Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

JUNGKOOK'S TWINS

"Sepertinya hari ini kau senang sekali. Apa terjadi sesuatu, hm?"

Menyadari bahwa aku tersenyum saat memandangi Jeongsan yang terlelap di dalam box bayinya, Jungkook melontarkan sebuah pertanyaan untuk mendapat jawaban atas rasa penasarannya. Kupastikan selimut Jeongsan telah sempurna melindungi tubuh bayi itu sebelum aku beringsut menghampiri Jungkook yang duduk selonjoran di atas tempat tidur, tengah membaca sebuah buku pengembangan diri.

"Tadi ada kejadian lucu," jawabku, berbaring di sebelah Jungkook sembari menyelipkan kedua tungkaiku ke dalam selimut.

Jungkook menutup bukunya, meletakkan benda bersampul biru itu di atas nakas yang berada di sisi ranjang. Ia memiringkan tubuhnya ke arahku, menyangga kepalanya dengan tangan kanannya. "Apa kejadiannya?"

Kumiringkan tubuhku ke arahnya dan bertanya, "Kau yakin mau mendengarnya?"

"Tentu saja."

"Ya, sudah, begini ceritanya."

@

Jungkook telah berangkat ke kantor, begitu pun Taya yang pasti telah belajar di sekolahnya. Karena bosan di rumah, kuputuskan untuk mengunjungi butik milik Ara Eonni, tentu saja bersama Jeongsan.

"Ah, Junmi-ssi, lama tidak datang ke sini," sambut salah satu karyawan Eonni-ku. "Apa dia anakmu?"

Aku tersenyum. "Ya, aku sedikit sibuk karena si kecil ini," sahutku. "Oh, ya, di mana Eonni-ku?"

"Ah, dia ada di ruangannya."

Bersama Jeongsan, aku beranjak ke ruangan milik Ara Eonni. Sebuah bidang persegi panjang berwarna cokelat dengan sepotong papan bertuliskan 'manager' yang terpasang di permukaannya, terlihat di depan mata. Kuraih kenop berwarna keemasan itu, mendorong daun pintu, lantas masuk dan-

"Uh? Junmi-ya?"

Kedua mataku membulat. "Ah, maafkan aku, Eonni. Aku tidak tahu kalau kau sedang ada tamu," ucapku buru-buru. Aku hendak keluar dari ruangan, namun-

"Tidak apa-apa, Junmi-ya. Ayo, ke sini. Ah, rupanya kau membawa Jeongsan juga. Aih, keponakan Imo sudah besar rupanya." Aku berjalan menghampiri perempuan yang berusia enam tahun lebih tua dariku, tersenyum kikuk ke arah seseorang yang-uh? Jungkook?

"Junmi-ya," kata Ara Eonni begitu aku berdiri di sebelahnya, "perkenalkan, beliau adalah Hiroto, rekan Eonni di Jepang."

Aku membungkuk canggung bercampur terkejut. Bagaimana tidak? Pria Jepang ini terlihat sangat mirip dengan suamiku, Jeon Jungkook.

"Hiroto-sama, perempuan ini adalah adikku, Cho Junmi. Dia kadang-kadang membantuku di sini," tutur Ara Eonni dalam bahasa Inggris.

"Ppapaappapabubuppaappa."

Jeongsan bahkan membuka kedua tangannya ke arah laki-laki Jepang itu karena mengira ia adalah Jungkook.

"Anak adikmu sepertinya menyukaiku." Hiroto menyadari sikap Jeongsan.

"Jeongsan-a, dia bukan Appa," bisikku pada Jeongsan.

Eonni-ku tersenyum maklum. "Yes, he thinks you are his dad."

Orang Jepang itu membulatkan kedua matanya. "O, really?"

"Yeah. You and his dad are like twins. I thought I have showed you the photo of my brother in law-my sister's husband."

"Ah, that guy. I remember. You've told me about him."

"Papapapaaappapapa." Jeongsan sepertinya tidak mengerti. Ia benar-benar mengira Hiroto adalah Jungkook. Bayi di dalam gendonganku ini bahkan menarik-narik rambutku, lalu mengarahkan telunjuknya pada Hiroto. Dia ingin digendong oleh laki-laki yang mirip ayahnya.

"Jeongsan-a, dia bukan Appa," ulangku.

Namun, Jeongsan sungguh tidak mengerti. Dia malah menunjukkan mimik wajah yang mengindikasikan ia akan menangis jika permintaannya tidak dipenuhi.

"Sepertinya, anakmu ingin bersamaku," tutur Hiroto dalam Bahasa Inggris. "Berikan padaku. Aku ahli dalam menjaga anak-anak."

"Apa kau tidak keberatan, Hiroto-sama?"

Lelaki itu menyungging senyum. Sungguh! Dia benar-benar mirip dengan Jeon Jungkook. Kendati demikian, saat ia tersenyum, aku tidak merasakan apapun. Berbeda saat Jungkook yang tersenyum, darahku berdesir.

Jungkook dan Hiroto, keduanya memang terlihat sama, tetapi memiliki rasa yang berbeda.

@

"Memangnya, Hiroto itu mirip sekali denganku?" tanya Jungkook setelah kuakhiri ceritaku.

Aku mengangguk dan menjawab, "Sekitar 90%-95% mirip. Kalian seperti pinang dibelah dua."

"Aku jadi ingin melihatnya. Kau punya fotonya?"

Kuubah posisiku untuk memudahkanku meraih ponsel yang kuletakkan di atas nakas di sisi tempat tidur. Mengusapnya beberapa kali untuk membuka aplikasi galeri dan memperlihatkan foto Jeongsan bersama Hiroto.

"Lihat, kan? Dia sangat mirip denganmu," ujarku, memperlihatkan layar ponselku pada Jungkook.

Lelaki itu mengambil ponsel dari tanganku, ingin melihat lebih dekat wajah pria Jepang itu. "Ya, dia benar-benar mirip denganku."

"Wajahmu ternyata pasaran, ya?" ledekku, tertawa samar.

"Enak saja!" sahut Jungkook, terkesan tidak terima dengan ucapanku.

Ia masih sibuk memperhatikan satu per satu foto-foto Jeongsan bersama Hiroto yang memang sengaja kuabadikan.

"Astaga. Jeongsan-ku bahkan mau disuap olehnya? Jeongsan biasanya tidak mau disuap oleh siapa pun selain kau dan aku."

Aku tersenyum. "Jeongsan tertipu dengan wajah Hiroto. Kau tahu? Sepanjang hari ini, Jeongsan terus lengket pada laki-laki itu. Hari ini aku benar-benar beruntung karena tidak perlu repot mengurus Jeongsan yang rewel. Hiroto sangat pandai mengurus anak kecil."

"Ehm!"

Jungkook berdeham. Entah apa maksudnya.

"Pantas saja kau senyum terus hari ini. Ternyata, selain menemukan ayah cadangan untuk Jeongsan, kau juga menemukan suami cadangan, ya?" ujar Jungkook sinis seraya memperlihatkan fotoku bersama Hiroto.

Astaga! Aku lupa kalau ada foto itu.

Mampus!

"Kenapa bicara seperti itu? Aku hanya berfoto dengan Hiroto satu kali. Jarang-jarang, kan, aku bisa berfoto dengan orang Jepang," kilahku.

"Alasan!" tukas Jungkook ketus.

Lantas, ia mengubah posisinya hingga memunggungiku, bahkan secara egois menarik selimut sampai tak ada yang tersisa untukku. Astaga!

"Ya! Sayang, kamu marah, ya?" tanyaku, mendekatinya, kemudian merapatkan daguku pada lengannya yang terasa padat.

"..."

"Sayangku tampan?" godaku, menyelipkan tangan ke dalam selimut dan menggelitik pinggangnya. Ia kegelian sejenak, tapi dengan keras menyingkirkan tanganku dari sana.

Duh!

"Sayangku keren?" godaku sekali lagi, kali ini sambil menyentuh-nyentuh pipinya. Namun sekali lagi, hanya sebuah penolakan yang kudapat.

"Sayangku seksi." Kucubit nipple-nya sebagai satu-satunya jalan terakhir agar ia mau meresponku.

Tapi, alih-alih berkata, dengan satu gerakan cepat kembali membalik tubuhnya ke arahku dan tahu-tahu ia mengunci tubuhku dalam pelukannya, membuat hidungku menabrak dadanya. Aku terkejut setengah mati.

"Kau nakal sekali hari ini! Aku tidak mau tahu, besok pagi, kalau aku bangun, aku ingin melihatmu dalam pelukanku. Awas kalau kau tidak ada," tukasnya.

Kendati itu adalah sebuah ancaman bagiku, tapi aku tidak tahu mengapa aku tersenyum mendengarnya. Sekarang kau tahu, kan, seperti apa perasaanku saat melihatmu bersama teman-teman wanitamu?

-THE END-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro