Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

48

"Kau menyentuh tubuh kekasihku," sambung Leon, sembari menarik bagian kerah jaket kulit pria itu.

Kekasihku. Leon menyebutkan bahwa aku adalah 'kekasih'-nya. Dan saat ini dengan bersusah payah kucoba untuk menahan bibirku agar tak tersenyum. Aku senang. Sangat senang. Rasanya aku ingin merekam suaranya ketika ia mengatakan hal itu, hasil rekaman itu akan menjadi barang yang paling berharga untukku. Lalu aku akan memutarnya berkali-kali.

"Whoa! Tenanglah dude!" ucap pria itu sembari berusaha melepaskan cengkraman Leon dari jaketnya. "Aku tak tahu jika kau adalah kekasihnya."

Namun, tenaga Leon jauh lebih kuat daripria itu, sehingga ia masih belum dapat melepaskan dirinya. "Come on, ini hanya masalah kecil," ulanginya seakan-akan menyepelekan hal yang baru saja terjadi. "Itu wajar saja. Kalian berdua lebih terlihat sebagai dua orang rekan kerja yang kaku dibandingkan sepasang kekasih. Haha." Ia menambahkan tawa di ujung kalimatnya.

Leon lalu melepaskan jemarinya dari pria itu dengan cara sedikit mendorongnya. Kemudian dengan cepat ia menarik lenganku dan tanpa sepatah katapun ia menggiringku untuk kembali bergabung dengan rekan-rekan kami.

"Hei, apa yang terjadi? Kulihat kau seperti sedang berseteru dengan pria itu. Apa terjadi sesuatu?" Tanya Anthonny pada Leon. Sepertinya hanya Anthonny yang melihat kejadian itu.

"Pria itu sedang mabuk dan tanpa sengaja mengganggu Nona Reed," jawab Leon sembari menunjuk ke arah pria itu. "Lagipula ia sudah meminta maaf." Leon berbohong.

"Itu wajar saja bukan?" sahut Margaret, salah satu karyawan dari divisi seni. "Nona Reed begitu mencolok dibandingkan orang-orang yang ada di sini. Jika aku pria, aku pun akan...,"

"Anthonny, bukankah kau baru saja membeli mobil baru?" Leon memotong pembicaraan Margaret dengan melemparkan pertanyaan pada Anthonny.

Dengan mudahnya, mobil baru Anthonny berhasil menjadi topik utama pembicaraan kami selanjutnya. Leon berhasil mengalihkan fokus pembicaraan, mungkin karena ia iri padaku jika kalimat yang akan dikatakan Margaret padaku merupakan pujian. Atau mungkin ia memang tak ingin membicarakan hal yang baru saja terjadi.

Leon menatap arlojinya, lalu melonggarkan dasi biru yang dipakainya. "Hubungi kekasihmu untuk segera mengantarmu pulang," ucap Leon dengan pelan. Pada saat mengatakannya ia sama sekali tak menatapku. Sepertinya ia tak begitu ingin pembicaraan kami didengar oleh yang lain.

"Aku masih ingin berada disini," ucapku. Ya, aku masih ingin berada di sini. Bukan hanya karena ingin bersama Leon, namun sesekali aku ingin menghabiskan waktu berkumpul bersama teman-temanku dan sedikit bersantai.

"Pulanglah, ini sudah terlalu larut," ucap Leon pelan, sebelum meneguk minumannya. Ia masih tak menatapku.

"Jika kau merasa terganggu dengan keberadaanku, aku bisa pergi dari meja ini. Lalu menghampiri pria sialan yang sebelumnya  menggodaku dan menemaninya minum sepanjang malam," ucapku dengan nada menantang. Tentu saja aku tak benar-benar ingin melakukannya. Itu caraku agar ia tak memiliki pilihan untuk mengusirku dari meja ini.

Dan akhirnya Leon menatapku dengan dahi berkerut. Bagaimana Leon? Sebenarnya kau khawatir padaku bukan?

"Jauhi pria itu," ucap Leon lalu kembali memalingkan wajahnya.

Aku tahu. Ia khawatir padaku! Ia peduli padaku, walau ia tak pernah menunjukkannya secara langsung.

"Pesanlah minuman apapun yang kalian suka. Malam ini aku yang akan membayar," ucapku pada yang lain. "Aku akan merasa terhina jika kalian tidak teler malam ini," sambungku.

Aku ingin jauh lebih diterima di kelompok ini. Dan anggap saja ini caraku berbagi rasa bahagia karena Leon baru saja menolongku menjauh dari pria berjaket kulit sialan itu.

"Bagaimana jika kita memesan tequila, lalu memainkan truth or shot?" ucap salah satu dari kami.

Ide yang cukup menarik. Dan hampir semua orang pun menyetujuinya.

"Aku harus segera pergi," ucap Leon sembari menyambar kunci mobilnya.

Aku sangat yakin bahwa ia hanya sedang beralasan, bukankah pada mulanya Leon-lah yang mengajak pergi ke bar? Aku benar-benar tak mengerti apa yang ada di otaknya.

"Bukankah kau yang mengajak kami pergi ke tempat ini? Kenapa kau memutuskan untuk pulang dari awal? Oh, Aku tahu! Kau pergi karena tak berani dengan permainannya 'kan?" ucapku pada Leon.

"Ayolah, ini hanya sebentar, Tuan Walker!" dukung yang lain.

"Boo... Loser!" ledekku pada Leon. Sesaat setelah kulemparkan ejekan itu, beberapa dari kami terdiam. Aku tahu, mereka cukup sungkan pada Leon selaku atasannya.

"Aku tidak takut. Aku hanya... Umm.." Leon sedikit terbata. "Aku harus kembali sebelum tengah malam."

"Masih ada satu jam lagi sebelum tengah malam," jawabku. "Itu waktu yang cukup panjang untuk permainan ini."

"Baiklah aku ikut," ucap Leon.

Permainan pun dimulai, masing-masing dari kami menanyakan sebuah pertanyaan pada yang lainnya. Hanya ada dua pilihan, yaitu menjawab dengan jujur atau mengambil segelas kecil minuman dengan kadar alkohol yang sangat tinggi.

Banyak diantara kami yang memilih untuk minum dibandingkan dengan menjawab pertanyaan yang ditanyakan dengan jujur, itu karena pertanyaan yang dilontarkan bersifat sensitif. Sedangkan aku dan Leon merupakan orang yang cukup beruntung, pertanyaan yang kami dapatkan hanya berupa pertanyaan ringan dan cukup mudah menjawabnya dengan sangat jujur. Sepertinya mereka begitu sungkan untuk menanyakan hal yang personal kepada kami selaku manager.

Setelah setengah jam bermain, hampir beberapa dari kami sudah begitu mabuk, bahkan diantaranya sudah tak sadarkan diri. Hanya ada aku, Leon dan salah satu karyawan dari divisi marketing bernama Fredy.

"Mereka orang-orang lemah!" ucap salah satu dari kami yang bernama Fredy. Ia mengatakannya sembari menunjuk rekan-rekan kami yang tak terlalu mabuk. Fredy sendiri bahkan hampir tak sadarkan diri.

Sayang sekali semenjak permainan dimulai sampai saat ini, aku sama sekali tak memiliki kesempatan untuk bertanya pada Leon.

"Giliranku. Dan aku akan bertanya pada Nona Reed," ucapnya sembari menuangkan tequila pada gelas shot untuk diberikan kepadaku.

"Katakan saja Fred," ucapku.

Lalu ia menggeser gelas kecil itu ke arahku. "Kau memiliki hubungan khusus dengan... Haha... Tuan Myers?" ia jelas sudah benar-benar mabuk, Fredy bahkan sudah tertawa bak orang yang tak waras.

Seperti beberapa saat sebelumnya, Leon tak begitu tertarik dengan pertanyaan apapun yang dilontarkan siapapun padaku. Ia menyibukkan dirinya dengan mengetuk-ngetuk jemarinya di meja.

"Yep," jawabku dengan lantang, siapapun yang ada di kantor pasti tahu jika James dan aku memiliki sebuah hubungan yang berbeda. Terlebih lagi, James pernah tiba-tiba muncul pada rapat yang sedang kami laksanakan. "Pertanyaanmu terlalu mudah."

"Tidak, bukan itu pertanyaanku." ucap Fredy ia menanyakannya. "Pertanyaanku adalah... Berapa kali dalam seminggu kau melakukannya dengan Tuan Myers."

Tiba-tiba Leon menghentikan ketukan jemarinya, lalu mengarahkan pandangannya pada Fredy.

"Me... Melakukan.... Maksudmu?" tanyaku memastikan, meskipun sebenarnya aku tahu kemana arah pertanyaan Fredy. Yaitu...

"Seks." balas Fred. "In a week... How many times  do you have sex with Mr. Myers?" kali ini Fredy mendetailkan pertanyaannya. Ketika Fredy mabuk, kurasa ia sama saja dengan pria yang menggangguku beberapa saat lalu.

Leon lalu mengusap wajah dengan telapaknya dan memijat pelipisnya. "Holy shit!" ia terlihat begitu kesal pada apa yang baru saja ia dengar.

"A... Ak... Aku dan James, umm... Maksudku Tuan Myers...," Kuhela nafasku, kuputuskan untuk menjawab dengan jujur bahwa aku dan James sama sekali belum melakukan apapun. Karena aku tak ingin Leon berprasangka pada kami.

"Tak perlu dilanjutkan," potong Leon. "Ia tak akan mendengarnya, ia sudah tak sadarkan diri."

Seperti yang Leon katakan, saat ini Fredy bahkan sudah tak sadarkan diri. Meskipun sesekali Fredy mengoceh tak jelas dengan mata tertutup.

"Kita hanya tinggal berdua. Giliranku," ucapku sembari menggeser gelas shot yang ada di hadapanku kepada Leon. "Leon, kenapa kau menciumku saat itu?" aku memanfaatkan momen ini dengan sangat baik.

Dengan cepat, Leon menyambar gelas itu dan meminumnya. Ia mengerutkan dahinya sesaat setelah minuman itu mengalir ke tenggorokannya. Ia memilih untuk tak menjawabnya. Ia lalu mengisi kembali gelas itu dan memberikannya padaku.

"Kenapa kau bekerja di perusahaan ini? Kenapa kau tak bekerja di Dreamcity?" tanyanya.

Tentu saja, dengan mudah kujawab pertanyaan Leon. "Aku pernah melakukan sebuah kesalahan di Dreamcity, dan anggaplah aku sedang menjalani hukumanku dengan bekerja di perusahaan lain."

"Tuan Reed menyuruhmu?" tanya Leon. Entah mengapa, sekarang ia begitu tertarik dengan permainan ini.

"Kau curang! Seharusnya ini giliranku! Simpan pertanyaanmu!" ucapku sembari memberikan gelas itu pada Leon. "Kenapa kau menciumku?" Kuulangi pertanyaan yang sama.

Lalu Leon kembali meminumnya dengan cepat, kemudian ia mengisi gelas itu kembali. "Apa Tuan Reed menyuruhmu bekerja di perusahaan ini?"

"Tuan Reed? Maksudmu Daddy?!Tidak, aku sendiri yang memilih perusahaan ini." kulakukan kembali hal yang sama. Kugeser gelas itu lebih dekat ke arah Leon. "Kenapa kau menciumku?"

Lagi-lagi Leon meneguk habis isi gelas itu. "Akh! Sial!" gerutunya sembari memijat keningnya. Alkohol mulai membuatnya pusing. "Kita harus hentikan ini, aku harus kembali."

Leon dengan cepat menyambar kunci mobilnya dan beranjak dari kursinya. Namun kenyataannya tubuhnya mulai lemas dan ia terhuyung-huyung.

"Tidak! Menyetir saat mabuk adalah ide buruk!" kurebut paksa kunci mobilnya dan kubantu Leon untuk kembali duduk. "Biarkan aku yang menyetir," aku tak ingin terjadi sesuatu yang buruk jika membiarkan Leon menyetir dengannkeadaannya yang seperti itu.

Setelah membayar semua pesanan kami, dengan cepat kubantu Leon untuk berjalan menuju mobilnya. Kutinggalkan begitu saja beberapa orang yang masih tak sadarkan diri di meja kami. Kududukkan Leon di kursi baris kedua agar ia dapat sedikit berbaring, lalu sesuai janjiku aku membantunya menyetir menuju apartemennya. Ketika menyetir, aku cukup merasa terganggu dengan fotonya dan Anne yang tergantung pada kaca spion dalam.

Tak berapa lama, kami sudah berada di basement apartemen yang Leon tinggali. Dengan sigap kubuka pintu mobil baris kedua—tempat Leon yang saat ini tak sadarkan diri. Kutarik tubuh Leon untuk membantunya keluar dari mobil. Saat tubuhku menempel pada tubuhnya, aku merasa detak jantungku begitu keras.

Kami memang pernah berada dalam jarak sedekat ini, namun ini merupakan pertama kalinya Leon membiarkanku. Tentu saja karena ia sedang mabuk. Kuputuskan untuk turut duduk di samping Leon dan menutup pintu mobil.

Kusandarkan diriku pada lengan  Leon yang tak sadarkan diri. Leon, kenapa kau tak mau menjawab pertanyaanku? Apa menurutmu ada yang salah dengan ciuman itu?

Perlahan kudekatkan wajahku pada wajah Leon. Kuturunkan kelopak mataku, dan kusentuhkan bibirku pada bibirnya. Ini sudah sewindu, dan rasa bibir Leon masih sama, yang berbeda dari sebelumnya adalah ciuman kali ini bukan merupakan ciuman yang cepat. Tiba-tiba kurasakan lengan Leon melingkar di pinggulku dan kurasakan pula bibir Leon membalas ciumanku. Aku tak bisa mengutarakan betapa senangnya diriku saat ini. Leon membalas ciumanku.

Lalu kulepaskan bibirku darinya karena ia mulai menggigit bibir bawahku, aku belum terbiasa dengan hal itu. Kudorong pelan tubuhnya, namun ia menarikku kembali dan menciumi leherku. Kali ini kucoba kembali mendorongnya, aku sedikit canggung karena aku merasakan tubuhku begitu panas.

Aku berhasil menjauhkan sedikit tubuhku darinya. Dan untuk pertama kalinya, ia tersenyum padaku. Rasanya hatiku seperti es yang mencair ketika melihat bibirnya melengkung untukku kali ini. Senyuman yang dulu pernah jadi milikku. Kamudian aku menciumnya kembali, dengan ciuman yang jauh lebih cepat tentunya. Dan... Kulepaskan dasinya juga kancing kemejanya.

Leon, malan ini aku ingin lebih dari sekedar ciuman.

***

Tbc.

Nepatin janji up nih. Masih kuat... Masih kuaat.... :V Btw maaf sebelumnya, beberapa menit lalu chapter ini sempet ga sengaja ke publish. Ceritanya tuh lagi edit part ini di hp terus hpnya jatoh ke muka dan gak sengaja keteken 'publish'. Padahal belum selesai, untung masih bisa di unpub.. wkwkkw

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro