Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

sembilan

Neta tidak pernah tahu bagaimana hubungan Esa dengan perempuan yang ia temui di rumah sakit itu. Sampai saat ini Neta tidak mengerti kenapa Esa bisa dengan santainya mengatakan hal itu. Artinya, Esa memang membenarkan fakta bahwa dirinya hanya memainkan perasaan Neta.

Suka atau tidak suka, niat Esa sejak awal mendekati Neta sudah salah. Pokoknya Neta membenci fakta tersebut. Bisa tidak kalau Esa hanya memandang Neta sebagai teman biasa, sudah seperti itu saja. Maka Neta dengan sangat senang hati akan mundur perlahan dan hanya melihat Esa sebagai teman dekat yang mengisi harinya selama jauh dari rumah.

Neta tidak akan peduli dan tidak akan mau peduli lagi.

Sayangnya, saat ini Neta malah dihadiahi dua orang yang paling tidak ingin Neta lihat. Sabtu pagi begini Neta malah sibuk ngerjain laporan praktikum yang bikin mumet. Neta sendiri sudah duduk di dalam kafe langganannya sejak jam tujuh pagi tadi. Sempat berbincang sedikit dengan sang pembuat kopi yang sudah menyita perhatian Neta beberapa kali. Mungkin sampai saat ini.

Nyatanya Neta malah asik merhatiin Dias bikin minuman bukannya ngerjain tugasnya.

Abis keren, sih.

Cuma itu deh, sumpah. Cuma itu yang Neta pikirin. Justru yang bikin pikiran Neta buyar dan mau jambak-jambak rambut sendiri itu malah pemandangan di depannya.

Entah kenapa Neta baru saja melihat perempuan yang Neta ketahui adalah kekasih Esa. Masalahnya, perempuan itu tidak dengan Esa.

Beberapa menit lalu Esa bilang mau nyamper Neta. Merasa kesal mungkin karena Neta tidak menggubris pesan Esa setelah menayakan posisi Neta saat ini. Esa tadinya mau mengajak Neta nonton di bioskop, mumpung promo. Ya jelas Neta nolak, lah. Muka Esa itu memang tebal banget sampai gak tahu malu ajak Neta nonton berdua.

Neta sendiri tidak sebocah itu untuk sok tidak membalas pesan Esa atau menghindarinya tanpa alasan. Kalau begini kan Neta punya alasan menolak.

Namun karena pemandangan di depannya ini semakin menjengkelkan, Neta buru-buru membalas pesan Esa.

| Kak Angkasa

Net nonton yuk
Lagi promo nih
Gue jemput di kafe ya

Arnetta |
Gue udah balik kak

|Kak Angkasa
Yah padahal gue udah depan kafe

Sial.

Entah kenapa Neta malah semakin kesal. Kalau Esa sudah di depan berarti Esa bisa saja liat pacarnya itu lagi sama laki-laki lain, kan? Belum lagi posisinya Esa mau menjemput Neta. Gawat bisa jadi omongan publik. Mengingat bagaimana pacar Esa itu sangat menjengkelkan saat di Rumah Sakit.

Neta dengan segera membereskan barangnya dan menyesap habis minumannya. Dari sebrang Dias memerhatikan gerak-gerik Neta yang aneh. Matanya pun tak sengaja membingkai sosok Esa yang sudah berada di depan pintu Kafe dengan jaket jeans belel dan kacamata bulatnya.

Neta hendak mencegah Esa untuk masuk. Dengan segera Neta meraup seluruh barangnya ke dalam dekapannya. Hendak berjalan ke arah pintu sebelum Esa melihat siapa yang ada di dalam Kafe tersebut. Namun suara debam seketika menghentikan kegiatan Neta.

Terlambat.

Neta terpaku di depan mejanya, begitu juga dengan pengunjung yang lain. Neta bisa melihat Dias sudah berdiri di depan salah satu meja yang kemudian dikerumuni pengunjung lain.

Neta pokoknya gak tahu menahu gimana kronologisnya, Neta hanya sibuk membereskan barangnya dan keributan seketika terjadi.

Dias menarik belakang kerah seorang laki-laki yang Neta sangat kenali. Seolah tenaganya bertumpu pada tangannya itu, mencegah keributan yang lebih besar terjadi. Askar Angkasa baru saja meninju laki-laki yang sedang bersama kekasihnya, tanpa mengeluarkan satu kata pun.

Drama picisan macam apa ini?

Neta masih terdiam di tempatnya berdiri. Mata Esa nyalang menatap Neta dari sebrang. Napasnya menderu dan wajahnya melemah seketika. Esa yakin, Neta kecewa.

Pikiran Esa kacau. Esa tidak menyangka akan mendapatkan dua perempuan yang berarti di hidupnya dalam waktu yang bersamaan.

Kekasihnya dan Neta.

Esa menyesal telah memukul telak laki-laki itu. Laki-laki yang sebisa mungkin Esa jauhkan dari kekasihnya. Mungkin Neta mengerti situasi saat ini, gadis itu pergi berlalu setelah mengumpulkan nyawanya kembali. Sedangkan Esa menarik paksa kekasihnya. 


Neta berdiri di depan Kafe dengan tatapan kosong. Matanya jelas melihat bagaimana Esa menarik kekasihnya itu dan memaksanya masuk ke dalam mobil. Rahang laki-laki itu mengeras, sedangkan sang gadis hanya terdiam menunduk menahan tangisnya.

Neta juga melihat suasana di dalam, Dias mencegah lelaki yang sebelumnya Esa pukul itu untuk mengejar Esa. Teriakan dari dalam sana terdengar jelas di telinga Neta.

"BRENGSEK LO ESA! LO UDAH PUNYA CEWEK MASIH AJA KETEMU CEWEK LAIN?"

Dan itu nyaris membuat jantung Neta copot. Sakit. Rasanya seperti ditusuk beribu pisau tepat di jantungnya.

Apa Neta sejahat itu?

***

Esa seolah menutup kedua telinganya. Alva, kekasihnya hanya bisa terisak dan meneriaki Esa untuk memelankan kemudinya. Esa tidak peduli.

Sampai dimana mobil yang Esa kendarai berhenti di depan salah satu minimarket. Memarkirkan mobilnya dengan hati-hati sambil masih mengatur emosinya.

Alva membuang tatapannya dari Esa, hanya lalu lalang motor dari jalan raya yang ada di depan matanya. Dari balik kaca mobil Alva bisa melihat pantulan bayangan Esa, laki-laki itu mengembuskan napasnya.

"Aku udah pernah bilang berapa kali sih Val biar kamu jauhin Elang?"

Esa tidak berteriak. Justru suaranya begitu rendah, dan tajam. Esa meraih wajah kekasihnya itu untuk menatap matanya. Matanya memerah karena tangis gadis itu sebelumnya. Dengan sigap Esa menyeka air mata Alva yang masih mengumpul, memegang pipi gadis itu lembut.

"Jangan nangis, aku gak bisa kaya gini."

Namun justru tangis Alva semakin menjadi. Tangan Esa dihempaskannya begitu saja.

"Kalau kamu bisa selingkuh sama si Neta itu kenapa aku enggak bisa sama Elang?" Begitu tuturnya. Suaranya pelan, tapi sedikit membangkitkan emosi Esa lagi.

"Kita putus aja, Val."

Alva mendongakkan wajahnya. Ini sudah yang kesekian kali Esa mengatakan hal tersebut. Alva benci, Esa dengan mudahnya mengatakan hal sesakral itu tanpa ada rasa penyesalan sedikit pun.

Alva cepat-cepat menggelengkan kepalanya, menahan isakannya yang semakin keras. Alva tentu menentang keras permintaan Esa yang kesekian kali ini.

"Aku gak mau, Sa. Aku cuma mau kamu."

Esa mengembuskan napasnya lelah. Selalu begini. Bahkan sejak sebelum Esa bertemu Neta, Esa benar-benar sudah muak dengan hubungannya dengan Alva.

"Kamu kenapa sih? Kamu bosen sama aku, Sa?"

"Aku mau kita udahan aja, Val. Please aku cape."

Alva tetap menggelengkan kepalanya. Sebrengseknya Esa, Esa bahkan tidak bisa meyakinkan Alva bahwa dirinya benar-benar ingin putus. Namun Esa juga tidak bisa begini terus. Esa harus mengakhiri hubungan ini, itu yang ada di pikirannya sejak tiga bulan lalu dimana pertama kalinya Esa meminta putus pada Alva.

Dan saat itu pula ketika Esa melihat Alva dengan Erlangga, atau kerap ia sebut Elang, teman kampusnya. Bukan masalah besar melihat mereka jalan berdua sebenarnya, tapi menjadi hal yang besar karena Esa jelas tahu Elang adalah yang pertama kali menyatakan pada Esa bahwa dirinya menyulai Alva sejak lama.

Dan sampai sata ini Esa merasa bersalah telah merebut Alva darinya.

"Esa, kita gak bisa mulai lagi dari awal? Aku yakin kamu juga masih sayang sama aku, kan?"

Little did she know, i would never stop loving her.

Namun Esa menggeleng, menyingkirkan tangan Alva yang sebelumnya menahan lengan Esa. Cengkaraman lembut gadisnya itu terlepas dan Esa dengan segera memalingkan wajahnya yang mulai memerah.

"It's hard for me, Val. Selalu ada bayangan lain ketika aku sama kamu dan aku laki-laki jahat yang beraninya ambil hati kamu."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro