kalimat 'kekasih' entah kenapa hal itu membuatku jauh lebih antusias. Aku ingin mengetahui seperti apa ayah kandung dari Leon. Dan tentunya memastikan apakah benar jika ia meninggal dunia karena dibunuh.

"Ia adalah guru seniku. Kami memulai hubungan secara rahasia. Ia terlihat seperti pria dewasa yang penuh cinta. Awalnya ia mempertanyakan apakah anak itu benar-benar anaknya. Dan setelahnya, ia mengancamku agar tidak memberitahukan siapapun sementara waktu, karena hal tersebut akan membuatnya dikeluarkan dari sekolah. Dengan bermodalkan kepercayaan yang penuh, aku menuruti ucapannya. Namun ternyata beberapa minggu setelahnya, aku mendapati pria itu berkencan dengan siswi lain. Hatiku benar-benar hancur. Aku mulai membenci pria itu, rasa cintaku hilang tak bersisa." Ucap Alicia.

"Semakin lama, aku tak dapat menutupi kehamilanku, seisi sekolah pun akhirnya mengetahuinya. Dan dari sanalah kehidupanku terasa semakin sulit. Setiap hari mereka menggangguku dan melabeliku sebagai wanita murahan. Rasanya aku ingin bunuh diri, atau setidaknya aku ingin menghilangkan bayi yang sedang kukandung. Kuputuskan untuk melakukan aborsi, namun hal tersebut ditentang oleh keluargaku. Mereka adalah orang-orang yang taat dan menganggap hal tersebut adalah dosa yang tak terampuni." Alicia melanjutkan kisahnya. "Hamil diusia yang sangat muda sangatlah sulit. Hal tersebut ditambah dengan adanya penggencetan yang kualami ketika berada di sekolah. Ketika ia lahir, aku hanya mengenal anak itu dari tangisannya. Ia menangis sangat kencang ketika ia lahir. Aku langsung meminta orang yang membantuku melahirkan untuk memberikannya pada seseorang yang bekerja di panti asuhan. Aku bahkan tak menggendong atau melihat bayi itu sama sekali. Aku takut jika wajah anak itu mirip dengan wajah Ayahnya yang mengkhianatiku. Aku tak peduli bayinya sehat atau tidak. Dan aku tak peduli ia perempuan atau laki-laki. Bahkan diam-diam kudoakan agar bayi itu tak selamat ketika proses kelahiran."

Aku turut kesal melihat caranya berbicara mengenai seberapa ia membenci Leon kecil. "Tapi bayinya tak memilih untuk dilahirkan bukan?" Aku mencoba membela Leon.

"Aku tahu, kau pasti menganggapku sangat menjijikkan karena begitu membenci anakku sendiri. Tapi saat itu aku masih terlalu muda dan tak kuat dengan penindasan yang kualami. Aku mengalami depresi dan hampir saja gila. Untuk memulihkan psikologisku, kuputuskan untuk pindah sekolah, setidaknya pada beberapa saat aku sedikit merasa lega. Semuanya berjalan sesuai yang kuharapkan, aku masuk ke sebuah universitas yang kuidam-idamkan dan menyelesaikan gelarku dengan sangat baik." Alicia mencoba membela dirinya. "Beberapa tahun setelahnya, aku mendengar kabar bahwa ada sepasang suami istri bernama Walker secara resmi mengadopsi anak itu. Mereka mempersilahkan diriku untuk menemui anak itu. Tapi aku tetap tak ingin menemuinya. Aku hanya ingin melupakan kejadian itu."

"Lalu aku bertemu dan menikah dengan suamiku. Ia adalah pria yang berbeda dibandingkan mantan kekasihku itu. Selain itu ia cukup aktif dalam community service, ia bahkan menjadi salah satu perwakilan UNICEF. Saat ini aku begitu bahagia dengan apa yang kujalani. Namun ada satu hal yang terkadang membuatku tersiksa. Bagaimana jika ia tahu jika istrinya sendiri pernah menelantarkan seorang anak? Bisa dipastikan kebahagiaanku akan berakhir dengan sekejap bukan? Aku tak siap kehilangan ini semua." Ucap Alicia.

Alicia kemudian menatapku dalam-dalam. "Akhirnya hal yang paling kutakutkan pun terjadi. Kau muncul dan..."

"Tunggu! Aku?! Apa maksudmu Nyonya?" ucapku tak memberikannya kesempatan untuk melanjutkan kalimat miliknya.

"Ya. Kau datang dan mengungkit mengenai anak itu." ucapnya. "Anak itu pasti memintamu untuk mencariku 'kan?"

"Mencarimu?" Aku keheranan. Ini sangat membingungkan. Ia mengira Leon memintaku untuk mencarinya?

"Katakan saja pada anak itu, jangan mencariku. Pasangan Walker jauh lebih baik dibandingkan diriku." ucapnya.

"Bukan 'anak itu' namanya adalah Leon, Lionel Walker. Pasangan Walker telah lama meninggal dunia." balasku getir. Aku sedikit tak terima jika Leon dipanggil dengan nama 'anak itu'.

Ia lalu mengelus lembut pundakku.  "I'm sorry for your loss. Kau beruntung memiliki orang tua seperti mereka."

"Ti-tidak. Mereka bukan orang tuaku. Aku tidak pernah mengenal mereka." ucapku sebelum kesalahpahaman ini berlanjut. "Kedua orang tuaku mengadopsi Leon setelah Tuan Davis Walker tiada. Kejadian itu terjadi jauh sebelum aku lahir. Satu hal lagi, bukankah selama Leon pergi dari rumah, ia kerap menemuimu?"

"Menemuiku? Aku bahkan tak pernah bertemu dengan anak itu. Dan aku tak berniat untuk menemuinya. Aku takut suamiku mengetahui masa laluku. Itu bisa menjadi masalah untukku." Jawabnya.

Ini benar-benar membingungkan. Leon tak pernah bertemu Alicia? Apa wanita ini mencoba membohongiku?

"Kupikir anak it- maksudku Leon? Apa itu benar namanya? Ia memintamu untuk mencariku." Sambung Alicia. Ia terlihat sungguh-sungguh dengan ucapannya.

Bisa saja ternyata Leon yang memintanya untuk berbohong padaku, bukan? Tapi, jika melihat sikapnya dari semua pertemuan kami, aku ragu jika wanita ini membohongiku. Terlebih ia begitu ketakutan jika masa lalunya terbongkar.

"Aku mencarimu bukan karena Leon yang memintaku. Bahkan ia tak mengetahui jika aku mencarimu. Aku sendirilah yang memutuskan untuk mencarimu. Ada hal yang harus kupastikan." Ucapku tegas.

Kuhela nafas panjang. "Nyonya, apakah Ayah Leon meninggal dunia karena dibunuh?" Tanyaku lancang.

Kulihat ia sedikit terkejut mendengar pertanyaanku.

"Aku tak tahu." Jawabnya sembari membuang pandangan.

"Leon pergi dari rumah kami sekitar delapan tahun yang lalu. Lalu ketika bertemu kembali denganku, ia mengatakan alasannya pergi adalah karena keluargaku telah membunuh Ayahnya. Karena itulah aku bersikeras menemuimu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi." Ucapku memberi penjelasan.

"Aku akan sangat bersyukur jika pria itu mati terbunuh. Aku tak tahu ataupun ingin mengetahui kabarnya. Lagipula darimana anak itu tahu siapa Ayah kandungnya? Aku bahkan hanya menceritakan hal ini padamu."

Ya. Benar apa yang dikatakan Alicia. Darimana Leon mengetahui siapa Ayah kandungnya?

Aku harus memastikan sesuatu.

***

Dari kejauhan, diantara sekumpulan lansia yang berkumpul dan menyibukkan diri di tempat ini,  seorang lelaki tua yang sibuk dengan kanvas dan seperangkat alat melukisnya berhasil menjadi perhatianku. Tangannya bergetar ketika ia memegang kuas. Lalu tiba-tiba ia menendang kanvas beserta easel-nya. Ia terlihat begitu kesal, tanpa sengaja ia menorehkan catnya di tempat yang tak diinginkannya.

"Ia sudah cukup lama tak menerima tamu. Kau adalah orang pertama yang mencarinya." ucap seorang perawat.

Setelah beberapa lama melakukan pencarian, akhirnya aku berada di tempat ini—sebuah panti jompo yang letaknya berada di kota tempat Leon tinggal semasa kecil . Bahkan aku harus membolos dari kantorku untuk beberapa hari. Dengan bermodalkan sebuah nama yang Alicia berikan padaku, aku berhasil menemukan lelaki berumur sekitar enam puluh tahunan itu. Ia adalah seorang guru seni yang pernah menjadi kekasih Alicia. Pria itu adalah Ayah kandung Leon, dan ia masih hidup.

Ini semakin membingungkan. Dari informasi yang kudapatkan dari perawat di tempat ini, pria itu tak pernah memiliki seorang pun tamu untuknya sedari awal. Lalu bagaimana Leon tahu pria itu adalah Ayahnya?

"Kau ingin menemaninya?" Tanya perawat yang sedari tadi mendampingiku.

Aku hanya tersenyum. "Tidak, sepertinya ia bukanlah orang yang kucari." Ucapku berbohong.

Menemukan bahwa Ayah kandung Leon masih hidup, lebih dari cukup untukku. Aku tak ingin terlibat lebih jauh lagi dengan masa lalu Alicia, karena aku sudah berjanji untuk tak membahas hal tersebut dengannya.

Tapi, jika Ayah kandung Leon masih hidup, lalu siapa yang Leon maksud dibunuh oleh keluargaku?

***

T

bc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro