Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

53

"Nyonya, apa kau baik-baik saja?" ucapku khawatir ketika mendengar isakannya.

"Kumohon, hentikan," ucapnya sembari terus terisak. "Please."

"Apa yang terjadi padamu?"

"Jangan... Mengirimkanku pesan apapun. Ak... Aku bisa gila," ia memelankan suaranya. Kemudian ia menagis dengan keras.

Mungkin aku sudah benar-benar keterlaluan. Seperti yang Alicia katakan, aku berhasil menerornya. Tapi aku sama sekali tak bermaksud seperti itu. Aku tak ingin menyakiti siapapun.

Itu karena menurutku, Alicia-lah satu-satunya harapanku untuk dapat mengetahui perkataan Leon mengenai Ayahnya. Ya. Hanya Alicia.

"Nyonya...," Kucoba untuk menenangkan Alicia yang ada di ujung sambungan telepon.

"Aku tidak tahan lagi. Kenapa kau datang untuk mengungkitnya?"

"...,"

"Aku tak ingin kehilangan siapapun saat ini,"

Kehilangan siapapun? Apa yang ia maksud?

Seketika aku hening. Kubiarkan ia memperdengarkan tangisannya padaku.

Setelah beberapa menit, ia masih saja menangis. Kemudian, di ujung sambungan kudengar suara klakson mobil.

"Suamiku telah kembali," ucap Alicia dengan suara serak. "Aku akan menghubungimu kembali. Untuk sementara, jangan menghubungiku. Kumohon." Kini suaranya terdengar seperti seseorang yang sedang ketakutan.

"Alicia?" untuk kesekian kalinya, ia berhasil membuatku semakin keheranan. "Sejujurnya, aku tak mengerti apa yang kau maksud."

"Berjanjilah!" ucapnya dengan nada mengancam. Kemudian ia memutus sambungan teleponnya.

Ini semakin membingungkan.

***

"Ini daftar konsumen yang akan terlibat di proyek sereal," ucapku sembari memberikan berkas yang berisi beberapa data konsumen sereal yang sudah kuseleksi sebelumnya pada Leon. "Aku sudah memastikan jadwal pengukuran kostum serta shooting untuk mereka."

"Kenapa tak kau pilih orang-orang yang jauh lebih attractive? Mereka akan terlihat jauh lebih baik jika ditangkap dalam kamera," balas Leon sembari membalikkan berkas yang kuberikan. Ia terlihat tak begitu setuju dengan daftar konsumen yang kupilih.

Tentunya tak ada Alicia di daftar itu. Kuputuskan untuk tak memasukkannya di daftar itu, alasannya adalah karena kejadian ketika ia menghubungiku semalam membuatku takut terjadi sesuatu yang buruk padanya. Selain itu, aku tak tahu apa respon yang akan Leon berikan padaku jika ia tahu bahwa ibu kandungnya ada di pada daftar itu.

"Apa yang salah dengan mereka? Aku tak setuju denganmu. Jika kita memilih orang-orang dengan penampilan menarik dibandingkan konsumen produk yang sebenarnya, kenapa tak sejak awal menggunakan model iklan saja? Bukankah dengan ditampilkannya para konsumen yang 'terlalu biasa' menurutmu akan membuat iklan ini jauh lebih natural? Mereka adalah konsumen yang tetap bertahan dengan produk ini dalam jangka waktu yang cukup lama. This is the real product testimonials," kusanggah ucapan Leon.

"Baiklah, alasan yang cukup bagus," ucap Leon. Ini sangat aneh, ia langsung menyetujui kalimatku begitu saja.

"Tentu saja, aku sudah memikirkannya dengan sangat matang," ucapku yakin sembari bersiap beranjak keluar dari ruangan Leon.

"Tunggu!" ucapan Leon berhasil membuatku menghentikan langkah lalu kembali berbalik ke arahnya.

"Aku punya sesuatu untukmu," ucap Leon sembari mengambil sesuatu dari saku kemejanya—dua lembar kertas. Lalu ia mengarahkannya padaku. "Ambillah!"

Aku terdiam keheranan dan mematung sejenak. Aku merasa sangat asing dengan Leon yang seperti saat ini.

"Kau tak menginginkannya?" tanya Leon.

Kemudian kuambil kertas itu dari jemarinya. Dua lembar tiket museum.

"Mereka akan memamerkan alat peraga baru yang canggih mengenai makhluk bersel satu. Kudengar animasinya akan terlihat seperti nyata, bahkan kau seakan bisa menyentuhnya," Leon menjelaskan.

"Bagaimana bisa kau...,"

"Mendapatkan tiket grand launching yang mahal itu? Teman kuliahku turut terlibat untuk membuat animasi tiga dimensi. Ia yang memberikannya padaku," ucap Leon lengsung menjawab pertanyaanku tanpa mendengarkan kalimat tanyaku sampai usai.

"Umm... Maksudku, bagaimana bisa kau mengingat jika aku menyukai pelajaran biologi?" Ucapku sembari tersenyum. Aku cukup senang jika Leon masih mengingatnya.

"Kupikir kau butuh sedikit bersenang-senang. Kau terlihat tertekan dan beberapa kali tak fokus ketika bekerja," jawab Leon datar. "Ajaklah kekasihmu untuk menemanimu ke tempat itu."

Kulebarkan senyumanku. Aku tahu, Leon masih sangat peduli padaku.

***

Alicia mengatakan jika aku tak boleh menghubunginya dan aku menepatinya. Aku tak lagi mengirimkan surel ataupun meneleponnya, tepat seperti yang ia inginkan. Namun yang kulakukan saat ini adalah...

Berdiri di depan rumahnya. Sudah satu jam berlalu aku melakukannya. Aku khawatir dengan keadaannya, tangisannya pada sambungan teleponku membuatku khawatir.

Samar-samar kulihat seseorang mengintip dari balik jendela, seorang wanita. Dan aku yakin ia adalah Alicia. Syukurlah ia terlihat baik-baik saja. Setidaknya, aku telah melihatnya. Saatnya kembali masuk ke mobil lalu segera pulang.

Namun ketika aku akan menyalakan mobilku, seseorang mengetuk kaca jendela mobilku pelan. Aku hampir saja tak percaya dengan sosok yang kulihat.

Alicia?!

Dengan cepat kuturunkan sedikit kaca mobilku. Ya, hanya sedikit. Aku tak ingin ia kembali menyiramku dengan air.

"Untuk apa kau datang ke tempat ini?" tanyanya sembari sesekali melihat sekelilingnya.

"Aku hanya ingin memastikan jika kau baik-baik saja. Kau meneleponku lalu menangis dengan keras. Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padamu," ucapku jujur. "Tenang saja, aku akan segera pergi."

Ya. Kuputuskan hari ini adalah hari terakhirku untuk menemui wanita ini. Dari responnya di masa silam, aku tahu ada sesuatu yang buruk di masa lalunya mengenai Leon. Namun mengingat ia terlihat seperti orang yang depresi, kuputuskan untuk tak melibatkan Alicia. Mungkin aku harus menanyakannya langsung kepada Daddy, meskipun aku tak yakin ia mau menjawabnya.

"Kau terlihat seperti orang yang baik,"  ucap Alicia dengan lembut. Ketika ia mengatakan hal itu, raut wajahnya sedikit berubah.

"Ya. Aku tak pernah berniat menyakiti orang lain," ucapku.

"Kau tak ingin membicarakan mengenai proyek iklan serealmu kembali padaku?" tanyanya.

"Tidak. Aku tahu, aku membuatmu tak nyaman. Jadi, seperti yang kau pinta. Aku tak akan menghubungimu lagi," balasku.

"Terima kasih sudah mau mengerti."

"Ya. Dan aku pun berterima kasih karena kau tak mengatakan pada Leon jika aku menemuimu." ucapku sembari memakaikan sabuk pengaman.

"Leo? Siapa dia?" ucap Alicia keheranan. "Apa ia tahu sesuatu mengenaiku?"

"Leon," ucapku membenarkannya. "Ya. Lionel Walker, aku terbiasanya memanggilnya Leon."

"Walker?" ucap Alicia. Ia mengerutkan dahinya, seperti sedang mengingat sesuatu. "Apa ia memiliki hubungan dengan Nyonya Irina atau Tuan Davis Walker?"

"Ia sempat diadopsi oleh Tuan Davis."

"Jadi nama anak itu Leon?" ucap Alicia sembari menyilangkan tangannya.

"Dan selanjutnya, kau pasti sudah tahu... jika ia diadopsi oleh keluargaku," aku sedikit ragu mengatakannya. Dengan mengatakan jika keluargakulah yang mengadopsi Leon, ia mungkin akan mengamuk seperti saat itu. Mengingat aku mempercayai perkataan Leon bahwa keluarga kami-lah yang membunuh Ayahnya.

"Jadi kau adalah saudara perempuannya?" tanya Alicia. "Oh Tuhan, maafkan aku telah berbuat hal yang tak sopan padamu," tiba-tiba Alicia jauh lebih ramah padaku.

Aku merasakan sedikit keanehan. Alicia tak mengamuk. Dan caranya bicara bahkan seakan tak mengenali Leon atau pun kisahnya yang telah diadopsi oleh keluargaku. Ini sangat aneh.

Kulepaskan kembali sabuk pengamanku lalu kubuka pintu mobilku. Dan berdiri dihadapan Alicia sembari memasang wajah yang keheranan.

"Apa Leon pernah menemuimu?" tanyaku.

"Tidak. Aku bahkan tak mengenalinya. Bukankah ia yang memintamu mencariku?"

Ini benar-benar sangat aneh.

"Tidak. Aku mencarimu karena aku ingin menanyakan suatu hal padamu. Tapi, aku tahu kau tak ingin jika aku membahasnya."

"Apa ini mengenai masa laluku?" tanya Alicia. Kulihat tangannya gemetar, sama seperti pertama kali kukatakan mengenai Leon. Lagi-lagi ia memasang wajah ketakutan.

"Ini bukan mengenaimu Nyonya. Lebih tepatnya mengenai Ayahnya."

"Apa maksudmu?"

Kuhela nafasku. Sepertinya aku harus mengeluarkan pertanyaan itu. "Nyonya, apa benar jika Ayah Leon meninggal karena dibunuh?"

***

Tbc.

Aku udah nepatin janji ya untuk double update. Nah sebagai gantinya, aku minta kalian untuk berasumsi mengenai Alicia. #maks

Ada yang mau menjabarkannya kah? Yang paling medekati aku hadiahin pulsa :v


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro