PLAYBOY(S) IN HONGDAE
Merasa bosan dengan suasan di rumah, Jungkook memutuskan untuk mengajak aku dan anak-anak berjalan-jalan di luar. Duduk di dalam bis yang menembus pekat langit malam, aku duduk bersebalah dengan Taya. Sementara itu, Jungkook duduk di single chair di depan kami, menggendong Jeongsan. Kali ini sengaja memilih naik bis, alih-alih mengendarai motor, lantaran takut Jeongsan sakit. Ini kali pertama ia keluar di malam hari.
Bis perlahan menepi di halte di kawasan Hongdae. Kami berempat segera bergerak turun dari bis bersama beberapa penumpang lainnya. Dalam sekejap, udara malam yang dingin langsung membelai kulit.
"Kita mau ke mana, Eomma? Appa?" tanya Taya dalam balutan jaket merah muda dan celana panjang berbahan jins.
"Jalan-jalan saja dulu, ya?" kataku.
Jeongsan yang terbalut jaket putih, masih berada di dalam pelukan appa-nya, sedangkan aku mendapat bagian menggenggam tangan mungil putriku. Seraya menyusuri pelataran toko yang berdiri di sepanjang jalan di Hongdae, tak jarang Taya menggumam heboh terhadap sesuatu yang dilihatnya. Ya, seperti penampilan penari jalanan yang sedang kami saksikan.
Sekumpulan anak muda berusia belasan tahun tampak lincah meliak-liukkan tubuhnya mengikuti dentuman musik. Benar-benar berhasil mencuri perhatian orang-orang yang kini membentuk lingkaran, mengelilingi mereka.
"Whoa, Oppa yang itu keren," decak kagum gadis kecilku terdengar ketika ia melihat seorang pemuda baru saja melakukan gerakan salto.
"Ya! Ya! Coba lihat Jeongsan!" Jungkook menyikutku.
Kutolehkan wajahku ke arah Jungkook dan menemukan Jeongsan kami sedang mengangkat kedua tangannya, bergerak-gerak seolah ingin ikut menari bersama para pemuda-pemuda keren di depan sana. Kedua mata bulatnya berbinar, pun senyum tak lepas dari wajah tembamnya. Jeongsan kami sungguh sangat menyukai apa yang dilihatnya.
"Ya! Jeongsan-a, Appa bisa mengajarimu dance," kudengar Jungkook berbicara dengan Jeongsan, "tapi, pertama-tama, untuk bisa dance, kau harus bisa berdiri dulu, oke?"
Jeongsan hanya bertepuk tangan antusias.
Entah, dia mengerti atau tidak dengan apa yang diucapkan Appa-nya.
Puas menikmati pertunjukan jalanan, kami berempat kembali menelusuri pelataran-pelataran toko. Beberapa kali keluar masuk, sekadar melihat-lihat. Mungkin ini alasan mengapa Jungkook memutuskan agar jalan-jalan keluarga ini terlaksana di akhir bulan, agar aku atau Taya tidak pulang sambil membawa tas belanjaan.
Dasar pelit!
"Jungkook-a!"
Sebuah suara nyaring terdengar menyebut nama suamiku. Kendati begitu, aku pun turut menoleh ke asal suara dan—ck! Seorang perempuan!
"Hei, lama tidak berjumpa," tutur Jungkook basa-basi. "Bagaimana kabarmu, hm? Sudah menikah?"
"Sayang sekali, belum menikah," perempuan itu menyahut. "Oh, ya, apa dia anakmu?" Perempuan itu menyentuh tangan Jeongsan.
"Ah, ya, ini anak keduaku, Jeongsan. Gadis kecil yang cantik ini anak pertamaku, Taya dan ... kupikir kau sudah bisa menebak siapa perempuan dewasa itu," Jungkook menunjukku dengan dagunya.
Cih! Apa-apaan itu.
Beberapa menit, Jungkook dan teman wanitanya itu mengobrol hingga muncul seorang wanita lagi, teman Jungkook juga. Aku yang sedari tadi mencoba menahan rasa yang telah bergemuruh di dalam dada, segera mengambil inisiatif untuk menjauh dari Jungkook yang ... mungkin sedang tebar pesona dengan dua teman wanita yang belum menikah.
"Sepertinya, kau dan teman-temanmu akan mengobrol lama. Aku dan anak-anak," kataku seraya mengambil Jeongsan dari pelukan Jungkook, "akan menunggumu di cafe di sudut jalan. Lagipula, di sini dingin. Nanti anak-anak masuk angin," dalihku.
"Oh, ya, sudah. Nanti aku menyusul kalau begitu."
"Maaf, kami permisi dulu," pamitku pada kedua teman Jungkook.
Dih! Awas saja dia kalau masih lama!
Aku tiba di café yang kumaksud. Sebuah café yang memiliki tema Kids and Mom. Di dalamnya ada banyak permainan yang bisa dimainkan oleh anak-anak seusia Jeongsan hingga usia tujuh tahun. Taya langsung berlari ke arah perosotan plastik setinggi dua meter, sedangkan Jeongsan kubiarkan bergaul dengan bayi-bayi seusianya di area khusus. Sementara itu, aku duduk di salah satu meja, menikmati cheesecake seraya mengawasi kedua buah hatiku.
"Wah! Cheesecake!"
Pandanganku beralih dari Jeongsan yang sedang melempar pelan bola-bola plastik warna-warni di sekitarnya, ke arah pria berbaju hitam yang datang-datang mengambil tempat di hadapanku. Cheesecake milikku yang sempat ditegurnya, seketika ia tarik mendekat ke arahnya.
"Sudah selesai mengobrol dengan teman-teman perempuanmu, hm?" tanyaku, sebisa mungkin untuk menggunakan intonasi normal, intonasi sinis tetap saja lolos.
"Ey!" Jungkook berseru usai menelan sepotong kecil cheesecake yang beberapa saat lalu ia masukkan ke dalam mulutnya. "Tolong jangan mulai lagi," lanjutnya.
Sebuah embusan napas keras keluar dari kedua lubang hidungku. Aku jelas tidak bisa menyembunyikan rasa cemburu yang terlahir bersamaku dalam batas yang melebihi normal. Kendati Jungkook telah berungkali berkata bahwa dia tidak punya hubungan apapun dengan teman-teman wanitanya, namun ... entahlah ..., gemuruh itu kerap terasa tiap kali kulihat Jungkook bersama teman-teman wanitanya.
"Ya! Ya! Lihat itu, teman-teman Taya mengerumuni Jeongsan." Jungkook mengarahkan garpunya pada Jeongsan.
Lagi, atensiku teralih dan apa yang dikatakan Jungkook kini terlihat dalam pandanganku. Entah sejak kapan teman-teman Taya—tepatnya teman-teman yang baru ia kenal di tempat ini—tahu-tahu mengerumuni Jeongsan. Taya berada di sana, tentu saja. Nampak memperkenalkan teman-temannya kepada adiknya.
Tak urung, tangan-tangan mungil milik teman-teman Taya mencubit gemas pipi Jeongsan. Beberapa sempat mendapat teguran dari Taya karena cubitan yang terlalu keras.
"Ish! Pelan-pelan. Adikku kesakitan, tahu!" tegurnya. "Adik Jeongsan, tidak apa-apa, kan?" Tangan mungil Taya terlihat mengelus lembut pipi tembam adiknya.
"Taya ternyata bisa diandalkan untuk menjaga Jeongsan," komentar Jungkook setelah melihat adegan barusan. "Sudah kuduga, dia sudah bisa memikul tanggung jawab sebagai seorang nuna."
"Bagus, kalau begitu. Paling tidak, sekarang sudah ada yang membantuku mengawasi Jeongsan. Jadi, aku sedikit bisa mengalihkan pengawasanku pada seseorang."
"Aku, maksudmu?"
Kugedikkan kedua bahuku acuh tak acuh.
Kembali kualihkan atensiku pada Jeongsan dan sedikit terkejut ketika kulihat kini bukan hanya anak-anak perempuan yang mengerumuni Jeongsan, tetapi para calon ibu dan ibu muda juga.
"Jeongsan popular sekali. Lihat, dia dikerumuni orang-orang," komentar Jungkook.
"Kau terdengar bangga mengatakannya."
"Oh, tentu saja," sahut Jungkook dengan percaya diri. "Jeongsan sepertinya mewarisi segala pesonaku. Belum berusia satu tahun saja, dia sudah dikelilingi perempuan. Benar-benar sama sepertiku dulu."
"Begitu, ya?" komentarku, datar dan dingin. Apa-apaan dia bicara seperti itu, hah?
"Tentu saja," sahut Jungkook, masih dengan nada bangga, sedikit pun tidak menyadari intonasi suaraku yang berubah.
"Kalau Jeongsan besar nanti dan dia tumbuh menjadi seorang playboy," ujarku, membuat jeda beberapa detik, "aku tahu harus menyalahkan siapa."
Jungkook terpaku menatapku.
IYA, KAMU, JEON JUNGKOOK!
DASAR PLAYBOY!
-THE END-
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro