Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

MATH OR ENGLISH? (TAYA'S POV)

Aku tidak pernah menyangka, selain urusan sekolah, urusan hati juga menyusahkan. Dan semua itu baru kusadari saat ini. Ketika aku harus dihadapkan pada dua pilihan sulit. Oh, sial! Seharusnya aku hanya mengisi pikiranku dengan kalkulus, rumus tabel periodik, atau teori kinetik. Sayangnya, yang mengisi pikiranku sekarang adalah... bayang-bayang Jisung Sunbae dan Jungoo, lengkap dengan apa yang mereka lakukan padaku kemarin.

"Jadi, kamu akan menemui mereka?" tanya Chaeri yang duduk di sampingku. Dia berbisik di tengah-tengah penjelasan Kwan Sonsaengnim mengenai sejarah berdirinya Dinasti Joseon.

"Ya. Aku harus memutuskan, bukan?"

Semalam, Jisung Sunbae dan Jungoo menagih jawaban. Mereka sengotot itu setelah keduanya saling tahu. Serius! Kenapa mereka seakan memperebutkanku, ya? Memangnya aku ini apa?

"Oke. Tapi sebelum itu, beri tahu aku siapa yang kamu pilih!"

"Nanti saja. Kwan Sonsaengnim akan marah kalau mendapati kita mengobrol."

Ya, nanti kamu akan tahu, Chaeri. Karena sampai detik ini pun, aku belum tahu harus memilih siapa. Jisung Sunbae atau Jungoo.

***

Apa kamu pernah mendapat pernyataan cinta dari dua laki-laki berbeda di saat yang hampir bersamaan? Pernah? Baiklah. Kamu pasti paham apa yang aku rasakan sekarang.

Semua bermula dari kemarin. Tepatnya, saat pengumuman lomba Matematika dan Bahasa Inggris tingkat SMA keluar. Wali kelas memberiku pilihan, mengikuti lomba matematika atau lomba bahasa inggris. Jujur saja, aku tidak tahu harus memilih yang mana. Aku suka keduanya. Jadi, aku meminta waktu berpikir. Mengikuti lomba adalah sebuah tanggung jawab. Aku tidak mau asal pilih karena akan ada serangkaian persiapan yang harus dilakukan. Aku tidak mau tersiksa dalam proses persiapan walaupun aku sudah sering melakukannya.

"Kamu akan ikut lomba bahasa Inggris, kan?" tanya Jungoo begitu aku keluar dari ruang guru. Lantas, kami berdua berjalan bersisian menuju kelas. Percayalah, ini bukan sebuah pemandangan baru. Sejak dia pindah ke sekolah ini, hampir setiap hari dia mengikutiku.

Aku mendelik. "Kau menguping?"

Dia tersenyum lebar, memamerkan barisan gigi putihnya. "Aku kan ingin tahu kamu mau memilih ikut lomba yang mana," katanya. "Asal kamu tahu saja, aku juga terpilih loh untuk mewakili sekolah pada lomba bahasa inggris tingkat SMP."

Dan langkahku terhenti seketika. Aku segera menghadap Jungoo. "Kau terpilih? Yang benar saja?"

"Ya! Bahasa inggrisku lancar lho. Kamu lupa?" Dia lagi-lagi tersenyum. Kali ini senyum tipis yang—sial—manis.

"Aku tidak percaya."

"Kamu bisa bertanya pada Huening Sunbae atau Han Sonsaengnim kalau tidak percaya." Huening Sunbae adalah senior di klub bahasa Inggris, sedangkan Han Sonsaengnim adalah guru pembimbing.

Untuk beberapa detik, aku sengaja menatap Jungoo lamat-lamat. Berharap yang dikatakannya barusan hanyalah sebuah candaan. Namun tampaknya dia berkata jujur. Dia tidak tertawa sama sekali. Biasanya, jika ketahuan berbohong, Jungoo akan terkekeh sendiri begitu kupandangi dengan serius seperti barusan.

"Jadi, kamu benar-benar terpilih mewakili sekolah?" Bodoh, Taya! Bukannya kamu sudah tahu?

"Seperti yang kukatakan tadi, I'm in."

Aku menghela napas. Bukannya aku tidak suka Jungoo masuk tim yang mewakili sekolah dalam lomba bahasa Inggris. Dia jelas bisa bahasa Inggris, bahkan—jujur saja—lebih baik dariku. Tapi...

"Kamu juga masuk tim bahasa Inggris, ya? Kamu kan sudah sering ikut lomba matematika."

Kalimat Jungoo barusan terdengar seperti sebuah permintaan. Dan mungkin ini hanya perasaanku saja, tapi entah mengapa suasana seakan-akan berubah menjadi melankolis mengikuti lirih suara Jungoo saat memintaku bergabung dalam tim bahasa Inggris beberapa saat lalu.

"Kenapa harus?" Aku bisa menangkap keraguan dalam nadaku.

"Supaya kita bisa sama-sama terus."

Jantungku serta-merta berdetak tidak karuan. Sekujur tubuhku bergetar. Aku ingin menghindar, tapi seolah ada dua tangan yang muncul dari bawah tanah dan menahan kedua kakiku. Sebab tak mampu menjauh, kutundukkan pandanganku. Menatap manik cokelat madu milik Jungoo terlalu lama bisa membuat dadaku semakin sesak.

Sial! Apa barusan dia sedang berupaya menyatakan perasaannya padaku?

***

Aku berhasil lolos dari situasi tidak mengenakkan bersama Jungoo sebab ponsel di saku seragamku berdering. Jisung Sunbae! Dia memintaku bertemu di taman samping sekolah, tempat biasanya kami berdiskusi mengenai pelajaran. Paling dia ingin bertanya, apakah aku akan ikut lomba matematika kali ini.

"Jadi, kamu mau ikut lomba yang mana?" tanya Jisung Sunbae begitu aku duduk di depannya, baru saja memberitahunya bahwa wali kelas menyuruhku memilih ikut pada salah satu lomba saja.

Aku mengedik. "Aku belum memutuskan," jawabku. "Apa... Jisung Sunbae akan—"

"Tidak," potongnya seakan tahu apa yang hendak kupertanyakan. "Aku sudah tingkat tiga. Aku sudah tidak bisa mengikuti lomba-lomba lagi. Walaupun begitu, aku masih bisa mengajarimu jika kamu memilih untuk ikut lomba matematika. Ya, sekalian aku bisa mengulang materi pelajaran dari tingkat satu, bukan?"

"Iya, sih. Tapi kan... soal yang dilombakan seringnya jauh beda dengan materi yang ada di buku-buku pelajaran matematika umum, Sunbae," kataku mengingatkan.

"Tidak apa-apa," katanya, "kalau untuk mendukungmu, aku akan melakukannya dengan senang hati."

Lagi-lagi aku terjebak dalam situasi canggung yang menyebalkan. Rasanya kikuk sekadar menggaruk tengkuk di bawah tatapan Jisung Sunbae. Aku benar-benar salah tingkah sekarang. Aku tidak begitu bodoh untuk menafsirkan kalimatnya barusan. Dia... akan melakukan apa saja untukku. Jelas! Tanpa perlu kukatakan, aku sudah sangat tahu bahwa... Jisung Sunbae menyukaiku.

"Jadi," katanya, "akan ikut lomba matematika, kan?"

Haduh! Aku harus pilih yang mana?

***

Bel tanda pelajaran hari ini berakhir sudah berbunyi telah berbunyi sekitar lima menit lalu. Aku dan Chaeri masih berada di dalam kelas, menunggu semua teman-teman meninggalkan ruangan. Ya, semua kecuali Jungoo yang sudah paham bahwa aku ingin bicara dengannya selepas pelajaran terakhir.

Begitu ruang kelas dihuni oleh kami bertiga, Jungoo menghampiriku lebih dulu. "Jadi, besok kamu akan bilang ke wali kelas kalau kamu akan ikut lomba bahasa Inggris, kan?" Tipikal Jungoo. Dia penuh optimisme dan percaya diri.

Aku menghela napas. "Maaf, Jungoo," kataku memulai pembicaraan, "aku tidak bisa mengikuti lomba bahasa Inggris."

Raut wajah Jungoo yang sebelumnya ceria, perlahan berubah masam. Untuk sesaat, aku merasa bersalah. Namun, aku memang harus memilih, kan?

"Jadi, kamu lebih suka ikut lomba Matematika, ya? Apa karena... ada Jisung Sunbae?"

Alih-alih menjawab, aku buru-buru meninggalkan Jungoo dan menghampiri Chaeri yang sedari tadi berdiri di dekat pintu. Segera kuajak sahabatku itu menjauh dari kelas. Entah apa yang akan dipikirkan Jungoo tentangku, yang penting kewajibanku sudah terlaksana. Aku sudah memberinya jawaban.

Sekarang giliran Jisung Sunbae.

Dan laki-laki itu sudah terlihat di sana, di parkiran khusus murid.

"Tunggu di motor, ya," kataku pada Chaeri setelah aku berdiri tidak jauh dari Jisung Sunbae.

Gadis itu memberengut. Aku memang belum memberi tahunya bahwa aku menolak Jungoo tadi. Aku juga belum memberi kepastian bahwa aku akan mengikuti lomba matematika, kan? Semuanya masih bisa berubah sebelum aku meninggalkan sekolah hari ini.

"Kwan Sonsaengnim lupa waktu ya sampai kamu agak telat keluar dari kelas?" tanya Jisung Sunbae. Aku yakin dia sekadar basa-basi.

"Tidak juga," responsku. "Hanya... ada sedikit pembicaraan dengan Jungoo."

"Oh, dia."

Aku mengangguk.

"Jadi, bagaimana?" Dia sampai pada pertanyaan inti.

"Aku tidak bisa ikut lomba matematika." Sesingkat dan sejelas itu. Dan kali ini aku menemukan raut kekecewaan terlukis di wajah Jisung Sunbae.

"Kamu ikut lomba bahasa Inggris dengan Jungoo, ya?"

"Tidak."

"Jadi kamu tidak ikut lomba mana pun?" Aku bisa menangkap keterkejutan itu.

"Begitulah," jawabku.

Aku sudah memikirkan ini baik-baik semalam. Aku pun sudah membicarakannya dengan Appa. Aku tidak akan ikut lomba mana pun untuk saat ini. Sesekali aku ingin beristirahat dan memberi kesempatan pada yang lain untuk membuktikan diri mereka. Aku ingin menikmati hari-hari belajar di sekolah, mempelajari materi sebagaimana teman-temanku yang lain.

Lagi pula, tanpa mengikuti lomba, Jungoo dan Jisung Sunbae tetap menjadi temanku. Aku tidak bisa memilih salah satu lantaran aku butuh keduanya. Jungoo jelas teman yang menyenangkan untuk berlatih berbicara dalam bahasa Inggris. Lalu Jisung Sunbae adalah jenius yang membuat matematika tidak serumit kelihatannya.

See?

Aku masih butuh mereka.

"Jadi, kamu tidak memilih siapa-siapa?" tanya Chaeri begitu aku meninggalkan Jisung Sunbae.

"Kamu sudah mendengarkanucapanku tadi dengan jelas, Chaeri. Jangan paksa aku memilih."[]

Halo-halooo.
Mian ga sempat di-posting kemarin eheheh. Maaf juga agak lama lagi baru posting. Semoga masih suka, dan masih sabar menunggu chapter berikutnya yaaa.

Btw, info nih. JFS udah ada versi buku loh. Masih open PO juga.


JFS versi buku ini isinya cerita-cerita terpilih di season 1 + 2 (buku 1) dan season 3 (buku 2) serta beberapa bab baru yang belum pernah ada di Wattpad. So, yang mau punya, ikut PO sekarang juga yaaa. Untuk selengkapnya, bisa cek di work JFS season 3. Makasiiih.

Ps. Ini kalo nyari di shopee.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro