WHO ARE YOU? (TAYA'S POV)
Baru masuk ke kelas, kudapati beberapa gadis berkumpul di meja depan. Mereka sedang membicarakan sesuatu. Entah apa. Lantaran tidak berminat mencari tahu, aku jalan saja menuju bangkuku. Kukeluarkan buku paket matematika, pelajaran pertama hari ini, dan mulai mempelajari materi yang akan dibahas nanti.
Tiga hari ini aku tidak masuk sekolah karena sakit. Mau tidak mau aku harus mengejar ketertinggalan materi pelajaran. Belum lagi olimpiade sains bulan depan. Huft! Benar-benar banyak yang—uh?
Sebuah tangan terjulur mengganggu konsentrasiku belajar. Segera saja aku mendongak untuk melihat siapa yang berani menginterup—astaga! "Appa?"
"Appa?"
Sontak kututup mulutku dengan telapak tangan lantaran terkejut dengan ucapanku sendiri. Tapi, aku benar-benar tidak bisa menahannya ketika di depanku menjulang seorang anak laki-laki yang rupanya seperti Appa sewaktu muda. Sungguh! Dia benar-benar seperti Appa. Tapi, siapa dia?
"Jungoo."
Siapa?
"Aku Kang Jungoo. Murid pindahan yang baru masuk dua hari lalu. Aku sudah mengetahui nama semua teman di kelas ini, kecuali namamu. So?" Dia menggerakkan tangannya yang sudah lama kuanggurkan.
"Taya," sahutku sambil menjabat tangannya. "Jeon Taya."
Dia tersenyum dan membuatnya semakin terlihat seperti Appa. Astaga! Entah apa jadinya jika Appa-ku bertemu dengannya. But, wait! Kenapa Chaeri tidak memberitahuku apa pun tentang keberadaan anak baru di kelas?
Apa dia sengaja ingin menjadikan ini sebuah kejutan?
Karena laki-laki ini mirip sekali dengan Appa-ku?
***
Seperti dugaanku, Chaeri memang sengaja tidak memberitahuku mengenai keberadaan Jungoo. Rencananya membuatku terkejut dengan kehadiran seorang teman sekelas yang mirip Appa sukses besar. Tapi, serius! Bagaimana bisa ada seseorang yang begitu mirip dengan Appa-ku? Dia dan Appa seperti pinang di belah dua. Hanya suara mereka yang berbeda. Suara Appa sedikit lebih berat.
Chaeri bilang, Jungoo pindahan dari luar negeri. Sejak lahir dia tinggal di Los Angeles. Laki-laki itu baru sebulan berada di Korea. Meski begitu, bahasa Korea-nya cukup lancar. Tidak lupa Chaeri mewanti-wantiku bahwa laki-laki itu mungkin akan menjadi saingan beratku di kelas. Selama aku tidak masuk sekolah, dia menunjukkan betapa hebatnya dia dalam berhitung, dan tentu saja berbahasa Inggris. Well, aku harus bersiap-siap kalau begitu.
Jam istirahat kulalui dengan duduk di bangku taman depan kelas. Aku sedang malas makan siang di kantin. Jadi, aku hanya menghalau lapar dengan sebungkus roti dan wafer, juga sebotol teh. Buku astronomi yang kupinjam dari perpustakaan minggu lalu menemaniku. Chaeri dan yang lainnya sedang makan di kantin. Mau tidak mau, aku harus sendiri hingga mereka selesai dengan santap siangnya.
Aku baru saja membalik halaman buku yang kubaca ketika ekor mataku menangkap pergerakan di samping kanan. Seseorang baru saja duduk di sebelahku, refleks membuatku menengok ke arahnya. Laki-laki itu! Kembaran Appa!
"Tidak apa-apa kan kalau aku duduk di sini?" tanyanya.
"Taman ini bukan milikku, dan kau sudah duduk di situ. Untuk apa meminta izinku lagi?" responsku lantas kembali menekuri buku yang ada di depanku.
Aku mendengar kekehannya. Mungkin menyadari bahwa pertanyaannya barusan terdengar bodoh.
"Kau akan ikut lomba lagi, ya? Ini lomba ke berapa yang kau ikuti?"
Pertanyaannya sedikit mengusikku. Bagaimana dia bisa tahu aku selalu mengikuti lomba? Ah! Pasti Chaeri.
"Chaeri tampaknya memberitahumu banyak hal tentangku." Sebisa mungkin aku menjaga nada suaraku agar tetap tenang meski kekesalanku mulai sedikit tercungkil. Aku sungguh tidak suka jika seseorang seenaknya saja memberi tahu tentang diriku pada orang asing.
"Aku tidak butuh bantuan orang lain untuk mengenalmu."
Aku menelan ludah. Kalimatnya barusan membuat jantungku berdetak tidak karuan. Kalau bukan Chaeri yang memberitahunya, terus siapa?
"Aku tahu tanggal lahirmu. Aku juga tahu di mana kau tinggal. Aku tahu nama Appa-Eomma-mu dan pekerjaan mereka. Aku juga tahu kau punya dua adik laki-laki. Masih banyak lagi yang aku tahu tentangmu."
Oke, dia mulai membuatku ketakutan. "Sebenarnya kau siapa?"
Dia memamerkan senyum. Senyum lebar yang membuatnya tidak terlihat seperti Appa lagi di mataku—ya, senyuman Appa tidak pernah membuatku ketakutan seperti saat ini. Sungguh! Sebenarnya dia siapa, sih?
"Kau cerdas. Harusnya kau bisa tahu hanya dengan mendengar namaku, bukan?" katanya sok misterius. "Ah, sepertinya aku harus pergi. Laki-laki itu tampaknya mau bicara denganmu."
Dia menunjuk ke satu arah di belakangku, sontak membuatku menengok. Aku menemukan Jisung Sunbae berjalan ke arahku. Jisung Sunbae sempat tersenyum simpul tatkala Jungoo melintas di sampingnya. Dan begitu dia duduk di tempat Jungoo sebelumnya, dia berkata, "Laki-laki yang tadi mirip sekali dengan Jeon Ajussi. Siapa dia? Anak baru, ya?"
Aku hanya mengedikkan bahu.
***
Riuh tepuk tangan memenuhi ruang kelas setelah Chaeri menyelesaikan gilirannya membaca puisi dengan baik. Harus kuakui bahwa gadis itu memang sedikit sulit dikalahkan dalam bidang bahasa. Dia pandai sekali menata kata-kata indah dan membacanya dengan penuh penghayatan.
"Jeon Taya."
Aku berjalan ke depan kelas, bersiap untuk membaca puisi yang kutulis. Dari tempatku berdiri, aku sejenak memandang teman-teman yang duduk di bangku masing-masing. Kata Appa, penting untuk mengetahui seberapa banyak orang yang kita hadapi agar mudah menguasai panggung. Sialnya, begitu mataku beradu pandangan dengan Jungoo yang duduk di bangku paling belakang, ketenangan yang berusaha kutata, sedikit berantakan. Aku tidak mengerti mengapa dia menatapku seakan tengah melihat sesuatu yang sedang diincar? Dia benar-benar membuatku takut.
"Taya, kenapa diam saja? Lekas baca puisimu."
"Ah, i-iya, Sonsaengnim."
Aku segera membaca puisiku. Suaraku terdengar sedikit bergetar lantaran gugup. Sial! Ini gara-gara aku melihat Jungoo. Bagaimana mungkin tatapan dari seseorang bisa merusak konsentrasi dan ketenanganku? Apa sorot matanya mengandung semacam sihir?
Tepuk tangan terdengar seiring aku kembali ke tempat dudukku. Begitu tubuhku merapat di kursi, ada dorongan dari dalam diri yang membuatku menoleh ke arah Jungoo. Dan sial! Aku mendapatinya tengah memandangku. Lebih buruk dari itu. Dia bahkan menyeringai.
Tuhan, orang itu siapa, sih?
Kenapa dia membuatku tidak tenang?
***
Begitu bel pulang berbunyi, aku bergegas berjalan menuju gerbang. Appa bilang dia telah menungguku di luar. Hari ini dia pulang cepat lantaran malam nanti harus berangkat ke Hongkong.
"Ya! Kenapa terburu-buru?"
Aku tengah menyusuri selasar ketika suara itu terdengar. Aku menoleh dan Jungoo menjulang di sampingku. Dia berusaha menyamai kecepatan langkahku.
"Tidak! Memang seperti ini caraku berjalan!" Aku melangkah lebih cepat lagi.
"Kau tidak sedang menghindariku, kan?" Dia masih berupaya menyejajariku.
"Jujur saja, kau membuatku takut!"
"Benarkah?"
Aku tidak merespons ucapannya karena pandanganku terisi oleh Appa yang berdiri di gerbang. Aku mulai berlari-lari pelan. Terserah siapa Jungoo sebenarnya! Aku enggan mencari tahu. Yang penting, aku harus menjauh darinya. Keberadaan dirinya di sekitarku sungguh membuatku merasa dalam bahaya.
"Appa, ayo pulang." Aku langsung meraih tangan Appa-ku. Berharap agar si Jungoo-Jungoo aneh itu menjauh karena orangtuaku sudah berada di sini.
"Jeon Ajussi, kita bertemu lagi."
Dan seketika itu juga sekujur tubuhku membeku. Ha-ha! Berani sekali dia menyapa Appa-ku. Sejujurnya, aku ingin tahu seperti apa reaksinya begitu melihat Appa-ku. Mereka benar-benar serupa. Tapi waktunya tidak tepat sekarang.
"Appa, abaikan dia. Ayo—"
"Tunggu. Kau Jungoo, bukan? Keponakan Direktur Kang yang seminggu lalu datang ke kantor?"
Apa?
Appa mengenal Jungoo?
"Iya. Senang bertemu dengan Ajussi lagi," katanya. "O ya, sekarang aku sekolah di sini dan sekelas dengan Jeon Taya, anak Ajussi."
Leherku terasa kaku ketika aku hendak menoleh ke arah lelaki itu. Untuk kesekian kalinya kami bertatapan lagi. Dia tersenyum. Senyum yang semakin membuat dadaku dipenuhi kegelisahan. Sepertinya, pertanyaan yang sejak tadi menghantuiku sudah terjawab. Dari siapa Jungoo tahu tentangku? Pasti dari Appa. Tidak salah lagi!
"Oh, begitu. Ya sudah. Ajussi dan Taya pulang dulu. Sampai bertemu lagi."
"Ya, Ajussi. Hati-hati di jalan. Taya, sampai bertemu besok." Dia melambaikan tangan, dan mengedipkan sebelah matanya padaku. Aku segera mengalihkan pandangan sebelum jantungku berdetak semakin tidak karuan.
***
Tidak!
Jeon Taya!
Kang Jungoo hanya lelaki yang sok misterius dan suka tebar pesona.
Jangan sampai tergoda padanya!
Bukankah kau menyukai Jisung Sunbae?
-THE END-
A/n:
Hehehe... Aku nambah tokoh ya. Soalnya hmm... Jujur saja aku lagi ga ada ide romantis untuk Papa Jeon dan Mama Junmi. Jadi biar kalian tetap bisa membayangkan Jungkook, aku hadirkan tokoh Jungoo. :v
O ya, mau promo. Sapa tau ada yang suka nonton trailer FF atau review novel, bisa subscribe akun Youtube-ku ya--Anditia Nurul. Videonya masih dikit sih ehehe.
Btw, untuk seri JFS S4 berikutnya akan diposting tanggal 11. Kalo kalian sudah mengikuti FF ini sejak awal, pasti tahulah ada apa di tanggal 11 November 😁
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro