Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Jika Aku Sebuah Kaleng

Ketika langit berubah menjadi kelabu, rintik hujan perlahan membasahi bumi tanpa diperintah manusia.

Yena dengan Juleha tengah berlibur ke rumah neneknya di desa. Mereka berdua merasa bosan karena di desa tidaklah seperti di kota. Rumah nenek mereka masih tergolong tradisional. Hanya ada televisi dan radio yang menjadi penghangat di rumah ini.

Sesekali Yena membuka kaleng-kaleng yang tergeletak di atas meja. Kaleng bertuliskan m*n*e ketika dilihat berisi dodol, kaleng kh**g guan ketika dilihat isinya kutu mayang, dan kaleng astor berisi bubuk terigu.

Yena mengembungkan pipinya karena merasa ditipu oleh kaleng. Kemudian Yena pergi ke luar teras dan melihat aliran air dari genteng jatuh ke dalam kaleng bekas t*ngo.

🕊🕊🕊

Hai sob! Kenalin, nama gue Yena dan gue adalah tipe barang yang paling seri nipu orang lain.

Sumpah demi apapun orang-orang suka ngira kalau isi gue itu sebenarnya cemilan enak nan renyah. Tentu saja bener dong, isinya renginang hahahha.

Sebelum gue diisi sama hal yang begituan, gue juga pernah jadi kaleng cantik yang dipajang di etalase toko. Kayaknya berlebihan deh wkwkw. Gue sering dipajang di rak minimarket.

Ketika hari-hari mau lebaran, salah seorang ibu-ibu dan suaminya ngambil gue di rak. Mantep banget kan gue laku, gak kaya lo lo pada hahaha.

Singkat kata singkat cerita, gue dikasih ke nenek-nenek yang tinggal di sebelah rumahnya.

Pas hari lebaran, rame banget yang ngambil isi perut gue haha. Maklum, rasanya enak banget dan renyah, jadi bocah-bocah pada suka banget sama rasa gue.

Oke, setelah isi perut gue tinggal seperempat lagi, gue ditaro di atas meja deket kaleng kecil yang lagi sedih. Dari tampangnya sih itu kaleng susu kental manis, jadi gue tanya aja dia kenapa.

"Cil kenapa?"

Kaleng susu itu menoleh dengan wajah buriknya. "Hai om. Aku lagi sedih nih."

"Sedih kenape lu? Takut kena virus?"

Buru-buru kaleng itu bergeleng. "Bukan Om, tapi kayaknya bentar lagi aku bakal masuk ke tong sampah. Gimana ni Om, bantuin dong," pintanya sambil memohon.

"Gimana caranya Cil, gue kan gapunya tangan. Bulet kek lo."

"Tapi ini aku dikerubungi semut. Tauga Om, isi perut aku isinya semut doang." Kaleng itu menangis sesenggukan, sampai isi perutnya meluber keluar.

"Aduh gimana caranya gue bantuin lo, Cil. Gue juga bingung."

Ketika sedang asyik berbincang, seorang gadis remaja datang dan mengambil sebuah gelas. Ia menuangkan susu kental manis itu pada gelasnya, tapi ketika dilihat isinya banyak semut.

"Ih banyak semut. Nenek lupa keknya buat nyimpen di mangkuk yang ada airnya." Remaja itu mengambil sebuah mangkuk kecil dan mengisinya dengan air, kemudian kaleng susu itu diletakan di dalamnya.

Remaja itu kemudian menuangkan segelas air panas ke dalam gelasnya, lalu menggunakan saringan.

"Widih, pinter juga ya tadi cewek. Lo beruntung banget diselametin Cil."

Kaleng susu itu tersenyum lebar dan berhenti menangis. "Aku bersyukur banget  Om. Aku yakin nanti pas isi perutku abis, pasti dijadiin lonceng buat di sawah. Biasa ngusir burung."

"Hahaha, bisa aja lo Cil."

Sudah dua hari, akhirnya isi perut gue abis dimakan. Setidaknya gue bersyukur banget cangkang gue masih berguna buat kue-kue yang digoreng.

Hari itu, tiba-tiba tamu datang membludak. Kami persatuan kaleng penipu merasa senang karena isi perut kami dikorek habis-habisan.

Suasana bahagia di rumah luas tradisional ini sangatlah membuat gue bahagia. Terkadang, gue juga inget sama saudara-saudara kandung sepabrik gue. Biasanya kami suka ngobrol bareng sampai ada yang beli.

Gue pernah punya sodara, dimana dia nasibnya kurang beruntung, sampai kadaluwarsa dan akhirnya sodara gue dibuang gitu aja di istana sampah.

Ketika orang-orang mulai pulang dari rumah nenek, tiba-tiba guntur berngemuruh dengan lantang. Langit kelabu, hingga air hujan perlahan turun.

Tak lupa gue memanjatkan do'a ketika hujan turun.

Seluruh keluarga nenek mulai berkumpul bersama sembari bercerita ringan. Ada dua anak yang memperhangat suasana. Kadang mereka baku hantam, kadang mereka adu mulut, tapi sebentar lagi mereka damai lagi. Lucu banget kan.

Sementara orang tua mereka bercanda tawa dengan nenek dekat tembok. Sesekali dipijiti oleh bapak, sesekali juga oleh ibu.

Sedang nikmat-nimatnya nenek dipijit, ia kemudian berdiri karena lupa akan sesuatu hal. Gue bingung dia mau ngapain nyamperin gue karena gue udah ga ada isinya.

Nenek bawa gue ke luar rumah, padahal di luar hujan. Oh gue tau, air yang jatuh dari peralon di atas genteng buat orang-orang bisa kecipratan.

Oleh sebab itu nenek ambil gue dan ditaro di bawah air supaya orang ga kena ciprat. Mulia sekali nenek.

Seorang anak kecil tengah duduk di luar teras merhatiin gue, dan kadang gue ngarasa malu banget.

Tapi dia malah kembali lagi ke dalem rumah. Gue tungguin tuh, sampai beberapa detik kemudian dia dateng bawa kertas.

Anak kecil itu membuat sebuah perahu mainan dari kertas, sampai dia bermain perahu kertas di genangan air yang gue tampung. UwU banget kantuh.

Dia main kapal-kapalan sambil nyanyi,

Nenek moyangku seorang pelaut

Gemar mengarung luas samudera

Menerjang ombak tiada takut

Menempuh badai sudah biasa

Angin bertiup layar terkembang

Ombak berdebur di tepi pantai

Belum sempat anak kecil itu menyelesaikan nyanyiannya, ibunya sudah memanggilnya supaya ia masuk ke dalam rumah.

Akhirnya gue ditinggal lagi sendiri. Hanya batu, tanaman, tanah, lumut, dan kodok yang numpang lewat lah yang bisa gue ajak bicara.

"Kamu ga kesepian kaleng?" tanya lumut yang gue injek.

"Kan banyak yang bisa gue ajak bicara di sini. BTW lo kesakitan gasih gue injek?"

Lumut itu tersenyum lebar. "Sans aja, aku udah biasa kok."

Hingga akhirnya seorang bocah laknat menyakitiku.

Dong!

Anak itu nendang tubuh gue.

Lalu ia memasukan kedua kakinya secara bersamaan. Sendalnya kotor woy, kotor banget. Kalau gue punya kaki udah gue tendang tuh kakinya.

Greget banget gasih yang asalnya air di dalem tubuh gue bersih banget mendadak jadi kotor. Dasar bocil laknat.

Lalu selanjutnya yang datang adalah seekor kucing. Tanpa rasa takut kuman, ia minum air kotor bekas bocah tadi.

"Semoga lo sehat yang meng."

Kucing itu tersenyum, lalu pergi meninggalkan gue lagi.

Dan ini, gak lama ada anak kecil lebih kecil dari tadi dateng lagi.

Awalnya gue trauma takut ditendang-tendang lagi kaya tadi, tapi tiba-tiba kok isi tubuh gue mendadak anget. Dan sialnya lagi ini bau banget.

Sialan!! Bocah itu ngompol. Tanpa memikirkan hukum barang, gue menjatuhkan diri dan berguling di atas aspal.

Gila aja gasih barang seestetik gue malah dijadiin bahan toilet praktis buat ini bocah.

Bocah itu gak kabur. Dia justru malah nendang gue.

Terus ditendang,

Terus ditendang,

Terus ditendang,

Dan inilah nasib akhir gue. Sekarang gue tinggal di tengah lapang dengan kondisi cacad. Badan bawah gue dibolongin, buat apa coba?

Ada yang tau gak?

Ya bener banget,

Kali ini gue dijadiin kompor tradisional buat anak-anak masak-masakan.

Ya, setidaknya pake kayu bakar dan kertas bisa buat gue berharga, meski isi perut gue gosong banget sumpah.

Kalau udah gini, gabisa skincarean.

Mana sempat, keburu telat.

🕊🕊🕊

Sabtu, 30 Mei 2029

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro