Jika Aku Seekor Nyamuk
Malam itu kebetulan malam tahun baru. Seperti biasa, keluarga Yena melakukannya dengan meriah. Di luar rumah, keluarga itu melakukan bakar-bakran.
Bakar-bakaran apa?
Ya mana saya tau lah, orang saya bukan keluarga Yena.
Yena kala itu tengah duduk menatap salah satu tanaman. Banyak sekali hewan yang terbang di sana, satu persatu mengiggiti Yena sehingga tangannya menjadi gatal dan bentol.
Juleha kemudian menghampiri Yena dengan ikut jongkok di sisinya memperhatikan kehidupan nyamuk tak guna.
Kemudian, ada salah satu nyamuk yang diam saja. Juleha langsung menjentikkan jarinya, membuat Yena sadar bahwa ada seseorang di sampingnya.
"Yena, kamu tau kenapa nyamuk yang itu diam saja?"
Yena bergeleng.
"Itu karena dia cacat."
"Benarkah nyamuk itu cacat?"
"Tentu saja. Kalau kamu ingin tau, ayo ikut Kakak. Kita berbicara di sana. Di sini banyak nyamuk." Juleha menunjuk teras rumah mereka.
Yena menurut. Ia mengikuti Juleha dengan berlari kecil.
🕊🕊🕊
Ketika Yena terbangun, entah mengapa kakinya menjadi kecil. Oh ya, ia juga mendadak bisa terbang. Ketika ia ingin berbicara malah suara dengungan yang ia keluarkan.
"Yena, kamu sudah bangun?"
Ketika Yena berbalik, ia nampak kaget dan hampir terjatuh.
"Ah, kamu pasti lemas karena belum makan lima hari kan?"
Yena bergeleng. Seingatnya ia sudah makan ketika menjadi manusia.
"Lima hari yang lalu, ayahmu kecelakaan. Jadi ia tidak bisa berburu."
Yena bergidik ngeri. Seingatnya lagi bahwa ayahnya masih baik-baik saja. Bahkan Yena bisa melihat bahwa ayahnya kini tengah memakan jagung bersama ibunya.
"Hari ini kamu aneh Yena. Ibu yakin kalau kamu emang eror gara-gara belum makan."
Ibu?
Yena masih belum bisa mencerna kata-kata ibu nyamuk itu. Ia kemudian mengangguk saja mengikuti alur cerita.
"Kaki ayahmu patah. Sayapnya juga. Beruntung sekali karena ketika terkena raket listrik ayahmu masih bisa hidup, tidak seperti kakak laki-lakimu yang mati."
"Akibat kejadian itu, keluarga kita mengalami kemunduran dalam berburu. Biasanya ayah dan kakakmu yang memantau, kita menunggu di belakang. Kita akan maju jika mereka memberikan perintah."
Yena mengangguk. "Itu berarti kita harus mencari mangsa sendiri?"
"Ya benar. Keluarga itulah yang telah membunuh kakakmu, tapi Ibu tidak bisa masuk karena keluarga itu sangat bersih, dan lagi mereka menggunakan obat nyamuk sekarang."
"Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang? Apakah mati kelaparan adalah solusinya?"
"Tentu saja tidak. Ayah sekarang sedang dirawat. Jika saja ayahmu wafat sekarang, kita akan mencari tempat baru."
Ketika kedua nyamuk itu sedang berbincang-bincang, datanglah salah satu nyamuk. Sepertinya ia dokter nyamuk.
"Ibu Mala, sepertinya bapak Aides tidak dapat tertolong kali ini."
Raut wajah Mala mendadak muram, bahkan terbangnya sempoyongan hampir terjatuh, jika Yena tidak menolongnya.
Mala dan Yena mengikuti dokter nyamuk itu. Mereka berdua melihat bahwa nyamuk jantan tengah terbaring di atas daun tak bernyawa.
Mala menangis tersedu-sedu. Beberapa kali ia memeluk suaminya yang sudah tak bernyawa.
"Setelah pemakaman nanti, kita akan merantau, Yena. Sebaiknya persiapkan dirimu untuk perjalanan panjang."
Yena mengangguk. Ia berusaha menenangkan ibunya yang tengah menangis.
Tapi Yena merasakan aura aneh ketika melihat keluar daun. Di sana nampak dua manusia tengah jongkok memperhatikan mereka.
"Ibu, sebaiknya kita pergi dari sini. Di luar daun ada dua orang manusia. Yena lihat ada salah satu keluarga yang menyerang anak kecil itu."
"Pasti itu keluarga kaya ,King Aides. Mereka sudah profesional hidup berbulan-bulan. Kita bukan tandingannya. "
Acara pemakaman Pak Aides dilakukan, hanya dihadiri keluarga terdekat, tapi dilaksanakan dengan khidmat.
Lagi-lagi Yena memeluk Ibunya, berusaha meneangkan.
🕊🕊🕊
Keesokan harinya, Bu Mala beserta Yena tiba di sebuah pemukiman dekat sungai. Mereka menemukan salah satu rumah sedang, namun ada salah satu kamar kotor nan kumuh.
Di dalamnya terdapat seorang pria tengah tertidur pulas ditemani begitu banyak bungkus ciki di sekelilingnya.
"Sepertinya golongan darah O," kata Bu Mala mengendus-ngendus tangannya.
"Kenapa Ibu bisa tahu?"
"Soalnya manis."
Yena mengangguk.
Ketika Bu Mala akan menggigit manusia itu, salah satu nyamuk menahannya.
"Hei, hentikan!"
Mala dan Yena berbalik. Mereka menemui salah satu nyamuk raksasa.
"Kalian penduduk baru di sini?"
"Iya. Perkenalkan saya Malaria, dan ini anak saya Yena. Ayah tirinya Aedes dan anaknya sudah mati, jadi kami berburu sendiri."
"Perkenalkan, saya Gajah. Selamat bergabung di pemukiman kami."
"Sebaiknya kalian tidak menghisap darahnya."
"Kenapa?"
"Nanti dia terkena malaria."
"Jika ia terkena penyakit diriku, itu salahnya sendiri. Kenapa ia tidak membersihkan kamarnya, kenapa ia tidak menyemprot anti serangga padahal rumahnya dekat genangan air."
"Kau benar, Mala. Kalau begitu gigit saja aku akan kembali ke tempatku."
Setelah dipersilakan Mala dan Yena menghisap dengan sangat lahap. Tidak makan lima hari membuat mereka sangat puas, apalagi mendapatkan makanan yang empuk di malam hari.
"Bagaimana? Apakah enak?" tanya Mala.
Yena mengangguk.
"Rasanya manis. Yena sangat suka."
Meski hidup miskin ternyata mereka bisa mendapat kebahagiaan di malam setelah kematian Pak Aides. Mereka berharap jika pria ini akan hidup seperti ini selamanya sehingga mereka bisa mendapat pasokan makanan.
🕊🕊🕊
Esok pada siang hari, kampung itu dihebohkan dengan seorang pria terkena penyakit malaria.
Keluarganya sangat panik, sehingga mereka langsung membawanya ke rumah sakit untuk diobati.
Sementara dari atas, Mala dan Yena nampak sedih. Mereka sedih karena begitu mudahnya pria itu terkena penyakit malaria.
Mereka berupaya mencari tempat baru, masih di kampung itu. Namun anehnya tidak ada lagi tempat yang kumuh.
Dari satu rumah ke rumah lainnya, tidak ada ruangan yang nyaman untuk mereka singgahi lagi.
Ketika mereka sedang beristirahat di ventilasi karena kelelahan, tiba-tiba hujan mengguyur mereka.
"Bu, kenapa hujan kali ini memiliki bau dan rasa yang tida sedap?"
"Entahlah, Ibu juga tidak tau."
Perlahan karena kelelahan, mereka tertidur, hingga akhirnya kedua nyamuk itu lemas tak bernyawa.
🕊🕊🕊
Yena bersama Juleha tengah asyik memakan cemilan seraya menonton televisi.
Kemudian ayah mereka datang dan ikut bergabung.
"Kalian tau, kemarin di kampung dekat sungai ada salah satu orang terkena penyakit malaria. Katanya itu disebabkan karena penduduknya tidak menjaga kebersihan. Akibatnya satu kampung harus disemprot cairan anti serangga."
Yena nampak menatap Juleha, membuat Juleha balas menatap Yena.
"Kenapa menatapku?'
Yena bergeleng.
Akhirnya Yena terbawa lamunan sendiri. Ia ingat ketika malam tahun baru kakaknya menceritakan tentang nyamuk miskin, dan ternyata imajinasinya menjadi kenyataan.
Hanya saja Yena baru tahu, ternyata bukanlah hujan yang menyebabkan dirinya dan Bu Mala mati, melainkan karena cairan anti serangga.
🕊🕊🕊
Jadi intinya jaga kebersihan ya guys:3 jangan sampai terkena penyakit parah gara-gara perilaku kita tidak sehat.
Just for fun
Mikurinrin_
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro