MAKE YOU HAPPY
"Taya tidak terlambat masuk kelas, kan?" Tanyaku begitu Jungkook masuk ke kamar, baru saja pulang mengantar Taya ke taman kanak-kanak. Aku yang tengah melepas kain seprei, hendak mencucinya, sejenak menengok ke arah lelaki yg sedang melepas jaketnya itu.
"Tentu saja tidak. Kau tahu? Begini-begini aku pernah dijuluki Valentino Rossi dari Busan."
Taya nyaris terlambat ke sekolah lantaran aku pun telat membangunkannya. Tapi, itu bukan salahku. Sungguh! Salahkan Jungkook! Sebab dia yang mencegahku untuk beranjak dari tempat tidur, membujukku untuk menemaninya tidur lima menit lagi, namun malah menjadi dua puluh menit. Geez.
"Aih! Bohong! Kata eomonim kau baru bisa mengendarai motor begitu lulus SMA," ledekku.
"Bilang 'iya' saja apa susahnya, sih? Membuat suami senang, kan, tidak ada salahnya."
Seraya melepaskan sarung bantal, aku meliriknya tajam. "Jadi, yang semalam kau tidak senang? Yang tadi pagi juga, hah? Begitu?" Tanyaku dengan nada yang dibuat-buat. "Baiklah, aku mengerti. Mulai malam ini sampai seterusnya aku akan tidur dengan Taya," lanjutku, berjalan melewatinya seraya membawa buntalan seprai dan sarung-sarung bantal yang ingin kucuci.
Namun...
"Ya! Ya! Yaaaa~ Sayang, kau mana bisa berkata seperti itu? Astaga. Bagaimana mungkin aku tidak senang semalam?"
"Kau sendiri yang bilang begitu," jawabku dengan nada ngambek. Sok sibuk mengeluarkan pakaian kotor dari keranjang yang terletak di dekat pintu kamar mandi.
"Eey... tadi kan aku hanya bercanda, Sayang."
"Tapi, kedengarannya serius," elakku, bangkit dari posisiku.
"Ya! Mana mungkin begitu?" Lelaki itu dengan mudah memutar tubuh mungilku sehingga membuat posisi kami berhadapan, meski di antarai oleh seprei dan pakaian kotor di dalam gendonganku. "Aku benar-benar hanya bercanda, Sayang. Maafkan aku."
"Maafkan atau tidak, ya?" Godaku, membuat mimik seolah-olah aku sedang menimbang-nimbang akan memaafkannya atau tidak. Padahal..., meski ia tidak mengatakan bahwa ia hanya bercanda, aku sudah tahu itu. Aku... hanya ingin mengerjainya saja.
"Ayolah, Sayang," pintanya seraya mengguncang-guncang pelan kedua lenganku, lengkap dengan tatapan memelas terbaiknya agar aku mau memaafkannya.
"Baiklah. Aku akan memaafkanmu, tapi ada syaratnya."
Ah, maafkan aku, Sayang. Sepertinya pikiran jahilku sedang berkuasa.
"Baiklah. Apapun syaratnya, asal kau memaafkanku, asal kau senang, akan aku lakukan."
"Yang benar?" Aku menatapnya jahil.
"Benar." Priaku mengangkat tangan kanan dengan jari telunjuk dan jari tengahnya membentuk huruf V, seolah bersumpah.
"Baiklah," ujarku, "karena hari ini dan besok kau mendapat jatah libur dari kantor..."
"Hmm?"
"Aku ingin..."
"Ingin apa?" Rasanya ingin tertawa sebab kulihat perubahan pada raut wajah Jungkook. Hanya sesaat, pandangan memelas itu berubah menjadi kerling jalang. Geez. Dia pasti menyangka aku akan meminta yang 'iya-iya'.
"Aku ingin kau menggantikanku mengerjakan semua pekerjaan rumah untuk hari ini dan besok. Aku juga ingin libur dua hari," kataku cepat, kemudian menjejalkan tumpukan seprei dan pakaian kotor ke dalam pelukannya.
Kedua matanya membeliak. Terkejut, tentu saja, karena apa yang diharapkannya tidak sesuai kenyataan. "Ya! Ya! Sayang."
"Sst! Tidak boleh menolak. Kau sudah janji akan melakukan apa saja untuk membuatku senang, bukan?"
"Tapi..."
"Chup~" Kujinjitkan kedua kakiku dan mengecup bibirnya singkat. "Selamat bekerja, Suamiku. Istrimu mau menonton dulu."
Lekas aku beranjak keluar dari kamar sebelum Jungkook protes lagi. Namun sebelum aku benar-benar keluar, kedua indera pendengaranku masih mendapati lelaki itu berteriak, "Awas kau, ya? Nanti malam giliranmu yang harus membuatku senang."
-----THE END-----
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro