MONSTER DAY
Aku dan Jungkook sedang bersiap-siap untuk tidur. Baru saja priaku itu memadamkan lampu utama, menyalakan lampu meja sehingga kamar kami diselimuti cahaya yang kekuningan. Kami berbaring dalam posisi berhadapan, selalu seperti ini bahkan saat Jeongsan menjadi "orang ketiga" di tempat tidur.
"Sayang?" panggilku sebelum Jungkook memicingkan matanya.
"Ya?"
"Beberapa hari lagi Jeongsan ulang tahun."
Suamiku membulatkan matanya sebentar. "Memangnya sekarang sudah tanggal berapa?"
Aku mendengus. "Sekarang sudah tanggal dua belas. Jeongsan ulang tahun tanggal empat belas. Kau ini bagaimana, sih? Masa kau lupa ulang tahun anakmu sendiri? Apa jangan-jangan kau juga sudah lupa tanggal ulang tahunku?"
"Aku benar-benar tidak ingat." Jungkook mengusap wajahnya. "Banyak yang aku pikirkan belakangan ini."
"Kamu memikirkan pekerjaan terus, sih." Aku mencubit hidung mancungnya.
"Lalu, apa rencanamu? Kau mau merayakan ulang tahun Jeongsan atau?"
"Sebenarnya, sih, aku mau merayakan ulangtahun Jeongsan secara kecil-kecilan saja. Maksudku, hanya kita berempat. Aku, kau, Taya, dan Jeongsan. Lagi pula, kita baru pindah rumah. Terlalu banyak pengeluaran kalau mau merayakan ulang tahun Jeongsan di TK atau mengundang teman-temannya di rumah."
"Lalu?"
"Menurutmu, apa yang harus kita bertiga lakukan supaya ulang tahun Jeongsan lebih berkesan walaupun cuma dirayakan kecil-kecilan?"
"Apa, ya?" Jungkook bergumam sambil memandang langit-langit kamar.
Aku juga ikut berpikir—memikirkan banyak hal: tempatnya, waktunya, dan lain-lain. Tapi, yang paling utama, sih, apa yang bisa membuat ulang tahun Jeongsan berkesan?
"Ah! Aku tahu!" Jungkook berseru.
"Apa?"
Jungkook lantas memberitahuku perihal idenya. Pelan-pelan membuat senyumku mengembang. "Ide bagus. Kau pintar, ya?"
"Tentu saja. Jeon Jungkook."
***
Tanggal 14 Februari telah tiba. Hari ini ulang tahun Jeongsan yang kelima. Aku dan Jungkook memutuskan untuk merayakan ulang tahun Jeongsan di rumah saja. Toh, hanya kami berempat yang merayakannya. Karena hari ini adalah hari kerja, maka acara tiup lilin dan potong kuenya akan dilakukan pada sore hari, begitu Jungkook pulang karena ya ..., Jungkook yang kuminta untuk mengambil kuenya di salah satu toko kue di dekat rumah baru.
"Eomma, Appa kapan pulang?"
Aku sedang memasak makan malam sembari menunggu suamiku pulang ketika putraku menghampiriku dan bertanya demikian.
"Jeongsan, sabar, ya. Appa sebentar lagi pulang. Jeongsan nonton saja dengan Taya Nuna sana."
Alih-alih beranjak ke ruang tengah, Jeongsan malah duduk di meja makan. Dia menyandarkan kepalanya di permukaan meja. Tampak lelah menunggu ayahnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian, deru mobil terdengar memasuki halaman. Seperti rencana, aku langsung mengajak Jeongsan ke lantai dua. Sementara itu, Taya melakukan apa yang kuinstruksikan secara diam-diam padanya.
"Eomma, Appa sudah pulang. Kenapa kita di sini, Eomma?" tanya Jeongsan begitu kami berada di lantai dua.
"Iya, nanti Jeongsan potong kue dan tiup lilinnya di sini," aku menyahut. "Jeongsan tunggu di sini, ya. Eomma mau mengambil piring dulu. Jeongsan jangan turun, oke?"
"Tapi, bagaimana monstelnya muncul, Eomma?"
Aku menarik napas panjang. "Tidak akan ada monster di sini, Jeongsan. Ini kan rumah baru."
Lantas, Jeongsan dengan polosnya berkata, "Tapi, Appa bilang monstelnya ikut pindah lumah dengan kita."
Duh! Anak ini. Salahku, sih, selalu menakut-nakutinya dengan monster. Jeongsan malah jadi seperti ini ... hiks.
"Dengar, ya, monster itu tidak ada. Monster cuma ada di televisi."
"Tapi—"
"Jeongsan duduk saja di sini," sambarku, "dan tungggu Eomma kembali, oke? Eomma akan kembali dengan Appa dan Taya Nuna."
Jeongsan-ku mengangguk pasrah.
Aku buru-buru turun untuk melihat persiapan kejutan yang dipikirkan Jungkook beberapa hari yang lalu. Ini memang tampak melelahkan untuknya. Baru pulang kerja, lalu harus menyiapkan kejutan sedemikian rupa untuk ulang tahun putranya.
"Kalian sudah siap?" tanyaku, melihat keadaan di kamar.
"Bagaimana menurutmu?"
Aku menahan tawa melihat keadaan Jungkook sekarang. Duh! Apa dia benar suamiku?
"Bagus," jawabku sekenanya. "Ayo ke atas. Jeongsan sudah menunggu."
Aku, Jungkook, dan Taya segera bergerak ke lantai dua. Jungkook yang memegang kue dengan motif kepala ranger merah, lengkap dengan lilin berbentuk angka lima yang tertancap di tengah-tengah kue. Setibanya di lantai dua, Jeongsan asik menghibur dirinya sendiri dengan membuka-buka buku cerita yang ada di rak. Hanya membuka-buka sebab Jeongsan belum pandai membaca.
"Saengil chukkahamnida ... saengil chukkahamnida ... saranghaneun Jeon Jeongsan ... saengil chukkahamnida~!!!"
Jeongsan menoleh ke arah kami seiring lagu ulang tahun itu terdengar. Namun, alih-alih menunjukkan ekspresi wajah senang, Jeongsan malah menunjukkan mimik wajah ketakutan. Dia bahkan membawa tubuhnya merapat pada rak sudut yang terbentuk antara rak buku dengan dinding.
"Ya! Apa yang kau lakukan, Jeongsan? Bukankah kau sudah menunggu Appa untuk meniup lilin dan memotong kue?" tanya Jungkook ... dalam balutan kostum kelinci berwarna abu-abu yang besar seperti balon, tapi banyak bulunya.
Jeongsan menggeleng. "Eomma?" panggilnya pelan.
"Ada apa, Jeongsan? Kenapa tidak meniup lilinnya?" Aku menghampirinya.
Jeongsan menggeleng.
"Ya! Kalau kau tidak mau meniup lilinnya, nanti Nuna yang tiup."
"Taya!" Aku memberi isyarat kepada putriku agar tidak melakukan apa yang dia katakan tadi.
"Ayolah, Jeongsan," ayahnya bersuara, "kau mau meniup kue ini bersama Appa?"
"Kamu bukan Appa, kamu monstel kelinci."
Aku, Taya, dan Jungkook saling berpandangan. Wait! Jeongsan takut pada ayahnya yang memakai kostum badut kelinci?
"Ini Appa, Jeongsan. Astaga!" Jungkook meminta Taya memegang kue, lalu menghampiri Jeongsan. Karena takut, Jeongsan refleks memelukku.
Sepertinya, Jungkook salah kostum.
"Ya, Jeongsan, coba lihat dulu, Sayang. Ini Appa yang pakai kostum badut, bukan monster kelinci."
Jeongsan melirik, lalu kembali menenggelamkan wajahnya di pundakku. Ayahnya benar-benar mengenakan kostum yang salah. Sebelum lilinnya meleleh lantaran belum ditiup juga, kuminta priaku melepaskan kepala kelincinya, berharap Jeongsan tidak takut lagi setelahnya.
"Jeongsan, coba liat, ini Appa," Jungkook berkata.
Jeongsan melirik ... lagi.
Dia lantas menjauhkan tubuhnya dariku, kemudian dengan polosnya bertanya, "Mana kue ulang tahun Jeongsan?"
Aku menepuk dahiku pelan. Kenapa Jeongsan seperti ini? Hiks.
Acara ulang tahun Jeongsan berjalan tidak sepenuhnya sesuai rencana. Namun, yang terpenting, lilin ulang tahunnya telah ditiup, kue ulang tahunnya juga telah dipotong. Harapan-harapan untuk Jeongsan pun telah dikatakan. Akan tetapi, harapan yang perlu dikabulkan secepatnya adalah ... semoga Jeongsan tidak takut pada monster lagi.
-the end-
Masih ingat gak sih di JFS season satu, Jeongsan baru lahir, ceritanya. Itu loh, yang pas Jungkook teriak2 kayak supporter sepak bola waktu Junmi ngelahirin. Kkk
Ga terasa udah setahun setelah FF itu di-publish. Kkk.
Makasih udah mengikuti pelkembangan Jeongsan dali balu lahil sampai segede ini, Imo-imo yang cantik.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro