23
Leon sedang mencumbu wanita itu di atas sebuah sofa.
Ia menciumi wanita itu dan mencoba membuka kancing-kancing pakaian wanita itu. Dan sebagai seseorang yang sudah menginjak dewasa, tentu saja aku tahu apa yang selanjutnya seharusnya terjadi.
Saat bayanganku jatuh di lantai apartemen Leon, sontak mereka berdua memasang wajah yang amat terkejut.
"JILL!" Leon sedikit berteriak kepadaku. Ketika melihatku kelopak matanya terbuka lebar, seakan ingin memuntahkan kedua bola matanya.
Sedangkan wanita itu segera membenarkan pakaiannya, ia terlihat sangat panik.
"Sa... Sayang, siapa dia? Bagaimana dia bisa masuk ke dalam apartemen kita?" Ucapnya kembali.
Dan dari caranya berkata, aku mendapat jawabanku, ia adalah kekasih Leon. Wanita yang tinggal ditempat ini bersama Leon. Ya. Hanya kekasih, karena aku tahu karena tak ada cincin pertunangan atau pernikahan yang melingkar di jari wanita itu.
Wanita itu masih menatapku. Aku hanya membalas tatapannya. Kupandangi wanita itu, ia cukup cantik, rambutnya ikal mengembang berwarna cokelat. Ia memiliki kulit berwarna tan yang tak alami.
Rasanya begitu sesak, aku bahkan hampir melupakan bagaimana caranya bernafas. Ini sangat menyakitkan. Leon sudah memiliki seseorang di sampingnya.
Aku ingin menjatuhkan air mataku.
"Bagaimana kau bisa mendapatkan ini?" Tanya Leon sembari merampas kartu akses miliknya dari tanganku. Ia sangat kasar.
Leon kau pasti sangat marah kepadaku.
Tapi, aku pun sangat marah padamu Leon. Kau menyakitiku. Menyakitiku dengan sangat dalam.
Kutahan air mataku. "Aku berniat mengembalikannya padamu," ucapku dengan sangat kikuk.
"Kau mengenalnya Sayang?" Tanya wanita itu.
"Dia adalah Jillian Reed." Jawab Leon. "Dan ia adalah..."
Leon terhenti sejenak sebelum menyelesaikan kalimat keduanya.
... Saudari perempuanmu, Leon. Katakanlah kebenarannya.
"Dia hanya seorang Jill." Ucap Leon.
***
Anne Winston. Nama wanita berkulit tan yang tinggal bersama Leon. Wanita yang berhasil membuatku cemburu.
Aku bahkan tak tidur semalaman karena aku mempercayai kejadian yang aku alami di apartemen Leon hanyalah sebuah mimpi buruk belaka. Semalam, Leon langsung menarikku menuju area parkir setelah aku berkenalan dengan Anne.
Ia mengusirku secara tak langsung dengan cara menyetir mobilku, menghentikannya di sebuah halte bus, lalu ia turun dari mobilku dan pergi dengan sebuah bus ke arah yang berlawanan. Namun sebelumnya ia membentakku dan mengancamku untuk dilaporkan pada divisi personalia. Leon menganggapku telah melanggar sebuah peraturan yaitu mengganggu privasi sesama rekan kerja.
Hari ini aku meninggalkan jam makan siangku. Aku mencoba menyibukkan diriku agar tak memikirkan mengenai Leon yang telah memiliki kekasih.
Jill, tak boleh menangis!
Sejauh ini aku memang berhasil. Aku tak mengeluarkan setetes pun air mata, nayatanya aku sangat ingin melakukannya. Namun Jill adalah wanita yang kuat. Jill tak akan mudah menangis.
Leon masih sibuk menjelaskan beberapa perubahan yang akan kami lakukan pada proyek kami kepada beberapa karyawan dari divisi kami berdua. Aku tak begitu mempedulikan ucapannya. Kepalaku sedikit berat.
Tak hanya aku, beberapa dari karyawan yang lain sepertinya sedikit bosan dengan penjelasan yang diberikan Leon. Mereka lebih tertarik menatap ke arah pintu kaca ruang diskusi ini. Sepertinya mereka sudah tak sabar untuk meninggalkan ruangan ini.
Mungkin sama denganku, aku ingin sesegera mungkin meninggalkan tempat ini. Semakin lama melihat Leon rasanya sangat menyakitkan. Aku turut memandang ke arah pintu kaca.
Baiklah. Sekarang aku mengerti! Beberapa karyawan bukan menatap ke arah pintu kaca, tetapi mereka menatap ke sosok yang berada di hadapan pintu kaca.
Sesosok pria tegap dengan penampilan rapi nan mencolok. Mencolok karena kuyakin setelen jas yang dikenakannya merupakan keluaran dari merek pakaian premium, aku dapat membedakannya secara jelas.
Pria itu menatap arlojinya berkali-kali, sepertinya ia sedikit gelisah. Selain terlihat bukan seperti pria yang biasa, hal lain yang mencolok darinya adalah sebuah rangkaian bunga merah muda yang dibawanya. Bunga yang cantik.
Tiba-tiba pria itu masuk ke ruang diskusi tempatku berada. Sontak, ia berubah menjadi pusat perhatian di ruangan ini menggantikan Leon. Bahkan beberapa wanita penggosip yang sering menggoda Leon mengalihkan pandangan mereka kepada pria itu.
Seorang pria tampan dengan mata kelabu. Ia tersenyum sejenak.
"Maaf aku mengganggu waktu kalian. Aku sedikit terburu karena harus menghadiri sebuah rapat satu jam kemudian. Aku sedang mencari seseorang," Ucap pria itu.
"Apa kau tak melihat apa yang sedang kami lakukan? Kami sedang mengadakan rapat," Leon sedikit kesal karena pria itu mengganggu pertengahan penjelasannya. "Siapa kau? Sepertinya aku tak pernah melihatmu di tempat ini,"
"Aku berjanji aku tak akan lama. Dan perkenalkan, namaku adalah James Federic Myers," Pria itu terlihat jauh lebih bersahabat dibandingkan Leon. Bahkan ia mengajak Leon bersalaman terlebih dulu, ia begitu percaya diri.
"Bagian resepsionis mengatakan orang yang kucari berada di tempat ini." Ucap pria yang bernama James itu.
"Aku mencari tunanganku." Sambung James, entah mengapa aku merasa ia seolah menjadikanku sebagai lawan bicaranya.
James tersenyum kembali. "Namanya adalah Jillian Reed,"
***
Tbc.
Ada yang inget James ini siapa? Kalian pernah ketemu kok... Heheheheu
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro