03
Pagi ini Marie sudah cukup berisik dengan cerita mengenai mimpinya yang bertemu beberapa unicorn.
"... lalu mereka mengajakku menunggangi yang berambut biru muda dan kami pergi ke istana unicorn." Ucap Marie dengan mata berbinar. Di mulutnya masih terhiaskan sisa-sisa susu yang di minumnya beberapa saat lalu.
"Habiskan susumu Marie. Unicorn tak akan mau bertemu dengan anak yang tak menghabiskan sarapannya." Ucap Mommy kepada anak bungsunya.
"Benarkah mommy?" Tanya Marie polos. Entah mengapa ia begitu mudah dibodohi, padahal ia sebentar lagi ia akan berada di kelas terakhir Sekolah Dasar.
"Julian, biarkan aku saja yang mengepang rambut Marie. Kau akan terlambat." Pinta Mommy agar membuat Daddy sesegera mungkin menghabiskan sarapannya dan tak lagi sibuk dengan rambut cokelat milik Marie.
"Baiklah." Ucap Daddy beranjak dari samping Marie lalu mendekatiku.
Kemudian spontan kugeser kursi makanku untuk menjauhi Daddy. Seperti biasa, tiap panginya Daddy berusaha untuk membuatku mau dibuatkan kepangan olehnya.
"Aku tidak mau!" Ucapku sembari melindungi rambut dengan telapak tanganku. Aku tak suka dikepang.
"Mommy..." Ucapku sedikit merengek. Melaporkan betapa bersikerasnya Daddy ingin mengepangku.
"Julian!" Omel Mommy. "Oh Tuhan! Kau akan terlambat! Bukankah ada rapat pagi ini?!"
"Daddy, aku sudah membyat makan siang untukmu!" Ucap kembaranku--Jean, sembari mengeluarkan sebuah kotak makan.
Sesaat semua orang yang ada di ruangan ini melirik penuh curiga dengan kotak bekal yang Jean siapkan. Tentu saja isi dari kotak makan itu adalah sesuatu yang sangat mencurigakan, Jean selalu bereksperimen dengan makanan.
Dan rasanya... Aku tak dapat mengutarakannya! Tidak. Bukan karena terlalu lezat. Namun karena sebaliknya.
"Whoaa... Daddy sangat beruntung!" Ucap Leon. Nyatanya aku tahu yabg dimaksudkan Leon adalah hal bertolak belakang dari yang diucapkannya.
"Jika aku jadi Daddy aku akan langsung memakannya untuk sarapan." Sambung Leon sembari terkekeh. "Aku sangat menyukai masakanmu."
"Melebihi masakan Mommy?" Tanyanku.
"Tentu." Jawab Leon. Aku tahu ia berbohong untuk menyenangkan hati Jean.
"Tenang saja Leon!" Ucap Jean sembari memberikan sebuah kotak makan kepada saudara lelaki tertuaku itu. "Aku membuatkan untukmu juga."
"Oh shit!" Bisik Leon perlahan sembari membuka kotak makan yang kembaranku berikan.
"Mommy, Leon tak akan dapat dessert malam ini." Ucap Marie melaporkan Leon sembari terkekeh.
Seperti itulah keluargaku. Selalu ramai ketika di ruang makan. Aku selalu menyukainya, walaupun rambutku selalu terancam dikepang oleh Daddy.
Keluarga yang ramai. Kita akan selalu seperti ini 'kan?
"Kenapa kau tak langsung memakannya?" Tanya Jean.
¤¤¤
Aku membawa beberapa brosur mengenai SMA yang akan aku dan Jean masuki tahun depan. Aku sudah tak sabar untuk merasakan masa SMA.
Aku sudah memilih salah satu sekolah yabg jaraknya cukup dekat dengan ruamah. Selain dekat, aku memilih tempat itu karena di sekolah itu cukup terkenal karena klub olahraganya. Aku berharap akan bertemu seorang senior dari klub atlet yang tampan seperti di novel-novel.
Aku sudah membayangkan hal itu selama masa SMP. Aku sudah tak sabar! Kuharap Daddy dan Mommy menyetujui pilihanku.
Sebentar lagi waktunya makan malam, namun Daddy belum keluar dari perpustakaan. Kuharap aku tak mengganggu apa yang sedang dilakukannya di dalam sana.
Kuhentikan langkahku tepat di hadapan pintu perpustakaan rumah kami. Aku mendengar suara seseorang sedang mengamuk di dalam sana.
Daddy? Ia memang seperti itu. Daddy sering memarahi pegawainya yang melakukan kesalahan. Terkadang aku takut dengan Daddy yang pemarah, walaupun ia tak pernah memarahi anak-anaknya seperti carabya memarahi para pegawainya.
Brakk!!
Tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar. Dan aku tahu, suara orang membentak-bentak ternyata bukanlah suara Daddy. Suara itu adalah suara...
"Le... Leon?" Ucapku tepat kuberhadapan dengan Leon yang baru saja membanting pintu.
Wajahnya sangat penuh amarah. Mungkin ini karena urusan pekerjaan, karena kudengar esok hari Leon akan bekerja di Dreamcity, perusahaan milik Ayah.
"Ada apa?" Tanyaku.
Leon tak menjawab. Ia hanya berlalu begitu saja. Tak sengaja ia menyenggol bahuku hingga membuatku melepaskan pelukanku pada brosur-brosur calon sekolahku.
Aku baru pertama kali melihat Leon yang seperti ini. Kutinggalkan saja brosurku yang berserakan di lantai dan kukejar Leon dengan sedikit berlari karena langkahnya amat cepat.
"Leon! Leon!" Panggilku sembari terus mengejarnya.
Dan butuh beberapa puluh detik untuk berhasil menyentuh bahu Leon tepat ketika kami sampai di lorong rumah.
"Ada apa denganmu?" Ucapku mencoba menghentikan langkahnya.
"Apa Daddy memarahimu?" Tanyaku.
Leob tak menjawab. Mungkin ia tak ingin membahas hal itu. Baiklah. Tak apa.
"Sebentar lagi makan mal..." Ucapanku tiba-tiba terpotong.
Terpotong oleh sebuah bungkaman. Leon mentudutkanku ke sisi dinding lalu membungkamku dengan bibirnya.
Ia menciumku.
A... apa maksudnya ini?
¤¤¤
TBC.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro