Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

NEVER STOP LOVING YOU

Dia pergi lari pagi lagi.

Itu yang terlintas di pikiranku begitu bangun tidur dan tidak kudapati Jungkook di sisiku. Dia pasti pergi jogging untuk menurunkan berat badannya. Ia bernisiatif melakukan hal tersebut sejak aku bercanda mengatakan, ‘kau agak gemukan’ lantaran selama periode awal aku hamil, dia yang mengidam—ini membuatku teringat pada saat aku mengandung Jeon Taya, Jungkook juga yang mengidam… hihi. Dan, tentu saja napsu makannya yang memang sudah tinggi, menjadi lebih tinggi lagi.

Sejujurnya, aku tidak masalah dengan berat badan Jungkook yang bertambah. Bukankah itu bagus? Artinya, aku istri yang pandai merawat suami karena bisa membuat pasangannya terlihat ‘sejahtera’ seperti itu.

Tapi, sepertinya… Jungkook benar-benar agak tertampar dengan ucapanku. Apalagi, Taya juga pernah berkata, “Wah! Perut appa seperti perut eomma sekarang.”

Beuh! Itu suatu pukulan keras bagi seorang pria yang selama ini hidup dalam kesempurnaan fisik—maksudku, memiliki wajah tampan dan bentuk tubuh yang bagus.

Kondisiku yang tengah hamil muda—sekarang memasuki usia dua bulan—sedikit pun tidak membuatku untuk bermalas-malasan. Setiap hari, kegiatanku selalu diawali dengan merapikan tempat tidur, dilanjutkan dengan memungut pakaian kotor dan merendamnya sambil membuat sarapan untuk dua orang kesayanganku di rumah ini.

Aku telah berdiri di depan kompor, tengah memanggang beberapa lembar daging di salah satu mata kompor seraya menunggu ketel berisi air yang kumasak di mata kompor satunya, mendidih. Tangan kananku sedang asik membolak-balik daging dengan bantuan penjepit ketika tiba-tiba seseorang datang memelukku dari belakang dan mencium pipi kiriku manja.

“Selamat pagi, Sayang~”

Jeon Jungkook.

Siapa lagi kalau bukan dia?

“Pagi,” jawabku tanpa menoleh ke arahnya, sibuk dengan daging-daging di atas panggangan. “Pagi ini ini jogging di mana, hm?”

“Hanya di sekitar kompleks rumah,” jawabnya, kali ini menumpukan dagunya pada bahu kiriku. “Pagi ini sarapan sandwich, ya?”

“Iya. Kau yang minta, kan, semalam?”

“Eung,” gumamnya sok imut. Hih, sudah hampir menjadi ayah dari dua orang anak, kalau manjanya kumat, langsung sok imut. Hihi… dasar!

“Omong-omong, Sayang, coba balik badan sebentar,” pintanya ketika aku tengah memotong-motong tomat. Jungkook melepas pelukannya dan kurasakan dia agak menjauh dari belakangku.

“Memangnya ada apa?” tanyaku malas-malasan.

“Ish! Balik badan saja dulu. Nanti saja memotong tomatnya.”

Aku mendengus pelan. Kuletakkan pisauku di atas nampan, membalik tubuhku sesuai keinginan suamiku dan…

“Bagaimana, menurutmu?” tanyanya dengan senyum sumringah.

Satu detik…

Dua detik…

Tiga detik…

“Apa yang harus aku komentari?” tanyaku bingung.

Ya. Apanya yang harus aku komentari? Sama sekali tidak ada yang bisa aku komentari atas perintahnya menyuruhku untuk membalik tubuhku. Aku hanya melihat dia berdiri tanpa memakai baju, hanya mengenakan celana jogging-nya. Lalu, apa yang harus aku komentari dari itu, hah? Selama enam tahun menikah dengannya, aku sudah sering melihat ia seperti itu—bahkan, lebih.

“Masa kau tidak melihat ada yang beda, sih?” protesnya.

Sekali lagi aku mengamatinya. Sungguh tidak ada yang berubah dari tubuhnya. Tangannya masih lengkap. Kakinya masih lengkap. We-well, mungkin sedikit perubahan di bagian perut. Maksudku, terlihat sedikit lebih terbentuk dari perutnya satu bulan yang lalu.

Hmm… tidak hanya bagus, sebenarnya.

Keren.

Seksi.

Tapi, aku tidak mau mengatakan hal itu.

Nanti dia GR… huuu.  

“Perutmu bagus,” ucapku, akhirnya.

“Masa komentarmu cuma seperti itu? Aku sudah berusaha keras, loh, untuk mengembalikan perutku seperti ini,” ujarnya, berjalan mendekatiku.

“Lalu, kau ingin aku berkomentar seperti apa, Tuan Jeon?” tanyaku ketika ia berdiri tepat di hadapanku dengan jarak yang sangat dekat sampai-sampai aku harus mendongak untuk melihatnya.

“Bilang keren, seksi, atau apalah.”
Aku tertawa samar. “Lalu, kalau kau keren, seksi, terus kenapa?”

“Memangnya kau tidak jatuh cinta lagi padaku?” Nada suaranya terdengar bingung, mungkin ucapanku di luar ekspektasinya.

Kedua alisku bergerak mendekat. “Untuk apa aku jatuh cinta lagi padamu, hah?”

Priaku menggaruk-garuk pipinya. Sepertinya bingung harus menjawab apa. Ah, dia memang kurang pandai dalam berkata-kata. “Untuk… untuk…”

Aku menghela napas, tersenyum pelan. Kulingkarkan kedua tanganku di pinggangnya sambil berkata, “Kau tahu? Kau tidak perlu bersusah payah lari pagi, membentuk tubuh atau apalah itu untuk membuatku jatuh cinta lagi padamu.”

“Memangnya kenapa?”

“Karena sedetik pun sejak kupercayakan hatiku padamu, aku tidak pernah berhenti mencintaimu.”

-THE END-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro